ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG. Arga Baskara,SH,MH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB 2 TEORI UMUM HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

Imma Indra Dewi Windajani

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kredit atau pinjaman.

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB III PENUTUP. Jayapura, apabila perjanjian kredit macet dan debitur wanprestasi yaitu: (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

Transkripsi:

ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG Arga Baskara,SH,MH Fakultas Hukum - Universitas Surakarta Email : are_go_unsa@yahoo.co.id ABSTRAK: Bank lebih sering menggunakan lelang sebagai cara penyelesaian hak tanggungan sebab itu merupakan cara terakhir yang dapat dilakukan oleh bank setelah cara-cara penyelesaian lainnya yang ditawarkan tidak ditanggapi oleh debitor. Bank sebenarnya lebih menyukai penjualan di bawah tangan atau cara kekeluargaan lainnya untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet debitor. Tetapi hal tersebut susah dilakukan karena harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari debitor. Persetujuan susah didapatkan sebab kebanyakan debitor sudah tidak mempunyai itikad yang baik lagi. Bentuk perlindungan hukum kepada debitor sebatas pada pelaksanaan lelang saja, di mana pelaksanaan lelang harus mengikuti peraturan yang berlaku. Bank sebagai kreditor memberikan perlindungan hukum dengan cara tidak langsung melakukan lelang apabila kredit bermasalah. Bank memberikan peringatan-peringatan terlebih dahulu kepada debitor. Selain itu juga melakukan negosiasi dengan debitor untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Kalau tidak menemui kesepakatan baru dilakukan lelang. Kata Kunci: Lelang, Hak Tanggungan A. Latar Belakang Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penegakan hukum dan pemberlakuan peraturan serta kaidah-kaidah hukum normatif sangatlah mutlak dilakukan, demi terciptanya suasana ekonomi yang kondusif serta menciptakan kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan kemajuan transaksi perdagangan dewasa ini tidak jarang menimbulkan masalah, sehingga dibutuhkan penyelesaian secara hukum atas masalah-masalah yang timbul tersebut, untuk mendukung percepatan pembangunan perekonomian nasional agar tetap maju dan berkembang. Percepatan pembangunan perekonomian nasional jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk memelihara pembangunan perekonomian nasional tadi, para pelaku ekonomi baik perorangan, badan hukum atau badan usaha, pemerintah maupun swasta memerlukan sumber dana yang umumnya diperoleh melalui berbagai fasilitas perkreditan yang disediakan lembaga perbankan. Untuk menjawab tantangan pembangunan di bidang ekonomi, khususnya di bidang perkreditan pada lembaga perbankan, maka kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (yang selanjutnya ditulis Undang-Undang Hak Tanggungan) merupakan suatu kebijakan yang tepat, oleh karena semakin meningkatnya kegiatan perekonomian maka menghendaki tersedianya perangkat hukum yang dapat menampung peningkatan perkreditan yang semakin kompleks. Dalam konteks inilah Undang-Undang Hak Tanggungan diharapkan berfungsi memberi keseimbangan dalam perlindungan maupun jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan. Permasalahan yang timbul kemudian apabila pada waktu yang telah ditentukan atau diperjanjikan debitor lalai dalam memenuhi janjinya (wanprestasi), sehingga kreditor pemegang hak tanggungan atas objek jaminan memilih menyelesaikan pelunasan piutangnya terhadap debitor melalui lelang. Cara ini sebenarnya sah-sah saja menurut Undang-Undang Hak Tanggungan. Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan apabila debitor cedera janji, maka berdasarkan 1) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (Pasal 20 ayat (1) huruf a); 2) title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya (Pasal 20 ayat (1) huruf b); 3) atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2)). Persoalan yang timbul kemudian setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 dikatakan bahwa lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh satu orang peserta lelang (Pasal 4 ayat (1)). Padahal pengertian lelang itu sendiri adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang (Peraturan Menteri Keuangan Nomor Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 1

93/PMK.06/2010, Pasal 1 angka 1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa jual beli yang dilakukan secara lelang menghendaki adanya tawar-menawar harga sehingga dapat mencapai harga tertinggi, dimana kegiatan tawar-menawar tersebut hanya dapat dilakukan apabila lebih dari satu orang. Jadi apabila hanya diikuti oleh satu orang maka kegiatan tersebut tidak dapat disebut sebagai lelang melainkan jual beli biasa. Selain itu dengan hanya diikuti oleh satu orang dapat memungkinkan timbulnya kecurangan dalam proses lelang, misalnya memberikan penawaran harga terhadap objek hak tangggungan yang jauh dari harga pasaran. Hal ini jelas dapat menimbulkan kerugian kepada debitor. 1. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah alasan kreditor memilih penyelesaian hak tanggungan dengan cara lelang? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi debitor dalam proses lelang? 2. Batasan Masalah Penyelesaian hak tanggungan dengan cara lelang oleh Kreditur dan perlindungan hukum bagi debitor dalam proses lelang, terutama yang berlaku di bankbank di Indonesia. 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui alasan-alasan yang menjadi penyebab kreditur memilih cara lelang untuk menyelesaikan hak tanggungan. b. Mengetahui bentuk perlidungan hukum bagi debitur yang ditagih melalui cara lelang. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat: 1. Kegunaan teoritis, dapat dijadikan sumber pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang sebagai alternatif penyelesaian hak tanggungan. 2. Manfaat praktis, diharapkan dapat menjadi masukan bagi-bagi para praktisi hukum dan penegak hukum khususnya yang berkaitan dengan hak tanggungan dan pelaksanaan lelang sehingga dapat mendukung dan menciptakan kondisi penegakan hukum yang baik serta perekonomian yang maju dan berkembang. 5. Metode Penelitian Metode penelitian Normatif dengan menggunakan sumber data antara lain perturan perundangundangan, buku-buku, internet. B. Kerangka Teori Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Tanggungan) adalah: hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan atas tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur tertentu dengan kreditur-kreditur lainnya. Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja (2005:13), dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Hak Tanggungan dapat diketahui bahwa: pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan objek jaminan berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Sifat Dan Ciri Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai berikut : memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (kreditor tertentu), selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak pihak yang berkepentingan, mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir. Objek dan Subjek Hak Tanggungan dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa yang menjadi objek hak tanggungan adalah : Hak milik, Hak guna usaha, Hak guna bangunan, Hak pakai atas Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani hak tanggungan. Subjek hak tanggungan adalah: Pemberi hak tanggungan, dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan, pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Pemegang hak tanggungan berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang- Undang Hak Tanggungan: Pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Hapus dan Beralihnya Hak tanggungan dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan sebab-sebab hapusnya hak tanggungan Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 2

sebagai berikut: Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan; Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan; Pembersihan hak tanggungan berdasarkan peringkat oleh ketua pengadilan negeri; Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Beralihnya Hak Tanggungan, konsekuensi dari sifat accesoir hak tanggungan menurut Asser-Rutten (J. Satrio,1997:110) perjanjian accesoir adalah perjanjian yang memiliki ciri-ciri: Tidak dapat berdiri sendiri; Adanya atau timbulnya atau hapusnya tergantung dari perikatan pokok; Apabila perikatan pokoknya dialihkan, accesoirnya turut beralih. Dasar beralihnya hak tanggungan menurut Pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan, antara lain: (1) Cessie. Menurut J. Satrio (1995:30) : dengan cessie, maka seorang kreditur baru berhak untuk menagih utang debitur dan apabila debitur wanprestasi wewenang untuk mengeksekusi hak tanggungan, baik berdasarkan grosse sertifikat hak tanggungan maupun atas dasar haknya untuk menjual atas kekuasaannya sendiri. (2) Subrogatie. Menurut Pasal 1400 KUHPerdata, subrogatie adalah penggantian hak-hak kreditor oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang. (3) Merger. Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan yang dimaksud dengan sebab-sebab lain misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. Proses penggabungan ini dikenal dengan nama merger. Eksekusi Hak Tanggungan, berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan, kemudahan yang disediakan oleh undang-undang dalam rangka eksekusi atas objek hak tanggungan dapat dilakukan dengan tiga cara (Boedi Harsono, 1999:459) sebagai berikut : (1) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 undang undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda benda yang berkaitan dengan tanah. (2) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. (3) Penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ada 3 cara eksekusi hak tanggungan yaitu: (1) Hak pemegang hak tanggungan untuk menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum; (2) Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan; (3) Eksekusi di bawah tangan. Meskipun Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan beberapa cara eksekusi hak tanggungan namun dalam praktiknya bank sebagai pemegang hak tanggungan atau kreditor lebih memilih atau lebih sering melakukan penyelesaian hak tanggungan dengan cara lelang. Penjualan di bawah tangan harus ada persetujuan dari debitor terlebih dahulu. Padahal kalau kredit macet itu berarti menandakan sudah tidak ada lagi itikad baik dari debitor. Jika itikad baik sudah tidak ada lagi maka pasti akan susah untuk meminta persetujuan dari debitor. Jadi memang lelang cara yang paling cepat dan terjamin. Sebenarnya kalau dikatakan lebih memilih lelang tidak juga karena ada yang diselesaikan di bawah tangan. Cuma dari pihak bank sendiri lebih menyukai penjualan di bawah tangan karena menghindari gugatan dari debitor. Sebelum bank memutuskan menyelesaikan dengan cara lelang, yang pertama dilakukan adalah mengusahakan tetap menagih terlebih dahulu. Kemudian dilakukan negosiasi dan menyuruh debitor menjual sendiri. Kalau masih tidak mau baru dilakukan lelang. Lelang merupakan cara yang paling cepat dan aman dibandingkan penjualan di bawah tangan. Sebab penjualan di bawah tangan membutuhkan persetujuan dari debitor. Padahal persetujuan inilah yang susah diperoleh. Lelang diatur dalam Undang- Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sehingga kelembagaannya jelas, lebih cepat, dan biayanya lebih murah. Meskipun demikian bank menggunakan lelang sebagai cara terakhir kalau sudah tidak ada lagi cara yang bisa ditempuh. Terkait dengan peraturan yang memperbolehkan satu orang peserta lelang saja, baik pihak bank maupun KPKNL tidak dapat berbuat apaapa selain hanya mengikuti dan melaksanakan peraturan dari Menteri Keuangan tersebut. Meskipun sebenarnya dengan adanya peraturan tersebut maka makna dari lelang itu sendiri sudah dapat dikatakan hilang, sebab dengan hanya satu orang peserta maka tidak dapat dilakukan proses tawar menawar baik penawaran dengan harga meningkat ataupun penawaran dengan harga menurun. Perlindungan hukum bagi debitor tidak secara jelas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Perlindungan hukum bagi debitor yang berkaitan dengan lelang bisa ditemukan pada Pasal 12 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum. Menurut Purnama (Purnama T. Sianturi, 2008:81-82), hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri sebagai hak berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan hak yang demi hukum dipunyai oleh pemegang hak tanggungan, harus dibatasi dengan: (a) Pengaturan bahwa pemegang hak tanggungan pertama dilarang melakukan pembelian langsung melalui lelang. Hal ini perlu demi melindungi kepentingan dari pemberi hak tanggungan dari tindakan sewenang-wenang pemegang hak tanggungan pertama. Lelang berdasarkan Pasal 6 ini, nilai limit/harga limit ditentukan sendiri oleh pemegang hak tanggungan, karenanya jika hukum memungkinkan pemegang hak tanggungan pertama juga Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 3

sebagai pembeli lelang, maka kewenangan yang berlebihan tersebut cenderung dapat disalahgunakan, karena pemegang hak tanggungan akan menentukan berapa besar harga dan akan membeli sendiri, kemudian dengan leluasa menjual kepada pihak lain dengan harga yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak memberikan perlindungan akan hak debitor/pemberi hak tanggungan memperoleh harga yang pantas atas agunannya dan memperoleh pelunasan hutang yang jumlahnya adil. Larangan sebagai pembeli lelang terhadap pemegang hak tanggungan pertama perlu, karena adanya Pasal 6 huruf (k) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang selanjutnya diatur dalam Pasal 48 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006, memungkinkan kreditor bank pemerintah membeli agunannya melalui lelang, untuk pembeli yang akan ditunjuk kemudian, dengan menyatakan bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Ketentuan yang berlaku bagi bank pemerintah tersebut tidak berlaku bagi bank kreditor dengan posisi pemegang hak tanggungan pertama, karena pembelian agunan sendiri oleh kreditor bank pemerintah dilakukan atas lelang yang harga limit/nilai limit tidak ditentukannya sendiri melainkan dengan campur tangan PUPN/Pengadilan. (b) Pengaturan bahwa nilai limit/harga limit ditetapkan oleh apraisal independen. Penilaian oleh apraisal independen tanpa memiliki kepentingan atas kreditor dan debitor akan melindungi debitor dari kesewenangan penentuan nilai agunan oleh pemegang hak tanggungan pertama dan memberi keadilan kepada debitor. KPKNL mempunyai pandangan tersendiri mengenai perlindungan yang diberikan kepada debitor. KPKNL memberikan perlindungan hukum sebatas pada pelaksanaan lelangnya saja, di mana pelaksanaan lelang harus mengikuti syarat-syarat berdasarkan peraturan yang berlaku. Mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 yang memperbolehkan lelang dapat dilaksanakan walau hanya diikuti oleh satu orang. Maksud dari peraturan tersebut agar proses lelang bisa efisien dan cepat. Apabila mengharuskan minimal dua orang peserta lelang maka akan menyulitkan terjadinya proses lelang karena susah menemukan peminat lelang. Meskipun melaksanakan lelang sesuai dengan peraturan yang ada, tidak menutup kemungkinan KPKNL akan digugat oleh debitor bahwa hukum memungkinkan pihak yang merasa dirugikan dalam proses lelang yang dilakukan KPKNL dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Secara nasional sudah pernah terjadi debitor menggugat kreditor dan KPKNL. Ada pun yang menjadi alasan debitor mengajukan gugatan karena perbuatan melawan hukum baik yang menyangkut proses terjadinya lelang maupun harga yang dianggap terlalu rendah. Mengenai harga itu menjadi urusan kreditor sebab kreditor yang menentukan nilai limit. Dalam proses persidangan KPKNL hanya menjawab soal proses pelaksanaan lelang saja. Mengenai nilai limit yang ditentukan oleh bank, pada dasarnya yang punya barang adalah bank. Jadi kalau bank mau menjual hanya sesuai dengan nilai utangnya sebenarnya tidak masalah. Ini merupakan kesalahan debitor,kenapa tidak mau menjual sendiri ketika ditawarkan oleh bank. Meskipun jaminan berada dalam penguasaan bank tetapi bank dalam hal ini hanya sebagai penjual, barang tersebut tetap merupakan milik debitor sehingga bertentangan dengan kepatutan dan melanggar hak pemilik barang apabila pihak bank menjualnya dengan harga yang murah. Bank seharusnya mempunyai kewajiban untuk mengoptimalkan harga jual barang jaminan milik debitor. Selain KPKNL, penulis juga akan menguraikan perlindungan hukum dari sudut pandang bank. Bank sebagai kreditor mempunyai cara yang berbeda dari KPKNL dalam memberikan perlindungan hukum kepada debitor. Bank sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup kepada debitor. Sebab ketika debitor sudah masuk kategori macet dilakukan komunikasi dan negosiasi, diantaranya menawarkan kepada debitor untuk menjual sendiri agunannya tetapi ada debitor yang tidak mau peduli, nanti kalau sudah mau dilelang baru diprotes. Untuk melakukan lelang maka debitor harus masuk kategori macet. Ketentuan untuk memasukkan debitor dalam kategori macet tergantung dari masing-masing bank. Berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia lewat 6 bulan berturutturut sudah harus dilelang. Untuk BRI 6 bulan berturutturut tidak bayar maka dikategorikan macet tetapi bisa juga kurang dari 6 bulan, tergantung dari debitornya. Kalau dilihat debitor sudah tidak mempunyai itikad baik maka walaupun masih satu bulan sudah dinyatakan macet dan dilelang. Bank sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup kepada debitor sebab ada 5 tahapan sebelum debitor dikategorikan macet. Tahap 1: Lancar. Pada tahap ini tidak ada masalah, debitor membayar angsuran pokok dan bunga sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan; Tahap 2: Perhatian khusus. Umur tunggakan 1-90 hari. Dalam tahap ini sudah diberikan surat peringatan 1,2, dan 3 yang isinya memberitahukan besar tunggakan dan tanggal pembayaran; Tahap 3: Kurang lancar. Umur tunggakan 91-120 hari. Dalam tahap ini diberikan surat pemberitahuan pemasangan plakat. Biasanya dalam tahap ini debitor sudah disuruh untuk mulai menjual sendiri; Tahap 4: Diragukan. Umur tunggakan 121-180 hari. Dalam tahap ini sudah diadakan persiapan untuk lelang; dan Tahap 5: Macet. Dalam tahap ini berkas sudah dimasukkan ke KPKNL. Meskipun demikian tetap diberikan kesempatan untuk menjual sendiri sampai satu hari sebelum pelaksanaan lelang. Bank tentu saja memberikan perlindungan hukum kepada debitor. Langkah-langkah yang dilakukan oleh bank harus tunduk pada peraturan-peraturan Bank Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 4

Indonesia. Kalau tidak tunduk bank pasti akan dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia. Hal-hal yang dilakukan bank antara lain sehari setelah wanprestasi bank memberikan Surat Peringatan 1 sampai Surat Peringatan 3, melakukan negosiasi diantaranya menyuruh menjual sendiri jaminannya, mengkorankan, dan memberitahukan tempat dan waktu pelaksanaan lelang. Ketika debitor sudah mulai bermasalah, bank sudah melakukan berbagai macam langkah-langkah antisipasi berupa memberikan surat peringatan dan melakukan negosiasi apakah melakukan rescheduling, reconditioning, restructuring, atau menjual sendiri tetapi debitor tetap cuek dan tidak menanggapi solusi yang ditelah ditawarkan oleh pihak bank. Jadi bisa dikatakan kalau bank sudah lebih dari cukup memberikan perlindungan hukum kepada debitor. Berdasarkan hal tersebut penulis dapat mengatakan bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh pihak bank kepada debitor sudah sesuai dengan peraturan dari Bank Indonesia. Di mana sebelum debitor dimasukkan dalam kategori macet sudah banyak cara yang dilakukan oleh bank. Meskipun cara-cara penyelesaian tersebut telah ditawarkan oleh pihak bank kepada debitor namun tidak ada tanggapan dari debitor. Dengan demikian dapat dikatakan debitor sudah tidak mempunyai itikad yang baik lagi untuk menyelesaikan permasalahan kreditnya sehingga bank harus menggunakan cara terkahir untuk menyelesaikannya yaitu melalui lelang. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis menarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Bank lebih sering menggunakan lelang sebagai cara penyelesaian hak tanggungan sebab itu merupakan cara terakhir yang dapat dilakukan oleh bank setelah cara-cara penyelesaian lainnya yang ditawarkan tidak ditanggapi oleh debitor. Bank sebenarnya lebih menyukai penjualan di bawah tangan atau cara kekeluargaan lainnya untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet debitor. Tetapi hal tersebut susah dilakukan karena harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari debitor. Persetujuan susah didapatkan sebab kebanyakan debitor sudah tidak mempunyai itikad yang baik lagi. 2. KPKNL memberikan bentuk perlindungan hukum kepada debitor sebatas pada pelaksanaan lelang saja, di mana pelaksanaan lelang harus mengikuti peraturan yang berlaku. Bank sebagai kreditor memberikan perlindungan hukum dengan cara tidak langsung melakukan lelang apabila kredit bermasalah. Bank memberikan peringatanperingatan terlebih dahulu kepada debitor. Selain itu juga melakukan negosiasi dengan debitor untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Kalau tidak menemui kesepakatan baru dilakukan lelang. DAFTAR PUSTAKA Arie S. Hutagalung. 2005. Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, Suatu Kumpulan Karangan. Badan Penerbit Fakultas Hukum Indonesia. Jakarta. Boedi Harsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan. Jakarta. H. M. Ridwan Indra. 1997. Mengenal Undang Undang Hak Tanggungan, Cetakan Pertama. Trisula. Jakarta. H. Salim HS. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta. J. Satrio. 1995. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I. Citra Aditya Bakti. Bandung.. 1997. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1. Citra Aditya Bakti. Jakarta.. 1998. Hukum Jaminan, Hak jaminan kebendaan, hak Tanggungan, Buku 2. Citra Aditya Bakti. Jakarta. Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja. 2005. Hak Tanggungan. Kencana Prenada Media. Jakarta. Purnama T. Sianturi. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Mandar Maju. Bandung. Rochmat Soemitro. 1987. Peraturan Dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua. PT Eresco. Bandung. S. Mantayborbir, Imam Jauhari. 2003. Hukum Lelang Negara di Indonesia. Pustaka Bangsa Press. Jakarta. Sudargo Gautama. 1996. Komentar Atas Undang Undang Hak Tanggungan Baru Nomor 4 Tahun 1996. Citra Aditya Bakti. Bandung. Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Hak Tanggungan Asas Asas Ketentuan Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan. Alumni. Bandung. Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dalam makalah Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia, Medan 9 Desember 2004. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 5

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010. Vendu reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56). Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertandatangan di bawah ini; Nama : Arga Baskara, SH, MH Tempat,tanggal lahir : Karanganyar, 25 Maret 1989 Alamat : Jalan Tluki No.5 Badran Purwosari Laweyan Surakarta Nomor Telp/ Hp : 082226001189 Email : are_go_unsa@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 56 Surakarta (1995-2001) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Surakarta (2001-2004) Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Surakarta (2004-2007) Perguruan Tinggi: Sarjana (S1) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) (2007-2012) Magister (S2) Universitas Surakarta (UNSA) (2012-2014) Surakarta, 3 Maret 2015 Arga Baskara, SH, MH Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 7

PERNYATAAN PUBLIKASI Judul Artikel Penulis : Alternatif Penyelesaian Hak Tanggungan Dengan Cara Lelang : Arga Baskara, SH,MH Yang bertanda tangan dibawah ini penulis makalah dengan judul yang disebutkan diatas: Nama : Arga Baskara,SH,MH Instansi : Fakultas Hukum Universitas Surakarta Alamat : Jalan Raya Palur KM 05 Surakarta Saya menyatakan dan bertanggungjawab dengan sebenarnya bahwa penelitian ini adalah hasil karya saya sendiri. Jika pada suatu saat ada pihak lain yang mengklaim bahwa penelitian ini sebagai karyanya yang disertai dengan bukti yang cukup maka saya bersedia membatalkan hak dan kewajiban yang melekat pada artikel tersebut. Menyatakan tidak keberatan artikel dengan judul yang disebutkan diatas untuk dimuat dan dipublikasikan dalam Proceeding atau Journal Fakultas Hukum Universitas Surakarta dan editor berhak untuk mengedit sebagian dari isi tanpa merubah substansi makalah. Apabila terjadi tuntutan dari pihak lain tentang isi makalah yang telah dipublikasikan pada jurnal atau proceeding lain sebelumnya, maka sepenuhnya bukan merupakan tanggungjawab pengelola namun sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. Surakarta, 3 Maret 2015 Yang membuat pernyataan Arga Baskara,SH,MH Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 8

UNIVERSITAS SURAKARTA PERNYATAAN PENULIS Judul Nama : Alternatif Penyelesaian Hak Tanggungan Dengan Cara Lelang : Arga Baskara,SH,MH 1. Saya menyatakan dan bertanggungjawab dengan sebenarnya bahwa penelitian ini adalah hasil karya saya sendiri. Jika pada suatu saat ada pihak lain yang mengklaim bahwa penelitian ini sebagai karyanya yang disertai dengan bukti yang cukup maka saya bersedia membatalkan hak dan kewajiban yang melekat pada artikel tersebut. 2. Saya menyatakan bahwa hasil penelitian diperbolehkan untuk disebarluaskan dan dipublikasikan secara umum baik lewat seminar maupun jurnal oleh Universitas Surakarta. Surakarta, 3 Maret 2015 Arga Baskara Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 9