PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK TANPA SUMPAH MENURUT KUHAP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

P U T U S A N. Nomor 20/Pid.Sus-Anak/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 07 /PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

KEKUATAN KETERANGAN SAKSI ANAK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MEMBUJUK ANAK BERSETUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Dea Arsyandita dan Edy Herdyanto. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

ANALISIS PUTUSAN HAKIM NO.13/PID.B/2011/PN. MARISA TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DI LAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MARISA

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor 18/Pid.B/2015/PN.Kln) Penulisan Hukum. (Skripsi)

P U T U S A N NOMOR : 237/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N NOMOR : 727/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Umur / Tgl. Lahir : 16 Tahun / 22 Januari 1998

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

P U T U S A N. Nomor : 266/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 100/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015)

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

ANALISIS PUTUSAN TERHADAP KETERANGAN SAKSI YANG MEMILIKI HUBUNGAN DARAH DENGAN KORBAN DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N. Nomor : 20/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

P U T U S A N NOMOR : 687/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N. Nomor : 22/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N NOMOR : 40/PID/2012/PT-MDN.

P U T U S A N Nomor : 381/PID/2011/PT-MDN.-

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar )

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

P U T U S A N NOMOR : 199/PID.SUS/2013/PTR

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

Nomor : 264/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. Nama lengkap : H. SUJANA Bin EMAD ; Tempat Lahir : Sumedang ; Umur/tanggal lahir : 49 tahun / 17 Agustus 1963 ;

Oleh Elza Aulia NIM. E

KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERKARA PERSETUBUHAN OLEH ANAK (Studi Putusan Nomor : 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

P U T U S A N. Nomor : 07 / PID / 2013 / PT.KT.Smda DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

P U T U S A N. Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

P U T U S A N. Nomor : 565/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 245/PID.SUS/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR: 198/PID.Sus/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan. penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis

KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Curup Nomor 71/Pid.B/2014/Pn.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

P U T U S A N. NOMOR 382 /Pid.Sus/2013/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Transkripsi:

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK TANPA SUMPAH MENURUT KUHAP Dipta Yoga Pramudita dan Bambang Santoso Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuktian keterangan saksi anak tanpa sumpah menurut Pasal 171 jo. Pasal 184 KUHAP dalam pembuktian perkara dengan ancaman memaksa anak melakukan persetubuhan di Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulisan hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder, bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 132/PID. SUS/2014/PN.Krg. Sumber data yang digunakan yaitu KUHAP, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta bahan pustaka lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengumpulan data sekunder, dilakukan studi literatur untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data yang telah diperoleh setelah melewati mekanisme pengolahan data kemudian ditentukan jenis analisis, sehingga data yang dikumpulkan lebih akuntabel. Keterangan yang disampaikan oleh korban yang masih di bawah umur dapat mempunyai kekuatan pembuktian. Saksi korban menyampaikan keterangan tanpa sumpah di dalam persidangan, berdasarkan Pasal 171 jo. Pasal 184 yang menjelaskan bahwa seorang anak yang masih dibawah umur boleh memberikan keterangan dengan tanpa sumpah, maka keterangan yang disampaikan sudah sesuai. Kata kunci: Keterangan Saksi, Saksi Anak, Tanpa Sumpah Abstract The purpose of this study was to determine the child s evidence witness statements without oath under Article 171 and Article 184 Criminal Procedural Code in proving the case with the threat of force children copulating in Karanganyar District Court. This legal writing including normative law research, using primary and secondary data sources, primary legal materials in the form of Karanganyar District Court s Decision Number 132 / PID.SUS / 2014 / PN.Krg. Source of data used is the Criminal Procedural Code, Act number 23 of 2002 on Child Protection, and other library materials. Data collection techniques used is through secondary data collection, carried out literature studies to collect and collate data related to the problems examined. The data have been obtained after passing the data processing mechanism is then determined the type of analysis, so that the data collected more accountable. Information submitted by the child victims can have the strength of evidence. The victim witness submit the information without an oath in court, under Article 171 and Article 184 Criminal Procedural Code which explains that a child under age may testify without oath, then the information conveyed was appropriate with the Criminal Procedural Code. Keywords: Witness testimony, Child Witness, Without Oath A. Pendahuluan Kejahatan seksual sekarang ini marak terjadi di Indonesia. Kejahatan tersebut tidak hanya menimpa orang dewasa, akan tetapi anakanak yang masih di bawah umur juga menjadi objek kejahatan tersebut. Hal ini disebabkan karena anak-anak masih rentan terhadap tindak kejahatan. Faktor lain yang menjadi penyebab adalah rendahnya moral pelaku yang juga mencerminkan rendahnya moral bangsa. Akibat dari kejahatan terhadap korban anak antara lain menyebabkan rusaknya mental korban yang masih anak-anak, karena mereka masih dalam pertumbuhan tetapi dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga mempengaruhi proses pertumbuhan si anak dan pergaulan si anak dengan lingkungan tempat tinggal maupun masyarakat. Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun orang Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me... 429

dewasa, namun kasus ini seringkali tidak terungkap karena adanya penyangkalan peristiwa kekerasan seksual. Kejahatan tersebut sering sekali terjadi, namun banyak pula korban yang tidak melaporkan tindakan tersebut. Terdapat banyak kasus yang tidak diungkap. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sebanyak 622 laporan kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari hingga April 2014. Berdasarkan kasus-kasus kejahatan terhadap anak tersebut, terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Untuk kasus kekerasan fisik terhadap anak, lanjutnya, sejak Januari hingga April 2014 sebanyak 94 kasus, kekerasan psikis sebanyak 12 kasus dan kekerasan seksual sebanyak 459 kasus (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-2014-ada- 622-kasus-kekerasan-anak/ diakses pada tanggal 18 April 2016 pukul 13.30 WIB). Kejahatan seksual merupakan sebuah tindak kejahatan yang diatur dalam hukum pidana, dan disebut dengan tindak pidana persetubuhan terhadap Anak. Aturan yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan yaitu ditegaskan dalam Pasal 285 sampai dengan 288 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Selain dalam KUHP, aturan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Secara limitatif aturan yang mengatur mengenai tindak pidana persetubuhan terhadap anak terdapat dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa dan dijatuhi hukuman, maka haruslah melalui proses pemeriksaan di persidangan, yaitu dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tentang pembuktian (Andi Sofyan, 2012:351). Pembuktian dalam perkara pidana pada dasarnya adalah bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana dan kesalahan dari terdakwa. Seperti yang dinyatakan Prof. Andi Sofyan dan Abd. Asis, tujuan pembuktian adalah untuk dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang bersalah atau tidaknya sebagaimana yang telah didakwakan penuntut umum (Andi sofyan dan Abd. Asis, 2014:231). Teori pembuktian yang digunakan oleh hakim untuk menjatuhkan putusan, yaitu: (1) Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In Time) Teori keyakinan hakim memiliki peranan penting dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa yang semata-mata hanya ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Hakim hanya berdasar atas perasaan belaka dalam menentukan, apakah suatu keadaan atau peristiwa harus dianggap terbukti atau tidak atas kesalahan terdakwa (Andi Sofyan, 2012:246). Kelemahan dari teori ini adalah hakim dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa hanya atas dasar keyakinan saja, tanpa adanya dukungan alat bukti yang cukup. Sebaliknya, hakim juga dapat membebaskan terdakwa meskipun terbukti dengan alat bukti yang cukup tetapi hakim tidak yakin dengan alat bukti yang digunakan. Sistem ini memberikan kebebasan yang terlalu besar, sehingga sulit diawasi. Terdakwa atau penasehat hukum juga sulit untuk melakukan pembelaan (Andi Hamzah, 2012:252). (2) Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis (Conviction Raisonee) Teori ini tetap memberikan kebebasan terhadap hakim untuk berkeyakinan dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu (Andi Hamzah, 2012:247). Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan dasar alasan yang digunakan untuk mendasari keyakinan atas kesalahan terdakwa. Tegsanya, keyakinan hakim dalam sistem harus dilandasi reasoning atau alasan-alasan dan reasoning tersebut harus reasonable, yakni berdasar alasan yang dapat diterima (M. Yahya Harahap, 2002:256) (3) Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif (Positif Wettelijke Bewijs Theorie) Teori pembuktian ini didasarkan hanya pada alat bukti yang ditentukan oleh undangundang. Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan pada undang-undang. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim 430 Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me...

tidak diperlukan sama sekali (Andi Hamzah, 2012:251). Hal ini berarti bahwa, kesalahan terdakwa hanya ditentukan oleh alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang saja, sehingga keyakinan dari hakim tidak perlu digunakan. M. Yahya Harahap berpendapat sistem ini benar-benar menuntut hakim wajib mencari dan menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang sudah ditentukan undang-undang (M.Yahya Harahap, 2012:257). Hakim juga harus objektif dalam proses penilaian alat bukti dalam pembuktian, dan harus mengesampingkan keyakinanya. (4) Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Stelsel) Menurut teori ini untuk menyatakan seorang terdakwa dinyatakan bersalah, disamping didsarkan pada alat bukti yang sah, juga ditentukan dengan keyakinan hakim, sehingga untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa menurut teori pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen, yaitu (M. Yahya Harahap, 2012:258): a) Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. b) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alatalat bukti yang sah menurut undangundang. Teori ini menentukan bahwa pemidanaan didasarkan pada pembuktian yang berganda (dubbel en grondslag), yaitu pada peraturan perundang-undangan dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang-undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan undang-undang (Andi Hamzah, 2012:256). Maka terdakwa tidak dapat dikatakan bersalah hanya berdasarkan alat bukti yang sah menurut undang-undang saja atau keyakinan hakim saja. Melainkan keterkaitan antara alat bukti yang sah menurut undang-undang dan juga keyakinan hakim. Pembuktian ini sangat penting bagi masyarakat, yaitu seseorang yang telah melanggar ketentuan KUHP atau undangundang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya, demikian pula untuk kepentingan terdakwa berarti terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat hukuman, namun sebaliknya kalau seseorang memang bersalah jangan sampai mendapat hukuman yang terlalu berat, jadi hukuman itu harus setimpal atau seimbang dengan kesalahan yang telah dilakukan pelaku. Pelaku kejahatan memang dapat dikenakan sanksi pidana, namun kedudukan korban sering tidak banyak mendapat perhatian secara serius terutama korban anak yang merupakan korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Hal tersebut dikarenakan sistem peradilan yang terlalu fokus pada pemidanaan pelaku daripada memperhatikan keadaan korban. Permasalahan yang tak kalah penting ialah permasalahan korban anak yang menjadi saksi dalam kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tidak mengatur secara jelas mengenai kesaksian yang diberikan anak di bawah umur, dinyatakan bahwa kesaksian anak yang masih di bawah 15 tahun dan belum kawin diambil tanpa sumpah. Akan tetapi menurut Pasal 171 huruf a Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan anak yang umurnya masih di bawah 15 tahun tidak boleh memberikan keterangan di bawah sumpah. Padahal menurut KUHAP sahnya keterangan yang diberikan oleh saksi adalah keterangan yang diberikan dengan sumpah. Termasuk juga macam-macam alat bukti yang sah menurut KUHAP untuk membuktikan kesalahan terdakwa menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu: a. Keterangan Saksi b. Keterangan Ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan Terdakwa Keterangan-keterangan dari saksi, ahli maupun terdakwa tersebut juga harus dilakukan dibawah sumpah, karena salah satu syarat sahnya keterangan yang disampaikan di persidangan agar mempunyai nilai pembuktian. Salah satu alat bukti yaitu keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: a. Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas sumpah, hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP. Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me... 431

b. Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri dan dialami sendiri oleh saksi. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP. c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP. d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, agar mempunyai kekuatan pembuktian maka keterangan seorang saksi harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP. e. Keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu, hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (4) KUHAP. Penilaian pembuktian alat bukti tersebut untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa terhadap kejahatan yang didakwakan kepadanya. Apabila tidak dilakukan dibawah sumpah maka bukan sebagai alat bukti yang sah menurut KUHAP. Penjelasan Pasal 171 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa keterangan yang diberikan dengan tanpa sumpah hanya dianggap sebagai alat bukti petunjuk. Alat bukti petunjuk tersebut menurut Pasal 188 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Penilaian kekuatan pembuktian dari alat bukti petunjuk tersebut ditentukan oleh hakim yang mengadili perkara untuk menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Karanganyar, dimana seorang anak berusia 10 tahun telah menjadi korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh calon kakak iparnya sendiri. Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum telah melanggar Pasal 81 ayat (1) UU Perlindungan Anak. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 132/Pid.Sus/2014/ PN.Krg dalam amarnya menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya. Serta menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. B. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal, oleh karena itu digunakan pendekatan kasus yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan sampai pada putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2013:134). Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan metode deduktif dan interpretatif (hermeneutika) untuk membangun argumentasi. C. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 132/PID.SUS/2014/PN.Krg, Jaksa Penuntut Umum telah menghadirkan saksi anak dan juga saksi korban yang bernama Saksi Korban. Saksi tersebut dihadirkan untuk memberikan keterangan mengenai peristiwa pidana yang ia alami. Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa salah satu pengertian anak adalah Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, maksudnya ialah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri, maka anak-anak juga mempunyai hak untuk didengar kesaksiannya di persidangan. Sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal tersebut mengartikan bahwa anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih berada dalam kandungan, sehingga anak belum mempunyai kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. 432 Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me...

Sama halnya dengan anak yang menjadi saksi dalam persidangan, karena seorang anak belum mampu bertanggung jawab secara pribadi, maka anak harus didampingi oleh orang tua atau walinya. Pengertian Saksi sendiri menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Jadi saksi harus mengetahui sendiri peristiwa pidana yang dialami, bukan dari pengetahuan orang lain. Keterangan yang saksi nyatakan dalam persidangan merupakan salah satu alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu Keterangan Saksi. Tidak sembarang keterangan dari saksi yang dapat menjadi keterangan saksi yang sah. Melainkan harus memenuhi syaratsyarat supaya menjadi alat bukti yang sah, yaitu dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (M. Yahya Harahap, 2012: 286): a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji. Sesuai dengan Pasal 160 Ayat (3) KUHAP yang menegaskan: Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi keterengan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Seorang saksi harus mengucapkan sumpah sebelum memberikan keterangannya. Sumpah yang diucapkan harus sesuai agamanya, dan keterangan yang saksi nyatakan harus sebenar-benarnya. b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP: i. yang saksi lihat sendiri, ii. saksi dengar sendiri, iii. dan saksi alami sendiri, iv. serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan. Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan tersebut harus dinyatakan di sidang pengadilan, sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Apabila keterangan tersebut dinyatakan di luar sidang pengadilan, maka bukan merupakan alat bukti. d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup. Sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Diperlukan sekurangkurangnya dua alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sehingga keterangan seorang saksi saja dan ditambah alat bukti lain, dapat membuktikan kesalahan terdakwa. e. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri. Sesuai Pasal 185 ayat (4) KUHAP keterangan beberapa orang saksi baru dapat dinilai sebagai alat bukti serta mempunyai kekuatan pembuktian apabila keterangan para saksi tersebut saling berhubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Sedangkan keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti. Mengingat syarat-syarat tersebut, maka seorang anak yang menjadi saksi tidaklah memenuhi syarat untuk memberikan keterangan di persidangan. Anak yang menjadi korban dan harus memberikan keterangan di persidangan, maka berdasarkan Pasal 171 KUHAP yang menyatakan bahwa seseorang yang belum berusia lima belas tahun dan belum kawin dapat memberikan keterangan dengan tanpa disumpah terlebuh dahulu. Keterangan yang dinyatakan oleh seorang anak tersebut bukanlah merupakan alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP. Menurut Pasal 184 KUHAP yang termasuk alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan Saksi b. Keterangan Ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan Terdakwa Kedudukan seorang anak tersebut sebagai saksi di persidangan, namun sesuai dengan Pasal 185 ayat (7) KUHAP yang menegaskan bahwa: Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Jelas ditegaskan dalam pasal tersebut, bahwa seorang saksi yang tidak disumpah dinyatakan bukan merupakan alat bukti yang sah menurut KUHAP, maka sesuai dengan pasal tersebut keterangan yang dinyatakan oleh seorang anak Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me... 433

di persidangan dengan tanpa disumpah bukan merupakan alat bukti yang sah. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 132/PID.SUS/2014/PN.Krg dapat ditarik simpulan bahwa keterangan yang dinyatakan oleh Saksi Korban tersebut dengan tanpa sumpah sudah sesuai dengan Pasal 171 juncto Pasal 184 KUHAP karena Saksi Korban dalam menyatakan keterangan di sidang pengadilan tidak disumpah dan keterangan yang dinyatakan di sidang pengadilan tersebut bukan termasuk dalam alat bukti yang sah karena tidak dilakukan dibawah sumpah dan masih dibawah umur. D. Simpulan Berdasalkan hasil analisis dan penelitian yang telah diuraikan dalam pembahasan, dapat diambil simpulan bahwa kesesuaian antara keterangan yang dinyatakan oleh saksi korban dengan tanpa sumpah dalam pembuktian perkara dengan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan sudah sesuai dengan Pasal 171 juncto Pasal 184 KUHAP karena saksi korban dalam menyatakan keterangan di sidang pengadilan tidak disumpah dan keterangan yang dinyatakan di sidang pengadilan tersebut bukan termasuk dalam alat bukti yang sah karena tidak dilakukan dibawah sumpah. E. Saran Saksi anak yang tidak disumpah telah sesuai dengan KUHAP. Namun perlu ditegaskan kembali kepada anak tersebut ketika proses penyidikan bahwa anak harus memberikan keterangan yang sebenarnya, karena apa yang anak tersebut terangkan adalah untuk kepentingan umum. Daftar Pustaka Andi Hamzah. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Sinar Grafika Andi Sofyan. 2012. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Yogyakarta: Rangkang Offset. Andi Sofyan dan Asis, Abd. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Yogyakarta: Rangkang Offset. M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2013. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Group. Davit Setyawan. 2014. http://www.kpai.go.id/berita/ kpai-2014-ada-622-kasus-kekerasan-anak/ diakses pada tanggal 18 April 2016 pukul 13.30 WIB Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak KORESPONDENSI: 1. Nama : Dipta Yoga Pramudita Alamat : Kejenan RT 03/05 Bangsri, Karangpandan, Karanganyar Email : yoga.p02@gmail.com No. Telp. : 085725607960 2. Nama : Bambang Santoso, S.H., M.Hum Alamat : Jalan Pandan XII/I Perum Griya Mulia RT 05/III Baturan, Colomadu, Karanganyar Email : No. Telp. : (0271) 726626 / 085647501326 434 Verstek Volume 5 No. 3 Sept.-Desember 2017 Pembuktian Saksi Anak tanpa Sumpah Me...