Kajian tentang Penetasan Telur Walet (Collocalia fuciphaga)

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

Penyiapan Mesin Tetas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

Effect of Hydrogen Peroxide (H2O2) on white degree and nutrient value of the black swiftlet nest ABSTRACT ABSTRAK

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 12 Maret--02 April 2014 bertempat di

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Gambar 1. Itik Alabio

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

PEMBIBITAN DAN PENETASAN

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENGARUH JUMLAH TELUR TERHADAP BOBOT TELUR, LAMA MENGERAM, FERTILITAS SERTA DAYA TETAS TELUR BURUNG KENARI

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG PERBEDAAN BOBOT TELUR

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) BERDASARKAN PERBEDAAN BENTUK TELUR

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September--09 Oktober 2013 bertempat di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Temu Teknis Fungsionat non Penebti 2000 BAGIAN DAN PERLENGKAPAN MESIN TETAS Bagian-bagian dan perlengkapan yang ada pada mesin tetas sederhana dengan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan nama Bob White Quail dan

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2014 di Peternakan Eko Jaya dan

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

IMBANGAN JANTAN- BETINA TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO PADA BURUNG PUYUH

[Pemanenan Ternak Unggas]

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) kelas benih sebar

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

III. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2015 bertempat di Desa Tegal Sari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Transkripsi:

Kajian tentang Penetasan Telur Walet (Collocalia fuciphaga) The study of Swiftlet (Collocalia fuciphaga) Egg Hatchery Rustama Saepudin Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Telp. (0736) 21170 Pst 219. ABSTRACT The study of Swiftlet Egg Hatchery has been conducted in Swiftlet Building Pondok Kelapa Bengkulu Utara from June to November 2005. The Hatchery is one of the most applicable methods to enhancing the population as well as producing high quality of the bird nest. However, the level of hatched egg is low. There is possibility that this problem is due to poor handling egg or the environment factor, especially temperature and humidity. The aim of this research is to figure out the hatchery of swiftlet egg. The capacity of the machine is 250 pair of swiftlet eggs; the temperature was set on 34-35 o C, where, as the humidity was set on 70. The average of the egg weight is 1.81±0.23 gram with the lenght dimension 20.00 ± 0.96 mm and the width 12.00 ± 0.94 mm. The hatch weight is 1.25 1.66 gram. Based on coding method, the egg fertility is 78.83 % and hatch level 26.84 % Key words: Swiftlet, edble, nest, egg, Hatchery, fertility, hatchwieght ABSTRAK Penetasan merupakan alternatif upaya meningkatkan populasi walet terutama di gedung walet. Sehingga sistem panen buang telur yang menghasilkan kualitas dan kualitas sarang yang optimal dapat dilakukan. Namun demikian keberhasilan penetasan menggunakan mesin tetas masih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kurang tepatnya kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu pada penelitian ini dikaji aspek penetasan pada londisi lingkungan yang diatur dan penangan telur yang lebih baik Hasil yang didapatkan adalah rata-rata bobot telur yang ditetaskan adalah 1,81±0,23 gram dengan ukuran dimensi panjang telur rata-rata 20,00 ± 0,96 mm dan Lebar telur 12,00 ± 0,94 mm, bobot tetas rata-rata 1,25 1,66 gram, jadi persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%. Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas 26,84 % Kata kunci: Penetasan, mesin, bobot, dimensi, persentase liingkungan PENDAHULUAN Populasi walet yang menjadi penentu besar kecilnya produksi sarang. Semakin tinggi populasi walet maka semakin tinggi jumlah sarang walet yang dihasilkan. Dan sebaliknya apabila populasi walet turun maka turun pula jumlah sarang ysng dapat dipanen. Alhaddad (2003) mengemukakan bahwa populasi walet terutama di Jawa dan Kalimantan mengalami penurunanan yang sangat drastis. Sebagai contoh dari sekitar 250.000 ekor yang hidup di Cibinong Jawa Barat pada saat ini turun menjadi sekitar 30.000 ekor saja. Hal serupa juga dihadapi pemilik gedung walet di Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil penelitian yang dlakukan Dediyanto (2001) populasi walet di kota Bengkulu mengalami penurunan yang sangat mencolok tergambar dari merosotnya produksi sarang walet dari rata-rata 8 kg per panen menjadi sekitar 2 kg saja. Penurunan populasi walet menjadi masalah bagi pemilik gedung walet, karena untuk mendapatkan hasil yang berkualitas dengan jumlah yang optimal pengelola gedung melakukan pemanenan dengan sistem buang telur. Agar cara panen buang telur dapat dilakukan tanpa ada resiko berkurangnya populasi, maka penetasan Kajian tentang Penetasan Telur Walet 72

ISSN 1978 3000 telur dengan mesin tetas mungkin menjadi alternatif untuk mengatasi masalah populasi walet. Turunnya populasi walet dapat disebabkan oleh: 1. terjadinya berubahan iklim makro dan mikro sehingga tidak begitu mendukung populasi walet, 2. pelaksanaan kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan, terutama penggunaan pestisida yang berlebihan sehingga banyak membunuh spesies serangga pakan walet. dan 3. tidak diterapkannya pemanenan yang menjaga kelangsungan hidup walet ( sustainable ). Untuk mendapatkan sarang walet yang berkualitas baik dan jumlah optimal dapat dilakukan dengan sistem buang telur. Namun demikian cara ini tanpa disadarari telah mengganggu proses regenerasi atau penambahan walet, karena sarang dipanen sebelum telur menetas. Penetasan merupakan salahsatu upaya menjaga bahkan meningkatkan populasi walet terutama di gedung walet. Sehingga sistem panen buang telur yang menghasilkan kualitas dan kualitas sarang yang optimal dapat dilakukan, dan telur walet diteaskan dengan mesin tetas. Penetasan menggunakan mesin tetas atau secara artificial untuk burung walet belum banyak dilakukan. Rendahnya persentase daya tetas dan daya hidup anak walet kemungkinan besar disebabkan oleh penanganan telur yang kurang baik dan belum dilakukannya pengaturan iklim mikro ruangan tempat memelihara anak walet Oleh karena itu untuk dapat menggunakan mesin tetas tentunya perlu diupayakan pemeliharaan anak yang berhasil hingga bisa terbang. Dalam penelitian ini dilakukan penetasan dengan mesin tetas dan anak walet yang baru menetas langsung disimpan pada ruangan yang berbeda, Sebagian walet dibesarkan di ruangan tanpa pengaturan suhu dan kelembaban, sedangkan sebagian lagi ditempatkan pada ruangan yang suhu, kelembaban dan cahayanya bisa diatur. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penetasan telur walet putih dengan menggunakan mesin tetas dengan memodifikasi kondisi mikro dan untuk mempelajari tehnik pemeliharaan anak walet hasil dari mesin tetas hingga bisa terbang. Penetasan telur walet ada tiga metoda yaitu 1. secara alami dengan sistem tukar telur sriti, 2. menggunakan mesin tetas, dan 3. kombinasi. Cara satu dan tiga memiliki kendala yang sangat tinggi berkaitan dengan harus adanya sarang srirti. Menggunakan mesin tetas disisi lain, memungkinkan diaplikasikan hanya perlu dicari metoda yang sangat tepat terutama pemeliharaan anak. Keberhasilan penetasan dipengaruhi beberpa faktor. Menurut Oktalina (1998) bahwa ukuran dimensi telur antara lain berat telur, ukuran panjang dan ukuran lebar telur serta umur telur sangat menentukan keberhasilan penetasan. Penetasan telur dengan mesin tetas memerlukan perhatian terutama pada proses persiapan mesin tetas dan perawatan anak. Menurut Alhaddad (2003) persiapan mesin yang paling penting adalah pengaturan suhu yang menyerupai suhu induk yaitu sekitar 36 derajat celsius, kelembaban sekitar 70 % dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penetasan. MATERI DAN METODE Penelitian tentang penetasan telur walet ini telah dilaksanakan di lokasi Gedung Walet Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dimulai sejak bulan Juni sampai dengan November 2005 dengan menggunakan bahan dan alat sebagai berikut: Telur burung walet putih 250 pasang; kotak busa untuk meletakkan anak burung yang baru menetas; Stimulan Rafiko, Arcoa, Rasemut, Rakepin, Contramix. Mesin tetas Electric 220 Volts untuk penetasan telur unggas; Jangkar sorong untuk mengukur panjang dan lebar telur walet; Mikrometer, untuk mengukur Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 73

tebal kerabang telur walet; Timbangan analitik merk Oertling made in Britain ketelitian 0,01 gram, untuk menimbang berat telur dan bobot tetas anak walet; Alat teropong telur, untuk mengetahui adanya telur yang fertil dan telur yang embrionya mati; Sarang imitasi untuk menyimpan dan memelihara anak walet., Busa, untuk meletakkan anak burung walet yang baru menetas, Thermohidrometer untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara, Sarang walet imitasi dan Humidifier Penetasan telur walet putih akan digunakan mesin tetas khusus yang mempunyai spesifikasi sbb (Alhaddad, 2003): 1. Suhu dapat diatur mendekati suhu induknya yatiu 34-35 o C yang dapat dicapai dengan menggunakan lampu pijar 20 watt, 2. Wadah ukuran kecil dengan kapasitas 250 butir telur walet per penetasan, 3. Tempat menyimpan telur dilengkapi pelapis busa yang lembut, dan 4. Kelembaban konstan sekitar 70 % untuk pertumbuhan embrio secara optimal. Prosedur penetasan adalah sebagai berikut; 1. Persiapan penetasan baik pemeriksaan mesin tetas, perbaikan kondisi lingkungan mikro dengan menyemprotkan stimulan, serta menghapushamakan ruangan dengan Rafiko, Arcoa, Rasemut, Rakepin, dan Contramix. Khusus untuk membersihkan mesin tetas dilakukan disinfektan dan fungidasi 3 hari sebelum dilakukan penetasan untuk membebaskan mesin tetas dari cendawan dan bakteri dengan menggunakan karbol dan larutan 120 cc Formalin 70% dan 60 cc KMNO4 2. Mesin tetas yang sudah didisinfektan disimpan dengan pintu tertutup rapat, kemudian hari keempat telur sudah bia dimasukan untuk ditetaskan.. 3. Sebelum dimasukkan ke mesin tetas, telur walet ditimbang dan diukur terlebih dulu untuk mendapatkan data bobot dan ukuran telur walet serta mencatat kondisi kerabang dan bentuk telurnya. 4. Suhu dan kelembaban mesin tetas dibuat konstan yaitu 34 0 C dan 70 %. 5. Telur diletakan pada busa dengan posisi vertikal dengan bagian tumpul menghadap ke atas. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Berat telur b. Ukuran panjang dan lebar telur, c. Daya tetas, d. Berat tetas, dan e. Data berat badan anak burung walet Daya tetas telur walet dapat dilihat dengan menggunakan perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil. (Yangesa, 1997) Pengamatan daya tetas akan lebih baik setelah telur burung walet yang fertil telah menetas dalam kurun waktu yang dinyatakan oleh Anonimous (2003) bahwa telur akan menetas 15 sampai dengan 20 hari penetasan. Menurut Nesheim et al. (1979) bahwa berat anak umur satu hari yang baru saja menetas setelah kering bulu. Dengan penimbangan akan diketahui bobot tetas dari anak walet putih yang ditetaskan. Tebal kerabang dapat diukur setelah telur menetas dengan menggunakan mikrometer. Mujannada (2003) berpendapat bahwa tebal kerabang yang dukasilkan menurun seiring dengan bertambahnya umur induk, dan umur induk tersebut yang disertai makanan akan mempengaruhi tebal tipisnya kerabang. Pada penelitian ini, data tentang aspek penetasan dibahas secara diskripif. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tentang Walet Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan habitat burung walet yang sangat potensial, terbukti dengan ditemukannya sekitar 11 jenis walet yang berkembang. Dari kesebelas spesies walet tersebut ada tiga spesies yaitu walet putih, walet hitam dan seriti yang menghasilkan sarang yang memliki nilai jual tinggi. Habitat asli walet putih adalah gua namun pada saat ini sudah banyak dilakukan modifikasi gua di gedung walet sebagaimana yang disampaikan Mardastuti (1997b) meskipun habitat bersarang alami walet putih ini adalah gua-gua kapur, jenis burung ini sejak tahun 1880 telah berhasil ditangkarkan dalam habitat buatan yaitu Kajian tentang Penetasan Telur Walet 74

ISSN 1978 3000 rumah yang didesain secara khusus. Menurut Shofiyah (2001) bahwa gedung walet umumya ada yang tidak terdapat flora dan adanya sengaja menanam tanaman yang berfungsi untuk memancing serangga sekitar gedung seperti. Ditambahkan Sumiarti (1998) bahwa Jenis vegetasi yang ada disekitar bangunan menjadi penting seperti dalam habitat aslinya. Hal ini akan menunjang keberhasilan budidaya walet. Ciri-ciri burung walet adalah berbulu coklat kehitaman dengan bulu bagaian bawah coklat keabu-abuan, bulu ekor sedikit bercelah, suara melengking tinggi, panjang badan 12 cm, bentuk mata bulat dengan warna coklat gelap, paruh dan kaki berwarna hitam. Sayapnya sangat kaku, tubuhnya ramping dan ringan. Perkiraan kecepatan terbang berkisar antara 100-150 km/jam dan mampu terbang selama 12 jam tanpa berhenti. Ekonavigasi lebih tajam dibandingkan dengan walet lain. Menurut Yangesa (1997) bahwa pada bagian kerongkongan terdapat sepasang glandula salivales, yaitu sepasang kelenjar yang menghasilkan air liur dengan besar kecil kelenjar ini tergantung umur burung. Telur Walet Putih Telur walet putih hampir sama dengan telur sriti hanya ukurannya yang dapat dibedakan, telur walet putih memiliki ukuran telur yang lebih besar dari pada telur sriti. Menurut Alhaddad (2003) walet dapat menghasilkan telur sebanyak dua butir kecuali pada saat stress seperti gangguan hama, polusi udara ketersediaan pakan yang rendah dll. Telur walet berbentuk lonjong dan oval. Perbedaan bentuk telur ini diperkirakan ada hubungannya dengan jenis kelamin anak yang ditetaskan. Berdasarkan pengamatan Alhaddad (2003) telur lonjong menghasilkan anak walet berjenis kelamin jantan dan telur oval menghasilkan anak walet berjenis kelamin betina. Warna kerabang telur walet cenderung berubah sesuai dengan umurnya yakni warna muda atau cerah untuk telur yang baru dihasilkan atau berumur kurang dari 5 hari, warna kerabang telur berubah menjadi putih kemerahan bila sudah berumur 6-10 hari, kemudian warna menjadi putih pekat pada umur 10-15 hari dan telur walet yang dierami akan menetas pada umur 16-21 hari (Alhaddad, 2003). Kondisi Telur Walet yang Ditetaskan Sepeti halnya telur burung pada umumnya, telur walet berbentuk lonjong dan oval, dengan ukuran sedikit lebih kecil dari telur puyuh. Telur walet ini mempunyai kerabang yang sangat tipis sehingga memeerlukan ekstra hati-hati di dalam penanganannya termasuk pengangkutan. Telur Walet yang berhasil dikumpulkan dan ditetaskan berjumlah 189 pasang berasal dari Bandung dan Bengkulu Selatan. Memang secara fisik ada sedikit perbedaan bahwa telur-telur burung walet putih yang diperoleh dari pedagang pengumpul telur walet di Bandung berwarna putih dan putih kemerahan sedangkan telur yang berasal dari Bengkulu dengan warna bervariasi putih agak gelap. Hal ini kemungkinan terjadi akibat dari berbedaan tempat hidup dan serangga pakan walet. Atau mungkin perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan umur telur, berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan Alhaddad (2003) dan Budiman (2002) bahwa telur yang berwarna putih kemerahan dan yang tua akan berubah warnanya menjadi putih gelap. Pada saat dilaksanakan penelitian ditemukan kendala sulitnya mendapatkan telur walet sebagai akibat dari menurunnya produksi sarang terutama di Jawa. Turunnya produksi ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan walet hanya menghasilkan 2 butir telur per periode, kurang tepatnya waktu dan metode panen, meningkatnya gangguan hama, meningkatnya polusi udara dan persediaan pakan walet yang semakin kurang. Melihat kondisi telur walet yang berhasil dikumpulkan tidak menunjukkan kualitas Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 75

yang prima. Namun demikian masih ada tanda-tanda bahwa telur-telur tersebut masih layak untuk ditetaskan, terutama dari hasil pengujian fertilitas. Ukuran dan Bobot Telur Secara fisik, telur walet tidak jauh berbeda dari telur puyuh, kecuali warnanya yang putih polos. Ukuran dan bobotnyapun hanya sedikit di bawah ukuran dan bobot telur puyuh. Dari 189 pasang telur walet didapatkan kisaran bobot telur walet sebesar 1,00 2,18 gram dengan rata-rata 1,81 ± 0,23 gram. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ismauluddin (2003), hasil penimbangan ini menunjukan bahwa bobot walet yang digunakan lebih bervariasi dengan rata-rata bobot yang lebih tinggi, Ismauluddin (2003) mendapatkan kisaran bobot telur 1,13-1,69 gram dengan bobot rata-rata 1,42 ± 0,15. Perbedaan ini bisa terjadi karena asal telur yang digunakan berbeda, telur yang digunakan Ismauluddin (2003) adalah berasal dari Bandar Lampung. Keragaman bobot telur menurut Oktalina (1998) bisa terjadi karena umur telur yang berbeda, waktu yang cukup lama akan terjadi penguapan banyak yang menyebabkan telur-telur walet tersebut memiliki berat yang rendah, telur walet yang berwarna putih memiliki berat yang lebih rendah sedangkan telur walet yang berwarna putih kemerahan atau berwarna pink mempunyai berat yang tinggi. Disamping itu asal telur juga menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya bobot telur walet. Ukuran lebar dan panjang telur berpengaruh terhadap perkebangan embrio dalam telur. Telur Walet yang beukuran lebih besar cenderung memiliki perkembangan embrio yang lebih baik. Dari hasil pengukuran, ukuran lebar dan panjang telur walet yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran lebar berkisar antara 10,01 14,90 mm dengan rata-rata 12,00 ± 0,90 dan ukuran panjang antara 17,50 24,31mm dengan rata-rata 20,40±1,29. Hasil penelitian yang dilakukan Oktalina (1998) menunjukkan lebar telur berkisar 12,20-14,50 Bila dibandingkan hasil dari kedua penelitian ini ukuran telur walet berbeda atau beragam Keragaman dari ukuran dimensi lebar dan panjang telur walet ini diduga akibat dari pengaruh lingkungan. Terlihat dari panjang telur dibandingkan dengan telur walet yang berasal dari rumah walet pendapat ini juga didukung oleh Yangesa (1997) bahwa adanya perbedaan ukuran ini disebabkan dari perbedaan lingkungan dan makanan yang terdapat disekitar goa. Fertilitas dan Daya Tetas Setelah dilakukan peneropongan ternyata tidak semua telur yang berhasil dikumpulkan kondisinya fertil. Telur yang infertile dan retak mencapai 40 pasang atau 80 butir. Jadi fertilitas telur ini termasuk rendah. Rendahnya fertilitas ini dapat disebabkan karena musim, yaitu telur dikumpulkan bukan pada saat musim reproduksi. Fertilitas telur walet yaitu 78,83% atau 149 pasang atau 298 butir, dan telur infertil 40 pasang atau 80 butir. Dihasilkan fertilitas 78,83 %. Ismauluddin (2003) berpendapat bahwa telur yang kosong terlihat didalam telur jernih tidak adanya serabut-serabut pembuluh darah serta rongga udara terlihat tidak berubah merupakan telur yang tidak dibuahi. Telur rusak jika didalamnya terlihat ada urat-urat yang putus dan putih telur menyatu dengan kuning telur (abor), sedangkan telur busuk telur yang didalamnya tampak hitam pekat dan tidak adanya gerakan sama sekali (Alhaddad, 2003). Hasil penetasan telur walet pada penelitian ini menunjukkan angka persentase 26,84 %, rendahnya daya tetas ini disebabkan adanya telur infertil dan retak saat candling, serta gagal menetas karena embrio di dalam telur mati. Telur yang gagal menetas umumnya telur yang dihasilkan dari telur-telur muda. Setiadi (2000) berpendapat bahwa kematian embrio selama masa pengeraman dapat terjadi karena pengaruh nutrisi dari induknya dan posisi embrio yang tidak Kajian tentang Penetasan Telur Walet 76

ISSN 1978 3000 menguntungkan saat penetasan, posisi kuning telur dapat naik dan melekat pada bagian luar selaput putih telur. Hal ini disebabkan oleh berat jenis telur yang berkurang akibat faktor penyimpanan telur. Telur-telur walet menetas pada waktu yang tidak bersamaan. Hal ini disebabkan umur telur yang beragam dan diambil secara acak, pada umur telur yang tua akan menetas lebih awal, sedangkan telur muda akan menetas selama 14 20 hari. Ada kecenderungan bahwa semakin tua umur telur walet akan semakin cepat menetasnya dalam mesin tetas dibandingkan telur yang muda, hal ini juga didukung oleh pendapat Yamin dan Sukma (2002) bahwa telur walet yang muda akan menetas selama 14 20 hari sedangkan pada telur yang tua akan menetas selama 2 7 hari. Bobot Tetas Anak walet yang baru menetas kondisinya sangat lemah dan belum berbulu dengan ukuran dan bobot yang sangat kecil. Jadi penanganannya harus dengan cara ekstra hati-hati. Hasil penimbangan anak walet yang baru menetas dengan kisaran 1,25 1,66 gram. Bobot tetas ini lebih besar dari bobot tetas walet penelitiannya Ismauludin (2003) yang menghasilkan bobot tetas telur walet putih berkisar 1,021 1,69 gr. Kerabang Telur Walet memiliki kerabang telur yang sangat tipis dan mudah rusak, namun demikian ada kecenderungan bahwa kerabang yang lebih tebal mengakibatkan telur lebih sulit menetas. Tebal kerabang yang menetas berkisar antara 0,025 0,058 mm dengan rata-rata 0,046 dan tebal kerabang telur yang gagal menetas berkisar antara 0,060 0,085 mm dengan rata-rata 0,072. Tebal kerabang telur walet lebih tipis dibandingkan unggas yang lain. Jika dibandingkan dengan telur puyuh, tebal kerabang telur walet lebih rendah. (Mujannada 2003) berpendapat bahwa tebal kerabang untuk puyuh rata-rata 0,25 mm dan tebal tipisnya kerabang dipengaruhi oleh genetik dan pakan yang diberikan. KESIMPULAN Rata-rata bobot telur yang ditetaskan adalah 1,81±0,23 gram dengan ukuran dimensi panjang telur rata-rata 20,00 ± 0,96 mm dan Lebar telur 12,00 ± 0,94 mm. Bobot tetas rata-rata 1,25 1,66 gram, jadi persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%. Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas 26,84 %. Ditinjau dari segi pakan ada suatu kecenderungan bahwa semakin tinggi persentase pemberian sarang maka semakin baik penampila dan daya tahan hidup anak walet. Pada level pemberian sarang walet 15% lebih baik dari 10% dan 5%. Daya tahan dan penampilan anak walet pada lingkungan yang dimodifikasi lebih baik, bahkan hanya anak walet yang dipelihara pada konisi ini yang mampu bertahan sampai terbang dengan tingkat keberhasilan 50 % dari total walet yang dipindahkan dari kotak pemeliharaan. DAFTAR PUSTAKA Alhaddad, A.A.K. 2003. Penetasan Telur Walet. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonimous, 2003. Panduan Praktis. Walet Bisa Diternak. Majalah Trubus Edisi Februari 2003. Jakarta. Budiman, A. 2002. Menetaskan Telur Walet dengan Indukkan, Seriti, Seriti Kembang, Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 77

dan Mesin Tetas, Penebar Swadaya. Jakarta. Budiman, A. 2002. Pedoman Membangun Gedung Walet. Penerbit AgroMedia Pustaka. Dediyanto. 2002. Studi Kasus Teknik Pengelolaan Gedung Walet Putih di kota Bengkulu. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Mujannada, J. 2003. Fertilitas dan daya Tetas Telur Puyuh (Coturnix-coturnix Japanica) Pada Umur 6, 7, dan 8 Bulan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Nazaruddin, A. Widodo. 1998. Sukses Merumahkan Walet. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Nesheim, M.C., R.E. Austic, dan L.E. Card. 1979. Poultry Production.12Ed. Lea and Febiger. Philadephia. Oktalina, S. 1998. Penetasan Telur dan Pengaruh Pemberian beberapa Tipe Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Daya Hidup Anak Walet. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Steel, R. G. D., dan J.H. Torrie. 1998. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yangesa, I. 1997. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Anakan Burung Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga) Thunberg 1812. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Kajian tentang Penetasan Telur Walet 78