2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi PPP Labuan, Banten 2.2 Sumberdaya Ikan

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM INFORMASI PENGKAJIAN STOK IKAN (STUDI KASUS : IKAN KURISI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya perikanan 2.2 Sistem informasi

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

3.3 Pengumpulan Data Primer

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

3. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan, jumlah jam kerja dalam seminggu, nomor bagian persediaan, atau

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus).

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam pembangunan suatu sistem informasi, terdapat dua kelompok

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

1.2. Latar Belakang Masalah 1.3. Perumusan Masalah

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE PENELITIAN

SISTEM INFORMASI PENGKAJIAN STOK IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN SELAT SUNDA SITI ASIAH

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

Data flow diagram (DFD) adalah representasi grafis yang mengalir. data visualisasi (desain terstruktur). Pada DFD, item data mengalir dari

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

BAB II LANDASAN TEORI. sistem informasi. Pada umumnya setiap organisasi selalu mempunyai sistem

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Study Programme of Management Aquatic Resource Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

BAB III LANDASAN TEORI. order penjualan, nomor penjualan. (Stair, 2006) daripada kumpulan kebenaran itu sendiri. (Stair, 2006)

P9 Perancangan SPK. SQ Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu untuk mencapai

III.1. Sistem Informasi

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok ikan berparuh, yang mana istilah tersebut digunakan untuk ikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi sistem menurut [Jog05] adalah sebagai berikut:

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

Sistem Informasi Pencatatan Data Warga Kelurahan Berbasis Mobile

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

BAB II LANDASAN TEORI. berkelanjutan tentang kegiatan/program sehingga dapat dilakukan tindakan

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

2. METODOLOGI PENELITIAN

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB II LANDASAN TEORI. dan belanja daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain:

BAB III METODE PENELITIAN Langkah-Langkah Penelitian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang dibangun merupakan sistem

RANCANG BANGUN APLIKASI BUKU INDUK SISWA BERBASIS WEB PADA MTs NEGERI KERTAJATI

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

Teori Algoritma. 1Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi PPP Labuan, Banten Letak Geografis Provinsi Banten berada antara 5 o 7'50" 7 o 1'11" LS dan 105 o 1'11" 106 o '7 12" BT, dengan luas wilayah 9.160,70 Km 2. Wilayah terluas adalah Kabupaten Pandeglang dengan luas 3.746,90 Km 2. Di bagian Utara, wilayah Provinsi Banten berbatasan dengan Laut Jawa. Batas sebelah Barat adalah Selat Sunda, sebelah Timur adalah Samudera Hindia dan batas sebelah Timur adalah Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten dikelilingi oleh laut, oleh karena itu memiliki sumber daya laut yang potensial. Salah satunya yaitu berada di daerah Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten (www.bantenprov.go.id). Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan berada di sebelah Utara Kabupaten Pandeglang, dan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan (Anonymous 2000 in Rakhmania 2008). Volume produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Labuan pada tahun 2005 adalah 2.150,2 ton yang merupakan produksi PPP terbesar dibanding PPP-PPP lainnya di Kabupaten Pandeglang; yaitu sekitar 71,4% dari jumlah volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Pandeglang. Nilai produksi PPP ini juga tertinggi diantara PPP-PPP lainnya pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp 13.336,8 juta atau sekitar 82,3% dari jumlah nilai produksi hasil tangkapan kabupaten ini (Rakhmania 2008). 2.2 Sumberdaya Ikan Sumberdaya adalah sesuatu yang berguna dan bernilai pada kondisi kita menemukannya. Secara umum sumberdaya alam dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan contohnya adalah barang-barang tambang (minyak bumi dan batu bara), (2) sumberdaya alam mengalir dengan contohnya adalah energi matahari dan gelombang laut, dan (3) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan contohnya adalah hutan dan ikan (Randal 1987 in Ruslan 2005). Ikan termasuk kelompok ketiga sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Sifat kelompok ini apabila telah dipanen masih akan tumbuh

6 kembali dalam waktu dan dengan kecepatan tertentu. Sifatnya dapat diperbaharui. Tetapi juga punya batas, apabila eksploitasi melebihi batas maksimum, maka perkembangan dan pertumbuhan akan terganggu dan akan mengakibatkan kepunahan. Jadi dalam usaha eksploitasi diperlukan manajemen yang bijaksana (Muzakir 2008). Potensi sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap, budidaya pantai (tambak), budidaya laut, dan bioteknologi kelautan (Dahuri 2001 in Tangke 2010). Potensi perikanan laut sesungguhnya merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia namun masih belum banyak yang digarap secara optimal karena informasinya belum ditempatkan dalam suatu sistem basis data yang terpadu sehingga menyulitkan dalam pencariannya (Tangke 2010). Salah satu sifat sumberdaya ikan adalah sangat dinamis yang dapat berubah dengan cepat sesuai dengan ruang dan waktu dan dengan kondisi lautan yang sangat luas, maka untuk pengelolaan sumberdaya ikan diperlukan informasi yang lebih spesifik baik secara temporal maupun secara spasial. Masih banyak informasi mengenai sumberdaya perikanan yang belum tersedia misalnya dimana ikan berada, kapan, jenis apa saja, berapa banyak, daerah mana yang belum dimanfaatkan, bagaimana pengaruh kondisi oseanografi terhadap sumberdaya dan sebagainya (Tangke 2010). 2.3 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus) Klasifikasi ikan kurisi menurut FAO (2001) in Rahayu (2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Super kelas : Osteichthyes Kelas : Actinopterygii Sub Kelas : Actinopterygii Super ordo : Acanthopterygii Ordo : Perciformes Sub ordeo : Percoidei

7 Family : Nemipteridae Genus : Nemipterus Spesies : Nemipterus japonicus (Bloch 1791) Nama Internasional : Japanese threadfine bream Nama Indonesia : Kurisi Ciri-ciri umum ikan kurisi menurut Russel 1990 in Fitriyanti 2000 antara lain sirip dada sangat panjang yaitu 1,0-1,3 kali panjang kepala dan hampir mencapai sirip dubur, sirip perut cukup panjang dan hampir mencapai anus. Sirip ekor menyerupai garpu dengan bagian cuping sirip ekor lebih panjang dari bagian bawah dan membentuk filamen yang cukup panjang. Terdapat 4-5 gigi taring yang kecil pada bagian anterior rahang atas. Warna ikan pada bagian atas merah muda dan keperakan dibawahnya, bagian atas kepala di belakang mata berwarna keemasan, serta mempunyai 11-12 garis berwarna kuning di sepanjang tubuh yang dimulai dari belakang kepala sampai dasar sirip ekor. Berikut Gambar 2 disajikan gambar ikan kurisi (Nemipterus japonicus). Gambar 2. Ikan Kurisi Nemipterus japonicus Sumber : www.fishbase.org Ikan kurisi merupakan ikan demersal, namun ada juga yang hidup di dasar dan kolom air pada saat matahari terbenam. Ikan kurisi merupakan hewan karnivora. Makanan ikan ini terdiri dari ikan kecil, crustacea, molusca (terutama cephalopoda), polychaeta dan echinodermata (De Bruin et al. In Fitriyanti 2000). Berdasarkan penelitian yang terdahulu dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan kurisi adalah alometrik negatif dengan b = 2.664 (Raeisi et al. 2012). Untuk

8 ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi Nemipterus japonicus menurut Kizhakudan (2008) sebesar 141 mm. 2.4 Sebaran Frekuensi Panjang Metode pendugaan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang sering digunakan jika metode lain seperti metode penentuan umur tidak dapat dilakukan (Sparre and Venema 1999). Menurut Pauly 1983 in Sinaga 2010 bahwa hasil dari pengukuran panjang ikan yang dijadikan contoh dan analisa dengan benar dapat menduga parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal. Parameter pertumbuhan tersebut diantaranya kelompok ukuran ikan yang penentuannya didasarkan pada frekuensi panjang individu dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal (Effendie 2005) dan untuk melihat komposisi tangkapan. Setelah komposisi umur diketahui melalui analisis frekuensi panjang, maka parameter pertumbuhan, mortalitas penangkapan dan laju eksplotasi dapat ditentukan dengan metode-metode estimasi yang sesuai (Syakila 2009). Boer 1996 bahwa penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap teknik yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku. Selain itu dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan (Syakila 2009) 2.5 Pertumbuhan Pertumbuhan suatu individu merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu (Effendie 2005). Sedangkan menurut Affandi 2002 bahwa pengertian pertumbuhan populasi merupakan proses perubahan jumlah individu atau biomasa pada periode waktu tertentu. Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pada umumnya faktor yang sukar dikontrol diantaranya yaitu keturunan (genetik), jenis

9 kelamin, umur, parasit dan penyakit. Namun faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya makanan dan suhu perairan (Effendie 2005). Pentingnya pendugaan pertumbuhan dalam dinamika populasi yaitu laju pertumbuhan mempengaruhi kapan ikan pertama kali bertelur (kematangan), rekruitment, komposisi umur stok dan mortalitas (Aziz 1989). Effendie 2005 mengatakan pola pertumbuhan ikan terdiri atas isometrik dan allometrik. Isometrik adalah pertumbuhan pada ikan yang terjadi terus menerus dimana penambahan berat proporsional terhadap perubahan panjang. Sedangkan allometrik adalah pertambahan berat tidak proposional terhadap perubahan panjang. 2.6 Hubungan Panjang-Berat Analisis hubungan panjang dengan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam yang selanjutnya akan berguna bagi kegiatan pengelolaan perikanan (Ricker 1975 in Effendie 2005). Dari pola pertumbuhan akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dengan berat serta akan didapatkan nilai a dan b. Apabila nilai b=3 disebut pola pertumbuhan isometrik yaitu pertumbuhan panjang dengan berat sebanding. Ketika b <3 ditafsirkan bahwa pertambahan beratnya tidak secepat pertambahan panjang (pola pertumbuhan allometrik negatif) dan sebaliknya b> 3 ditafsirkan bahwa pertambahan beratnya lebih cepat dibandingkan pertambahan panjangnya yang disebut pola pertumbuhan allometrik positif (Effendie 2005). Raesi et al. 2012 mengatakan bahwa nilai b dapat menggambarkan bentuk tubuh. 2.7 Nilai L, K, dan t 0 Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy 1938 in Aziz 1989 adalah satu dari kebanyakan model yang digunakan secara luas untuk menduga panjang atau berat ikan pada titik waktu mendatang. Model ini menjelaskan perubahan panjang (Lt) sepanjang waktu sebagai suatu fungsi dari panjang maksimum (L ) dan koefisien pertumbuhan (K). Metode Ford Walford dapat digunakan untuk menduga panjang maksimum (L ) ikan dan koefisien pertumbuhan (K) dari

10 persamaan Von Bartalanffy (Aziz 1989). L yaitu nilai rata-rata panjang ikan yang sangat tua. Koefisien pertumbuhan (K) didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan kurva pertumbuhan dalam mencapai panjang asimtotiknya (L ) dari pola pertumbuhan ikan. Jadi semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka ikan semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan rendah maka umurnya semakin tinggi karena lama untuk mencapai nilai panjang asimtotiknya (Spare & Venema 1999). 2.8 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penagkapan (F). Mortalitas alami yaitu mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai k tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan L karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Sedangkan mortalitas penangkapan yaitu mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua di alam (Sparre dan Venema 1999). Laju eksploitasi (E) merupakan jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan (Pauly 1984 in Sinaga 2010). Menurut Pauly 1984 in Sinaga 2010 bahwa menduga stok yang dieksploitasi optimum, laju eksploitasi (E) sama dengan 0.5. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono 2007 in Syakila 2009).

11 2.9 Model Surplus Produksi Pengkajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah atau kelimpahan (abundance) dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta sebab-sebab lainnya, dan mengenai berbagai tingkat laju penangkapan atau tingkat kelimpahan stok yang dapat menjaga dirinya dalam jangka panjang (Widodo & Suadi 2006). Pada prinsipnya kelestarian sumberdaya akan terjamin jika jumlah volume ikan yang ditangkap sama dengan jumlah ikan akibat pertumbuhan populasi. Konsep ini kemudian berkembang menjadi model pengelolaan perikanan tangkap yang disebut model surplus produksi. Hal tersebut bertujuan untuk induk-induk berkembang biak secara alamiah (Susilo 2009). Model surplus produksi merupakan model-model stok tunggal yang dikarakteristikkan tidak memerlukan data struktur umur namun menggunakan hasil tangkapan dan upaya penangkapan (Aziz 1989). Tujuan penggunaan model surplus produksi untuk meningkatkan upaya optimum ( effort MSY atau f msy ), yaitu upaya yang menghasilkan suatu hasil tangkapan yang maksimum lestari tanpa mempengaruhi stok secara jangka panjang atau yang sering disebut Maximum Sustainable Yield/MSY serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC) (Sinaga 2011). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (MSY) (Susilo 2009). 2.10 Sistem Informasi Perikanan Sistem dapat didefinisikan sebagai kesatuan elemen yang saling terkait (Rochim 2002). Elemen-elemen tersebut saling berhubungan dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input/masukan serta menghasilkan output/keluaran dalam proses yang terjadi (O Brien 2008). Komponen-komponen atau fungsi dasar dari sistem menurut O Brien 2008 diantaranya : input/masukan, proses, output/keluaran. Informasi memiliki arti data yang telah diolah/terorganisir sehingga memiliki arti dan nilai bagi penerima informasi (Stair 1992). Informasi

12 merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna bagi penerimanya dan menggambarkan suatu kejadian nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Sumber dari informasi adalah data yang merupakan bentuk yang masih mentah (belum dapat bercerita banyak) sehingga perlu diolah lebih lanjut melalui suatu model. Data tersebut akan ditangkap sebagai input/masukan (Andayati 2010). Pengertian dari sistem dan informasi dapat digabungkan menjadi sekelompok elemen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input/masukan berupa data serta menghasilkan output/masukan berupa informasi dalam proses transformasi yang teratur. Komponen sistem informasi menurut Stair 1992 dalam bukunya Principle of Information Systems a Managerial Approach diantaranya : hardware/perangkat keras, software/perangkat lunak, database, jaringan, prosedur dan manusia. Sistem informasi perikanan Indonesia pada dasarnya berfungsi sebagai infrastruktur informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan dan juga mengakomodir semua tujuan yang diharapkan. Sistem ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berbasis multimedia kepada penggunanya (Tangke 2010). Pembentukan sistem informsi perikanan memerlukan informasi perikanan. Informasi perikanan yang diperlukan dikelompokkan dalam informasi perikanan tangkap dan informasi perikanan budidaya. Informasi perikanan tangkap yang diperlukan meliputi: (1) distribusi spasial dan temporal jenis-jenis sumberdaya perikanan, (2) potensi lestari setiap jenis sumberdaya perikanan, (3) persyaratan ekologis bagi kehidupan dan pertumbuhan setiap jenis sumberdaya perikanan, (4) trophodynamics (transfer energi dan materi antar trophic level) dalam suatu ekosistem perairan dimana sumberdaya perikanan yang dikelola hidup, (5) dinamika populasi sumberdaya perikanan, (6) sejarah hidup dari sumberdaya perikanan, (7) kualitas perairan dimana sumberdaya hidup, dan (8) tingkat penangkapan/pemanfaatan terhadap sumberdaya perikanan, dalam bentuk upaya tangkap secara berkala, (9) Jumlah armada penangkapan ikan dari berbagai ukuran baik yang artisanal maupun modern secara spasial dan temporal serta

13 jumlah nelayan yang memang benar-benar melakukan kegiatan sebagai nelayan (Soselisa 2001 in Tangke 2010). Tantangan dalam pengembangan usaha perikanan di Indonesia adalah lemahnya sistem basis data dan sistem informasi perikanan yang berpengaruh terhadap akurasi dan ketepatan waktunya, kelemahan ini dapat mengakibatkan salah perencanaan akan berakibat pada kegagalan usaha. Namun pada masa sekarang dimana sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan dan keadaan lingkungan yang semakin memburuk ketepatan data dan timingnya menjadi sangat menentukan. Tantangan lain adalah kualitas sumberdaya manusia, karena untuk membangun suatu sistem informasi dibutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu menguasai teknologi sistem informasi serta mengoperasikannya (Tangke 2010). Salah satu permasalahan pembangunan perikanan Indonesia adalah keterbatasan data dan informasi yang dapat dijadikan rujukan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Ketersediaan data dan informasi perikanan yang akurat hingga saat ini masih dipandang sebagai hal yang tidak begitu penting dan mendesak dalam pembangunan perikanan nasional. Hingga saat ini, belum ada lembaga yang menangani penyediaan data dan informasi secara menyeluruh, melainkan masih dilakukan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya sering terjadi perbedaan data dan informasi perikanan (Tangke 2010). 2.11 Sistem Penunjang Keputusan Sistem penunjang keputusan (SPK) atau Decision Support System adalah sistem yang bertujuan untuk menyediakan informasi, membimbing, memberikan prediksi, serta mengarahkan pengguna informasi agar dapat melakukan pengambilan keputusan dengan lebih baik dan berbasis fakta (Kusumadewi & Hermaduanti 2008). SPK yang baik harus mampu menggali informasi dari database, melakukan analisis, serta memberikan interprestasi dalam bentuk yang mudah dipahami dengan format yang mudah untuk digunakan (user friendly). Menurut Turban 2001 in Trisnawarman & Erlysa 2007 tujuan dari pembuatan sistem penunjang keputusan yaitu:

14 a. Membantu membuat keputusan untuk memecahkan masalah yang sepenuhnya terstruktur dan tidak terstruktur b. Mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya. Komputer dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah yang terstruktur. Untuk masalah yang tidak terstruktur, pengguna bertanggung jawab untuk menerapkan penilaian, dan melakukan analisis. Komputer dan manajer bekerja sama sebagai tim pemecahan masalah Suatu sistem penunjang keputusan (SPK) memiliki tiga subsistem sesuai yang pernyataan oleh Ekasari dan Husnul 2007, yaitu: a. Subsistem Manajemen Basis Data Sumber data untuk SPK (Sistem penunjang keputusan) berasal dari luar dan dari dalam (basis data), terutama untuk proses pengambilan keputusan pada level manajemen puncak. Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data SPK adalah: Mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data Menambahkan sumber data secara cepat dan mudah Menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan Mengelola berbagai variasi data. b. Subsistem Manajemen Basis Model Model-model yang banyak digunakan dalam proses pengambilan keputusan dibagi dalam dua jenis, yaitu: Model matematika, yang mempresentasikan sistem secara simbolik dengan menggunakan rumus-rumus atau abstrak, selanjutnya akan dijabarkan dalam operasi matriks, algoritma iteratif dan model-model keputusan matematika lainnya. Model informasi, yang mempresentasikan sistem dalam format grafik atau tabel. Model informasi akan mendeskripsikan apa dan bagaimana objek secara rinci (bentuk tabel atau daftar), merepresentasikan

15 hubungan antar objek (bentuk grafis), menunjukkan urutan tugas atau proses yang dilakukan objek (peta proses operasi atau diagram alur) c. Subsistem Penyelenggara Dialog Komponen dialog suatu SPK (Sistem Penunjang Keputusan) adalah sarana antarmuka/interface antara pemakai dengan SPK (Sistem Penunjang Keputusan). Komponen dialog menyajikan output/keluaran SPK (Sistem penunjang keputusan) pada pemakai dan mengumpulkan input/masukan ke dalam SPK (Sistem Penunjang Keputusan). Beberapa jenis gaya dialog, diantaranya: Dialog tanya jawab: sistem bertanya pemakai menjawab, seterusnya hingga sistem menghasilkan jawaban yang diperlukan untuk mendukung keputusan. Dialog perintah: adalah perintah untuk menjalankan fungsi-fungsi SPK (Sistem Penunjang Keputusan). Dialog menu: pemakai memilih salah satu dari beberapa menu yang disediakan. Dialog form masukan/keluaran: sistem menyediakan form input (masukan) untuk pemakai memasukkan data atau perintah dan form output (keluaran) sebagai bentuk tanggapan dari sistem. 2.12 Pengembangan Sistem Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Salah satu siklus pengembangan sistem yaitu systems development life cycle (SDLC) dengan salah satu model yang sering digunakan dalam mengembangkan sistem yaitu model Waterfall. Model Waterfall adalah sebuah metode pengembangan software yang bersifat sekuensial dan sangat populer untuk membangun atau mengembangkan sebuah software. Model Waterfall ini terbagi menjadi 5 tahapan yang terdiri dari tahap investigasi, analisis, desain, implementasi, uji coba dan perawatan (Stair & George 2010). Model Waterfall tidak dapat dilaksanakan sebelum tahapan sebelumnya selesai,

16 sehingga harus dilaksanakan secara berurutan (Jumadi dan Widiadi 2009). Berikut disajikan Gambar 3 siklus pengembangan sistem model waterfall. Tahap Investigasi Tahap Analisis Tahap Desain Tahap Implementasi Tahap Uji Coba dan Perawatan Gambar 3. Siklus Pengembangan Sistem dalam Model Waterfall Sumber : Stair & George 2010 Tahap investigasi yaitu tahap pengembangan sistem di mana masalah dan peluang diidentifikasi dan dipertimbangkan. Tahap ini biasanya menjawab pertanyaan dari permasalahan apa yang ada dan apa solusinya. Tahap analisis yaitu pengembangan sistem yang menentukan apa yang harus dilakukan sistem informasi untuk memecahkan masalah dengan mempelajari sistem dan proses yang ada untuk mengidentifikasi kelemahan, kekuatan dan peluang untuk diperbaiki. Tahap desain terdiri dari sistem input, output, dan tampilan pengguna; spesifik perangkat keras, lunak, database, telekomunikasi, dan komponen prosedur; dan menunjukkan bagaimana komponen saling berhubungan (Stair & George 2010). Tahap uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah program sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui cacat dan penyebabnya dari program tersebut sedini mungkin (Jangra et al. 2011). Tahap perawatan dilakukan ketika sistem informasi

17 sudah dioperasikan. Pada tahapan ini dilakukan proses pemantauan, evaluasi dan perubahan (perbaikan) bila diperlukan (Mulyanto 2008). 2.13 Microsoft.NET Framework Microsoft.NET Framework merupakan komponen yang dapat ditambahkan ke sistem operasi Microsoft Windows atau telah terintegrasi ke dalam Windows. Kerangka kerja ini menyediakan sejumlah besar solusi-solusi program untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum suatu program baru, dan mengatur eksekusi program-program yang ditulis secara khusus untuk framework ini (Nugraha 2009). Sekumpulan bahasa yang mendukung pengembangan aplikasi dengan.net framework pada.net framework telah ter-embed beberapa bahasa official yang dikembangkan oleh Microsoft seperti C#, VB, J#, Managed C++, dan juga Jscript.NET. Visual Studio.NET yang bukan merupakan bagian dari.net Framework, akan tetapi hanya berupa IDE (Integrated Development Environment) yang membantu pengembang agar lebih mudah mengembangkan aplikasi (Abror 2011). 2.14 Bahasa Pemrograman C# C# (dibaca: C sharp) merupakan sebuah bahasa pemrograman yang berorientasi objek yang dikembangkan oleh Microsoft. Bahasa pemrograman ini dibuat berbasiskan bahasa C++ yang telah dipengaruhi oleh aspek-aspek ataupun fitur bahasa yang terdapat pada bahasa-bahasa pemrograman lainnya seperti Java, Delphi, Visual Basic, dan lain-lain) dengan beberapa penyederhanaan (Abror 2011). 2.15 Basis Data Database atau basis data merupakan himpunan kelompok data yang saling berkaitan. Data tersebut diorganisasikan sedemikian rupa agar tidak terjadi duplikasi yang tidak perlu, sehingga dapat diolah atau dieksplorasi secara cepat

18 dan mudah untuk menghasilkan informasi. Sistem atau perangkat lunak yang secara khusus dibuat untuk memudahkan pemakai dalam mengelola basis data disebut Database Management System (DBMS) (Sutedjo 2002 in Andayati 2010). Perangkat lunak yang termasuk DBMS seperti MS. Access, MS. SQL, XML dan masih banyak lagi. 2.16 XML XML (extensible Markup Language) semacam database manajemen sistem (DBMS) (Kumar et al. 2010). XML dikembangkan oleh World Wide Web Consortium (W3C), dengan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi sejumlah keterbatasan yang terdapat pada Hyper Text Markup Language (HTML). HTML hanya digunakan untuk mendiskripsikan web pages. Tetapi XML adalah language yang digunakan untuk mendiskripsikan dan memanipulasi struktur dokumen, serta menawarkan beberapa mekanisme untuk memanipulasi informasi yang bebas platform (Dweib 2009). XML berkonsentrasi pada struktur informasi, tetapi tidak berkonsentrasi untuk menampilkan dokumen informasi (Widodo 2003). Keuntungan menggunakan XML yaitu akses multi-user, pertukaran data dan dapat diintegrasikan dengan database lain (Dweib 2009).