BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
CRITICAL THEORIES Bagian II

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum.

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

Etika dan Filsafat. Komunikasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

Berfilsafat di Era Teknologi

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Faturrahman Dkk, Pengantar Pendidikan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm 2

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menyangkut tentang cita-cita hidup manusia. Sehubungan dengan itu

Ilmu pengetahuan. himpunan pengetahuan yang diperoleh secara terorganisisr melalui prosedur dan metode tertentu yang kemudian disistema-tisasi

KEBANGKITAN PERADABAN EROPA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu tindakan (action) yang diambil oleh suatu

Modul ke: ETIKA PROFESI. Etika Deskriptif dan Etika Normatif. 02Fakultas KOMUNIKASI. Triasiholan A.D.S.Nababan. Program Studi Hubungan Masyrakat

PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN

PENGERTIAN SEJARAH SECARA ETIMOLOGIS, KATA SEJARAH BERASAL DARI KATA ARAB SYAJARAH YANG BERARTI POHON YANG BERCABANG- CABANG.

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Budaya

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam

PENGKAJIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DASAR (PTD) DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. relasi antara ideologi dan gerakan sosial keagamaan. Dengan melihat penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

Makalah. Filsafat Neo Marxisme

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI

Oleh: Budhy Munawar-Rachman

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA

DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat suatu masalah dalam pembelajaran sejarah di sekolah saat ini.

Slide 1. MENGEMBANGKAN PERTANYAAN KRITIS MODEL WAYS OF KNOWING HABERMAS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH. Oleh: Nana Supriatna

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya,

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA)

PENGANTAR ILMU SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

Pendidikan Agama Katolik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Transkripsi:

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali. Ia merasakan bahwa modernitas sedang dalam perselisihan dengan dirinya sendiri. 45 Pada mulanya, Habermas menjadikan tema-tema yang menjadi perhatian para teoritis madzab Frankfrut sebagai titik awal pembahasan. Runtuhnya kepercayaan terhadap enlightenment positivistic merupakan salah satu tema yang dibicarakan oleh Habermas. Ia berusaha mengadakan interpretasi ulang atas proses ini sebatas perubahan konstelasi teori dan praktis. 46 Dalam karya-karya Habermas, sebagian besar berisi ide-ide yang cemerlang dan telah berkontribusi pada basis intelektual yang kokoh bagi kritik aliran Frankfrut terhadap positivisme dan pembentukan teori-teori pengetahuan baru di bidang ilmu-ilmu sosial. 47 Ia memberikan dasar kritik yang kuat pada teori pengetahuan dan teori sosial. Pada taraf teori pengetahuan, Habermas mengerucutkan pemikiran untuk mengatasi positivisme. Sedangkan pada taraf sosial, ia berusaha membongkar berbagai bentuk penindasan ideologis yang telah melestarikan mental masyarakat yang represif. 45 F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi; Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 254 46 John Thomson, Filsafat Bahasan dan Hermeneutika Terj. Abdullah Khazin Afandi (Surabaya: Visi Humanika, 2005), 150 47 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), 359 32

Dengan radikal, Habermas mengkritik ide positivisme tentang pengetahuan manusia. Ia tidak setuju dan menentang argumentasi positivisme terkait pemisahan antara fakta-fakta dan nilai-nilai atau teori dan praksis. Menurutnya, positivisme yang selama ini digembor-gemborkan sebagai pondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini dibangun di atas dasar bangunan asumsi teoritis yang jauh dari sifat bebas nilai (value free). Konsep bebas nilai atau netralitas dari nilai-nilai etika menurut Habermas hanyalah sebuah konstruksi akademis yang memperkuat etos bahwa ilmu-ilmu pengetahuan modern berhutang budi pada filsafat dan pemikiran Yunani kuno. Dalam daya kekuatan refleksi diri, pengetahuan dan kepentingan adalah satu. 48. Kritik Habermas juga dilontarkan kepada sikap sinis positivisme terhadap kedekatan kaitan antara teori dan praksis. Positivisme dianggap melecehkan peranan akal budi yang sangat penting sejak zaman pencerahan Perancis sampai Karl Marx. Akal budi dianggap sebagai senjata ampuh melawan mitos tirani, 49 dongeng-dongeng dan ketidakpercayaan bahwa kebenaran itu identik dengan kebaikan dan pembebasan manusia. Habermas lebih jauh juga menyatakan bahwa perkembangan positivisme yang kemudian berhasil membantu peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata diikuti oleh kemunculan organisasi masyarakat industrial yang kaku. Masyarakat industrial yang kaku ini kemudian membuat manusia tidak lagi memiliki watak kemanusiaannya, mengalami dehumanisasi. Analisis Habermas 48 F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi, 117 49 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik, 359 33

kemudian menunjukkan bahwa kunci persoalannya adalah karena cara berfikir positivistik memperlakukan akal budi semata-mata sebagai instrument (alat). Akal budi (reason) kemudian kehilangan peran emansipatifnya dan berhenti sebagai organ penemuan dan produser nilai-nilai kemanusiaan. 50 Politik, dalam tradisi filsafat klasik dianggap sebagai doktrin tentang kehidupan yang adil dan baik. Pencapaian politik pada kehidupan ini dipandang bergantung pada watak penanganan praktis. Akan tetapi, wilayah teoritis yang tetap ditakdirkan punya hak-hak melakukan perenungan tentang dunia ideal dan ilahi. Habermas menjelaskan bahwa pada abad ke enam belas dan tujuh belas, konsepsi klasik mengenai korelasi teori dengan praktis mengalami transformasi yang radikal. Macheavelli dan More mengantisipasi transformasi itu lewat tulisantulisannya. Akan tetapi, hal itu mendapat penegasan yang eksplisit dalam karya Hobbes. Dalam karya Hobbes pendekatan secara teknis terhadap politik digabungkan dengan metode investigasi yang teliti dan konsep mekanistik tentang dunia. Dalam karya Hobbes juga lah politik secara penuh ditranformasikan ke dalam sains. Politik dalam pandangan Hobbes mempunyai tujuan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang tertib dan Negara adil. Sehingga, implementasi pengetahuan ilmiah hanya menjadi masalah yang bersifat teknis. Meski demikian, melalui cara mengeluarkan isu praktis dari wilayah politik, unsur bijaksana yang ditekankan dalam filsafat klasik diabaikan Hobbes. 51 50 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik, 360 51 John Thomson, Filsafat Bahasa, 150 34

Politik yang awalnya bernilai praktis, sampai pada tingkat di mana politik dirasionalisasikan secara ilmiah. Hal-hal praktis disusun secara teoritis lewat rekomendasi teknis berhadapan dengan analisis sains yang wajib mengakui ketidakmampuannya sehingga muncul sisa-sisa masalah kompleks. Dalam penjelasan Habermas menegaskan bahwa pada abad ke delapan belas, lahirlah sebuah kerangka kerja alternative untu memahami hubingan teori dengan praksis secara lebih baik. Semisal, holbach melukiskan akal sebagai sesuatu dibingungkan dengan pilihan-pilihan yang tersembunyi. Ia menegaskan bahwa seseorang dapat melepaskan dirinya dari pilihan-pilihan ini 52 hanya dengan adanya upaya yang keras. Hal ini dikarenakan kesalahan-kesalahan dogmatisme merupakan sebuah bangunan kesadaran yang tertancap dalam intuisi-intuisi tradisi dan masyarakat otoritarian. Penghentian kritik terhadap prejudice menuntut tidak saja untuk berfikir rasional tetapi juga keberanian bersikap rasional. Sebaliknya dengan aspek perenungan dari filsafat klasik dan dengan konsepsi teknik dari politik modern, abad delapan belas telah menciptakan pola pikir mengenai pertimbangan rasional yang mendamaikan teori dan praksis dengan pembebasan diri secara tercerahkan. 53 Dengan bahasa sederhana, Habermas mencoba mengkritik nilai praksis yang telah terjebak dalam ranah teoritis. Nilai praksis berubah manakala dijadikan teoritis. Implementasi dari nilai praksis yang telah dijadikan teoritis tersebut 52 John Thomson, Filsafat Bahasa, 151 53 John Thomson, Filsafat Bahasan, 152 35

menjadi terdegradasi. Apalagi ketika nilai teoritis telah tersentuh dan menjadi bernilai jauh dari implementatif, mengawang di atas angin. 36