BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia (Dwi Saswoyo dkk, 2008:1). Pendidikan menurut pendapat Driyakara sebagaimana dimuat dalam tulisan Dwi Saswoyo dkk (2008:1), mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha memenusiakan manusia muda. Manusia muda yang belum sempurna yang masih tumbuh dan berkembang, dipersiapkan ditumbuh kembangkan menjadi manusia, yaitu manusia seutuhnya. Manusia yang utuh mengandung arti utuh dalam potensi dan utuh dalam wawasan, utuh dalam potensi maksudnya bahwa manusia sebagai subyek yang berkembang, memiliki potensi jasmani dan rohani. Potensi manusia meliputi, (1) badan dengan panca indra. (2) potensi berfikir. (3) Potensi cipta meliputi daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi. (5) potensi karya. (6) potensi budi nurani yaitu kesadaran budi, hati nurani dan kata hati. Dalam pendidikan ada berbagai macam mata pelajaran yang diajarkan salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), IPA merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. IPA adalah salah satu mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar. Hal ini telah tertuang pada Standar Isi dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sesuai dengan Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang standar isi, untuk mengajarkan IPA kepada siswa SD melalui proses penemuan ilmiah 1
2 sederhana secara sistematis dengan menggunakan benda yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari untuk memberikan kesempatan kepada siswa menyentuh, melakukan tindakan, melihat dan merasakan benda-benda yang dihadapinya dengan menggunakan indra yang dimiliknya sehingga membantu siswa memperoleh dan memahami konsep yang harus mereka kuasai sesuai dengan tahap perkembangan berpikir siswa, tetapi pada kenyataanya dalam pendidikan khususnya disekolah dasar guru masih mengajar menggunakan model pembelajaran Konvensional, model konvensional menurut Sumantri dan Permana (dalam Abimayu dkk) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penyajian pembelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan pada siswa. Adapun kelemahan model pembelajaran konvensiaonal ini menurut Abimayu dkk, (2008:6.2) adalah (1). siswa dapat menjadi jenuh terutama kalau guru tidak pandai menjelaskan, (2) tidak merangsang berkembangnya kreatifitas siswa, (3) terjadi interaksi satu arah yaitu guru kepada siswa. Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : a. tahap sensorik motorik usia 0-2 tahun b. tahap operasional usia 2-6 tahun c. tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun d. tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun keatas. Dari tahap perkembangan intelektual menurut Piaget (dalam Trianto, 2010:70) siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek yang kongkrit dan harus menggunakan benda yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyentuh, melakukan tindakan, melihat dan merasakan benda-benda yang ada dihadapinya dengan menggunakan panca indra yamg dimiliknya dengan demikian anak lebih mudah memahami dan mengerti pembelajaran, dari pada
3 menggunakan model pembelajaran konvensional yang disajikan dengan ceramah dan diiringi dengan penjelas dan diakhiri dengan pemberian soal atau tugas. Model pembelajaran seperti ini membuat anak menjadi merasa jenuh dan cepat bosan sehingga berpengaruh pada hasil belajar atau prestasi akademik siswa yang kurang maksimal. Berdasarkan hasil observasi di SDN Tlogo dan SDN DELIK 01 menunjukkan bahwa dari hasil ulangan harian mata pelajaran IPA siswa kelas IV masih banyak yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Di SDN Tlogo dari 34 siswa hanya 18 siswa yang tuntas, sedangkan di SDN DELIK 1 dari 21 siswa hanya 10 siswa yang tuntas, hasil pembelajaran kurang maksimal dikarenakan guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, dimana saat pembelajaran siswa banyak yang tidak mendengarkan, bermaian bersama temannya, mengobrol, melakukan aktifitas lain seperti mengambar, membaca komik dan lain-lain. Dari permasalahan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian eksperimen dengan menerapkan Model Pembelajaran SAVI, model pembelajaran SAVI pertama kali diperkenalkan oleh Dave Meier (2003) model pembelajaran SAVI adalah model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Adapun singkatan dari SAVI adalah somatis (S) yaitu tubuh, auditori (A) pendengaran, visual (V) penglihatan, dan intelektual (I) pemikiran. Selaian itu model pembelajaran SAVI, menurut Meier (dalam Ela Fitriani 2013) dapat meningkatkan prestasi akademik dan sekaligus kemampuan sosial. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2012) Pengertian prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian, jadi dapat disimpulkan prestasi akademik adalah prestasi belajar atau hasil belajar yang dapat diukur dan dinilai setelah siswa menerima pelajaran. Model pembelajaran SAVI tidak hanya berpusat pada
4 guru melainkan pada siswa, sehingga siswa tidak hanya diam dan mendengarkan saja melainkan ikut berperan dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti mengambil Standar Kompetensi Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan kompetensi dasar Menjelaskan berbagai cara menggunakan energi alternatif, sub pokok materi Penggunaan Energi Alternatif, dengan model pembelajaran SAVI, diharapkan proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif, apa bila dalam kegiatan pembelajaran guru dapat menyajikan pembelajaran yang menyenagkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menyentuh, melakukan tindakan, melihat dan merasakan benda-benda yang dihadapinya dengan menggunakan indra yamg dimiliknya sehingga membantu siswa memperoleh dan memahami konsep yang harus mereka kuasai sesuai dengan tahap perkembangan intelektual berpikir siswa. Dari kegiatan pembelajaran yang efektif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA selain itu pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyenangkan. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan peneliti dengan menerapkan model pembelajaran SAVI kepada siswa kelas IV sekolah dasar dengan materi penggunaan energi alternatif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas,dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : Apakah penggunaan model pembelajaran SAVI berpengaruh terhadap hasil belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupatenn Semarang Semester II Tahun 2013/2014.
5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization And Intellectually) terhadap pelajaran IPA dengan materi penggunaan energi alternatif pada siswa kelas IV Sekolah Dasar. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dipilah menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya, guru dan kepala sekolah pada umumnya mengenai pentingnya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran SAVI 2. Manfaat Praktis Bagi Siswa 1. Meningkatkan hasil belajar guna tercapainya tujuan pembelajaran yang lebih baik. 2. Membiasakan siswa untuk belajar aktif. 3. Meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerjasama dalam setiap pembelajaran. Bagi Guru 1. Megenalkan pada guru tentang model pembelajaran SAVI pada pelajaran IPA 2. Mendalami model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran IPA.
6 Bagi Sekolah 1. Memberikan bahan masukan dan pertimbangan kepada pihak sekolah tentang model pembelajaran SAVI, sehingga guru-guru bisa lebih aktif 2. Menanamkan dan mengenalkan penggunaan model pembelajaran SAVI sehingga berdampak positif pada kualitas pembelajaran di sekolah.