BAB 2 LANDASAN TEORI. komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Informasi Akuntansi. mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini kemudian

BAB 2 LANDASAN TEORI. bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. bersatu untuk mencapai tujuan yang sama.

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunkasi dan sumber

BAB 2 LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Program Studi Ganda Akuntansi Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2007/2008

BAB 4. PT. Siaga Ratindotama

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Whitten, Bentley dan Dittmann (2004,p.12) sistem informasi adalah

BAB 4 PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SIKLUS PENDAPATAN DAN PERSEDIAAN PADA PD. PASADENA SKRIPSI. Oleh Imam Ashyri

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

LAMPIRAN A KERANGKA DOKUMEN ANALISIS

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Program Studi Ganda Akuntansi Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Genap 2007/2008

BAB 2 LANDASAN TEORI. lebih komponen-komponen atau subsistem-subsistem yang saling berkaitan untuk

BAB 4 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN KREDIT, PIUTANG DAN PENERIMAAN KAS PADA PT PANCA KEMAS KRIDA MANUNGGAL

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian, prinsip dan fungsi Sistem Informasi Akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Gambar Window Transaksi Pengeluaran Barang Gudang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. terpadu untuk mengembangkan rencana rencana strategis yang diarahkan pada

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB II LANDASAN TEORI. teori-teori tersebut memiliki pengertian yang sama diantaranya adalah :

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Sistem, Informasi, dan Sistem Informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan secara manual. Tidak terkecuali penggunaan teknologi informasi oleh

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian sistem menurut Anastasia dan Lilis (2010:3), sistem merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Sehubungan dengan perkembangan teknologi dan informasi pada era globalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan, karena pendapatan akan dapat menentukan maju-mundurnya suatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan tertentu melalui tiga tahapan, yaitu input, proses, dan output. yang berfungsi dengan tujuan yang sama.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini sistem informasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk membantu

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

cek, wesel (kiriman uang atau money orders), dan uang yang tersimpan di bank yang penarikannya tidak dibatasi (Warren et al. 2006).

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi. saling mempengaruhi satu sama lain dalam melakukan kegiatan bersama untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

SIKLUS PENDAPATAN. By: Mr. Haloho

AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIAN: PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS TRANSAKSI

BAB II LANDASAN TEORI

PENGANTAR PEMROSESAN TRANSAKSI KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi (TI) sekarang ini memberi pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat, maka

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI REVENUE CYCLE DAN INVENTORY PADA PT XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan yang terjadi secara berulang-ulang, sedangkan Nafarin (2009: 9)

AKTIVITAS BISNIS SIKLUS PENDAPATAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

PERTEMUAN 7 KONSEP DAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERNAL

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Program Studi Ganda Akuntansi Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2007/2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkat pula. Dengan demikian peranan akuntan ditengah-tengah operasinya

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dan berfungsi dengan tujuan yang sama. saling berintegritas satu sama lain.

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Informasi Akuntansi. bagi para pengambil keputusan. (p.6).

PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem informasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk membantu

BAB II BAHAN RUJUKAN

Chapter 14 Audit terhadap Siklus Penjualan dan Penagihan Piutang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Siklus Pendapatan: Penjualan dan Penagihan Kas. Pertemuan 11

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem pengendalian internal menurut Rama dan Jones (2008) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN SISTEM INFORMASI UNTUK MENENTUKAN KREDIT LIMIT PELANGGAN PADA PERUSAHAAN DAGANG SKALA KECIL DAN MENENGAH

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Program Studi Ganda Akuntansi Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2007/2008

Bab II Elemen dan Prosedur SIA

APLIKASI SIKLUS PENDAPATAN: PENJUALAN DAN PENERIMAAN TUNAI KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

PERKIRAAN PENGHUBUNG (ACCOUNT INTERFACE)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan

BAB II LANDASAN TEORI. para pelanggan dan menagih kas sebagai pembayaran dari penjualan penjualan

BAB II LANDASAN TEORI. untuk mengarahkan pada pokok bahasan yang telah dikemukakan pada bab I.

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan pengguna informasi dan membantu pihak manajemen dalam

ANALISA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DALAM PENGENDALIAN INTERN PENJUALAN DAN PIUTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian sistem menurut beberapa ahli :

BAB I PENDAHULUAN. serta informasi yang dibutuhkan untuk memberikan limit kredit kepada

BAB 4 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN, PIUTANG, DAN PERSEDIAAN PADA PT. NUSANTARA SURYA SAKTI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Judul Penelitian

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu skema yang menyeluruh untuk. sedangkan objectives meliputi ruang lingkup yang sempit.

Irsan Lubis, SE.Ak,BKP

Tiga fungsi dasar yang dilaksanakan oleh Sistem Informasi Akuntansi (SIA).

Chapter 4 Siklus Pendapatan. By Muhammad Luthfi, S.E.M.Si.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Sistem, Informasi, dan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI. saling terorganisasi, saling berinteraksi, dan saling bergantung satu sama lain (Hanif Al

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Informasi Menurut Stair dan Reynolds (2006, p4), sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan menyebarkan data dan informasi serta menyediakan mekanisme umpan balik untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Gelinas dan Dull (2008, p13), sistem informasi adalah sistem yang dibuat oleh manusia yang secara umum terdiri dari sekumpulan komponen-komponen berbasis komputer yang terintegrasi dan juga komponen-komponen manual yang dibentuk untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan output informasi untuk para penggunannya. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan informasi yang dibutuhkan dan mendukung proses pengambilan keputusan dalam mencapai tujuannya. 2.2 Sistem Informasi Akuntansi 2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Gelinas dan Dull (2008, p14), sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek keuangan suatu kejadian bisnis.

10 Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), sistem informasi akuntansi adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan memproses data untuk diubah menjadi sebuah informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. Menurut Jones dan Rama (2006, p4), sistem informasi akuntansi adalah sebuah subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi dan keuangan serta informasi lainnya yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi untuk diubah menjadi sebuah informasi akuntansi dan keuangan serta informasi lainnya yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. 2.2.2 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Jones dan Rama (2006, p6-7), tujuan dan kegunaan sistem informasi akuntansi ada lima, yaitu : 1. Menghasilkan laporan eksternal Perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan laporan-laporan khusus yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan seperti investor, kreditur, penagih pajak, dan lainnya. Laporan-laporan tersebut mencakup laporan keuangan, tax return, dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang terkait.

11 2. Mendukung aktifitas rutin Sistem informasi akuntansi mendukung manajer dalam menangani aktivitas operasional yang rutin dalam siklus operasi perusahaan. 3. Mendukung pengambilan keputusan Informasi juga dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang bersifat tidak rutin yang terdapat dalam semua tingkatan perusahaan atau organisasi seperti mengetahui produk yang paling laku dijual dan mengetahui pelanggan mana yang melaukan pembelian paling banyak. Informasi ini sangat penting dalam perencanaan produk baru, pembuatan keputusan mengenai produk yang akan disimpan sebagai persediaan, dan cara pemasaran produk ke pelanggan 4. Perencanaan dan pengawasan Sebuah sistem informasi sangat dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan dan pengawasan. Informasi mengenai anggaran dan biaya-biaya standar disimpan dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya. 5. Mengimplementasikan pengendalian internal Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau penggelapan dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut dapat berhasil yaitu dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.

12 2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), terdapat 6 komponen dalam sistem informasi akuntansi, yaitu : 1. People, yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai macam fungsi. 2. Procedures and instructions, baik manual maupun otomatis termasuk dalam kegiatan pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai aktivitas organisasi. 3. Data, tentang organisasi dan proses bisnisnya. 4. Sotware, digunakan untuk memproses data organisasi. 5. Information technology infrastructure, termasuk didalamnya komputer, peralatan komunikasi jaringan. 6. Internal control and security measures, yang mengamankan data dalam sistem informasi akuntansi. Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p112), komponen sistem informasi akuntansi, yaitu : 1. Business Operations Suatu organisasi melakukan berbagai aktivitas atau proses bisnis seperti perekrutan karyawan, pembelian barang persediaan dan penerimaan kas dari pelanggan. Input sistem informasi akuntansi disiapkan oleh bagian operasional dan output yang digunakan untuk mengatur kegiatan operasional. 2. Transaction Processing

13 Transaksi yang dilakukan perusahaan lazimnya adalah penjualan, produksi (bila perusahaan industri) dan pembelian. 3. Management Decision Making Informasi diharapkan memberikan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan pihak manajemen. 4. Reporting Dalam menyusun laporan berdasarkan sistem informasi, system designer harus mengetahui output yang diinginkan atau dibutuhkan. 5. System Development and Operation Sistem informasi harus dirancang, diimplementasi dan dioperasikan secara efektif. 6. Database Untuk memperoleh database yang baik, perlu dipahami sungguh-sungguh proses pengumpulan dan penyimpanan data dan juga jenis data software. 7. Technology Dukungan teknologi informasi sudah sampai pada tingkatan sedemikian rupa sehingga prosedur operasional tradisional yang dulu dilaksanakan secara manual, kini sudah menjadi otomatis. 8. Controls Dalam menyusun sistem pengendalian internal harus dipertimbangkan tingkatan kompleksitas sistem informasi serta perkembangan teknologi. 9. Interpersonal / Communication Skill

14 Untuk mempresentasikan hasil kerja secara efektif, sistem desainer harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik secara lisan maupun tulisan. 10. Accounting and Auditing Principles Untuk menyusun dan mengoperasikan sistem informasi akuntansi, seorang akuntan harus mengetahui prosedur akuntansi dan memahami audit terhadap sistem informasi. 2.2.4 Siklus Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney dan Steinbart (2006, p30), siklus pemrosesan transaksi pada sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan barang dan jasa. Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu : 1. Revenue cycle, yang terjadi dari transaksi penjualan dan penerimaan kas. 2. Expenditure cycle, yang terdiri dari peristiwa pembelian dan pengeluaran kas. 3. Human resorce/payroll cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja. 4. Production cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi produk/jasa yang siap dipasarkan. 5. Financing cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor. Menurut Jones dan Rama (2006, p18), proses bisnis dapat dikategorikan ke dalam tiga siklus transaksi utama :

15 1. Acquisition (purchasing) cycle, yang mengacu pada proses dari pembelian barang dan jasa. 2. Conversion cycle, yang mengacu pada proses pengubahan sumber daya menjadi barang jadi dan jasa. 3. Revenue cycle, yang mengacu pada proses penyediaan barang jadi dan jasa kepada pelanggan. 2.3 Sistem Informasi Siklus Pendapatan 2.3.1 Pengertian Pendapatan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pendapatan yaitu : Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti, dan sewa. (PSAK 20 paragraf tujuan). Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan entitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal. (PSAK 23 paragraf 6). 2.3.2 Pengertian Penjualan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK No. 23), penjualan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode, bila arus masuk menyebabkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal

16 Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p232), penjualan adalah jumlah yang dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit. Retur dan potongan penjualan dikurangkan dari jumlah ini untuk mendapatkan penjualan bersih. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa penjualan merupakan jumlah yang dibebankan kepada pelanggan atas manfaat ekonomi yang diberikan sebagai hasil dari aktivitas normal perusahaan yang dapat dilakukan baik secara tunai maupun kredit. 2.3.3 Sistem Penjualan Kredit Menurut Narko (2002, p90), fungsi fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah : 1. Penjualan : menerima dan mengedit pesanan pelanggan. 2. Kepala Bagian Keuangan : menyetujui atau menolak penjualan kredit pada tiap pelanggan, bila perusahaan masih relatif kecil, persetujuan penjualan kredit masih dirangkap oleh Kepala Bagian Keuangan. 3. Gudang dan Pengiriman : menyimpan barang dan mengirim barang. 4. Penagihan : membuat dan mengirim faktur kepada pelanggan. 5. Akuntansi : - Jurnal dan Buku Besar : mencatat transaksi pada jurnal penjualan dan mem-posting ke rekening buku besar.

17 - Kartu Piutang dan Kartu Persediaan : mencatat transaksi ke rekening pembantu piutang masing masing pelanggan, dan ke kartunpersediaan untuk setiap jenis barang. Menurut Narko (2002, p81), informasi yang diperlukan oleh managemen dari kegiatan penjualan kredit adalah : 1. Pesanan pesanan yang belum dapat dipenuhi. 2. Kesanggupan untuk mengirim barang di waktu tertentu 3. Jumlah penjualan kredit yang diberikan. 4. Jumlah permintaan kredit yang tidak dapat terpenuhi. 5. Jumlah kredit yang menunggak. 6. Rute pengiriman. 7. Pada suatu saat barang yang sudah dikirim sampai mana. 8. Pengiriman barang yang belum dibuat fakturnya. Menurut Narko (2002, p86), bukti atau formulir yang digunakan dalam sistem penjualan kredit, yaitu : 1. Pesanan penjualan Dokumen ini dibuat dalam beberapa rangkap yang dapat berfungsi pula sebagai lembar otorisasi penjualan kredit. Informasi pada dokumen ini pada umumnya terdiri dari identitas perusahaan penjual, identitas pembeli, nomor dan tanggal pesanan penjualan, jenis barang yang dipesan, kuantitas, harga satuan dan jumlah harga keseluruhan. 2. Perintah pengiriman barang

18 Informasi pada dokumen ini hampir sama dengan informasi pada surat pesanan penjualan, kecuali harga satuan dan jumlah harga. Meskipun demikian, dalam praktik kadang ada juga perintah pengiriman barang yang berisi pula data mengenai harga satuan. 3. Faktur penjualan Informasi dalam dokumen ini sama dengan informasi pada surat pesanan penjualan. Oleh karena itu terdapat kombinasi faktur dan pesanan penjualan. Menurut Narko (2002, p81), prosedur sistem penjualan kredit pada umumnya seperti : 1. Prosedur pesanan penjualan. 2. Prosedur persetujuan kredit. 3. Prosedur pengiriman barang. 4. Prosedur pembuatan faktur. 5. Prosedur akuntansi penjualan kredit. Menurut Wilkinson et al. (2006, p422), sistem penjualan kredit terdiri dari 3 proses, yaitu : a. Order Entry Setiap customer order dimasukkan ke sistem pada saat tenaga penjual menerima pesanan. Data bisa didapat dari customer order, maupun dari telepon. Kemudian, sistem akan melakukan validasi terhadap data sekaligus memeriksa apakah persediaan cukup, sistem dapat langsung menjalankan fungsi back order. Sistem juga akan melakukan program pemeriksaan limit

19 kredit dengan membandingkan antara jumlah limit kredit dengan saldo piutang ditambah dengan penjualan yang akan segera dilakukan, apabila pemesanan diterima, maka sistem akan mencetak order acknowledgement dan picking list. b. Shipping Setelah barang dipersiapkan sesuai dengan picking list, maka selanjutnya barang akan dikirim. Pada saat pengiriman, karyawan gudang akan menghitung jumlah dan mencocokannya dengan picking list. Sistem akan menghasilkan packing slip, bill of lading, dan shipping notice. c. Billing Setelah barang dikirim, maka proses selanjutnya adalah pencetakan invoice, pendebitan saldo pelanggan, pengurangan jumlah persediaan, penutupan sales order, pembuatan file invoice dan penyesuaian pada ledger. Selain 3 prosedur utama diatas, Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan 3 prosedur tambahan dalam sistem penjualan, yakni : a) Preparing Analysis and Reports Di penghujung hari, invoice register dan account receivable summary dicetak. Invoice register adalah daftar transaksi penjualan, yang berisi data kunci mengenai tiap sales invoice yang disiapkan selama satu hari. b) Handling Sales Return and Allowances Sales return muncul ketika pelanggan tidak puas dan mengirim kembali barang yang telah dipesan. Sales allowance adalah penyesuaian harga kepada

20 pelanggan sebagai kompensasi atas barang yang rusak. Sedangkan credit memos disiapkan sebagai formalisasi perjanjian. c) Processing Back Orders Back order diperlukan ketika kuantitas persediaan tidak mencukupi pesanan pelanggan. Proses back order meliputi persiapan formulir back order, yang berisi nama pemesan, nomor pemesanan, kuantitas dan tanggal. 2.3.4 Pengertian Piutang Usaha Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p295), piutang dagang adalah uang yang terutang oleh pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang diberikan. Menurut Horngren, Sundem, dan Elliot (2002, p187), piutang merupakan sejumlah uang yang dihutangkan kepada perusahaan oleh pelanggannya sebagai hasil dari pengiriman barang atau jasa. Piutang itu merupakan suatu perjanjian untuk menerima kas dari pelanggan, dimana perusahaan telah menjual atau menyerahkan jasanya kepada pelanggan tersebut. Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004, p318), piutang didefinisikan sebagai claim held againts customers and others for money, goods or services, yang bearti bahwa piutang merupakan klaim terhadap konsumen atau yang lainnya untuk uang, barang atau jasa. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan klaim terhadap pihak lainnya, yang timbul sebagai akibat suatu transaksi yang telah dilakukan sebelumnya.

21 2.3.5 Proses Penagihan Piutang Usaha Menurut Gelinas dan Dull. (2008, p375-376), proses penagihan terdiri atas tiga bagian penting, yaitu : Billing Customer Managing Customer Account Securing Payment for Good Sold or Service Rendered Proses Billing/Account receivable/cash receipt merupakan struktur yang saling berinteraksi antara manusia, peralatan, metode, dan kontrol yang dirancang untuk membuat aliran informasi dan bertujuan : Mendukung pekerjaan berulang yang rutin pada bagian kredit, kasir, dan bagian piutang. Mendukung proses pemecahan masalah untuk manajer keuangan. Membantu dalam persiapan laporan internal dan eksternal. 2.3.6 Pengertian Penerimaan Kas Menurut Romney dan Steinbart (2006, p371), menyatakan bahwa aktivitas terakhir dalam siklus pendapatan berkaitan dengan penerimaan kas. Fungsi kasir akan melaporkan penerimaan, menangani remittance pelanggan dan menyetorkan uang ke bank. Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p284), yang dimaksud dengan kas adalah termasuk juga uang koin, uang kertas, cek, wesel dan deposito yang tersedia untuk langsung digunakan baik yang ada di bank ataupun institusi keuangan lainnya. Untuk melindungi kas dari tindakan pencurian atau kecurangan lainnya, perusahaan

22 harus mampu untuk mengontrol kas mulai dari saat diterima sampai dengan kas tersebut disetorkan ke bank. Perusahaan retail umumnya menerima kas dari dua sumber, yaitu : (1) penerimaan kas tunai dari pelanggan dan (2) penerimaan kas dari pelanggan melalui bank. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK no.2), kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, penerimaan kas digunakan sebagai sumber dana bagi perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan secara umum. Bentuk dari penerimaan kas dapat dibagi menjadi : a) Penerimaan Kas dalam bentuk tunai. b) Penerimaan Kas dalam bentuk cek, giro dan transfer melalui bank. 2.3.7 Prosedur yang berkaitan dengan Sistem Informasi Akuntansi Penerimaan Kas Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan ada 5 prosedur yang terlibat dalam sistem penerimaan kas, yang meliputi : 1. Remmitance Entry Pada tahap ini, kasir akan mengumpulkan semua checks dan mencocokan dengan remmitance advice yang diterima, kemudian menjumlahkan semua checks yang diterima. Kemudian remmitance list, yang berisi daftar remmitance advice secara keseluruhan dibuat. 2. Deposting Receipts

23 Salah satu salinan dari remmitance list dikirim ke kasir yang akan membandingkan dan merekonsiliasi. Kemudian, kasir ini akan membuat deposit slip dan cash receipt transaction listing (journal). Setelah itu, barulah semua checks yang disetorkan ke bank. 3. Posting Receipts Sebelum memperbaharui data pelanggan, kasir harus melakukan koreksi atas cash receipt transaction listing (journal). 4. Preparing Analysis and Reports Pada penghujung hari ringkasan piutang dicetak. Ringkasan ini berisi total piutang beserta dengan total penerimaan kas yang diperoleh pada hari tersebut. 5. Collecting Delinquent Accounts Pada saat pembayaran belum diterima, perusahaan biasanya mengirimkan dokumen untuk melakukan penagihan pada pelanggan. 2.3.8 Ancaman dan Pengendalian yang berhubungan dengan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan, Piutang Usaha, dan Penerimaan Kas Menurut Romney dan Steinbart (2006, p376), sistem informasi akuntansi yang baik harus memiliki pengendalian yang cukup untuk memastikan bahwa tujuannya tercapai. Tujuan tersebut meliputi : Semua transaksi harus diotorisasi. Semua transaksi yang dicatat harus valid. Semua transaksi yang valid dan akurat harus disimpan.

24 Semua transaksi harus disimpan secara akurat. Aset harus dilindungi dari kehilangan atau kecurangan. Aktivitas perusahaan harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien. 2.4 Sistem Informasi Siklus Persediaan 2.4.1 Pengertian Persediaan Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), persediaan digunakan untuk mengindikasi barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu. 2.4.2 Tujuan Pengendalian Internal atas Persediaan Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), dua tujuan utama dari pengendalian internal yang baik atas persediaan adalah mengamankan persediaan dan melaporkannya secara tepat dalam laporan keuangan. Pengendalian internal ini bisa bersifat preventif (pencegahan) maupun detektif. Pengendalian preventif dirancang untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Pengendalian detektif ditujukan untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang telah terjadi. 2.4.3 Metode Penilaian Persediaan Menurut Assauri (2008, p244), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai suatu persediaan, diantaranya dengan : 1. FIFO Method (First-in, First-Out)

25 Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian, persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. 2. Weight Average Method (Rata-rata tertimbang) Cara ini didasarkan atas harga rata-rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya. 3. LIFO Method (Last-in, First-out) Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang masih ada atau stock, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu. 2.4.4 Resiko dan Pengendalian pada Persediaan Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p317), dua tujuan utama dari pengendalian internal persediaan, yaitu : perlindungan terhadap persediaan yang ada dan pelaporan persediaan yang wajar didalam laporan keuangan. Pengendalian internal pada persediaan dapat bersifat preventif ataupun detektif : 1. Preventive Control Pengendalian ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya error atau kesalahan dalam penyajian. 2. Detective Control Pengendalian ini dilakukan untuk mendeteksi error atau kesalahan penyajian yang telah terjadi.

26 2.5 Analisa Pemberian Kredit Pelanggan Menurut Gitman (2006, p641), tujuan dari pengelolaan piutang usaha yaitu untuk mengumpulkan piutang secepat mungkin tanpa kehilangan penjualan akibat tekanan teknik penagihan. Dalam memenuhi tujuan tersebut, kebijakan kredit yang pelu dilakukan perusahaan mencakup : 1. Credit selection and standard a. Credit Selection Seleksi kredit meliputi teknik aplikasi untuk menetukan pelanggan mana yang layak diberi kredit. Teknik yang populer yaitu 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition). Metode seleksi kredit lainnya adalah dengan credit scoring, yaitu suatu metode yang menggunakan ukuran high-volume/small-dollar dalam menanggapi permintaan pemberian kredit. b. Credit Standard Sedangkan strategi credit standard ditetapkan dengan meningkatkan volume penjualan, investasi pada piutang, dan biaya piutang ragu-ragu. Dengan mengubah credit standard ini akan menghasilkan pengembalian dan nilai yang lebih baik untuk pemiliknya. 2. Credit Terms Kebijakan credit terms adalah periode penjualan kepada pelanggan dengan perpanjangan kredit oleh perusahaan. Sebagai contoh, dengan meningkatkan periode kredit dari net 30 hari menjadi net 45 hari akan meningkatkan penjualan, dan secara positif akan mempengaruhi profit. Cara lain yang ditawarkan

27 perusahaan adalah cash discount, yaitu persentase pengurangan dari harga pembelian untuk membayar pada waktu tertentu, contoh : 2/10 net 30, 4/10 net 30. 2.6 Pengendalian Internal 2.6.1 Pengertian Pengendalian Internal Menurut Gelinas dan Dull (2008, p216) yang terdapat dalam committee of sponsoring organization (COSO), pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dengan kategori sebagai berikut : efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Jones dan Rama (2006, p13), pengendalian internal adalah aturanaturan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk memastikan data keuangan perusahaan akurat dan dapat dipercaya, untuk melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau pencurian. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa sistem pengendalian internal adalah suatu rangkaian prosedur, metode, dan kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan guna menjaga aktiva tetap, menjaga efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan, memastikan keandalan laporan keuangan, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

28 2.6.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal Menurut Jones dan Rama (2006, p124-125), komponen-komponen yang berhubungan dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen, yaitu : 1. Control environment Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun organisasi untuk mengontrol kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan operating style. Hal ini juga termasuk cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab, mengatur, dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan petunjuk dari board of directors. 2. Risk Assessment Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal. 3. Control activities Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Control activities mencakup : a. Perfomance reviews, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.

29 b. Segregation duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda. c. Application control, berhubungan dengan aplikasi SIA. d. General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang berhubungan dengan berbagai aplikasi. 4. Information and Communication Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan dan tanggungjawab individu. 5. Monitoring Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan. 2.6.3 Tujuan Pengendalian Internal Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p144), tujuan dari pengendalian internal, yaitu : 1. Melindungi harta kekayaan milik perusahaan. 2. Memeriksa ketelitian dan keandalan data akuntansi. 3. Meningkatkan efisiensi. 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.

30 Menurut Romney dan Steinbart (2006, p198), berdasarkan COSO, tujuan sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut : 1. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. 2. Menghasilkan operasi yang efektif dan efisien. 3. Memenuhi dalil dan peraturan yang ditetapkan. 2.7 Pajak Pertambahan Nilai 2.7.1 Definisi Menurut Manihuruk (2010, p1), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Mulyono (2008, p1), PPN atau Value Added Tax merupakan pajak penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada setiap transaksi. Nilai tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan oleh penjualan atas barang atau jasa yang dijual, karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki aadanya tambahan tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dipungut atas nilai tambah dari penjualan atau konsumsi barang dan jasa baik barang bergerak atau tidak bergerak.

31 2.7.2 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Menurut pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, Tarif Pajak Pertambahan Nilai diatur sebagai berikut : 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud. b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud c. Ekspor Jasa Kena Pajak. 3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2.8 Analisis dan Perancangan Sistem berbasis Objek 2.8.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem Berbasis Objek Menurut Mathiassen et al. (2000, p135), metode OOA&D merupakan suatu metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek. Mathiassen et al. (2000, p4), menjelaskan objek merupakan suatu entitas yang memiliki identitas, state, behaviour. Identitas objek dalam analisa menunjukkan bagaimana objek tersebut dapat dibedakan dengan objek lainnya dalam suatu konteks oleh para pengguna. Sedangkan identitas objek dalam perancangan menunjukkan bagaimana objek-objek lain dalam sistem dapat mengenali objek tersebut dan bagaiman pula mengaksesnya. Mathiassen et al. (2000, p14), menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.

32 Gambar 2.1 Aktivitas utama dan hasil-hasil dari Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p15)) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, OOA&D merupakan suatu metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek yang terbagi dalam empat aktivitas utama, yaitu problem domain analysis, application domain analysis, architectural design, dan component design. 2.8.2 System Definition Menurut Mathiassen et al. (2000, p24-25), system definition adalah suatu deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang diperlihatkan dalam bahasa natural. System definition seharusnya singkat dan tepat, dan berisikan keputusan yang paling utama (fundamental) mengenai sistem. Terdapat tiga sub aktivitas yang harus dilakukan untuk membuat sytem definition, yaitu usaha untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari situasi, membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan memformulasikan dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada. System definition dihasilkan melalui iterasi pada tiga subaktivitas.

33 2.8.3 FACTOR Criterion Menurut Mathiassen et al. (2000, p39-40), FACTOR criterion terdiri dari enam elemen sebagai berikut : 1. Functionality : fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari application domain. 2. Application domain : bagian-bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi, atau mengendalikan sebuah problem domain. 3. Condition : kondisi-kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan digunakan. 4. Technology : teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan. 5. Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam kaitannya dengan konteks. 2.8.4 Rich Picture Menurut Mathiassen et al. (2000, p26), rich picture adalah sebuah gambaran informal yang mempresentasikan pemahaman illustrator dari suatu situasi. Dengan demikian, dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi di antara pemakai dalam sistem dan mendapatkan sebuah gambaran dari situasi dengan cepat. Untuk memulai rich picture adalah dengan menggambarkan entitas yang penting, seperti orang, objek fisik, tempat, organisasi, peran, dan tugas. Orang dapat berupa pengembang sistem (system developer), pengguna (user), pelanggan, dan lainlain. Objek fisik dapat berupa mesin, perangkat, atau persediaan di gudang. Tempat

34 mendeskripsikan lokasi orang dan benda. Organisasi dapat berupa keseluruhan perusahaan, departemen, atau proyek yang melibatkan beberapa perusahaan. Peran dan tugas mengikat orang kepada organisasi yang merefleksikan tanggung jawab atau tugastugas spesifik. Setelah entitas yang relevan dideskripsikan, lalu hubungan di antara entitasentitas tersebut dideskripsikan. Proses merupakan hubungan yang paling mendasar di antara entitas dalam suatu rich picture. Sebuah proses mendeskripsikan aspek-aspek dari situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafis, proses dapat diilustrasikan dengan arah panah. Proses meliputi pekerjaan, produksi, pemrosesan informasi, perencanaan, pengendalian, proyek pengembangan, dan perubahan organisasi. Bentuk dari rich picture dapat dilihat pada Gambar 2.2 Berikut ini. Gambar 2.2 Contoh Rich Picture (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p28)) 2.8.5 Problem Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), problem domain adalah bagian dari konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikendalikan oleh sebuah sistem. Tujuan

35 dari aktifitas ini adalah mengidentifikasikan dan memodelkan problem domain. Sedangkan model merupakan deskripsi dari class, structure, dan behavior di problem domain. Problem domain merupakan aktivitas yang sangat penting dalam membangun sebuah sistem karena model yang dihasilkan dalam problem domain analysis memberikan sebuah pemahaman mengenai kebutuhan sistem. Sumber dari aktivitas problem domain adalah system definition. Kegiatan dalam problem domain analysis dapat dilihat dalam Gambar 2.3 berikut ini. Gambar 2.3 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p46)) 2.8.5.1 Classses Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah deskripsi dari sebuah kumpulan objek-objek yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan atribut. Class akan digunakan untuk mengidentifikasi semua objek dan event yang akan menjadi bagian dari model problem domain yang relevan. Mathiassen et al. (2000, p51), menyatakan event adalah suatu kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.

36 Untuk memilih class dan event untuk model problem domain, maka harus diidentifikasi terlebih dahulu kandidat-kandidat class dan event yang secara potensial relevan dengan model problem domain. Kemudian, kandidat-kandidat tersebut dievaluasi secara sistematis dan dipilih beberapa kandidat yang paling relevan untuk menjadi class dan event dari model problem domain. Hasil dari aktivitas classes adalah sebuah event table yang berisi classes yang telah dipilih dan events yang berhubungan dengan class tersebut. Contoh dari evevnt table dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Contoh Event Table (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p50)) 2.8.5.2 Structure Menurut Mathiassen et al. (2000, 69), Structure adalah hubungan antara class dengan object pada problem domain secara keseluruhan. Structure bertujuan untuk menggambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem domain. Hasil dari aktivitas structure adalah class diagram dengan classes dan stucture.

37 Mathiassen et al. (2000, p72-77), menjelaskan terdapat empat jenis structure yang dapat digunakan dalam pembuatan model problem domain, yaitu : a. Generalisasi Generalisasi meruapakan property-property dan behavior pattern yang umum dari class-class yang berbeda ke dalam class-class yang lebih umum. Generalisasi adalah hubungan di mana sebuah class umum menggambarkan property-property umum dari sekumpulan class-class khusus. Contoh dari generalisasi dapat dilihat pada gambar 2.4. cd Structure User Karyawan Staf_Penjualan Staf_Gudang_Penyimpanan Staf_Akuntansi Staf_Keuangan Gambar 2.4 Contoh Generalisasi b. Cluster Cluster adalah sebuah kumpulan dari class-class yang saling berhubungan. Notasi grafik untuk menggambarkan cluster adalah gambar file folder yang di dalamnya terdiri atas class-class. Class-class yang berada dalam cluster biasanya terhubung melalui structure generalisasi dan agregasi. Contoh dari cluster dapat dilihat pada gambar 2.5.

38 cd Cluster User + Karyawan + Staf_Akuntansi + Staf_Gudang_Penyimpanan + Staf_Keuangan + Staf_Penjualan Pemesanan + Detail_SPP + Pelanggan + SPP Penagihan + Detail_SJ + Detail_SRB + Ekspedi si + Ekspedi si + FP + MK + SJ + SRB Penerimaan_Pembayaran + BPKB + Detail_BPKB + Rekening_Bank Barang + Barang + BPB + Detail_BPB + Jenis + Ukuran + Warna Gambar 2.5 Contoh Cluster c. Agregasi Agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek di mana objek yang superior (keseluruhan) terdiri atas beberapa objek yang inferior (bagian). Agregasi digambarkan sebagai sebuah garis di antara class-class yang bersifat superior dan inferior, di mana pada salah satu ujung garis diberi tanda belah ketupat untuk menandakan bahwa class yang berada pada ujung garis tersebut merupakan class yang superior. Dalam bentuk kalimat, agregasi diekspresikan dengan hubungan memiliki sebuah, bagian dari, atau dimiliki oleh. Contoh dari agregasi dapat dilihat pada gambar 2.6. cd Agregasi Barang Ukuran Warna Jenis 1..* 1 1..* 1 1..* 1 Gambar 2.6 Contoh Agregasi d. Asosiasi

39 Asosiasi adalah sebuah hubungan yang memiliki arti diantara beberapa objek. Asosiasi digambarkan sebagai sebuah garis sederhana di antara class-class yang relevan. Contoh dari asosiasi dapat dilihat pada gambar 2.7. cd Asosiasi Pelanggan SPP 1 1..* Gambar 2.7 Contoh Asosiasi 2.8.5.3 Behavior Menurut Mathiassen et al. (2000, p90), behavior hanya dianggap sebagai kumpulan event-event yang tidak berurutan yang melibatkan sebuah objek di dalam aktivitas pembuatan class. Dalam aktivitas penentuan behavior, behavior digambarkan secara lebih tepat dengan menambahkan unsur waktu pada event-event tersebut. Sebuah behavior milik objek didefinisikan dengan sebuah event trace. Event trace adalah sebuah urutan dari event-event yang melibatkan sebuah objek yang spesifik. Sebuah deskripsi mengenai beberapa event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam sebuah class disebut behavioral pattern. Behavioral pattern akan digambarkan dalam Gambar 2.8 statechart diagram berikut ini. sm Staf_Penjualan /Memesan /memesan Activ e Gambar 2.8 Contoh Statechart Diagram untuk Class Staf Penjualan

40 Menurut Mathiassen et al. (2000. P93), menjelaskan behavioral pattern memiliki struktur control sebagai berikut : Sequence adalah events yang terjadi satu per satu. Notasinya : +. Selection adalah sebuah event yang terjadi dari suatu set events. Notasinya :. Iteraction adalah sebuah event yang terjadi sebanyak nol atau berulang kali. Notasinya : *. 2.8.6 Application Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000, p115-117), application domain adalah sebuah organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem domain. Tujuan dari application domain ini adalah untuk menganalisis kebutuhan dari pengguna sistem. Hasil dari analisis application domain adalah sebuah daftar lengkap mengenai kebutuhan usage dari sistem sevara keseluruhan. Application domain terdiri dari tiga bagian utama, yaitu usage, function, dan interface, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9 berikut ini. Gambar 2.9 Aktivitas dalam Application Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p117))

41 2.8.6.1 Usage Menurut Mathiassen et al. (2000, p117-118), usage adalah bagian dari application domain yang berinteraksi dengan orang dan sistem-sistem lain di dalam konteks. Mathiassen et al. (2000, p119), menjelaskan bahwa sebuah sistem harus sesuai dengan application domain. Hal ini dapat ditentukan dengan merancang use case dan actor. Actor adalah sebuah abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target, sedangkan use case adalah sebuah pola untuk interaksi antara sistem dan actor-actor dalam application domain. Hasil dari aktivitas ini adalah gambaran dari semua use case dan actor yang terangkum dalam Use Case Diagram. Contoh dari Use Case Diagram ditampilkan pada gambar 2.10 di bawah ini. Gambar 2.10 Contoh Use Case Diagram (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p129)) 2.8.6.2 Function Menurut Mathiassen et al. (2000, p137-139), kegiatan function memfokuskan pada bagaiman cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan

42 pekerjaan mereka. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar functionfunction yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan actor dan harus konsisten dengan use case. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu : a. Update Function Function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut. b. Signal Function Function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks. c. Read Function Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model. d. Compute Function Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh actor atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi. Gambar hubungan antara masing-masing tipe fungsi tersebut dengan Interface (I), Function (F) dan Model (M) ditunjukan oleh gambar 2.11 berikut :

43 Gambar 2.11 Hubungan masing-masing tipe fungsi (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p140)) Menurut Mathiassen et al. (2000, p144), hasil dari aktivitas analisis function adalah sebuah daftar dari kebutuhan function dari sistem atau lebih dikenal dengan function list. 2.8.6.3 Interface Menurut Mathiassen et al. (2000, p151-152), interface adalah fasilitas-fasilitas yang membuat sebuah model sistem dan function-function tersedia bagi actor. Terdapat dua tipe interface, yaitu : a. User interface, yaitu sebuah interface untuk para pengguna. Terdapat empat jenis pola dialog yang penting dalam menentukan interface pengguna, yang terdiri dari : Pola menu-selection yang terdiri dari daftar pilihan yang mungkin dalam interface pengguna. Pola fill-in, merupakan pola klasik untuk entry data. Pola command-language, dimana user memasukkan dan memulai format perintah sendiri.

44 Pola direct manipulation, dimana user dapat memilih objek dan melaksanakan function atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka tersebut dengan segera. b. System interface, yaitu sebuah interface untuk sistem-sistem lain. Sistem lain tersebut dapat berupa external device (misalnya sensor, switch, dll) dan sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protocol komunikasi. System interface dispesifikasikan sebagai class diagram dari external device dan sebagai protokol dalam berinteraksi dengan sistem lain. 2.8.6.4 Sequence Diagram Menurut Bennett, McRobb, dan Farmer (2006, p252), sequence diagram ekuivalen secara sematik dengan diagram komunikasi interaksi sederhana. Sequence diagram menunjukkan urutan interaksi antara objek yang diatur dalam waktu sequence. Dalam sequence diagram terdapat satu notasi yang disebut fragment. Fragment tersebut dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence saling dikombinasikan. Menurut Bennett et al. (2006, p270), terdapat 12 interaction operator seperti yang disajikan dalam Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Tipe-tipe Interaction Operator yang digunakan dalam Fragment Interaction Operator Keterangan Alt Alternatives. Mewakili alternatif behaviour yang ada, setiap behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah. Opt Option. Merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi apabila batasan interaksi bernilai true Break. Mengindikasi bahwa dalam combined fragment Break ditampilkan setara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir. Par Paralel. Mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined

45 fragment dapat digabungkan dalam sequence manapun. Seq Strict Neg Critical Ignore consider Assert Loop Weak Sequencing. Menampilkan urutan dari tiap operasi yang telah di-maintain tetapi terjadinya suatu event berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun. Strict Sequencing. Membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tetapi tidak termasuk urutan dalam operasi. Negative. Menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid. Critical Region. Mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline. Ignore. Menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi. Consider. Keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi. Assertion. Keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanya satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah. Loop. Digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk perulangan berakhir. 2.8.7 Architectural Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p173), architectural design mempunyai tujuan untuk membuat struktur sistem yang terkomputerisasi. Hasil dari architectural design adalah struktur untuk proses dan component dari sistem yang dibangun. Gambar 2.12 menggambarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam architectural design. Gambar 2.12 Aktivitas-aktivitas dalam Architectural Design (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p176))

46 2.8.7.1 Criteria Menurut Mathiassen et al. (2000, p178), criteria adalah penentuan property yang diinginkan dari suatu arsitektur, sedangkan conditions adalah peluang dan keterbatasan dari manusia, organisasi, dan teknis yang terlibat dalam menjalankan tugas. Criteria yang perlu dipertimbangkan dalam membangun software yang berkualitas dapat dilihat pada table 2.2. Tabel 2.3 Kriteria Umum bagi Kualitas Software (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p178))

47 2.8.7.2 Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p190-197), component architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari component-component yang saling berhubungan, sedangkan component adalah sebuah kumpulan dari bagian-bagian program yang membentuk suatu keseluruhan dan mempunyai sejumlah responsibility yang jelas. Component terbagi menjadi empat tipe, yaitu model component, function component, user interface, dan system interface component. Terdapat tiga pola (pattern) yang dapat digunakan untuk merancang arsitektur komponen, yaitu : 1. Layered architecture pattern Merupakan bentuk paling umum dalam software. Sebuah layered architecture terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan yang ada diatasnya. Contoh layered architecture pattern dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut ini. Gambar 2.13 Layered Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al.(2000, p193))

48 2. Generic architecture pattern Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka, function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan komponen interface diatasnya. Contoh generic architecture pattern dapat dilihat pada Gambar 2.14 berikut ini. Gambar 2.14 Generic Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p196)) 3. Client-server architecture pattern Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem diantara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab

49 daripada server adalah untuk menyediakan database dan resource yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara client memiliki tanggung jawab untuk menyediakan antarmuka local untuk setiap penggunanya. Contoh client-server architecture pattern dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini. Gambar 2.15 Client-Server Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p197)) Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U (user interface), F (function), M (model) yang diperlihatkan pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.4 Jenis Architecture Client-Server (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p200))

50 2.8.7.3 Process Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Processor adalah sebuah alat yang akan menjalankan program. Program component adalah modul fisik dari kode program, sedangkan active object adalah sebuah object yang telah ditugaskan pada sebuah proses. Tujuan dari process architecture adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari sebuah sistem. Hasil dari process architecture adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan processorprocessor dengan program component dan active object yang telah ditugaskan. Mathiassen et al. (2000, p215-219), menjelaskan bahwa terdapat tiga pola distribusi dalam process architecture, yaitu : a. Centralized Pattern Pada pola ini, semua data disimpan dalam sebuah server pusat dan hanya terdapat user interface pada client. b. Distributed Pattern Pada pola ini, semua component didistribusikan pada client dan server dibutuhkan hanya untuk menyebarkan update dari model diantara clientclient. c. Decentralized Pattern Pada pola ini, masing-masing client memiliki data mereka sendiri sehingga server hanya menampung data-data yang sifatnya umum bagi client. Hal ini mengakibatkan rancangan struktur untuk client dan server menjadi sama,

51 hanya saja server menampung model yang umum dan function yang berada pada model tersebut. 2.8.8 Component Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tujuan dari component design adalah untuk menentukan sebuah implementasi dari kebutuhan-kebutuhan dalam sebuah kerangka arsitektur. 2.8.8.1 Model Component Menurut Mathiassen et al. (2000, p235), model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Perancangan model component didasarkan pada model berorientasi objek yang didapatkan dari aktivitas analisis. Model ini menggambarkan problem domain dengan menggunakan class-class, objek-objek, structure, dan behavior. Tugas utama dalam perancangan model component adalah untuk merepresentasikan event-event dengan menggunakan mekanisme-mekanisme yang tersedia dalam bahasa pemrograman berorientasi objek. 2.8.8.2 Function Component Menurut Mathiassen et al. (2000, p251), function component adalah bagian dari sebuah sistem yang mengimplementasi kebutuhan fungsional. Operation adalah sebuah proses yang ditetapkan pada sebuah class dan diaktifkan melalui objek dari class tersebut. Terdapat empat tipe function, yaitu update, read, compute, dan signal. Mathiassen et al. (2000, p260-262) menjelaskan bahwa terdapat dua cara penempatan function, yaitu ditempatkan di dalam model model-class atau ditempatkan di function-class. Untuk function-function yang hanya melibatkan satu model-class saja,

52 maka cukup ditempatkan di model-class sebagai operation. Sedangkan untuk function yang melibatkan beberapa model-class sekaligus perlu ditempatkan di function-class untuk kemudian dihubungkan ke model-class yang terlibat. Menurut Mathiassen et al. (2000, p264), menjelaskan semua function yang complex perlu didefinisikan (dibuat spesifikasinya) agar tidak terjadi ketidakpastian dalam proses perancangan function component. 2.8.8.3 Connecting Component Menurut Mathiassen et al. (2000, p271), tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menghubungkan komponen-komponen sistem yang akan menghasilkan class diagram dari komponen-komponen yang terlibat. Dalam aktivitas ini, akan dirancang hubungan antar komponen untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel dan dapat dimengerti.