III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA PESISIR NUHUROA KABUPATEN MALUKU TENGGARA

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA PESISIR NUHUROA MALUKU TENGGARA SANTI PT RAHANTOKNAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

Gambar 3 Lokasi penelitian.

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA PESISIR NUHUROA MALUKU TENGGARA SANTI PT RAHANTOKNAM

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA PESISIR NUHUROA MALUKU TENGGARA SANTI PT RAHANTOKNAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 2 Peta lokasi studi

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

III. METODE PENELITIAN

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di Pesisir Nuhuroa Kecamatan Kei Kecil Dullah Utara Desa Ohoidertawun, Ohoililir, Ngilngof, Rumadian, Evu, Sathean dan pulau Haeh Labetawi, Ohoitahit, pulau Adranan dan pulau Bair Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling yaitu desadesa pesisir Nuhuroa yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sudah dikembangkan menjadi lokasi wisata dan potensi yang dapat dikembangkan sebagai lokasi ekowisata. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2007. Selanjutnya dilakukan analisa data serta penulisan tesis. 3.2 Formulasi Permasalahan Pengembangan ekowisata pesisir Nuhuroa perlu direncanakan dan dikendalikan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan dapat berlanjut. Guna menjamin keberlanjutan pulau-pulau kecil tersebut maka pengembangan kawasan dilakukan berdasarkan karakteristik sumberdaya alam, kualitas lingkungan, potensi pengunjung, ketersediaan sarana pendukung dan sumberdaya masyarakat lokal (SDM). Karakteristik lingkungan pulau inilah yang digunakan sebagai input pengembangan ekowisata sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya. Tahap awal rencana pengembangan ekowisata adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengunjung dalam pengembangan kawasan sebagai kawasan ekowisata.

24 2. Mengidentifikasi dan menganalisis preferensi stakeholder untuk pengembangan ekowisata. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi obyek dan atraksi wisata serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir untuk pengembangan ekowisata. 4. Mengidentifikasi dan menganalisis sarana dan prasarana pendukung pengembangan ekowisata. 5. Mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya masyarakat lokal (SDM) dalam pengembangan ekowisata. 6. Menyusun rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir. Gambar 2 Lokasi penelitian

25 3.3 Rancangan Penelitian Kajian potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir untuk pengembangan ekowisata pesisir Nuhuroa dilakukan dengan pendekatan sumberdaya alam menggunakan analisis spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode survei untuk menginventarisasi potensi dan kepekaan ekologis kawasan pesisir, SDM dan sarana pendukung pengembangan kawasan serta hasil isian kuisioner dan wawancara stakeholder. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber seperti publikasi ilmiah, dan peta-peta yang sudah dipublikasikan. Jenis data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 2. Pengolahan basis data dilakukan terlebih dahulu dengan pengolahan data spasial. Selanjutnya dibangun basis data SIG melalui 6 langkah yaitu: (1) input data, (2) editing data spasial, (3) pembuatan future data, (4) pembuatan topologi, (5) manajeman basis data dan (6) penggabungan data atribut dan data spasial. Penelitian terdiri dari enam tahap yaitu: Tahap 1. Mengidentifikasi dan Menganalisis Potensi Pengunjung Dalam Pengembangan Ekowisata 1.1 Data Data yang diperlukan dalam mengindentifikasi dan menganalisis potensi pengunjung berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa penyebaran kuisioner melalui wawancara pada wisatawan untuk mengetahui profil wisatawan, yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan asal wisatawan, motivasi kunjungan dan penilaian wisatawan tentang kualitas lingkungan di lokasi. Sedangkan data sekunder, berupa jumlah kunjungan wistawan mancanegara dari instansi pemerintah. 1.2 Metode Analisis Analisis pengunjung dilakukan secara deskriptif untuk mengambarkan profil dan motivasi wisatawan.

Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa Tujuan e Citra Landsat ETM 7 Th 2007 Identifikasi Potensi Pengunjung Profil dan Motivasi Wisatawan Deskipsi Potensi Pengunjung Identifikasi Stakeholder Matriks Analisis Stakeholder Deskripsi Preferensi Stakeholder Analisis Hirarki Proses Kebijakan Pengelolaan SDAL Karakteristik Sumberdaya Alam dan Lingkungan Nuhuroa Identifikasi Potensi dan Kepekaan Ekologis Kawasan Pesisir Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Obyek/Atraksi SDA Pesisir Tingkat Kepekaan Natural : TK Lamun Mangrove Pantai Analisis Kesesuaian Daya Dukung Kawasan (DDK) Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) Pembobotan & Skoring Analisis Spasial Aktifitas : Selam Snorkeling Sailing Fishing Peta Tematik Obyek dan Atraksi Wisata & Kepekaan SDA Pesisir Analisis Spasial (Overlay Peta-Peta Tematik) Zona Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Identifikasi Sarana Pendukung Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Infrasruktur : Hotel/Resort Air, Listrik Telekomunikasi Sarana Kesehatan Pendukung : Toko souvenir Travel Restauran Aksesibilitas : Jalan Bandara Pelabuhan Analisis Spasial & Deskriptif Pembobotan & Skoring Peta Tematik & Deskripsi Sarana Pendukung Survei Lapangan Identifikasi Sumberdaya Masyarakat Lokal Jumlah penduduk Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Analisis Multivariete (PCA, Cluster) Analisis Spasial & Deskriptif Peta Tematik & Deskripsi SDM Inventarisasi Data Survei dan Analisis Sintesis Gambar 3 Bagan alir penelitian RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PESISIR

27 Tabel 2 Jenis data dalam penelitian No Data / Informasi Sumber Jenis data 1. Peta : Peta jalan Peta batas administrasi kecamatan Peta sungai Citra landsat 2. Kondisi fisik Nuhuroa : Iklim : a. Curah hujan b. Temperatur c. Kelembaban udara d. Penyinaran matahari e. Tekanan udara f. Kecepatan angin g. Variasi musim Hidro-oseanografi: gelombang, arus, pasang surut 3. Obyek dan atraksi alam Potensi SDA pesisir dan laut: a. Pulau-pulau kecil b. Terumbu karang c. Lamun d. Mangrove e. Pantai 4. SDM: - Jumlah penduduk - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan 5. Sarana pendukung : - Infrastruktur - Pendukung - Aksesibilitas 6 Pengunjung : - Profil wisatawan - Motivasi kunjungan 7. Stakeholder : - Pemerintah (eksekutif & legislatif) - Masyarakat - Pihak swasta - LSM Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB Biotrop Stasiun Meteorologi Dumatubun Langgur (10 tahun terakhir : 1996-2006) Survei dan pengukuran lapangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Malra Survei lapangan dan pengamatan Sekunder Sekunder Primer Sekunder Primer Masyarakat Primer Survei lapangan dan Primer pengamatan Dinas Pariwisata dan Sekunder Kebudayaan Kab. Malra, Bappeda Kab. Malra Hasil wawancara Primer Wawancara dan kuisioner Primer 1.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil akhir tahapan analisis potensi pengunjung berupa informasi tentang profil, pengalaman dan motivasi, serta pendapat wisatawan tentang obyek dan atraksi di lokasi penelitian yang merupakan input dalam pengembangan ekowisata.

28 Tahap 2. Mengidentifikasi dan Menganalisis Preferensi Stakeholder 2.1 Data Identifikasi stakeholder, dilakukan melalui prinsip analisis stakeholder yaitu : keterlibatan semua pihak, relevansi dan keseteraan jender. 2.2 Metode Analisis Analisis stakeholder menggunakan matriks analisis stakeholder untuk mengetahui pelaku pembangunan yang berperan dalam pengembangan ekowisata selanjutnya dilakukan analisis proses hirarki dalam pengelolaan dan pemanfataan sumberdaya alam dan lingkungan. 2.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil akhir analisis stakeholder berupa informasi tentang peran dan preferensi stakeholder dalam pengembangan ekowisata serta kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Tahap 3. Identifikasi dan Analisis Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pulau 3.1 Data Data yang diperlukan dalam menganalisis potensi obyek dan atraksi serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan yaitu potensi sumberdaya pesisir dan tingkat kepekaan lingkungan sumberdaya pesisir. Data obyek dan atraksi alam merupakan potensi ekologis ekosistem pesisir. Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan ekowisata dan analisis daya dukung (DDK) untuk pemanfaatan sumberdaya yang lestari. Data yang diperlukan untuk analisis indeks kepekaan lingkungan pesisir mencakup tingkat kepekaan tipologi pantai, tingkat kepekaan sumberdaya hayati dan tingkat kepekaan habitat yang dimanfaatkan oleh manusia dan nilai pemanfaatannya. 3.2 Metode Analisis a. Analisis Kesesuaian Wisata Aktifitas wisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya. Setiap aktifitas wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan sesuai obyek yang akan dikembangkan. Metode yang

29 digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan untuk aktiftas wisata yaitu dengan sistem informasi geografi menggunakan sotfware ArcView 3.3. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai (Yulianda, 2007) : IKW= [ Ni / Nmaks] x 100 % Keterangan : IKW = indeks kesesuaian wisata Ni = nilai parameter ke-i Nmaks = nilai maksimun dari suatu kategori wisata Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh perjumlah nilai dari seluruh parameter. 1. Wisata Pantai Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi yaitu kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar. Untuk kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota. 2. Wisata Bahari Wisata bahari dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu wisata selam, wisata snorkeling dan wisata lamun. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan 6 parameter (kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang) dengan

30 empat klasifikasi yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Potensi karang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi dengan karang. Parameter karang yang digunakan untuk kesesuaian wisata selam adalah persen tutupan komunitas karang yang terdiri dari karang keras, karang lunak dan biota lainnya yang masuk kategori other faunas. Sedangkan luas hamparan karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata selam dibatasi oleh kedalaman 30 meter. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata snorkeling yaitu kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang. Sedangkan kesesuaian wisata bahari kategori wisata lamun mempertimbangkan tujuh parameter (tutupan lamun, kecerahan perairan, jenis ikan, jenis lamun, jenis substrat, kecepatan arus dan kedalaman lamun) dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Hasil akhir analisis kesesuaian lahan berupa petapeta tematik kesesuaian lahan untuk ekowisata berdasarkan kategori wisata. b. Analisis Daya Dukung (DDK) Analisis daya dukung ditujukan bagi pengembangan ekowisata dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Metode perhitungan daya dukung untuk pengembangan ekowisata alam yaitu dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimun pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK mengunakan rumus (Yulianda, 2007):

31 DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp Keterangan : DDK = daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Waktu kegiatan pengunjung dihitung berdasarkan (Wp) yaitu lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci berdasarkan kegiatan yang dilakukan. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (jam 8-16). Hasil akhir tahapan analisis daya dukung (DDK) berupa daya dukung kawasan untuk setiap ekosistem pesisir. c. Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) Pemetaan indeks kepekaan lingkungan (IKL) merupakan alat perencanaan dalam pendekatan pengelolaan lingkungan pesisir. Kepekaaan lingkungan disusun untuk dijadikan pedoman bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir, serta dalam mengevaluasi bahaya potensial yang ditimbulkan dari dampak berbagai kegiatan di terrestrial maupun yang terjadi di lingkungan pesisir. Penyusunan IKL terhadap ekosistem alami dilakukan dengan pendekatan spasial dan kuantitatif. Pemetaan IKL mempertimbangkan kombinasi tiga komponen utama indeks kepekaan lingkungan, yaitu indeks nilai kerentanan (vulnerability value index) (IR), indeks nilai habitat (habitats value index) (IH) dan indeks sosial (sosial values index) (IS) (Yulianda, 2006). Kombinasi ketiga indeks lingkungan merupakan persamaan indeks kepekaan dengan rumus :

32 KIKLi = IR x IH x IS Keterangan : KIKLi = Gabungan dari indeks kepekaan lingkungan setiap variabel i lingkungan, IR = Indeks nilai Kerentanan, terdiri dari indeks nilai pantai (IP), IH = Indeks nilai Habitat, terdiri dari indeks nilai ekosistem (IE) dan indeks jenis (IJ), IS = Indeks nilai Sosial, terdiri dari indeks nilai ekonomi (NE) dan nilai sosial pemanfaatan sumberdaya (NS) n -n IRi = ( VCj) j=1 n -n IHi = ( HCj) j=1 n -n ISi = ( SCj) j=1 Keterangan : VC = komponen kerentanan (bioassay dan nilai pantai) HC = komponen habitat (nilai ekosistem dan indeks jenis) SC = komponen sosial (nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial) Komposit indeks kepekaan lingkungan (KIKL) mempunyai kisaran nilai 1-125 dengan klasifikasi kepekaan (Tabel 3). Tabel 3 Tingkat kepekaan berdasarkan KIKL Sumber: Yulianda (2006) Nilai KIKL Tingkat Kepekaan 1 Tidak Peka 2 8 Kurang Peka 9 27 Sedang 28 64 Peka 65 125 Sangat Peka

33 Adapun komponen parameter lingkungan yang digunakan dalam perhitungan indeks kepekaan lingkungan terdiri dari 5 parameter yaitu: ekosistem sumberdaya pesisir, laut, pemukiman, pertanian, dan pantai. c.1 Indeks Kerentanan Komponen indeks kerentanan untuk indeks kepekaan lingkungan terdiri dari nilai pantai. Untuk ekosistem sumberdaya pesisir (mangrove, lamun terumbu karang), kriteria penilaian indeks habitat dari nilai pantai sudah ditetapkan 5 berdasarkan Sloan (1993). Analisis pemetaan tematik laut untuk indeks kepekaan lingkungan terdiri dari analisis parameter oseanografi dan kualitas air. Nilai pantai diperoleh dari kriteria oseanografi yaitu gelombang, arus, pasang surut dan kemiringan pantai. c. 2 Indeks Habitat Komponen indeks habitat terdiri dari nilai ekosistem dan nilai jenis sumberdaya alam pesisir. Kriteria penilaian indeks habitat ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang) terdiri dari tiga kategori parameter yaitu kepadatan, jenis, dan jarak dari sumber aktifitas. Nilai habitat untuk peta tematik laut ditentukan oleh kualitas air. Perhitungan IKL untuk kualitas air didasarkan pada prinsip-prinsip ekologi yang menyatakan bahwa kualitas air yang baik mempunyai kesempatan yang baik untuk menghadapi gangguan atau tekanan lingkungan yang masuk di kawasan tersebut. Tingkat kepekaan kualitas air terdiri dari 5 kategori kepekaan melalui pembandingan nilai-nilai parameter kualitas air dengan kriteria baku mutu air laut untuk wisata bahari (KepMen LH No.51, 2004). Parameter-parameter kualitas air tidak memiliki bobot yang sama, tetapi bobot ditentukan dari pengaruh gangguan parameter terhadap kegiatan pariwisata. Nilai parameter yang melebihi standar baku mutu akan diberi skor 10 dan skor ini akan dikalikan dengan bobot setiap parameter. Sehingga nilai indeks kualitas air berkisar antara 0-340. Indeks kepekaan lingkungan untuk kualitas air diklasifikasikan menjadi 5 kategori.

34 c.3 Indeks Sosial Komponen indeks sosial terdiri dari nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial. Nilai manfaat sosial dari indeks sosial ekosistem pesisir dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan ekosistem pesisir. Nilai manfaat sosial ekosistem mangrove dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan mangrove sebagai ekowisata. Persentase penduduk lokal yang kehidupannya tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove dihitung dan diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat ekosistem lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan ekosistem sebagai kawasan ekowisata. Nilai ekonomi mangrove, lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan manfaat untuk kepentingan perikanan yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat sosial laut dihitung berdasarkan fungsinya sebagai daerah penangkapan ikan. Persentase penduduk lokal yang memanfaatkan kawasan laut sebagai daerah penangkapan ikan diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Nilai ekonomi kawasan laut dihitung berdasarkan nilai produksi perikanan lokal. Nilai produksi perikanan dihitung jumlah tangkapan ikan oleh penduduk lokal di kawasan studi yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Kepekaan lingkungan pantai ditentukan dengan tipe pantai dengan parameter tipe substrat. Tipe substrat pantai berpasir, berbatu dan berlumpur mempunyai kepekaan yang berbeda pada tingkat kerentanan. Berdasarkan modifikasi Sloan (1993), pantai berbatu mempunyai tingkat kerentanan 1, pantai berpasir mempunyai tingkat kerentanan 2, dan pantai berlumpur mempunyai tingkat kerentanan 5. Sedangkan indeks habitat (IH) ditentukan oleh lebar pantai atau jarak dari garis pantai dan indeks nilai sosial (IS) berdasarkan pemanfaatan pantai oleh penduduk. Indeks kepekaan lingkungan untuk tematik pemukiman mempertimbangkan besarnya dampak yang diberikan atau diterima oleh pemukiman berdasarkan jarak pemukiman dari laut. Indeks pantai dari indeks habitat bagi pemukiman telah ditetapkan bernilai 1. Nilai sosial dihitung berdasarkan jarak terdekat antara pemukiman dengan laut yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.

35 Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan jumlah rumah di kelompok pemukiman yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Indeks kepekaan lingkungan bagi pertanian dihitung berdasarkan letak lahan dari laut. Indeks habitat dan indeks kerentanan tidak terlalu signifikan sehingga hanya diberi skor 1. Sedangkan nilai sosial dihitung berdasarkan jarak dari laut yang di asumsikan bahwa tingkat pencemaran sangat ditentukan dengan jarak tempat mengalirnya limbah pencemaran. Nilai ekonomi lahan pertanian diukur berdasarkan jumlah petani di suatu pemukiman. Nilai ekonomi pertanian akan meningkat bila jumlah rumah tangga yang tergantung terhadap lahan pertanian. Nilai ekonomi ini diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Nilai akhir dari indeks kepekaan lingkungan merupakan peta hasil overlay dan komposit dari semua parameter-parameter lingkungan yang diperkirakan akan mendapat pengaruh dari kegiatan yang mungkin akan terjadi di suatu kawasan. 3.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil analisis dari tahapan ini akan diperoleh peta yang mendeskripsikan zona kesesuaian wisata dan kepekaan lingkungan berdasarkan tingkat kepekaan. Tahap 4. Identifikasi dan Analisis Sarana Pendukung Pengembangan Kawasan Ekowisata 4.1 Data Data sarana pendukung pengembangan kawasan mencakup identifikasi sarana infrastruktur, penunjang dan aksesibilitas. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk memperoleh karakteristik sumberdaya masyarakat di kawasan pengembangan dan potensi sarana pendukung pengembangan kawasan. 4.2 Metode Analisis Analisis sarana dan prasarana pendukung dilakukan secara deskriptif dan spasial. 4.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil akhir analisis sarana dan prasarana pendukung pengembangan kawasan merupakan informasi dan peta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan kawasan.

36 Tahap 5. Identifikasi dan Analisis Sumberdaya Masyarakat Lokal 5.1 Data Data yang diperlukan pada analisis sumberdaya manusia mencakup jumlah penduduk, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan masyarakat yang terdapat di lokasi penelitian. Dalam studi ini, indikator kualitas SDM didekati dengan variabel operasional sebagai berikut: a. Jumlah penduduk perdesa penelitian. b. Pendidikan (intelektualitas); tingkat pendidikan penduduk perjenjang pendidikan. c. Jumlah penduduk yang bekerja; jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan yang ada. d. Pendapatan 5.2 Metode Analisis Analisis sumberdaya masyarakat dilakukan secara deskriptif menggunakan analisis komponen utama dan analisis kelompok (cluster analysis) dengan SPSS 11.5 untuk mengetahui karakteristik dan potensi masyarakat dalam pengembangan kawasan. 5.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil akhir analisis SDM merupakan peta informasi dan deskripsi karakteristik potensi masyarakat dalam pengembangan kawasan. Tahap 6. Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir 6.1 Data Data yang diperlukan untuk merencanakan kawasan penelitian sebagai kawasan ekowisata adalah berupa peta tematik yang telah dihasilkan pada tahapan sebelumnya yaitu peta kesesuaian wisata, daya dukung kawasan dan peta zona kepekaan lingkungan berdasarkan pemetaan indeks kepekaan lingkungan. 6.2 Metode Analisis Analisis spasial dilakukan untuk menentukan zona pengembangan ekowisata dengan teknik overlay menggunakan SIG. Proses analisis spasial dilakukan dengan

37 mengoverlaykan peta-peta tematik sehingga menghasilkan suatu peta komposit (composite map). 6.3 Produk Yang Dihasilkan Hasil akhir tahapan perencanaan kawasan berupa zonasi ekowisata berdasarkan potensi keragaman obyek dan atraksi wisata. 3.4 Batasan dan Asumsi Kajian potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk pengembangan ekowisata pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara dilakukan di pesisir kepulauan Nuhuroa dengan luas 2.468 km 2. Nuhuroa merupakan satu gugus kepulauan yang terdiri dari pulau Kei Kecil, Dullah, Dullah Laut dan pulau-pulau kecil lainnya. Berdasarkan definisi pulau kecil menurut UNESCO (1991) dalam (Bengen dan Retraubun, 2006), mendefinisikan pulau kecil sebagai pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2000 km 2, maka pulau-pulau di kepulauan Kei Kecil termasuk kategori pulau kecil. Area penelitian mencakup wilayah darat dan wilayah pesisir kepulauan Nuhuroa yaitu Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara. Berdasarkan potensi dan kerentanan pulau-pulau kecil maka pengembangan pulau-pulau kecil disesuaikan dengan karakteristik yang dimilikinya. Dengan asumsi bahwa pengembangan kawasan ekowisata pesisir sangat didukung oleh potensi sumberdaya alam yang dimiliki dan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat lokal. Untuk mendukung pengembangan kawasan ekowisata di kepulauan Kei Kecil maka penelitian ini dibatasi sampai perencanaan kawasan pengembangan ekowisata. 3.5 Definisi Operasional 1) Pulau kecil adalah pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2000 km 2 (UNESCO, 1991); 2) Pulau sangat kecil adalah pulau dengan ukuran tidak lebih besar 100 km 2 atau lebarnya tidak lebih besar dari 3 km (UNESCO, 1991); 3) Wisata/tour/jalan-jalan/travel adalah pergerakan orang untuk sementara waktu dalam jangka waktu tertentu ke suatu tempat di luar tempat mereka tinggal

38 dan bekerja; selama tinggal di tempat tersebut mereka melakukan kegiatan yang rekreatif dan menyenangkan, dan disediakan fasilitas akomodasi untuk mereka; 4) Wilayah pesisir adalah wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerahdaerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001). 5) Ekowisata adalah kegiatan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Meta, 2002) 6) Ekowisata bahari adalah kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut yang memprioritaskan kelestarian dan mamanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. 7) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 8) Destinasi adalah daerah tujuan wisata; 9) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut; 10) Pariwisata berkelanjutan adalah kegiatan wisata terpadu yang memperhatikan aspek pelestarian lingkungan/alam, daya dukung lingkungan, koordinasi antar sektor, budaya masyarakat dan memperhitungkan generasi yang akan datang;