BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengan judul Aspek-Aspek Mitologi dalam Suatu Agama. Dalam artikelnya

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

MITOS-MITOS DALAM LENGGER PADA NASKAH DRAMA SULASIH SULANDANA KARYA WIDIYONO (KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekarang ini menjadi suatu kebutuhan primer yang wajib dipenuhi. Pendidikan yang dimaksudkan

I. PENDAHULUAN. Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan dan kesenian tradisionalnya.

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahwasannya di

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana cara dia mengutarakan pesan itu sendiri. Memang, mitos memiliki batas batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan masyarakat dan kebudayaannya, anggapan yang berkembang di masyarakat mengenai mitos yang merupakan bagian dari adat istiadat yang tidak mudah hilang. Mitos dapat muncul dimana saja dalam ranah kemasyarakatan. Sistem masyarakat yang tidak lepas dari peran ruang dan waktu, membuat orang percaya pada kisah-kisah yang tercatat oleh sejarah dalam ranah ini, mitos terus dipelihara dan di jaga dari generasi ke generasi oleh masyarakat. Ada kebenaran mitos yang dipahami sebagai bagian dari masyarakat. Mitos biasanya muncul dari masyarakat yang kuat pada tradisi, yang meyakini adanya kekuatan sakral. Adapun eksistensi mitos hingga zaman sekarang dapat di temukan di adat, tradisi, budaya dan seni, termasuk lengger. (Barthes, 2006:152-153). Kesenian lengger merupakan salah satu hasil dari budaya manusia yang diciptakan untuk menghibur masyarakat. Kesenian lengger merupakan seni tradisional yang dibawakan oleh anak usia remaja yang dipentaskan pada hari raya tertentu. Namun, saat ini kesenian lengger telah populer dan menjadi bagian kesenian kontenporer. Kesenian lengger dapat dijumpai dalam acara-acara penyambutan pejabat negara ataupun acara resmi lainya. Meski demikian, sebagian masyarakat 1

2 beranggapan bahwa dalam kesenian tersebut bertolak belakang dengan nilai moral yang berlaku di lingkungan masyarakat tertentu. Kesenian lengger dalam masyarakat ditampilkan dalam keindahan tari dengan gerak tubuh yang erotis. Fenomena ini sesungguhnya, tidak sejalan dengan esensi dari seni lengger pada asal munculnya. Singkatnya, ada sisi yang menyimpang dari lengger yang terus dipelihara dari waktu ke waktu. Hal tersebut memberikan pandangan negatif dari masyarakat mengenai kesenian lengger. Lengger merupakan seni tradisional warisan leluhur lengger banyak mengandung nilai-nilai moral yang adiluhung oleh sebab itu, lengger perlu di lestarikan salah satu caranya adalah melaui drama. Drama merupakan salah satu hasil kreatifitas penulis sebagai karya sastra yang memusatkan pada satu cerita Sebagai salah satu genre sastra, naskah drama memiliki karateristik khusus dan identik dengan fiksi. Kekhususan karakteristik naskah drama tersebut diperoleh dari penelurusan tentang unsur cerita atau peristiwa yang dihadirkan oleh pengarang dalam bentuk dialog. Peristiwa itu sendiri hadir melalui dialog-dialog antar tokoh yang dapat menginspirasikan bagi khalayak. Dalam drama, masalah kehidupan dan kemanusian yang dikemukakan biasanya tidaklah terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat dalam hubungan manusia dengan manusia lainya. Drama juga menyajikan aspek-aspek perilaku manusia dalam kaitanya dengan nilainilai yang ada di masyarakat salah satunya mitos yang di anggap oleh masyarakat sebagai nilai budaya. Fenomena mitos banyak di angkat oleh pengarang sebagai ide cerita dalam penulisan karya sastra. Hal tersebut juga di lakukan oleh Widiyono yang mengangkat persoalan mitos yang ada di masyarakat berupa kebudayan lengger melalui karyanya yang berjudul Sulasih Sulandana. Sulasih Sulandana merupakan naskah drama karya Widiyono yang mengangkat tentang mitos lengger. Fenomena mitos yang terdapat dalam naskah

3 drama ini adalah tentang ritual khusus dan syarat khusus untuk menjadi penari lengger yang sesungguhnya seperti memiliki keterkaitan dengan roh bidadari dan memiliki kesucian atas beberapa doanya. Naskah drama Sulasih Sulandana karya Widiyono menarik untuk dianalisis karena di dalam naskah drama tersebut menceritakan mengenai pemahaman kesenian lengger dan memberikan makna berbeda dari pandangan masyarakat yang selalu memberikan anggapan negatif pada penari lengger. Alasan kajian mitos diambil untuk dianalisis dalam naskah drama Sulasih Sulandana karya Widiyono karena dalam naskah drama tersebut pengarang mutlak menceritakan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan mitos seperti ritual khusus dan syarat khusus untuk menjadi penari lengger yang sesungguhnya. Drama ini menceritakan tentang sebuah legenda Sulasih dan Sulandana, yaitu yang merupakan inspirasi dari adanya lengger di daerah Pekalongan. Namun, dalam naskah ini dibuat dalam versi yang berbeda dan kisah cinta yang terbersit di dalam naskah ini hanyalah variasi semata. Di dalam naskah ini juga menceritakan sebuah upacara (baca; ritual) yang juga disebut lenggeran yang dilakukan oleh Nyai Rantamsari, yaitu dengan tujuan untuk menyatukan cinta antara Sulasih dan Sulandono. Namun, di situ terdapat berbagai halangan dan rintangan. Nyai Rantamsari mempunyai dua lengger, yaitu Setianingsih dan Sulasih. Pada saat upacara, Setianingsih tidak dapat menghadapi cobaan sehingga gugur dan tidak dapat menjadi lengger. Berbeda dengan Sulasih, dia dapat menghadapi cobaan tersebut sehingga ia dapat menjadi lengger. Dia telah berhasil dirasuki oleh Roh Bidadari sehingga kekasihnya, Sulandana, dapat menemuinya, walupun semua itu ada campur tangan

4 dari Nyai Rantamsari. Pada saat upacara berakhir, datanglah Baurekso dan menolah acara tersebut. Namun ia terlambat datang sehingga acara tetap dapat dijalankan. Sulasih dan Sulandono dapat dipertemukan dengan media lengger. Naskah ini berbeda dengan versi masyarakat yang selalu memberikan konotasi negatif bahwa lengger selalu identik dengan seks. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa lengger yang mengagungkan seks itu merupakan lengger yang gagal secara ruhani. Lengger yang benar-benar lengger adalah yang memiliki keterikatan dengan Roh Bidadari dan memiliki kesucian atas beberapa doanya. Untuk menguraikan keperbedaan lengger versi naskah ini maka perlu diadakan penelitian mengenai mitosmitos lengger dalam naskah drama Sulasih Sulandana karya Widiyono. Untuk mengetahui mitos maka di gunakan pendekatan Antropologi sastra. Antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (Anthropos). Antropologi dibagi menjadi dua macam, yaitu Antropologi fisik dan Antropologi kultural, maka Antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan Antropologi kultural dengan karya-karya yang dihasilkan manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam bentuk budaya yang dihasilkan oleh manusia, yaitu: kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda, maka Antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide. Antropologi sastra ada kaitannya dengan studi orientalis. Atas dasar pertimbangan bahwa sistem kultural suatu bangsa tersimpan di dalam bahasa, maka jelas karya sastra merupakan sumber yang sangat penting (Ratna, 2009:351).

5 F. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana representasi mitos Lengger dalam Naskah Drama Sulasih Sulandana Karya Widiyono? G. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi mitos Lengger dalam Naskah Drama Sulasih Sulandana Karya Widiyono. H. Manfaat Penelitian Suatu penelitian dilakukan karena memiliki manfaat tertentu bagi seseorang. seperti halnya penelitian dengan judul Mitos-mitos Dalam lengger. Pada naskah Sulasih Sulandana Karya Widiyono ( Kajian Antropologi Sastra ). Juga memiliki manfaat diantaranya manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis berisi tentang kegunaan penelitian yang berhubungan dengan teori yang ada. Manfaat praktis merupakan manfaat yang berhubungan dengan kegunaan sebuah hasil penelitian para pembaca. 1. Manfaat teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Mitosmitos yang ada dalam Lengger pada naskah Sulasih Sulandana. Bagi peneliti pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berguna untuk ilmu sastra. Khususnya dalam bidang analisis Antropologi Sastra. Bagi pembaca, penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan pembaca tentang jenis jenis mitos yang ada pada naskah Sulasih Sulandana Karya Widiyono.

6 2. Manfaat praktis a. Bagi pembaca agar lebih kritis untuk mencari solusi mengenai permasalahan yang terjadi di sekitanya serta memberikan banyak informasi atas hasil analisis penelitian ini. b. Bagi peneliti dalam hal ini melakukan penelitian berupaya menerapkan ilmu yang dimiliki serta berbagi wacana tentang beberapa solusi permasalahan yang terjadi dalam masyarakat berkaitan dunia politik.