BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan fundamental bagi setiap masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu upaya tersebut adalah dengan membangun Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas di setiap kecamatan. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 Tahun 2014). Dengan adanya Puskesmas, diharapkan akses kesehatan bagi masyarakat di daerah menjadi lebih mudah dan cepat. Semua pelayanan medis dan non medis di Puskesmas harus didokumentasikan dalam suatu berkas atau catatan yang disebut rekam medis. Rekam medis sekurang-kurangnya memuat identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan, dan tindakan yang diberikan oleh dokter/dokter gigi kepada pasien. Rekam medis dapat dilaksanakan secara manual, elektronik, maupun kombinasi keduanya. Untuk menunjang proses pelayanan, penyimpanan data, dan pelaporan data di Puskesmas, maka dikembangkan suatu sistem informasi yang disebut Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan aplikasi Primary Care BPJS (P-Care) khusus untuk pasien BPJS. SIMPUS dan P-Care merupakan salah satu bentuk rekam medis elektronik yang didalamnya terdapat catatan medis pasien. Salah satu data yang dituliskan dalam berkas rekam medis, SIMPUS, dan P-Care adalah kode diagnosis yang diderita pasien. Pengodean diagnosis seharusnya dilakukan oleh petugas rekam medis yang memiliki kompetensi terkait klasifikasi dan kodefikasi penyakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor 377 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Peraturan tersebut telah disempurnakan dalam Permenkes Nomor 1
2 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa perekam medis memiliki wewenang untuk melaksanakan sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai medis yang benar. Pemberian kode diagnosis berdasarkan pada sistem klasifikasi penyakit yang ditetapkan oleh WHO saat ini yaitu International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD) Tenth Revision atau ICD-10. Kecepatan dan ketepatan coding dari suatu diagnosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, dan keterampilan petugas coding dalam pemilihan kode (Budi, 2011). Diagnosis yang tidak spesifik ini mungkin terjadi karena penggunaan medis yang kurang tepat, misalnya menggunakan singkatan yang tidak baku dan menggunakan bahasa non medis. Selain itu, ketidaktepatan pemilihan kode bisa juga terjadi karena petugas coding tidak memiliki keterampilan coding. Padahal ketepatan kode diagnosis ini sangat penting karena digunakan sebagai dasar pembuatan laporan, seperti laporan morbiditas rawat jalan, sepuluh besar penyakit rawat jalan, atau laporan ke pihak ketiga (asuransi). Apabila diagnosis tidak diberi kode dengan tepat, laporan akan menjadi tidak valid dan bermutu rendah. Penelitian terkait tingkat ketepatan dan keakuratan kode sudah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian Pramono (2012) dari 385 berkas rekam medis di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta ditemukan 174 kode (45,2%) akurat dan 211 kode (54,8%) tidak akurat. Salah satu penyebab ketidakakuratan kode tersebut adalah tidak sesuainya kualifikasi SDM yang bertugas mengode diagnosis. Selain itu, ketidakakuratan kode diagnosis juga dapat disebabkan oleh ketidaktepatan medis yang digunakan oleh dokter. Penulisan singkatan atau istilah dalam penulisan diagnosis diperlukan adanya keseragaman dan konsisten dalam penggunaan medis sesuai ICD-10 untuk lebih meningkatkan keakuratan kode diagnosis (Khabibah dan Sugiarsi, 2013). Dalam penelitian Paramitasari (2015) juga disebutkan bahwa diagnosis yang belum menggunakan bahasa medis dan masih terdapat singkatan menjadi salah satu kendala dalam pengodean diagnosis pasien di Puskesmas Jepon.
3 Puskesmas Bambanglipuro merupakan salah satu dari tiga Puskesmas di Kabupaten Bantul yang akan berkembang menjadi Rumah Sakit Tipe D Pratama. Puskesmas ini telah terakreditasi Madya. Dalam pelaksanaan pelayanannya, Puskesmas Bambanglipuro Bantul sudah menerapkan bridging system pada SIMPUS dan P-Care. Puskesmas Bambanglipuro sudah memiliki satu petugas rekam medis. Akan tetapi, pengodean diagnosis di Puskesmas Bambanglipuro Bantul tidak dilakukan oleh petugas rekam medis, melainkan dilakukan oleh petugas kesehatan yang tidak memiliki kompetensi kodefikasi penyakit, seperti dokter, bidan, dan perawat. Selain itu, kode diagnosis di Puskesmas Bambanglipuro Bantul tidak diperoleh dari buku ICD-10, melainkan dari internet. Puskesmas Bambanglipuro Bantul juga belum memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengatur tentang tata cara pengisian item pada lembar rawat jalan dan tata cara pengodean diagnosis. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara pada tanggal 10 Januari 2017, petugas rekam medis Puskesmas Bambanglipuro Bantul menyatakan bahwa keakuratan kode diagnosis sangat penting karena berkaitan dengan validitas laporan Puskesmas. Akan tetapi, dari hasil studi dokumentasi terhadap 10 sampel berkas rekam medis rawat jalan yang dikode oleh petugas kesehatan, ditemukan 60% kode yang tidak akurat. Dari keseluruhan sampel berkas rekam medis rawat jalan tersebut terdapat 80% medis yang digunakan tidak tepat atau tidak sesuai dengan ICD-10. Dari 80% medis yang tidak tepat tersebut, 50% kode diagnosis tidak akurat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan ketepatan medis dengan keakuratan kode diagnosis rawat jalan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan antara ketepatan medis dengan keakuratan kode diagnosis rawat jalan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul?
4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut. 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan ketepatan medis dengan keakuratan kode diagnosis rawat jalan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui persentase ketepatan medis dalam berkas rekam medis rawat jalan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. b. Mengetahui persentase keakuratan kode diagnosis rawat jalan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. c. Mengetahui hubungan antara ketepatan medis dengan keakuratan kode diagnosis rawat jalan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Puskesmas Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Puskesmas, khususnya bagi pemberi layanan kesehatan untuk menuliskan medis dengan tepat dan petugas pengodean untuk memberikan kode diagnosis yang tepat sesuai dengan aturan ICD-10. b. Bagi Peneliti Memperoleh tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti terkait dengan pelaksanaan pengodean diagnosis serta ketepatan dan keakuratan kode diagnosis di Puskesmas. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan dan sumber pembelajaran untuk pengembangan ilmu rekam medis, khususnya ilmu klasifikasi dan kodefikasi penyakit agar nantinya bisa menciptakan coder yang profesional.
5 b. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi, acuan, atau alat bantu bagi peneliti lain yang melakukan atau mengembangkan penelitian dengan topik yang hampir sama. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Hubungan Ketepatan Terminologi Medis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul belum pernah dilakukan oleh siapapun, tetapi ada beberapa penelitian yang hampir sama yaitu: Tabel 1. Keaslian Penelitian No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 1 Pengaruh Beban Kerja Coder dan Ketepatan Terminologi Medis terhadap Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Gigi di RSJ Grhasia DIY Tahun 2012 (Riyanti, 2013) 1. Topik penelitian Keakuratan kode diagnosis 2. Jenis penelitian Observasional analitik 1. Variabel penelitian Riyanti (2013): a. Beban kerja coder b. Ketepatan medis (lead term) c. Keakuratan kode diagnosis penyakit gigi Peneliti: a. Ketepatan medis b. Keakuratan kode diagnosis rawat jalan 2. Rancangan penelitian Riyanti (2013): Time series Peneliti: Crosssectional 3. Teknik sampling Riyanti (2013): Total sampling Peneliti: Systematic random sampling
6 Tabel 1. (lanjutan) No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 2 Tinjauan Ketepatan Terminologi Medis dalam Penulisan Diagnosis pada Lembaran Masuk dan Keluar di RSU Jati Husada Karanganyar (Khabibah dan Sugiarsi, 2013) 1. Topik penelitian Ketepatan medis 2. Teknik sampling Systematic random sampling 1. Jenis penelitian Khabibah dan Sugiarsi (2013):Deskriptif pendekatan retrospektif Peneliti: Survey analitik pendekatan kuantitatif 2. Variabel penelitian Khabibah dan Sugiarsi (2013): Ketepatan medis dalam Lembaran Masuk dan Keluar (Rawat Inap) Peneliti: a. Ketepatan medis dalam berkas rekam medis rawat jalan b. Keakuratan kode diagnosis rawat 3. Evaluasi Pelaksanaan Coding Penyakit oleh Dokter dan Perawat Berdasarkan Unsur Manajemen (5M) di Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta (Gani, 2014) 1. Topik penelitian Coding penyakit rawat jalan jalan 1. Jenis dan rancangan penelitian Gani (2014): Deskriptif pendekatan kualitatif dengan rancangan fenomenologi Peneliti: Survey analitik pendekatan kuantitatif dengan rancangan crosssectional 2. Variabel penelitian Gani (2014): Evaluasi pelaksanaan coding penyakit berdasarkan unsur manajemen (5M)
7 Tabel 1. (lanjutan) No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Peneliti: a. Ketepatan medis b. Keakuratan kode diagnosis rawat jalan 3. Teknik sampling Gani (2014): Purposive sampling Peneliti: Systematic random sampling 4 Hubungan antara Pengetahuan Terminologi Medis Petugas Rekam Medis dengan Ketepatan Kode Diagnosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta (Saputro, 2016) 5 Hubungan antara Ketepatan Penulisan Diagnosis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo (Maryati, 2016) 1. Topik penelitian Ketepatan dan keakuratan kode diagnosis 2. Jenis dan rancangan penelitian Observasional analitik dengan rancangan crosssectional 1. Topik penelitian Keakuratan kode diagnosis 2. Jenis dan rancangan penelitian Analitik dengan pendekatan crosssectional 1. Variabel penelitian Saputro (2016): a. Pengetahuan medis petugas rekam medis b. Ketepatan kode diagnosis Peneliti: a. Ketepatan medis b. Keakuratan kode diagnosis rawat jalan 2. Teknik sampling Saputro (2016): Total sampling Peneliti: Systematic random sampling 1. Variabel penelitian Maryati (2016): a. Ketepatan penulisan diagnosis ( medis) kasus obstetri b. Keakuratan kode diagnosis kasus obstetri Peneliti: a. Ketepatan medis rawat jalan
8 Tabel 1. (lanjutan) No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 5 b. Keakuratan kode diagnosis rawat jalan 2. Teknik sampling Maryati (2016): Total sampling Peneliti: Systematic random sampling F. Gambaran Umum Puskesmas Bambanglipuro Bantul Berdasarkan Buku Profil Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016, gambaran umum Puskesmas Bambanglipuro Bantul adalah sebagai berikut. 1. Keadaan Geografi Wilayah Puskesmas Bambanglipuro berada pada ketinggian 22 m di atas permukaan laut. Adapun luas Kecamatan Bambanglipuro yaitu 22,8 km 2. Sebesar 99,5% (44 pedukuhan) di Kecamatan Bambanglipuro berbentuk datar sampai berombak, 0,5% (1 pedukuhan) berbentuk berombak sampai berbukit, dan tidak ada yang berbentuk berbukit sampai bergunung. Sebagian besar terdiri dari dataran dengan lahan pertanian yang cukup luas dengan sistem pengairan teknis yang cukup memadai dan sedikit wilayah berbukit-bukit (Dukuh Ngajaran) dengan keadaan tanah yang labil dan berbatu yang merupakan pertanian tadah hujan. Kecamatan Bambanglipuro dibatasi oleh: Sebelah utara kecamatan : Kecamatan Bantul Sebelah timur kecamatan : Kecamatan Pundong Sebelah selatan kecamatan : Kecamatan Kretek Sebelah barat kecamatan : Kecamatan Pandak 2. Keadaan Demografi Penduduk Kecamatan Bambanglipuro yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro pada tahun 2016 sejumlah 38.071 jiwa yang tersebar dalam tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Sumbermulyo, Mulyodadi, dan Sidomulyo. Penduduk laki-laki sejumlah 18.783 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 19.288 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kelurahan Sumbermulyo. Akan tetapi, kepadatan penduduk
9 tertinggi berada di Kelurahan Sidomulyo. Hal ini dikarenakan luas wilayah Kelurahan Sidomulyo paling kecil. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Bambanglipuro berusia 14 49 tahun. Usia harapan hidup rata-rata penduduk di Kecamatan Bambanglipuro yaitu 71,3 tahun, di mana perempuan relatif lebih tinggi yakni 73,8 tahun, sedangkan untuk laki-laki 68,8 tahun. Persentase terbesar penduduk miskin dari tiga kelurahan berdasarkan jumlah jiwa yang miskin adalah Kelurahan Sumbermulyo, sedangkan berdasarkan jumlah KK adalah Kelurahan Sidomulyo. 3. Motto Kesehatan Anda adalah Kepuasan Kami 4. Visi, Misi, dan Strategi Visi, Misi, dan Strategi di Puskesmas Bambanglipuro Bantul adalah sebagai berikut. a. Visi Menjadi pilihan utama masyarakat dalam pelayanan kesehatan kesehatan prima. b. Misi 1) Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. 2) Mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat pada semua tatanan. 3) Menyelenggarakan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas. 4) Peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. 5) Pemberdayaan masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatan. c. Strategi 1) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan. 2) Peningkatan fungsi manajemen institusi/organisasi dan manajemen mutu. 3) Peningkatan profesionalisme tenaga kesehatan. 4) Peningkatan kemitraan dan kerja sama lintas sektor. 5) Mendukung dan mendorong peningkatan Peran Serta Masyarakat (PSM) dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia (UKBM). 6) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat dan asuransi kesehatan.
10 5. Pelayanan Pasien Berikut ini jadwal pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Bambanglipuro. Tabel 2. Jadwal Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul No. Jenis Pelayanan Hari Waktu 1 IGD 2 Rawat Inap 3 Persalinan 4 Pelayanan Umum 5 KIR Dokter 6 Pelayanan Gigi 7 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 8 Pelayanan MTBS 9 Pelayanan Laboratorium 10 Konsultasi (Dokter, Gizi, PHBS, Jiwa) Setiap Hari Setiap Hari Kerja 24 Jam PENDAFTARAN Senin Kamis Pukul 07.30 11.30 WIB Jum at Pukul 07.30 10.30 WIB Sabtu Pukul 07.30 11.00 WIB 11 12 Pelayanan Imunisasi Pelayanan KB Senin Rabu PELAYANAN Senin Kamis 13 Pemeriksaan Ibu Hamil Selasa Pukul 08.00 14.00 WIB dan Kamis Jum at 14 Fisioterapi Senin Pukul 08.00 11.00 WIB Kamis Sabtu 15 Pelayanan TB Paru Jum at Pukul 08.00 12.00 WIB dan Sabtu Sumber: Buku Profil Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016 6. Rencana Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2016 Rencana Program Pembangunan Kesehatan Puskesmas Bambanglipuro Tahun 2016 meliputi enam program utama dan satu program pengembangan yang dilaksanakan secara simultan dan berkesinambungan antara lain: a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan c. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak dan Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan g. Upaya Kesehatan Pengembangan 7. Data Kunjungan a. Kunjungan Rawat Jalan
11 Pelayanan rawat jalan dilaksanakan di Balai Pengobatan (BP) Umum, IGD, Balai Pengobatan (BP) Gigi, Klinik Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Klinik MTBS, dan Klinik Fisioterapi. Jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul pada tahun 2016 sebanyak 50.502 kunjungan. Dari jumlah kunjungan tersebut, sebanyak 1.014 kunjungan merupakan kunjungan pasien dengan gangguan jiwa. b. Kunjungan Rawat Inap Puskesmas Bambanglipuro merupakan salah satu Puskesmas tipe perawatan (Rawat Inap) di Kabupaten Bantul. Adapun jumlah kunjungan rawat inap di Puskesmas Bambanglipuro Bantul pada tahun 2016 sebanyak 568 kunjungan. Dengan jumlah tempat tidur sebanyak 10 tempat tidur, pencapaian kinerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul terhadap indikator pelayanan rawat inap pada tahun 2016 yaitu BOR 57,7%; BTO 57 kali; TOI 2,72 hari; dan AvLOS 3,7 hari. 8. Data Ketenagaan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul Jumlah dan jenis ketenagaan yang ada di Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016 adalah sebagai berikut. Tabel 3. Data Ketenagaan Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016 No. Nama Jabatan Jumlah 1 Kepala Puskesmas 1 orang 2 Kepala Tata Usaha 1 orang 3 Dokter Umum 4 orang 4 Dokter Gigi 1 orang 5 Bidan 13 orang 6 Perawat Umum 8 orang 7 Perawat Gigi 1 orang 8 Apoteker 2 orang 9 Asisten Apoteker 1 orang 10 Tenaga Gizi 2 orang 11 Tenaga Kesehatan 1 orang Masyarakat 12 Tenaga Sanitasi 1 orang 13 Analis Lab 2 orang 14 Fisioterapis 1 orang 15 Rekam Medis 1 orang Sumber: Buku Profil Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016
12 9. Data Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016 Tabel 4. Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Bambanglipuro Bantul No. Kode ICD-10 Jenis Penyakit Jumlah 1 J00 Nasofaringitis akut 4476 2 I10 Hipertensi esensial 2818 3 E14.9 Diabetes mellitus 2235 4 M79.1 Myalgia 2190 5 R50.9 Demam tanpa sebab 2088 yang jelas 6 K30 Dispepsia 1258 7 J02.9 Faringitis akut 1230 8 I50.9 Gagal jantung 937 9 R51 Sakit kepala 907 10 A09.9 Diare 738 Sumber: Buku Profil Puskesmas Bambanglipuro Bantul Tahun 2016 G. Gambaran Pelaksanaan Pengodean di Puskesmas Bambanglipuro Bantul Pengodean diagnosis di Puskesmas Bambanglipuro Bantul dilakukan oleh petugas kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat. Dokter dan dokter gigi menuliskan diagnosis dan kode diagnosis dalam berkas rekam medis tanpa mengentri ke SIMPUS, sedangkan bidan menuliskan diagnosis dan kode diagnosis dalam berkas rekam medis sekaligus mengentri kode diagnosis ke SIMPUS. Kode ICD-10 dalam SIMPUS berdasarkan ICD-10 Edisi 2010. Perawat bertugas menginput kode diagnosis yang dituliskan oleh dokter atau dokter gigi dalam berkas rekam medis. Apabila kode diagnosis tidak dituliskan oleh dokter atau dokter gigi, maka perawat yang melakukan pengodean dengan langsung menginput kode diagnosis ke SIMPUS tanpa menuliskan dalam berkas rekam medis. Kode diagnosis diperoleh oleh petugas kesehatan dari internet, bukan dari ICD-10. Tidak terdapat proses entry data ke P-Care karena sudah ada bridging system antara SIMPUS dan P-Care.