EVALUASI SARANA MENYELAMATKAN DIRI KEADAAN DARURAT PADA BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KEBAKARAN Lukman Handoko, Sritomo Wignjosoebroto, Sri Gunani Partiwi Bidang Keahlian Ergonomi dan Keselamatan Industri Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia Email: lukman.handoko@ppns.ac.id ABSTRAK Dalam sebuah bangunan gedung, sarana menyelamatkan diri (means of escape) berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi dari sarana yang ada dalam upaya menanggulangi keadaan darurat akibat adanya kebakaran, berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan upaya evaluasi terhadap sarana menyelamatkan diri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: melakukan evaluasi terhadap sarana menyelamatkan diri dalam suatu bangunan gedung perkantoran dengan melakukan studi terhadap kondisi eksisting dari suatu bangunan gedung berdasarkan perspektif peraturan perundangan dan melakukan perhitungan terhadap berbagai atribut dari kondisi eksisting. Hasil yang didapatkan dari evaluasi pada kondisi eksisting bahwa kecepatan pergerakan per : 0,78 m/detik, specific flow: 1,092 /mdetik, effective width: 1,8 m, width of exit route: 1,950 m, number of exit route: 5, dan Time for passage: 769 detik, sudah adanya kesesuaian antara kondisi yang ada dengan peraturan perundangan serta terpenuhinya kriteria sistem manajemen keselamatan kebakaran pada elemen / sistem 3: fire safety fuctional. Kata kunci: sarana menyelamatkan diri, keadaan darurat, sistem manajemen keselamatan kebakaran. PENDAHULUAN Sarana menyelamatkan diri biasa juga disebut sebagai Means of escape merupakan suatu struktural yang disediakan dengan rute yang aman bagi untuk melarikan diri dalam kasus kebakaran, dari setiap titik di dalam bangunan menuju tempat yang aman, tanpa bantuan dari luar. Hal ini memberikan dasar untuk solusi perencanaan kebakaran pada bangunan dan struktur lainnya. Namun, ada beberapa aturan yang mengatur penyediaan sarana untuk melarikan diri dalam situasi tertentu, berguna untuk penyediaan sarana melarikan diri bervariasi dari gedung ke gedung tergantung pada faktor-faktor tertentu. (Furness dan Muckett, 2007) Dalam usaha mencegah terjadinya bahaya yang bisa terjadi pada salah satu fasilitas yang ada utamanya kejadian kebakaran, telah diantisipasi dengan berbagai alat proteksi yang ada baik alat proteksi pasif berupa sarana penyelamatan diri, kompartemenisasi, detection dan alarm system maupun alat proteksi aktif yang terdiri dari Alat Pemadam Api Ringan dan Hydran system. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al (2004) Sarana menyelamatkan diri merupakan atribu t dari suatu
bangunan gedung yang menempati peringkat pertama dalam hal kepentingannya setelah dilakukan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui mana yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu dalam usaha meminimalisasi bahaya dalam keadaan darurat akibat bahaya kebakaran. Berkaitan dengan hal tersebut rute penyelamatan diri merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan dalam suatu bangunan gedung. Suatu tempat kerja yang telah memiliki Panitia Pembina Keselamtan dan Kesehatan Kerja ( P2K3) berusaha untuk memenuhi segala aspek yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) utamanya K3 Kebakaran. Wujud nyata dari kegiatan yang dilakukan dengan adanya rute penyelamatan diri pada gedung. Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dilakukan upaya evaluasi terhadap kondisi eksisting sarana menyelamatkan diri pada bangunan gedung sebagai langkah untuk menuhi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) utamannya sistem manajemen keselamatan kebakaran. METODE Metode yang digunakan dengan melakukan evaluasi terhadap sarana menyelamatkan diri dalam suatu bangunan berdasarkan perspektif peraturan perundangan dan perhitungan waktu escape sesuai Nelson dan Mowrer (2002) diawali dengan menentukan density factor, menghitung kecepatan pergerakan per (S), aliran spesifik pergerakan (Fs), mulai diidentifikasi penghalang yang ditemui sepanjang exit route sehingga didapatkan nilai lebar efektif (We). Dari hasil perhitungan We dan Fs dapat dihasilkan Fc (perhitungan aliran), kemudian digunakan untuk mencari nilai time for passage (Tp), sehingga diperoleh waktu escape yang sebenarnya. HASIL DAN DISKUSI Pada bagian ini akan disajikan hasil dan pembahasan dari hasil penelitian pada kondisi crowded, normal dan eksiting yang akan disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian secara deskripsi pada kondisi yang ada. Tabel 1. Orang pada Kondisi Crowded, Normal dan Eksisting pada Lantai yang digunakan. Kondisi Luas Crowded Normal Existing Lantai Bangunan Density Density Factor Factor 1 889,66 m 2 0,6 1482 4,6 193 30 2 906,66 m 2 0,6 1511 4,6 197 40 3 906,66 m 2 0,6 1511 4,6 197 120 4 232,5 m 2 0,6 387 4,6 51 100 Berdasarkan Tabel 1. diatas diketahui bahwa jumlah yang ada dimasingmasing lantai akan berbeda untuk masing-masing kondisi yang ada, yang selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk melakukan perhitungan dalam menentukan number of exit pada tiap-tiap lantai pada beberapa kondisi yang ada. A-9-2
Tabel 2. Exit Width Potensi Bahaya Berat Kondisi Crowded, Normal dan Exsisting pada Lantai yang digunakan. Lantai Waktu Escape (menit) Kondisi Crowded Normal Existing Exit Exit Width Width (unit) (unit) Exit Width (unit) 1 2 1482 19 193 2 30 2 2 2 1511 19 197 2 40 2 3 2 1511 19 197 2 120 6 4 2 387 5 51 1 100 5 Perhitungan untuk exit width dilakukan dengan membagi banyaknya yang ada pada tiap lantai dibagi dengan empat puluh dikalikan dengan waktu untuk potensi bahaya berat sebesar 2 menit sehingga dihasilkan berapa Lebar Tempat Keluar (LTK) atau Exit width pada masing-masing kondisi yang ada sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2. Dari hasil perhitungan exit width, maka kemudian dapat dilakukan perhitungan kebutuhan exit untuk setiap bangunan. Perhitungan Number of Exit didapat dengan cara perhitungan Number of Exit dilakukan dengan melakukan pembagian terhadap hasil dari exit width dibagi dengan empat hasil dari pembagian tersebut di jumlahkan dengan satu, sehingga ketemu berapa banyaknya exit yang harus dipenuhi sebagaimana Tabel 3. Tabel 3. Number of Exit Potensi Bahaya Berat Kondisi Crowded, Normal dan Exsisting pada Lantai yang digunakan. Lantai Waktu Escap (menit) Kondisi Crowded Normal Existing Number Number of Exit of Exit (buah) (buah) Number of Exit (buah) 1 2 1482 5 193 2 30 1 2 2 1511 5 197 2 40 2 3 2 1511 5 197 2 120 3 4 2 387 1 51 1 100 2 Tabel 4. Ukuran untuk masing-masing Exit Potensi Bahaya Berat Kondisi Crowded, Normal dan Exsisting pada Lantai yang digunakan. Kondisi Lantai Crowded Normal Existing E U Ukuran (m) E U Ukuran (m) E U Ukuran (m) 1 6 19 5 : 1,5 1 : 1,9 2 2 0,525 1 2 1,05 2 6 19 5 : 1,5 1 : 1,9 2 2 0,525 2 2 0,525 3 6 19 5 : 1,5 2 2 0,525 3 6 1,05 4 2 5 1 : 1,9 2 : 1,05 3 : 1,5 1 1 0,525 2 5 1 : 1,5 1: 1,95 A-9-3
Berdasarkan Tabel 4. dapat dijelaskan bahwa number of exit (E) merupakan banyaknya pintu exit yang harus disediakan dalam suatu bangunan gedung, dari beberapa pintu exit tersebut untuk masing-masing memiliki lebar berdasarkan Exit width (U) yang mana angka yang dihasilkan masih harus dikonfersikan kedalam satuan panjang misalnya satuan meter, hasil dari yang didapat memiliki satuan unit, dimana satu unit sama dengan 0,525 m, dua unit sama dengan 1,050 m merupakan penjumlahan dari 0,525 dengan 0,525 m, tiga unit sama dengan 1,500 m merupakan penjumlahan dari 1,050 dengan 0,450, untuk penambahan satu unit selanjutnya ditambahkan dengan 0,450 m. Perhitungan tangga darurat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah (N) yang dapat terakomodasi, lebar tangga darurat dan jumlah lantai. Perhitungan ini dilakukan sesuai dengan persamaan (Bickerdike, 1996) : P = 200w + 50 (w-0,3) (n-1)...(1) Dimana: P : yang dapat terakomodasi w : Lebar tangga darurat (m) n : lantai Gambar 1. Lebar Minimum Tangga yang Diperlukan untuk Menghindari Penumpukan Penghuni pada tiap Lantai pada Kondisi Crowded, Normal dan Existing. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada kondisi crowded, normal da existing yang ada akan dihasilkan lebar minimum untuk tangga masing-masing lantai sebagimana Gambar 1. Gambar 2. Speed dan Flow Specific pada Kondisi Crowded, Normal dan Existing. A-9-4
Perhitungan waktu escape diawali dengan menentukan density factor untuk kondisi crowded, Normal dan Existing yang kemudian diubah menjadi satuan /m2. Menggunakan a = 0.266 untuk kecepatan dalam m/detik dan kepadatan dalam Orang/m2 serta k = 1,40 (Corridor and doorway stairs) sebagaimana Nelson dan Mowrer (2002). Setelah itu dihitung kecepatan pergerakan per. Dari perhitungan kecepatan pergerakan per, dapat dicari spesifikasi aliran peran yang melewati gedung (Fs). Gambar 3. Time for Passage untuk masing-masing Tangga Darurat pada Kondisi Crowded, Normal dan Existing. Dengan hasil perhitungan Fs dan We diatas kemudian digunakan untuk melakukan perhitungan terhadap calculated flow (Fc) dan Time for passage (Tp) pada setiap lantai yang merupakan jalur escape. Dengan ketentuan diatas, dapat diketahui Time for passage (Tp) untuk setiap tangga darurat dengan menggunakan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan Time for passage (Tp) tiap lantai. Time for passage (Tp) untuk setiap tangga darurat dapat dilihat sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3. Gambar 4. Escape Time pada Kondisi Crowded, Normal dan Existing. Perhitungan lebar tangga darurat merupakan hasil perhitungan jumlah yang terakumulasi dari lantai paling atas (lantai 4). Kondisi terburuk dapat terjadi pada lantai 2, yang dimungkinkan terjadi penumpukan dari 2 lantai diatasnya dan penumpukan paling besar yaitu 3409 untuk kondisi Crowded, 435 pada kondisi normal dan 290 pada kondisi eksisting. Lebar minimum tangga yang A-9-5
diperlukan untuk menghindari penumpukan penghuni (jumlah terbanyak) pada tiap lantai adalah : pada kondisi crowded lantai 4, lebar minimum tangga 1,9 m, lantai 3, lebar minimum tangga 7,65 m, lantai 2, lebar minimum tangga 11,46 m dan pada kondisi normal lantai 4, lebar minimum tangga 0,3 m, lantai 3, lebar minimum tangga 1,1 m, lantai 2, lebar minimum tangga 1,6 m, sedangkan pada kondisi eksisting lantai 4, lebar minimum tangga 0,5 m, lantai 3, lebar minimum tangga 1 m, lantai 2, lebar minimum tangga 1 m. Dari hasil perhitungan diatas dapat dijadikan dasar penentuan lebar minimum tangga darurat, sehingga seluruh penghuni dapat terakomodasi. Dimensi lain bagian tangga darurat disesuaikan dengan SNI 03-1746-2000 dari penyesuaian tersebut dinyatakan bahwa tangga darurat yang tersedia masih memenuhi syarat pada kondisi normal dan eksisting sedangkan pada kondisi crowded masih dibawah standard. Perhitungan waktu escape dilakukan untuk mendapatkan waktu maksimal yang dibutuhkan bagi semua penghuni bangunan untuk keluar menuju tempat yang aman. Perhitungan ini didasarkan pada Nelson dan Mowrer (2002) dengan mempertimbangkan beberapa faktor penghalang yang ditemui pada jalur escape yaitu koridor ( corridor), pintu (doors) dan factor kepadatan (density factor). Semakin banyak faktor penghalang maka waktu escape yang dibutuhkan juga semakin lama. Perhitungan waktu escape diawali dengan menentukan density factor, setelah itu dihitung kecepatan pergerakan per (S). Setelah diketahui aliran spesifik pergerakan (Fs), maka mulai diidentifikasi penghalang yang ditemui sepanjang exit route sehingga didapatkan nilai lebar efektif (We). Dari hasil perhitungan We dan Fs dapat dihasilkan Fc (perhitungan aliran), kemudian digunakan untuk mencari nilai time for passage (Tp), sehingga diperoleh waktu escape yang sebenarnya. Sehingga waktu escape total pada kondisi crowded adalah penjumlahan dari waktu escape pada lantai, yaitu : 218 detik atau sama dengan 3 menit 38 detik. Jadi, waktu yang dibutuhkan diatas waktu standar untuk waktu escape resiko klasifikasi hunian ringan yaitu 3 menit. Waktu escape pada kondisi normal: 165 detik atau sama dengan 2 menit 45 detik. Jadi, waktu yang dibutuhkan telah melampaui dengan standar untuk waktu escape resiko klasifikasi hunian sedang yaitu 2 menit 30 detik. Waktu escape pada kondisi eksisting: 146 detik atau sama dengan 2 menit 26 detik. Jadi, waktu yang dibutuhkan telah melampaui dengan standar untuk waktu escape resiko klasifikasi hunian berat yaitu 2 menit Untuk pembahasan yang berhubungan dengan Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran yang akan mengacu pada pada sistem 3: fire safety fuctional (reyes dan beard, 2002). Dimana berdasarkan system yang ada bahwa suatu bangunan gedung untuk bisa memenuhi kriteria audit Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran harus adanya fasilitas untuk menyelamatan diri yang memadai dan dilakukan latihan secara berkala oleh petugas yang telah dilatih sebelumnya denan kompetensi yang telah ditetapkan, untuk bisa memenuhi semua aturan yang ada setelah dilakukan upaya audit sebagaimana alur yang telah ditetapkan sebagaimana Gambar 5. perlu dilakukan upaya evaluasi kondisi eksisting sehingga kriteria fungsional dari sistem dapat terpenuhi. A-9-6
Gambar 5. Struktur dan Proses Keberhasilan Manajemen Kebakaran (Furness dan Muckett, 2007) KESIMPULAN Setelah dilakukan perhitungan dan analisa pada penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu sebagai berikut : 1. pintu darurat (number of exit) dan lebar tempat keluar tiap lantai adalah 5 pintu exit dengan lebar 3,56 m dan lantai 4 yang hanya 1 pintu exit dengan lebar 3,56 m untuk kondisi crowded dan 2 pintu exit dengan lebar 0,8 m dan lantai 4 hanya 1 pintu exit dengan lebar 0,8 m untuk kondisi normal sedangkan untuk kondisi eksisting 2 pintu exit dengan lebar 1,26 m dan lantai 4 hanya 1 pintu dengan lebar 1,26 m. 2. Evaluasi yang dilakukan dipergunakan untuk memenuhi elemen system 3 fire safety functional yang mengharuskan adanya sarana menyelamatkan diri dalam suatu bangunan gedung dengan segala aktifitas yang melingkupinya. DAFTAR PUSTAKA Bickerdike, A. (1996), Design Principles of Fire Safety. Department of the Environment, London. Furnes, A. dan Muckett, M. (2007), Introduction Fire Safety Management, First edition, Elsevier Ltd, Burlington. Nelson, H.E. and Mowrer, F.W., (2002). SFPA Handbook of Fire Protection Engineering. 3 nd Editions. Quincy, MA,. Section Three, Chapter 14 Emergency Movement.3.367-3.380. National Fire Protection Associations (NFPA) 101 (2007), Life Safety Code, Massachusetts. Reyes, S.J., dan Beard, A.N., (2002), Assessing Safety Management System, Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 15, Hal. 77-95. Standar Nasional Indonesia ( SNI) 03-1746-2000 (2000) Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, Jakarta. A-9-7
Standar Nasional Indonesia ( SNI) 03-6574-2001 (2001), Tata Cara Perencanaan Pencahayaan Darurat Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung, Jakarta. Zhao, C.M., Loa, S.M., Lub, J.A., dan Fang, Z. (2004), A simulation Approach for Ranking of Fire Safety Attributes of Existing Buildings, Fire Safety Journal, 39, Hal. 557 57 A-9-8