BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah rakyat Indonesia; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa; (3) memajukan kesejahteraan umum; dan (4) ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut, pemerintah harus berusaha untuk mendorong dilakukannya pembangunan di segala bidang. Dalam pelaksanaan pembangunan, tentunya diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Salah satu masalah yang dihadapi oleh kebanyakan negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, dalam melakukan pembangunan adalah terbatasnya dana. Keterbatasan dana tersebut, salah satunya dikarenakan minimnya sumber dana yang berasal dari dalam negeri seperti tabungan domestik. Berdasarkan Tabel 1.1, pada tahun 2004 2006 jumlah tabungan bruto domestik dapat menutupi kebutuhan jumlah investasi sehingga kesenjangan tabungan dengan investasi pada periode tersebut dalam kondisi positif. Kondisi berbeda terjadi pada tahun 2007 2013, jumlah tabungan bruto domestik tidak dapat menutupi kebutuhan jumlah investasi sehingga kesenjangan tabungan dengan investasi pada periode tersebut dalam kondisi minus. Namun, secara ratarata kesenjangan tabungan dan investasi di Indonesia pada tahun 2004 2013 berada pada kondisi minus. 1
Tabel 1.1 Tabungan Domestik Bruto, Investasi, dan Kesenjangan Tabungan dengan Investasi di Indonesia Tahun 2004 2013 (Dalam Persen) Tahun Tabungan Bruto Domestik Investasi Kesenjangan Tabungan-Investasi 2004 50,09 49,91 0,17 2005 52,32 47,68 4,65 2006 51,11 48,89 2,21 2007 49,93 50,07-0,14 2008 50,60 49,40 1,20 2009 49,43 50,57-1,13 2010 49,11 50,89-1,78 2011 48,88 51,12-2,24 2012 46,57 53,43-6,87 2013 47,06 52,94-5,88 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS, 2015) Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam melakukan pembangunan dapat menggunakan sumber dana yang berasal dari luar negeri. Sumber dana dari luar negeri meliputi bantuan pembangunan, pinjaman kredit, investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA), investasi portofolio, dan kredit ekspor (Kuncoro, 2010: 354). Di antara beberapa sumber dana dari luar negeri yang telah disebutkan di atas, Panayotou (1997) menjelaskan bahwa PMA lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunan dibandingkan dengan sumber dana luar negeri lainnya. Hal tersebut dikarenakan masuknya PMA ke suatu negara akan diikuti dengan adanya proses alih teknologi, know-how, management skill, risiko relatif kecil dan lebih menguntungkan. PMA didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal 2
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007). Menurut Kurniati et al. (2007), PMA adalah investasi jangka panjang yang dilakukan secara langsung oleh investor asing di dalam suatu bidang usaha warga negara domestik. Menurut Kuncoro (2010: 357), PMA adalah penanaman modal langsung yang dilakukan oleh penduduk atau perusahaan asing, yang berupa kontrol penuh atau parsial melalui partisipasi dalam modal dan manajemen. Menurut Jhingan (1996: 496), beberapa kelebihan dari PMA antara lain: (1) PMA dapat memberikan manfaat berupa ilmu, teknologi, dan organisasi yang baru; (2) PMA dapat mendorong perusahaan lokal untuk melakukan investasi pada industri pendukung atau bekerja sama dengan perusahaan asing; (3) sebagian keuntungan yang diperoleh PMA akan diinvestasikan kembali ke dalam pengembangan, modernisasi, atau pembangunan industri terkait; dan (4) PMA digunakan pada sektor produktif, sehingga berdampak pada peningkatan kapasitas produksi. Arsyad (2010: 229), menyebutkan bahwa tujuan investasi asing ke NSB adalah untuk menciptakan lapangan kerja, proses alih teknologi dan ketrampilan yang bermanfaat, dan sebagai sumber tabungan atau devisa. Menurut Kim et al. (2013), PMA tidak akan langsung masuk ke suatu daerah/negara begitu saja. Masuknya PMA ke suatu negara/daerah biasanya dikarenakan adanya faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang menyebabkan keluarnya modal yang berasal dari negara asal penanam modal. Faktor-faktor tersebut antara 3
lain kebijakan perekonomian, pergeseran atau perubahan orientasi pembangunan di negara penanam modal, atau kondisi yang terjadi pada perekonomian global, seperti penurunan suku bunga (biasanya suku bunga AS) dan perlambatan perekonomian di negara maju. Faktor penarik merupakan faktor-faktor yang dimiliki oleh suatu negara/daerah, yang dapat digunakan untuk menarik minat pemodal asing agar mau menginvestasikan modal di negara atau daerahnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) biaya yang rendah (seperti gaji tenaga kerja yang rendah, biaya bahan baku yang rendah, dan harga lahan yang murah); (2) pasar yang besar dan pertumbuhannya yang tinggi; (3) stabilitas politik dan ekonomi (seperti tidak adanya hyperinflation dan adanya jaminan keamanan individu); (4) ketersediaan infrastruktur (seperti transportasi dan informasi); dan (5) jaminan atas hak kepemilikan asing. Alecsandru dan Raluca (2015), menyebutkan bahwa aliran masuk PMA ke sektor manufaktur di Rumania secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan tenaga kerja dan biaya operasional yang rendah. Huyen (2015), menyebutkan bahwa aliran masuk investasi asing ke Provinsi Thanh Hoa dipengaruhi oleh pasar dan infrastruktur. Tang et al. (2014), menyebutkan bahwa aliran masuk PMA pada sektor industri elektrikal dan elektronik di Malaysia dalam jangka panjang dipengaruhi oleh variabel PDB, variabel nilai tukar riil, variabel pembangunan keuangan dan variabel ketidakpastiaan makro ekonomi, variabel pajak penghasilan badan, dan variabel ketidakpastian sosial. 4
Goswami dan Haider (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA di 146 negara pada kurun waktu 1984 2009, dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, faktor pertumbuhan ekonomi, faktor keterbukaan perdagangan, dan faktor ketersediaan infrastruktur seperti pendidikan, telepon, dan telepon seluler. Aggarwal dan Verma (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA pada sektor retail di India dipengaruhi oleh faktor inflasi, faktor tingkat bunga, faktor keterbukaan perdagangan, dan faktor cadangan devisa. Pradhan dan Kelkar (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA di India pada 1991 2012 dipengaruhi oleh faktor cadangan devisa, faktor inflasi, dan faktor gross capital formation. Alam dan Shah (2013), menyebutkan bahwa masuknya PMA ke 10 negara anggota Organization of Economic Cooperation Development (OECD) dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, faktor biaya tenaga kerja, dan faktor kualitas infrastruktur. Sarwedi (2002), menyebutkan bahwa masuknya PMA di Indonesia pada tahun 1978 2001 dipengaruhi oleh variabel-variabel makroekonomi seperti PDB, tingkat pertumbuhan ekonomi, upah, dan ekspor mempunyai hubungan positif, sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dari segi nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2004 2013 nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah selalu meningkat, dan secara konsisten selalu berada pada urutan ke-4 sebagai provinsi dengan nilai PDRB terbesar di Indonesia. 5
Berdasarkan Tabel 1.2, rata-rata nilai PDRB (atas dasar harga konstan tahun 2000 tanpa migas) Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013 adalah sebesar Rp164 triliun. Dengan rata-rata nilai PDRB sebesar itu, Provinsi Jawa Tengah berkontribusi sebesar 8,5 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, ratarata nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah lebih rendah dari rata-rata nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Jawa Barat. Rata-rata nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata nilai PDRB Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1.2 Rata-rata Nilai PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tanpa Migas Menurut Provinsi Tahun 2004 2013 Beserta Kontribusinya No Provinsi Rata-rata Nilai PDRB (dalam miliar rupiah) Kontribusi (%) 1 DKI Jakarta 368.019,67 18,96 2 Jawa Timur 319.629,90 16,47 3 Jawa Barat 292.920,41 15,09 4 Jawa Tengah 164.957,40 8,50 5 Sumatera Utara 109.723,89 5,65 6 Banten 82.904,41 4,27 7 Kalimantan Timur 61.204,40 3,15 8 Sulawesi Selatan 47.216,04 2,43 9 Sumatera Selatan 46.957,46 2,42 10 Riau 44.583,77 2,30 11 Kepulauan Riau 36.486,07 1,88 12 Sumatera Barat 36.318,19 1,87 13 Lampung 35.608,44 1,83 14 Kalimantan Barat 28.511,47 1,47 15 Kalimantan Selatan 28.174,74 1,45 16 Aceh 27.590,93 1,42 17 Bali 27.066,67 1,39 18 Papua 20.782,57 1,07 6
No Provinsi Tabel 1.2 Lanjutan Rata-rata Nilai PDRB (dalam miliar rupiah) Kontribusi (%) 19 DI Yogyakarta 19.921,31 1,03 20 Nusa Tenggara Barat 17.713,26 0,91 21 Kalimantan Tengah 17.558,41 0,90 22 Sulawesi Utara 16.767,28 0,86 23 Sulawesi Tengah 16.003,41 0,82 24 Jambi 14.507,91 0,75 25 Nusa Tenggara Timur 11.854,07 0,61 26 Sulawesi Tenggara 10.767,45 0,55 27 Kep. Bangka Belitung 10.120,06 0,52 28 Bengkulu 7.782,12 0,40 29 Papua Barat 5.374,44 0,28 30 Sulawesi Barat 4.447,48 0,23 31 Maluku 3.980,73 0,21 32 Maluku Utara 2.805,63 0,14 33 Gorontalo 2.675,52 0,14 Sumber: BPS (2015) Tingginya nilai PDRB tersebut, ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Tabel 1.3, ratarata nilai PMA yang masuk ke Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013 adalah sebesar 564 juta USD. Dengan rata-rata nilai PMA yang masuk sebesar itu, Provinsi Jawa Tengah hanya berada di urutan ke-11 sebagai provinsi yang memperoleh jumlah PMA terbanyak di Indonesia. Bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah lebih rendah dari rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Jawa Timur. Rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah hanya lebih baik dari rata-rata jumlah PMA yang masuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. 7
Tabel 1.3 Rata-rata Jumlah PMA di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2004 2013 (Dalam Juta USD) No Provinsi Rata-Rata Jumlah PMA 1 DKI Jakarta 8.988,7 2 Banten 3.616,7 3 Jawa Barat 2.782,5 4 Papua 1.709,5 5 Jawa Timur 1.258,2 6 Kalimantan Timur 1.176,2 7 Sumatera Utara 1.015,3 8 Kalimantan Tengah 724,8 9 Kalimantan Barat 664,1 10 Sulawesi Tengah 568,7 11 Jawa Tengah 564,0 12 Riau 517,3 13 Kepulauan Riau 413,3 14 Sumatera Selatan 301,2 15 Bali 271,6 16 Sulawesi Selatan 203,9 17 Nusa Tenggara Barat 189,5 18 Kalimantan Selatan 143,5 19 Lampung 90,7 20 Sulawesi Utara 78,7 21 Maluku Utara 74,3 22 Jambi 65,5 23 Papua Barat 62,6 24 Bengkulu 53,6 25 Sumatera Barat 46,2 26 Kepulauan Bangka Belitung 45,3 27 Aceh 32,3 28 DI Yogyakarta 28,1 29 Maluku 26,9 30 Sulawesi Barat 24,0 31 Sulawesi Tenggara 18,6 32 Gorontalo 16,3 33 Nusa Tenggara Timur 4,4 Sumber: BPS (2015) 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA ke suatu negara/daerah telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak di berbagai negara/daerah. Ringkasan dari penelitian-penelitian tersebut tersaji pada Tabel 1.4. 8
Tabel 1.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Penulis Variabel Kesimpulan 1. Alecsandru dan Raluca (2015) 2. Huyen (2015) 3. Tang et al. (2014) a. Infrastruktur b. Pasar c. Tenaga Kerja d. Wilayah Aglomerasi e. Ketersediaan Bahan Baku a. Politik/Pemerintahan/Hukum b. Sosial dan Budaya c. Ekonomi dan Pasar d. Keuangan e. Ketersediaan Sumber Daya Alam f. Infrastruktur a. Pendapatan Domestik Bruto b. Nilai Tukar Riil c. Pembangunan Keuangan d. Pajak Penghasilan Badan e. Ketidakpastian Sosial f. Ketidakpastian Makroekonomi a. Masuknya PMA di Rumania pada sektor manufaktur secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan tenaga kerja dan rendahnya biaya operasional. b. Di wilayah Rumania Tengah, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor kualitas tenaga kerja, aglomerasi ekonomi, serta tingkat litbang yang tinggi. c. Di Rumania Barat Laut, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor infrastruktur dan keberadaan tenaga kerja yang berkualitas. d. Di Rumania Timur Laut, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor harga bahan baku yang murah serta lahan yang masih luas dan harganya yang rendah. e. Di Rumania Selatan, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor tingkat sewa yang rendah dan adanya pasar yang potensial. a. Aliran masuk investasi asing ke provinsi Provinsi Thanh Hoa di Vietnam dipengaruhi oleh faktor pasar dan faktor infrastruktur. b. Faktor politik/pemerintahan/ hukum, faktor ketersediaan sumber daya, dan faktor keuangan berpotensi untuk menarik lebih banyak investasi. c. Faktor sosial dan budaya tidak begitu terlalu diperhatikan oleh para investor dalam melakukan investasi di wilayah tersebut. a. Aliran masuk PMA di Malaysia dipengaruhi oleh faktor PDB, nilai tukar riil, pembangunan keuangan, pajak, ketidakpastian sosial dan makroekonomi. b. PDB, nilai tukar riil, pembangunan keuangan dan ketidakpastiaan makro ekonomi memberikan pengaruh positif. c. Pajak dan ketidakpastian sosial memberikan pengaruh negatif. 9
Tabel 1.4 Lanjutan No Penulis Variabel Kesimpulan 4. Goswami dan Haider (2014) 5. Pradhan dan Kelkar (2014) 6. Alam dan Shah (2013) 7. Aggarwal dan Verma (2014) a. Pangsa Pasar b. Pertumbuhan Ekonomi c. Keterbukaan Pasar d. Infrastruktur e. Risiko Politik a. Ukuran Pasar b. Keterbukaan Perdagangan c. Nilai Tukar d. Cadangan Devisa e. Pembentukan Modal Bruto a. Ukuran Pasar b. Biaya Tenaga Kerja c. Produktivitas Tenaga Kerja d. Pajak Perusahaan e. Keterbukaan Perdangangan f. Stabilitas Politik g. Nilai Tukar Riil h. Inflasi i. Kualitas Infrastruktur a. Nilai Tukar b. Infasi c. Suku Bunga d. Ukuran Pasar e. Keterbukaan Perdagangan f. Cadangan Devisa 8. Sarwedi (2002) a. PDB b. Pertumbuhan Ekonomi c. Upah d. Ekspor e. Stabilitas Politik a. Aliran masuk investasi asing ke suatu negara dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, pertumbuhan ekonomi, keterbukaan perdagangan, dan ketersediaan infrastruktur. b. Aliran masuk investasi asing ke suatu negara juga dipengaruhi faktor politik seperti konflik budaya dan perilaku negara partner kepada negara tuan rumah dapat menjadi penghalang masuknya FDI ke suatu negara. a. Cadangan devisa, inflasi, dan pembentukan modal bruto merupakan faktor yang mempengaruhi masuknya FDI ke India selama kurun waktu 1991 2012, sedangkan pendapatan domestik bruto, keterbukaan perdagangan, dan nilai kurs tidak. b. Cadangan devisa dan inflasi memberikan pengaruh positif terhadap, sedangkan pembentukan modal bruto memberikan pengaruh negatif. Berdasarkan hasil penelitian aliran masuk FDI ke negara OECD (Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Italia, Jepang, Norwegia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat) dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, biaya tenaga kerja, dan kualitas infrastruktur. Aliran masuk FDI pada sektor retail di India dipengaruhi oleh faktor inflasi, tingkat bunga, keterbukaan perdagangan, dan cadangan devisa. Ukuran pasar dan nilai tukar tidak mempengaruhi. PDB, tingkat pertumbuhan ekonomi, upah, dan ekspor mempunyai hubungan positif dengan masuknya FDI di Indonesia, sedangkan stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif. 10
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Alam dan Shah (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Waktu penelitian adalah tahun 2004 2013. 3. Variabel penelitian yang digunakan, yaitu realisasi PMA sebagai variabel terikat, sedangkan pendapatan per kapita, ketersediaan tenaga kerja, biaya tenaga kerja, infrastruktur, dummy daerah, dan dummy waktu sebagai variabel bebas. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, diketahui bahwa PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013 masih rendah bila dibandingkan dengan PMA yang masuk di provinsi lain di Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan masuknya PMA di Provinsi Jawa Tengah. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, perlu diketahui hal-hal sebagai berikut. 1. Di manakah lokasi PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013? 2. Apakah sektor yang menjadi tujuan PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013? 11
3. Dari manakah negara yang melakukan penanaman modal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013? 4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis lokasi PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013. 2. Menganalisis sektor yang menjadi tujuan PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013. 3. Mengidentifikasi negara yang melakukan penanaman modal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 2013. 4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA di Jawa Tengah tahun 2004 2013. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai masukan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam merencanakan pembangunan di masa yang akan datang. 2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti mengenai masalah sejenis di masa yang akan datang. 12
1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang dilakukannya penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan; Bab II Survei Literatur, memuat landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian; Bab III Metodologi Penelitian, memuat metode pengumpulan data, definisi operasional, model penelitian, instrumen penelitian, dan metode analisis data; Bab IV Analisis, memuat analisis dan pembahasan; dan Bab V Simpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 13