BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Efektivitas sebuah sekolah untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. masalah pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu pengalaman belajar yang terprogram dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu: tenaga pendidik (guru) dan tenaga

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan telah

BAB I PENDAHULUAN. yang memadai agar warga negara terhindar dari kebodohan. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pembelajaran di sekolah dibangun oleh beberapa aspek, mulai

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu. menghadapi segala perubahan dan permasalahan pada kemajuan jaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional). Pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Azzra (Ambarita, 2010:37) mengatakan seorang guru yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat erat

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PEDAHULUAN. pendidikan nasional di Indonesia menyatakan bahwa: Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja seorang guru merupakan komponen yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada setiap proses pembelajaran di kelas, guru dan peserta didik terlibat

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu. mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan

BAB I PENDAHULUAN. moral, ketrampilan dan akhlak antara pendidik dan murid. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Kepala sekolah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. ideal yang terlihat ketika guru berinteraksi dengan peserta didik melalui

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan. Profesi guru

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru.

Nur Isnaini Taufik Pengawas SMA/SMK Dinas Pendidikan Kab. Ogan Komering Ulu Prov. Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. tertuju kepada guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN. yang menyandang predikat guru professional. Hal tersebut tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, dan pantas untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Guru sebagai salah satu sumber daya sebuah sekolah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Kepala Sekolah mempunyai peran dan fungsi yang menjamin mutu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

I. PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan adalah tanggungjawab semua pihak

1. PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk. meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk pengembangan diri. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DI SD YAYASAN MUTIARA GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

PERTEMUAN 2 & 3 KONSEP DASAR SUPERVISI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menggerakan seluruh kegiatan dan menentukan keberhasilan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makna penting pendidikan ini telah menjadi kesepakatan yang luas dari setiap elemen masyarakat. Lewat pendidikan, bisa diukur maju mundurnya suatu negara. Sebuah negara akan tumbuh pesat dan maju dalam segenap bidang kehidupan jika ditopang oleh pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, kondisi pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap kondisi negara. Negara tersebut akan jauh tertinggal dari negara lain serta tidak akan mampu mengikuti perkembangan jaman, karena pendidikan merupakan kebutuhan hidup sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Manusia yang berpendidikan tinggi akan mampu mengatasi segala masalah yang datang dalam kehidupannya melalui ilmu yang ia peroleh melalui pendidikan. Pendidikan sangat menentukan sejahtera atau tidaknya seseorang, karena semakin tinggi pendidikan yang ia dapatkan, maka semakin maju pikiran seseorang untuk merubah hidupnya kearah yang lebih baik. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan

demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dalam arti menguasai ilmu pengetahuan dan mampu bersaing, berbudi pekerti luhur serta memiliki akhlak mulia. Masalah penting yang belum terselesaikan terkait pendidikan di Indonesia saat ini yaitu rendahnya mutu pendidikan di sekolah-sekolah di duga karena rendahnya kinerja guru. Sekolah merupakan salah satu unit pelaksana pendidikan formal yang didalamnya terdapat berbagai macam peserta didik yang berasal dari latar belakang dan potensi yang berbeda serta kondisi lingkungan yang berbeda, sehingga sekolah memerlukan layanan pendidikan yang berbeda dan dituntut untuk memiliki sifat dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dalam arti menguasai ilmu pengetahuan dan mampu bersaing, berbudi pekerti luhur serta memiliki akhlak mulia. Dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, tidak lepas dari adanya peran sumber daya manusia, yaitu guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, tenaga kependidikan lainnya dan pengawas sekolah. Guru dan kepala sekolah adalah yang bersentuhan langsung pada kegiatan pembelajaran dan bertanggungjawab menjamin layanan belajar yang diterima peserta didik dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan pengawas adalah orang yang diberi tugas dan tanggungjawab memberi bantuan kepada guru untuk mengatasi kesulitannya mengajar dan membantu kepala sekolah mengatasi kesulitan berkaitan dengan manajerial sekolah untuk menjamin kegiatan akademik sesuai standar yang dipersyaratkan.

Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Karena guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar mengajar serta pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan melalui proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Tilaar yang dikutip oleh Ambarita (2013:21) bahwa guru merupakan faktor dominan dalam upaya pembenahan kualitas pendidikan melalui proses pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu menuntut proses pendidikan harus berjalan dengan baik. Hal ini dapat tercapai apabila ditangani secara profesional. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pencapaian tujuan pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh profesionalisme guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembimbing dan fasilitator dalam menciptakan iklim kelas yang mampu meningkatkan motivasi dan prestasi peserta didik. Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugasnya yang ditandai dengan keahlian pada penguasaan materi maupun metode serta mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spritual. Lebih lanjut Udin syaefudin (2009:97) mengatakan bahwa guru profesional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) mempunyai komitmen pada proses belajar siswa; (2) menguasai secara mendalam pelajaran dan cara mengajarkannya; (3) mampu berfikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya; (4) merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan profesionalismenya. Ambarita (2013: 42) menyatakan bahwa seorang guru yang profesional adalah guru yang mampu melakukan proses pembelajaran secara efektif.

Penjelasan tersebut memaparkan bahwa guru profesional adalah guru kompeten yang mampu memenuhi tuntutan dalam mengembangkan seluruh konsep, asas kerja, dan teknik dalam situasi pekerjaannya dan mampu mendemonstrasikan keterampilannya dalam menguasai lingkungan kerja dan meningkatkan efisiensi pekerjaannya. Seluruh kriteria guru profesional diatas dalam praktek nyatanya dapat dilihat dari kinerja guru tersebut melalui proses pembelajaran disekolah. Kenyataan di lapangan menunjukkan hal tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Berdasarkan hasil UKA (Uji Kompetensi Awal) 2014, yang dilaksanakan pada bulan februari lalu dan ternyata hasilnya daerah yang mempunyai rata-rata paling tinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki nilai rata-rata sebesar 50,1. Provinsi yang masuk 10 besar adalah propinsi DKI Jakarta (49,2), Bali (48,9), Jawa Timur (47,1), Jawa Tengah (45,2), Jawa Barat (44,0), Kepulauan Riau (43,8), Sumatera Barat (42,7), Papua (41,1) dan Banten (41,1). Ada juga 5 Provinsi yang memperoleh nilai rata-rata terendah yaitu Maluku (34,5), Maluku Utara (34,8), Kalimantan Barat (35,40), Kalimantan Tengah (35,5), dan Jambi (35,7). Hal ini terlihat dari hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) tahun 2014 Sumatera Utara tidak termasuk dalam 10 peringkat teratas dan bahkan berada dibawah propinsi Papua. Hasil penelitian Balitbang dalam jurnal Asia (2014) menyatakan bahwa kinerja guru di Sumatera Utara tergolong rendah ditinjau dari kelayakan mengajarnya di sekolah. Adapun persentasi kelayakan mengajarnya sebagai berikut : guru yang layak mengajar di SD negeri dan swasta ternyata hanya 28,94%, sedangkan guru SMP Negeri 44,3 % dan guru di swasta 60, 99%, guru SMA negeri 65% dan guru SMA swasta 64, 73% dan guru di SMK negeri dan swasta 55, 90%. Selanjutnya, data dari (Depdiknas, Dittendik, 2011)

mengenai hasil uji coba tes kompetensi membuktikan bahwa rata-rata skor untuk semua mata pelajaran masih dibawah 50%, yaitu 40% untuk guru Bahasa Indonesia, 54% untuk guru IPS, dan 40% untuk guru IPA. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas guru dan kinerjanya masih rendah di Sumatera Utara termasuk di Kota Medan. Rendahnya mutu Sumber Daya Manusia dalam dunia pendidikan diduga karena rendahnya kinerja guru dalam hal penguasaan materi pembelajaran dan keterampilan mengajar guru. Menurut Sagala (2011: 38) Kinerja guru selama ini belum optimal. Guru melaksanakan tugasnya hanya sebagai kegiatan rutin. Guru seharusnya dapat melakukan inovasi pembelajaran. Sebaliknya, inovasi pembelajaran bagi guru relatif tertutup dan kreatifitas dinilai bukan bagian dari prestasi. Sehingga kemampuan guru tidak dapat berkembang, hal ini disebabkan karena guru belum menguasai materi bidang studinya sendiri, paedagogis, didaktik, dan metodik keahlian pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kurangnya kerja tim antara sesama guru dan tenaga pendidik lainnya. Ukuran seorang guru melakukan kinerjanya dengan baik menurut Ambarita (2013: 44) adalah bagaimana seorang guru mampu mengembangkan dan menjalankan empat standar kompetensi utama yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional sebagai suatu kesatuan tanggungjawab dalam proses pembelajaran. Rincian kinerja guru ini tertuang dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok: (a) merencanakan pembelajaran, (b) melaksanakan pembelajaran, (c) menilai hasil pembelajaran, (d) membimbing dan melatih peserta didik, (e) melaksanakan tugas tambahan.

Sehingga sebagai seorang guru profesional dengan kinerja yang baik seorang guru harus menguasai kemampuan dalam hal (a) merencanakan program belajar mengajar, (b) melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar, (c) menilai kemajuan proses belajar mengajar, (d) membina hubungan dengan peserta didik. Semua pihak mengetahui bahwa kinerja seorang guru berbanding lurus terhadap peningkatan mutu pendidikan disuatu sekolah. Tingginya kinerja seorang guru, maka tinggi pula mutu pendidikan sekolah tersebut. Sebaliknya, rendahnya kinerja seorang guru sudah pasti berpengaruh pula terhadap rendahnya kualitas pendidikan di sekolah. Secara umum, ada tiga bekal yang harus dimiliki seseorang untuk dapat menjadi seorang guru yang baik. Tiga bekal yang dimaksud di sini adalah: (1) kompetensi yang cukup (2) kreatifitas yang memadai sehingga gaya mengajarnya guru tersebut bervariasi, dan (3) memiliki sifat ikhlas dan mau mendoakan kesuksesan pada anak didiknya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengawas SMP bidang studi Bahasa Indonesia di Kota Medan, tanggal 11 Maret 2015, bahwa masih terdapat guru mengajar dengan metode belajar konvensional (tradisional) dengan menyuruh siswanya satu persatu membaca buku sampai selesai jam pelajaran, semangat kerja masih rendah, kurang kompetennya guru dalam mengajar, guru masih melakukan catat buku selanjutnya menyuruh siswa mengerjakan soal tanpa memberi penjelasan tentang materi yang diajarkan. Pembelajaran yang seperti ini pastilah tidak efektif, menjadikan siswa malas dalam belajar dan cenderung membuat siswa melakukan kegiatan lain yang lebih menarik bagi mereka seperti mengganggu teman, menggosip dengan temannya dan hal lainnya.

Hasil pengamatan dilapangan pada beberapa SMP Negeri di Kota Medan terhadap guru Bahasa Indonesia yang tersebar di 3 (lima) sekolah tanggal 16 Maret 2015, diperoleh data masih menemukan guru yang tidak membawa perangkat pembelajaran ketika melaksanakan pembelajaran di kelas dan hanya menyuruh siswa mengerjakan latihan selama 2 jam pelajaran, belum semua guru menyiapkan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menggunakan media, menentukan metode pembelajaran, dan perangkat pembelajaran yang lainnya pada saat mengajar sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai kurang tercapai, masih banyak guru yang melakukan copy paste dari internet atau mengcopy file guru dari sekolah lain, penggunaan metode pembelajaran yang masih konvensional, pembelajaran miskin dengan variasi sehingga tidak dapat mendorong siswa belajar lebih kreatif dan bersemangat dikarenakan pembelajaran masih berpusat pada guru, membuat instrumen tes tanpa dilengkapi kunci jawaban, Kurang memanfaatkan sumber belajar dan berbagai media secara optimal. Hal ini jika terus dilakukan dapat mengakibatkan guru malas dalam mengembangkan pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran menjadi monoton dan membosankan bagi para siswa. Permasalahan lainnya adalah kepala sekolah maupun pengawas dari dinas pendidikan cenderung mengabaikan kegiatan supervisi. Pengawas sekolah hanya datang berkunjung dan bertemu dengan guru untuk melakukan pertemuan secara umum tanpa adanya observasi ke kelas apalagi memberikan umpan balik terhadap kinerja guru. Model supervisi yang dilakukan pengawas sekolah masih bersifat konvensional. Pada sisi lain guru dituntut senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk mempertinggi mutu pendidikan. Dari permasalahan yang

telah dipaparkan, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan kinerja guru adalah supervisi pendidikan. Menurut Aedi (2014:13) Supervisi Pendidikan adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas biasa. Supervisi pendidikan pada dasarnya diarahkan pada tiga kegiatan, yakni : supervisi akademik, supervisi administrasi, dan supervisi lembaga. Supervisi pendidikan yang dibahas dalam penelitian ini merupakan supervisi akademik. Dikatakan supervisi akademik, karena menitikberatkan pengamatan pengawas pada masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademik, yaitu hal-hal yang berkaitan langsung dengan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu. Sasaran supervisi akademik yaitu pemberdayaan guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai tenaga pendidik yang diwujudkan dalam kinerja membelajarkan peserta didiknya. Sergiovanni dalam Sahertian (2010:34), mengemukakan berbagai model supervisi akademik, antara lain: (1) supervisi konvensional (2) supervisi ilmiah (scientific supervision), (3) supervisi klinis (clinical supervision), (4) supervisi artistik. Supervisi konvensional (tradisional) merupakan supervisi yang korektif masih dipengaruhi sikap otoriter dalam mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai. Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan, akibatnya guru merasa tidak puas. Supervisi dengan model artistik

memiliki karakteristik yaitu memerlukan perhatian mendengarkan, memerlukan keahlian khusus untuk memahami kebutuhan seseorang, menuntut untuk memberikan perhatian lebih banyak terhadapa proses kehidupan kelas yang diobservasi sepanjang waktu tertentu. Supervisi klinis merupakan suatu bentuk bimbingan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik dalam perencanaannya, observasi yang cermat atas pelaksanaan, dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata, untuk meningkatkan keterampilan mengajar dan sikap profesional guru itu. Pemberian bimbingan berbentuk bantuan sesuai kebutuhan guru yang bersangkutan, dan dilakukan dengan berbagai upaya (observasi secara sistematis, analisis data balikan) sehingga guru menemukan sendiri cara-cara meningkatkan dirinya melalui analisis bersama. Supervisi akademik model ilmiah terkait erat dengan pembinaan guru dengan peningkatan efektifitas pembelajaran. Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau doing the right things. Supervisi akademik model ilmiah memiliki ciri-ciri yang dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan, sistematis, dengan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data, ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang sebenarnya Dari keempat model supervisi yang ada dalam supervisi pendidikan, pengawas cenderung menerapkan model konvensional. Supervisi model konvensional bersifat otoriter dan tidak bersifat membantu guru dalam

memecahkan masalahnya dan memperbaiki proses pembelajaran, hanya melihat dan menilai proses pembelajaran yang dilakukan guru tanpa memberikan umpan balik terhadap perbaikan kinerja guru. Sementara guru menginginkan pengawas dapat mendengarkan masalah mereka dan memberikan perhatian terhadap proses pembelajaran di kelas. Menyadari hal tersebut, setiap pengawas sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan supervisi akademik dengan sebenarnya secara tearah, berencana, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas kinerja guru khususnya dalam pembelajaran. Supervisi akademik model ilmiah tepat untuk meningkatkan kemampuan guru dibandingkan pola lama (inspeksi) yang cendrung melahirkan rasa takut, tidak bebas sehingga dianggap tidak memberikan ruang gerak dan kemajuan kepada guru. Supervisi akademik model ilmiah sebagai wujud layanan profesional dilaksanakan secara demokratis, sistematis, objektif dan menggunakan instrumen. Sistematis adalah berurut dan runtut dari masalah yang satu ke masalah yang lainnya. Demokratis adalah adanya hubungan didasarkan kesepakatan, kerjasama, kesejawatan, hubungan yang dibangun secara akrab dan hangat atas dasar kemanusiaan dengan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru. Objektif berarti apa adanya tidak berdasarkan opini supervisor sehingga pembinaan sesuai kebutuhan guru dan tuntutan perubahan berupa inovasi/ menemukan hal-hal yang baru. Menggunakan alat pencatat data yaitu menggunakan alat observasi yang dijadikan panduan dan sumber acuan dapat memberikan informasi untuk mengadakan perbaikan terhadap proses pembelajaran selanjutnya. Menurut Masaong (2013:61) Setiap bidang kegiatan memerlukan perencanaan yang sistemik dan prospektif untuk mencapai tujuan secara efektif.

Oleh karena itu, dalam kegiatan supervisi, pengawas dituntut memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam memandang manajemen sekolah sebagai satu kesatuan sistem yang di dalamnya berpadu antara aspek fungsi dan substansi manajerial. Tanpa aspek-aspek manajemen yang baik supervisi hanya memberikan kekecewaan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu guru, kepala sekolah, supervisor dan terutama murid-murid yang mengharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara aktif, efektif, kreatif, dan menyenangkan. Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal dan adanya peningkatan kinerja guru maka diperlukan supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen pendidikan Menyadari hal tersebut diatas, setiap pengawas sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan supervisi akademik dengan sebenarnya secara tearah, berencana, demokratis dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas kinerja guru khususnya dalam pembelajaran dengan menerapkan fungsifungsi manajemen dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kerangka inilah peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Implementasi Supervisi Akademik Model Ilmiah Berbasis Manajemen Pendidikan untuk Meningkatkan Kinerja Guru bidang studi Bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Kota Medan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berkaitan dengan peningkatan kinerja guru : (1) Kurangnya supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas; (2) Guru tidak

menyiapkan Rencana Pembelajaran sebelum mengajar; (3) Minimnya pengetahuan guru dalam penggunaan metode maupun media pembelajaran dalam penyampaian bahan ajar; (4) Model supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas hanya merupakan supervisi konvensional; (5) Guru belum melaksanakan pembelajaran sesuai standar proses pendidikan yang mewajibkan adanya penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Melaksanakan pembelajaran meliputi kegiatan yang mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi; (6) Guru belum mendapatkan pembinaan dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran; (7) pelaksanaan supervisi tidak berdasarkan atas kesadaran dan kesepakatan bersama antara guru dan kepala sekolah atau guru dan pengawas; (8) Supervisor dan guru belum paham akan hakikat supervisi yang sebenarnya; (9) Pelaksanaan supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen pendidikan belum dilaksanakan oleh pengawas sekolah. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka dalam rangka mencapai tujuan penelitian terdapat banyak sekali masalah yang hendaknya diteliti secara rinci untuk mendapatkan solusi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Namun, mengingat keterbatasan peneliti, baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga maka perlu diadakan pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi hanya meneliti implementasi supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen pendidikan untuk meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi bidang studi bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Kota Medan.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka diajukan rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut : Apakah implementasi supervisi akademik model Ilmiah berbasis manajemen pendidikan dapat meningkatkan kinerja guru khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi bidang studi bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Kota Medan. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah implementasi supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen pendidikan dapat meningkatkan kinerja guru bidang studi bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Kota Medan?. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian implementasi supervisi akademik model Ilmiah berbasis manajemen pendidikan dalam meningkatkan kinerja guru bidang studi bahasa Indonesia pada SMP Negeri di Kota Medan diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Secara teoretis, a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori, khususnya teori tentang kinerja, dan teori supervisi. b. Memperkaya pengetahuan tentang penerapan pentingnya supervisi akademik ilmiah berbasis manajemen pendidikan dalam meningkatkan kinerja guru.

2. Secara praktis, a. Bagi Kepala dinas pendidikan, sebagai informasi untuk menentukan kebijakan dalam peningkatan kinerja guru melalui supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen b. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan informasi untuk dapat membantu guru memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas melalui supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen c. Bagi guru, sebagai upaya mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kinerjanya melalui supervisi akademik model ilmiah berbasis manajemen pendidikan. d. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan dikemudian hari.