BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

FAKTOR - FAKTOR PENINGKATAN KADAR MAHAR DALAM PERKAWINAN ( Studi Kasus dalam Masyarakat Kota Bharu, Kelantan Malaysia ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

BAB EMPAT KESIMPULAN DAN CADANGAN. tradisi dalam kalangan masyarakat Islam pada umumnya. Oleh kerana itu, amalan

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha) antara suami dan istri.

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

ب س م الله ال رح م ن ال رح ی م

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

Jodoh dan pernikahan yang sempurna

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA

BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. mental dan fisik. Persiapan mental seseorang dilihat dari faktor usia dan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

Aceh Jangan Biarkan Terjadinya Zina. Oleh : Rachmad Yuliadi Nasir Rabu, 08 Januari :37

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR Setelah mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkandung dalam ketentuan penetapan emas sebagai mahar menurut pandangan Majelis Adat Aceh dan Majelis Permusyawaratan Ulama, maka dapat diketahui bahwa terdapat persamaan dan perbedaan yang menjadi dasar penetapan tersebut. Adapun analisa dari pemaparan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya adalah: Persamaan Pandangan Majelis Adat Aceh (MAA) dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Terhadapan Penetapan Emas Sebagai Mahar. Majelis Adat Aceh dalam menetapkan emas sebagai mahar merujuk kepada tradisi yang telah berakar lama di tengah tengah masyarakat dan dilestarikan secara turun temurun oleh tokoh adat serta mendapat kesepakatan dari masyarakat. Demikian halnya dengan Majelis Permusyawaratan Ulama dalam menetapkan emas sebagai mahar juga mengacu pada tradisi yang di bawa oleh penyebar agama Islam pertama yang datang ke Aceh, yang mana sampai sekarangpun masih dilestarikan oleh para ulama, karena dalam ajaran Islam tidak ada ketentuan bahwa mahar pernikahan harus dalam bentuk emas tetapi juga tidak ada larangan akan penggunaan emas sebagai mahar dalam pelaksanaan 62

63 pernikahan. Persamaan yang lain adalah alasan kenapa kedua lembaga tersebut menganggap emas sebagai benda berharga dan dijadikan simbol pemuliaan terhadap wanita, karena emas termasuk logam mulia yang masih bisa dijumpai hingga saat ini, kemuliaan emas yang merupakan benda berharga disejajarkan dengan kemuliaan perempuan yang harus dihargai akan kehormatannya. 1 1 Tgk. Ibrahim Daud, Wawancara, Kota langsa, 01 september 2013

Majelis Adat Aceh dan Majelis Permusyawaratan Ulama merupakan lembaga yang turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pernikahan, demikian pula dalam penetapan emas sebagai salah satu mahar pernikahan, yang mana selain emas berfungsi sebagai mahar, ternyata berberfungsi pula untuk membentengi kehormatan perempuan dari laki laki yang tidak bertanggung jawab (tidak jelas pekerjaanya atau tidak jelas asal usulnya). Karena secara logika, laki laki yang tidak jelas asal usulnya tidak bisa semaunya untuk menikahi perempuan yang disukainya. Karena dengan penentuan berapa jenis dan kadar emas yang digunakan sebagai mahar harus menghadirkan keluarga calon pengantin pria untuk bermusyawarah agar jenis dan kadar emas yang digunakan sebagai mahar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian pula bagi laki laki yang pengangguran dan malas bekerja akan merasa keberatan untuk membeli emas seberat yang ditentukan, jika demikian bisa di artikan bahwa laki laki seperti ini belum siap untuk menikah atau cikal bakal tidak mampu memberi nafkah lahir kepada isteri dan anaknya. Demikian laki laki yang bertanggung jawab pasti menganggap penetapan emas sebagai mahar dengan jenis dan kadar yang ditentukan dijadikan sebagai semangat untuk mencari nafkah agar keinginannya untuk menikahi perempuan yang diinginkannya bisa tercapai 2. Majelis Adat Aceh dan Majelis Permusyawaratan Ulama sama sama 2 Tgk. Ibrahim Daud, Wawancara, Kota langsa, 01 september 2013

65 mempunyai toleransi tentang penggunaan mahar selain emas, yaitu benda yang berharga bisa sebagai pengganti emas. Kebijakkan tersebut untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang buruk apabila hanya emas yang di gunakan mahar. Akan tetapi penggunaan mahar selain emas belum pernah muncul ke permukaan. 3 Perbedaan pandangan Majelis Adat Aceh (MAA) dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Sekilas terkesan tidak ada perbedaan penetapan mahar antara tradisi dengan ketentuan agama. Karena berdasarkan ketentuan dua lembaga di atas, emas dapat digunakan sebagai mahar. Jika dikaji lebih mendalam tentang penetapan emas sebagai mahar antara kedua lembaga tersebut di atas, maka terdapat perbedaan diantara kedua lembaga tersebut pada penggunaan emas sebagai mahar, yaitu : Pertama; pada ketentuan kadar emas, pada lembaga adat, kadar emas yang digunakan sebagai mahar ditentukan takarannya, batas maksimal tidak ditentukan oleh adat, dan menjadi kesepakatan bersama antara tokoh adat dengan masyarakat walaupun kesepakatan bersama tersebut tidak menjadi legalitas yang tertulis 4. Sedangkan pada Majelis Permusyawaratan Ulama, penetapan kadar emas tidak ada ketentuan berapa berat emas yang harus 3 Dr. Tgk. Sulaiman Ismail, Wawancara, Kota Langsa, 12 Januari 2014 4 Tgk. H. Hasan Kasem, Wawancara, Kota langsa, 01 september 2013

digunakan sebagai mahar, sehingga berat emas disesuaikan berdasarkan kesanggupan dari calon pengantin. Mereka hanya tidak melarang penggunaan emas sebagai mahar. Kedua; ketentuan lembaga adat terhadap kadar emas berdasarkan status sosial, pendidikkan, perekonomian dari si penerima mahar. Sedangkan Majelis Permusyawaratan Ulama tidak menentukan kadar emas berdasarkan si penerima. Ketiga; lembaga adat mempunyai ketentuan khusus tentang jenis emas yang harus di gunakan sebagai mahar. Sedangkan Majelis Permusyawaratan Ulama tidak menentukan jenis emas yang harus di gunakan sebagai mahar. Keempat; sebab lembaga adat menggunakan emas sebagai mahar didasari oleh tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Majelis Permusyawaratan Ulama memperbolehkan emas sebagai mahar berdasarkan kesanggupan calon pengantin. Perbedaan lainnya bisa dilihat pada toleransi penggunaan mahar selain emas, Majelis Permusyawaratan Ulama memberi keringanan mahar dalam bentuk selain emas berdasarkan hadis. Sedangkan Majelis Adat Aceh memberi keringanan mahar selain emas berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian calon pengantin, selama ini toleransi penggunaan mahar selain emas yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama dan Majelis Adat Aceh baru hanya sebatas kebijakan. Karena belum terjadi pada masyarakat Kota Langsa

67 yang menggunakan kebijakan tersebut. Sedangkan dalam pandangan Majelis Permusyawaratan Ulama pemberian mahar dalam pernikahan tidak mesti mengacu pada ketetapan yang ditentukan dalam bentuk emas, karena berdasarkan tuntutan Nabi SAW, benda apa saja yang bernilai dapat dijadikan mahar. Majelis Permusyawaratan Ulama sebagai sebuah lembaga yang mewadahi tokoh tokoh agama yang dalam istilah Aceh disebut Tengku, dalam menyikapi penetapan emas sebagai mahar mempunyai kebijakan tentang jenis dan kadar emas. Para tokoh agama lebih memberikan toleransi kepada mereka yang ingin melakukan pernikahan dengan tidak memberatkan pada mahar penikahan, apapun mahar yang diberikan walaupun tidak dalam bentuk emas, penikahan tersebut dapat dilaksanakan. Karena para tokoh ulama mengacu pada hadis-hadist nabi yang menjadi rujukan dalam penetapan mahar tersebut. Analisa terhadap Penetapan Emas sebagai Mahar terhadap Masyarakat Kota Langsa. Implikasi dari penetapan emas sebagai mahar dapat dilihat melalui media cetak, elektronik dan juga jejaring sosial, terdapat berbagai keluhan dari beberapa pemuda yang hendak melangsungkan pernikahan. Salah satunya yang sempat menjadi tranding topick adalah penuntutan adanya Jaminan Mahar Aceh (JMA) dari sebagian pemuda Aceh kepada pemerintah Aceh, mengingat harga emas yang kian melambung. Namun yang menjadi pertanyaan apakah keluhan mereka

sebagai upaya untuk menghindar dari mahar dalam bentuk emas, yang merupakan beban yang harus mereka hadapi, atau memang mereka dari kalangan kurang mampu, atau bisa juga upaya mereka untuk menentang nilai nilai adat yang harus dijunjung. 5 Pemuda yang memberi pernyataan pada berbagai media kurang disebutkan secara jelas latarbelakang hidup mereka, jadi keluhan mereka apakah sebuah polemik atau sebuah fenomena akan penetapan emas sebagai mahar ataukah hanya sebuah usaha memprovokasi sebagai upaya gerakan modernisasi yang berusaha merombak tradisi yang dianggapnya sudah seharusnya diganti. Jadi untuk mengetahui apakah penetapan emas sebagai mahar menjadi beban bagi masyarakat memerlukan kajian yang lebih komperehensif dengan bukti bukti yang konkrit. Mengingat taraf perekonomian masyarakat Kota Langsa sudah cukup baik. Penetapan emas sebagai mahar yang dipertahankan hingga sekarang oleh kedua lembaga yang berwenang terhadap mahar pernikahan, bukan hendak menghalangi para pemuda untuk menikah. Akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan kedua lembaga tersebut lebih layak sebagai edukasi bagi pemuda yang akan menikah untuk mempersiapkan diri secara sungguh sungguh, mengingat pemuda yang akan menikah adalah calon kepala rumah tangga, biaya untuk pembelian mahar jika dibandingkan dengan biaya berumah tangga jauh 5 http://aceh.tribunnews.com/2011/10/30/mahar-dalam-adat-aceh, (06 Januari 2014)

69 lebih mahal biaya berumah tangga. Kalau membeli emas sebagai mahar saja tidak mampu apalagi memberi nafkah anak dan isterinya. Dari sinilah manfaat yang bisa diambil dari penetapan emas sebagai mahar dalam pernikahan, yaitu menjadikan pemuda yang hendak melepas masa lajangnya, lebih mempersiapkan diri menjelang pernikahan. Karena masa penetapan kadar emas sebagai mahar yang ditentukan dengan pelaksanaan pemberian mahar memiliki jarak waktunya sangat jauh, yang bertujuan memberi kesempatan untuk memenuhi ketentuan tersebut. Implikasi positif yang lain, menghindarkan generasi muda dari pernikahan dini, yang lebih mengutamakan ego, emosi dan nafsu. Yang mana jika hal ini terjadi, pihak perempuan akan berada pada posisi yang sangat lemah. Karena pada banyak kasus, pernikahan dini hanya menimbulkan banyak masalah dan diakhiri dengan perceraian. Pada dari kondisi pria yang menikah di usia dini, kurang siap secara mental, pola pemikiran, maupun finansial. Pada kondisi perempuan juga memiliki emosi dan pemikiran yang kurang stabil. Demikian juga pada kondisi rahim yang belum kuat dan kurang matangnya kondisi sel telur. Manfaat yang lain dari penetapan emas sebagai mahar, menjadikan pihak laki-laki akan lebih berhati-hati menggunakan uang di masa lajangnya, karena mengingat di usia yang masih muda, kecenderungan untuk berhura-hura, sangatlah besar. Karena faktor lingkungan, kerap kali mempengaruhi emosi bagi anak-anak muda untuk menuruti hawa nafsunya. Dengan harga emas yang setiap

tahunnya terus naik, mereka akan cenderung berhati-hati memanfaatkan uang. Konsekuensinya, jika mereka gagal mempersiapkan mahar yang ditentukan menjelang pernikahannya, maka keinginannya untuk menikahi wanita yang diidamkannya akan pupus. Nilai positif yang lain, bagi perempuan yang belum menikah, akan lebih menjaga diri dalam pergaulannya. Apabila masyarakat menilainnya perempuan yang tidak baik, secara otomatis, akan menurunkan nilai mahar yang merupakan prestise bagi dirinya dan keluarga. Namun disamping membawa kemanfaatan, penetapan emas sebagai mahar, juga mempunyai dampak yang kurang bagus dimasyarakat. Dampak tersebut akan begitu terasa bagi pemuda yang mempunyai latar belakang keluarga kurang harmonis, memiliki pendidikan yang cukup bagus, dan memiliki kesadaran beragama yang cukup tinggi. Karena melihat kondisi keluarga yang kurang harmonis, menimbulkan trauma psikis yaitu sebuah opini bahwa mahar emas yang telah diberi, tidak menjamin kepatuhan istri kepada suami. Bagi pemuda yang terbiasa merantau, akan membuat suatu perbandingan bahwa pernikahan di daerah lain, tidak semahal di Aceh. Hal ini bisa menyebabkan pemuda Aceh enggan untuk menikah dengan wanita sedaerah dengannya. Secara otomatis dengan terjadinya perkawinan beda kultural, berlahan-lahan tapi pasti, akan mengikis tradisi penetapan emas sebagai mahar tersebut. Karena buah dari perkawinan mereka, besar kemungkinan akan menghasilkan keturunan dengan pola pemikiran yang sama yaitu menghindari

71 mahar emas dengan menikahi wanita di luar Aceh. Sisi negatif lain dari penetapan emas sebagai mahar adalah kurang diperhatikannya bagaimana pihak laki-laki untuk memperoleh emas sebagai mahar. Apakah dengan cara baik atau buruk. Tidak adanya pengawasan secara langsung tentang hal ini, bisa membuat peluang bagi pemuda yang berprofesi kurang baik atau berkarakter buruk untuk menikahi perempuan yang baik-baik dikarenakan bisa memenuhi ketentuan mahar tersebut. Karena kejahatan yang dilakukannya untuk mendapatkan emas sebagai mahar, bisa dilakukan diluar wilayah Aceh, sehingga upaya untuk pemuliaan wanita bisa saja ternoda dengan proses pemuliaan tersebut. Pada keluarga yang kurang mampu tetapi memiliki gaya hidup yang tinggi, akan memanfaatkan anak gadisnya yang cantik untuk meninggikan nilai mahar dari yang ditentukan dengan Majelis Adat Aceh. Karena pihak perempuan lebih menentukan kadar emas yang digunakan sebagai mahar perkawinan. Kejadian seperti ini, merupakan perdagangan manusia yang terselubung. Atau upaya-upaya untuk mengubah keadaan hidup, dari yang kurang mampu menjadi berkecukupan. Sisi kurang baik yang lain, bagi masyarakat yang kurang memahami implikasi positifnya, akan menganggap penetapan emas sebagai mahar tersebut sebagai komoditi untuk meninggkatkan perekonomian mereka dengan mengabaikan sisi-sisi kemanusiaan. Apalagi

menjunjung tinggi nilai-nilai adat. Sisi negatif lain, kebebasan perempuan Aceh untuk menikah dengan lelaki idaman mereka tidak mudah terwujud, dikarenakan pemuda yang menjadi idamannya belum tentu bisa memenuhi ketetapan mahar yang ditentukan oleh keluarga. Jadi, wanita bisa menikah bukan berdasarkan pilihan hatinya tapi berdasarkan kesanggupan laki-laki untuk memenuhi mahar. Walaupun wanita tersebut tidak berkenan di hatinya. Apakah pemuliaan wanita dengan penetapan emas sebagai mahar tercapai jika perasaan wanita terabaiakan karena menikah dengan laki-laki yang kurang disukainya. Efektifitas penetapan emas sebagai mahar, mengabaikan psikis dari pihak calon pengantin wanita. Karena bisa terlaksananya suatu pernikahan bukan berdasarkan rasa saling mencintai melainkan berdasarkan ketentuan mahar yang ada. Bagi wanita yang citranya sudah terlanjur rusak dimata masyarakat, mahar emas merupakan justifikasi yang mempersulit wanita untuk menikah, karena tidak ada ketentuan yang ditetapkan oleh Majelis Adat Aceh dan Majelis Permusyawaratan Ulama bagi wanita yang secara sosial rendah dimata masyarakat.