RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI PADA KERAWANAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

Ali Achmad 1, Suwarno 2, Esti Sarjanti 2.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14 Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

penghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN(LAND USE) BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA LONGSORLAHAN DI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua

TOMI YOGO WASISSO E

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

MITIGASI BENCANA LAHAR HUJAN GUNUNGAPI MERAPI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAS KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

RISIKO LONGSORLAHAN PADA PENGGUNAAN LAHAN PERSAWAHAN DI SUB-DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

Transkripsi:

RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS Suwarno* dan Sutomo* Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email: suwarnohadimulyono@gmail.com Abstrak Kejadian longsorlahan menyebabkan hilangnya harta benda maupun jiwa manusia. Risiko merupakan besaran dari nilai kerentanan dan besarnya potensi kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya harta benda dan jiwa tersebut.tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas risiko bencana longsorlahan di daerah penelitian. Metode penelitianmenggunakan metode surveyyang meliputi kerja lapangan dan kerja laboratorium. Data yang diperlukan adalah data kerentanan lonngsorlahan dan potensi kerugian harta benda dan jiwa pada setiap satuan bentuklahan. Populasinya seluruh satuan bentuklahan, sedang teknik pengambilan sampel menggunakan area sampling. Kerjalapangan yang dimaksudkan untuk inventerasisasi karakteristik satuan bentuklahan dan potensikerugiandiberbagai jenis penggunaan lahan yang terdapat di daerah penelitian. Kerja laboratorium bertujuan untuk analisis data kerugiandiberbagai jenis penggunaan lahan. Data hasil kerja lapangan dan laboratorium tersebut dipergunakan untuk menentukan kelas kerentanan dan potensi kerugian. Kelas risiko ditentukan dengan mengalikan besarnya kelas kerentanan dan potensi kerugian. Hasil penelitian adalah di Sub-Das Logawa terbagi dalam dua kelas risiko longsorlahan yaitu kelas rendah dan sedang.luas masing-masing kelas risiko adalah untuk kelas risiko rendah seluas 1.234,05 ha atau 10,61 % dan luas kelas risiko sedang seluas 10.394,77 ha atau 89,39 %. Kata kunci: kerentanan, kerugian, risiko, longsorlahan 1. PENDAHULUAN Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan olehperistiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan olehalam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanahlongsor (UURI No24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal1 ayat 2). Dampakbencana ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu dampak terhadap lingkungan fisik dan dampak terhadap lingkungan sosial-ekonomi (Sutikno, 1985, Kuswaji dan Priyono, 2008). Dampak dari bencana alam tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan kehidupan manusia. Akibat bencana antara lain pengungsian, kehilangan harta benda, kerusakan rumah dan infrastruktur, kerusakan keragaman hayati, kerusakan makanan, memburuknya status gizi, meningkatnya jumlah orang yang sakit, hilangnya fasilitas pendidikan, berkurangnya kesejahteraan (Anonim, 2009). Akibat dari bencana tersebut dapat dikatakan sebagai dampak. Dampak bencana alam tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, lokasi, pertumbuhan penduduk,kemiskinan,urbanisasi,industriali sasi,lingkungan rawan dengan eksploitasi sumber alam cenderung merusak ekosistem lingkungan, kurangnya fasilitas dan pelayanan penanggulangan krisis,perubahan budaya (Anonim, 2009). Dooley ( 1996 ), mengemukakan terdapat dua komponen untuk menjelaskan 1537

risiko dalam konteks lingkungan. Pertama, adalah situasi (proyek, zat pencemar dalam udara dan air, produk atau program) kejadian alam yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan; yang berpotensi menimbulkan bahaya (risiko). Kedua ketidakpastian tentang bahaya. Ketidakpastian tersebut adalah bilamana atau kapan bencana tersebut akan terjadi. Besarnya kejadiannya mungkin juga tidak pasti, seperti siapa dan apa yang akan dipengaruhi; jadi risiko berhubungan dengan situasi dimana mungkin terdapat dampak tetapi dampak tersebut tidak pasti. Longsorlahan adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budi daya yang meliputi zona-zona berpotensi longsor (Pedoman Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/Prt/M/2007Pasal 1 ayat 1 dan 2). Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal1 ayat 14). Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Logawa yang berhulu di lereng Gunungapi Slamet dan bermuara pada Sungai Serayu.Sub DAS ini dapat lihat dari kondisi geomorfologi terbagi atas bentukan vulkanik dan struktural. Kedua bentukan ini memiliki karakteristik yang berbeda, pada bentukan vulkanik banyak tersusun atas material vulkanik lepas-lepas seperti lahar, sedang bentukan struktural tersusun atas batuan sedimen yang berumur Tersier. Sifat dari material lepas seperti lahar dan batuan sedimen yang berumur Tersier tersebut merupakan kondisi yang mudah terjadi longsorlahan. Faktor penyebab terjadinya longsor tersebut adalah kemiringan lereng, curah hujan yang tinggi, litologi, tanah, jenis penggunaan lahan, dan aktifitas manusia (Sartohadi, 2008). Oleh karena itu perlu ada kajian tentang risiko bencana longsorlahan di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Logawa tersebut. 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Metode survei dipilih karena maksud dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis berdasarkan data di lapangan. Satuan bentuklahan digunakan sebagai pendekatan dan satuan pemetaan. Uraian pada metode penelitian ini mencakup jalannya penelitian, data, cara pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan analisis hasil, berikut diuraikan langkah-langkah penelitian. Pra kerja lapangan Pada tahap ini untuk interpretasi foto udara atau satelit dan peta bahan lainnya guna mengetahui kondisi penggunaan lahan, kondisi perumahan, tegalan, perkebunan, dan persawahan. Kerja lapangan Dalam kerja lapangan ini dimaksudkan untuk mencari data-data baik data primer maupun sekunder untuk pengujian terhadap hasil interpretasi dari foto udara maupun dari peta-peta yang dilakukan di laboratorium. Survei lapangan yang dimaksud adalah melakukan pengamatan dan pengukuran kondisi penggunaan lahan, kondisi perumahan, tegalan, perkebunan, dan persawahan dan kearifan lokal yang mencakup kapasitas dan kerentanan (persepsi, kondisi, dan perilaku masyarakat). Analisa Laboratorium Analisa laboratorium yang dimaksud adalah analisa kerugian, persepsi, lokal untuk menyusun peta kelas risiko longsorlahan. 1538

Data dan Variabel Data Data primer meliputi data sosial ekonomi meliputi data kapasitas dan kerentanan masyarakat(persepsi, kondisi, dan perilaku masyarakat), aset-aset harta benda yang meliputi sawah, ladang, ternak, kondisi rumah dan pekarangan. Data sekunder yang terkait dengan penelitian ini meliputi data jumlah penduduk, data curah hujan dan peta-peta tematik. Variabel Variabel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah variabel sosial ekonomi. Variabel sosial ekonomi meliputi kapasitas dan kerentanan masyarakat(persepsi, kondisi, dan perilaku masyarakat), jumlah penduduk dan aset harta benda yang dinyatakan dalam rupiah.variabel-variabel tersebut kemudian dikelompokkan dalam klas-klas yang memiliki harkat dengan berpedoman pada nilai atau sumbangan terhadap kerawanan longsorlahan. Penentuan kelas risiko longsorlahan dan model konseptual pengurangan risiko Risiko dipengaruhi oleh variabel kerawanan fisik dan kerugian ( damage). Variabel kerugian meliputi kerugian material dan kehilangan jiwa dalam hal ini jumlah penduduk, sedangkan kerugian material dihitung berdasarkan data hasil wawancara.responden adalah penduduk setempat dengan jumlah tiap-tiap satuan bentuklahan satu responden dengan memilih tokoh masyarakat atau yang mengerti dan mengetahui peristiwa longsor dan kondisi sosial ekonominya. Analisa tentang risiko yang ditimbulkan oleh longsorlahan adalah dengan mengasumsikan nilai kerusakan yang diakibatkan oleh longsorlahan secara langsung. Kerusakan langsung didefinisikan sebagai risiko moneter dibandingkan dengan bila tidak terjadi longsorlahan termasuk anggaran yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan aset atau properti yang rusak akibat longsorlahan kepada kondisi sebelum longsorlahan. Pada penelitian ini kerusakan langsung ditekankan pada hasil pertanian padi, tegalan, rumah-rumah permukiman, fasilitas umum dan nilai lahan yang rusak akibat longsorlahan. Nilai kerusakan adalah jumlah maksimum dari nilai aset yang terkena longsorlahan dan kerusakan langsung tersebut dapat dihitung dengan rumus matematika sebagai berikut: Kerusakan langsung (Rp) = Luas Area (ha) x nilai kerusakan (Rp/ha)..1 Risiko didapatkan dengan rumus sebagai berikut : R = H + D, 2 Keterangan : R = risiko; H = Kelas Kerawanan fisik ; D = faktor (Kerusakan langsung). Kelas Kerawanan dan Kelas Kerugian diberi skor sebagai berikut : Tabel.1 Kelas Kerawanan Longsorlahan Kelas Kerawanan Skor Kerawanan Rendah 1 KerawananSedang 2 KerawananTinggi 3 Tabel.2 Kelas Kerugian Longsorlahan Kelas Materi Skor Kerugian (Juta)/Ha/th Rendah 20 1 Sedang 30-40 2 Tinggi 40 3 Tabel.3. Klasifikasi Tingkat Risiko Longsorlahan No Kela s Interval Kelas Tingkat Resiko Longsorlahan 1 I 5 8 Rendah 2 II 9 11 Sedang 3 III 12 15 Tinggi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Wilayah Lokasi penelitian terletak di Sub- Daerah Aliran Sungai Logawa, secara administrasi terletak pada sebagian 1539

Kecamatan Kedungbanteng, Karanglewas dan Cilongok. Letak Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa adalah sebagai berikut : Posisi astronomis Daerah penelitian terletak pada posisi astronomi 7 0 15' 25,00" - 7 0 27' 08,53" LS dan 109 0 07' 58,11" 109 0 13' 23,52" BT. Letak geografis dan batas wilayah Letak geografi Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa terletak di Kabupaten Banyumas, yang alirannya mengalir dari hulu yaitu dari utara (puncak gunung Slamet) dan menuju ke hilir yaitu menuju ke selatan (bermuara di sungai serayu), Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa bentuklahannya berasal dari bentuklahan asal vulkanik dan struktural. Iklim Penentuan tipe iklim di daerah penelitian menggunakan data curah hujan yang tersedia. Data curah hujan di Sub- DAS Logawa yang tersedia di Kecamatan Kedungbanteng tidak ada, oleh karena itu menggunakan data curah hujan yang terdapat di Kecamatan Baturaden yang memiliki kondisi fisik yang relative sama dengan daerah penelitian, maka tipe iklim daerah penelitian menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson adalah B (basah). Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat Pendidikan Pendidikan masyarakat di daerah penelitian tidak diungkap secara keseluruhan akan tetapi diambil sampel. Sampel untuk tingkat pendidikan masyarakat diambil Desa Melung yang mana desa tersebut terletak dibagian ujung atas dari Sub-Das Logawa, lokasi ini oleh peneliti dianggap mewakili daerah penelitian. Pendidikan masyarakat Desa Melung, Kecamatan Cilongok adalah sebanyak 567 jiwa (24,86%) tidak lulus SD, 779 jiwa (34,16%) lulus SD, 78 jiwa (3,42%) lulus SMP, 54 jiwa (2,37%) lulus SMA, lulusan D1 dan D3 masing-masing 1 jiwa (0,04%), 2 jiwa (0,08%) lulusa n S1, dan 799 jiwa (35,04%) belum tamat SD. Dilihat dari data tersebut pendidikan masyarakat daerah penelitian tergolong rendah yaitu lulus SD karean yang terbanyak. Pengetahuan dan persepsi Pengetahuan masyarakat tentang longsorlahan yang dijadikan sampel adalah Desa Gununglurah karena desa tersebut kejadian longsorlahannya yang terbanyak bila dibandingkan dengan desa lain di daerah penelitian. Pengetahuan masyarakat di Desa Gununglurah mengenai pengertian longsorlahan 90,54% tahu hingga sangat tahu. Pengetahuan masyarakat mengenai daerah-daerah rawan longsorlahan 87,84% tahu hingga sangat tahu. Pengetahuan masyarakat mengenai dampak setelah terjadinya bencana longsorlahan 71,62% masyarakat tahu dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya longsorlahan. Pengetahuan masyarakat mengenai ciri terjadinya bencana longsorlahan 55,41% mengetahui akan ciri terjadinya bencana longsorlahan. Pengetahuan masyarakat mengenai jenis longsorlahan 18,92% mengetahui jenis longsorlahan (Kusmilasari, 2015). Presepsi masyarakat tentang pengurangan risiko longsorlahan tidak lepas dari pengetahuannya tentang longsorlahan, oleh karena itu masyarakat berpandangan longsorlahan adalah bencana alam yang mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda maupun korban jiwa dan kerusakan sarana dan prasarana yang berdampak pada sosial dan ekonomi dan dan perlu dilakukan pencegahan. Kelas Risiko Longsorlahan Keylock (1997), menjelaskan bahwa risiko merupakan hasil dari 3 faktor yaitu : 1) probabilitas; merupakan kemungkinan waktu terjadi bahaya longsor pada bentanglahan, 2) keterdapatan dari manusia, sarana-prasarana, bangunan yang spesifik pada wilayah longsor dan faktor ke-3 adalah kerentanan yang merupakan derajad kerugian (kehilangan jiwa dan bangunan). Kemungkinan akan waktu kapan akan terjadi bahaya dalam penelitian ini tergambar pata kelas kerawanan. Pada kelas kerawanan longsorlahan tinggi 1540

kemungkinan untuk terjadinya longsorlahan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas kerawanan sedang maupun tinggi. Kerugian yang timbul oleh adanya bencana longsorlahan akan tergantung dari bentuk penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang berbeda akan menimbulkan kerugian yang berbeda. Pada daerah penelitian kelas kerawanan longsorlahan terbagi dalam tiga kelas kerawanan yaitu kelas rendah, kelas sedang, dan kelas tinggi (Suwarno dan Sutomo, 2014). Faktor kerawanan ini untuk menentukan kelas risiko dilakukan dengan cara pengskoran, untuk kelas rendah diberikan skor 1, kelas sedang diberikan skor 2, dan kelas tinggi diberikan skor 3. Faktor kerugian ditentukan dengan cara menghitung potensi kerugian pada masingmasing penggunaan lahan. Potensi kerugian terbagi dalam tiga kelas, yaitu kelas rendah, kelas sedang, dan kelas tinggi. Potensi kerugian ini untuk menentukan kelas risiko dilakukan dengan cara pengskoran, untuk kelas rendah diberikan skor 1, kelas sedang diberikan skor 2, dan kelas tinggi diberikan skor 3. Hasil pengskoran kelas kerawanan dan kelas potensi kerugian tersebut digunakan untuk menentukan kelas risiko longsorlahan. Penentuan kelas risiko dengan menggunakan rentan skor sebagai berikut, rentan skor 5-7 masuk kelas risiko rendah, rentan skor 8-11 masuk kelas risiko sedang, dan rentan skor 12-15 masuk kelas risiko tinggi. Tabel 5. menyajikan hasil pengskoran untuk menentukan kelas risiko, dan sebaran kelas risiko kerawanan longsorlahan disajikan pada Gambar 1. N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tabel 5. Penentuan Kelas Risiko Longsorlahan Kelas Kerugian Bentuklahan Kerawan Permukima Tegala an n n Sawah Kebun Dataran fluvial kaki Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi gunungapi berbatuan 1 2 1 2 3 lahar andesit Dataran kaki gunungapi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah berbatuan lahar andesit 1 1 1 1 1 Perbukitan struktural Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah berbatuan tufa 3 3 1 1 1 Perbukitan gunungapi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi berbatuan breksi 3 3 1 1 3 Dataran lembah Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah perbukitan struktural berbatuan tufa 2 1 3 2 1 Kaki gunung api Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang berbatuan lahar andesit 2 1 1 1 2 Perbukitan gunung api Sedang Rendah Rendah Rendah Tinggi berbatuan tufa 2 1 1 1 3 Lereng gunung api Sedang Rendah Rendah Tinggi Rendah berbatuan lava 2 1 1 3 1 Perbukitan gunung api Sedang rendah Rendah Sedang Rendah berbatuan lahar andesit 2 1 1 2 1 Sumber: Data Primer,20015 ; Suwarno dan Sutomo, 2014 Skor Total Kelas Risiko 9 Sedang 5 Rendah 9 Sedang 11 Sedang 9 Sedang 7 Sedang 8 Sedang 8 Sedang 7 Sedang 1541

Gambar 1. Peta Risiko Longsrlahan di Sub-DAS Logawa Kabupaten Banyumas 1542

4. PENUTUP Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan berikut ini. 1. Sebaran kelas risiko longsorlahan tidak sejalan dengan sebaran kelas kerawanan longsorlahan. Di daerah penelitian terbagi ke dalam dua kelas risiko yaitu kelas rendah dan sedang, untuk kelas kerawanan terbagi dalam tiga kelas yaitu kelas rendah, kelas sedang, dan kelas tinggi. 2. Persepsi masyarakat tentang pengurangan risiko longsorlahan dipengaruhi oleh sebarapa tinggi pengetahuan masyarakat tentang longsorlahan. Pengetahuan masyarakat tentang mitigasi untuk pengurangan risiko longsorlahan tergolong tinggi dan ini berpengaruh terhadap persepsi maupun perilaku dalam pengurangan risiko. Pengakuan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini dibantu oleh beberapa mahasiswa, oleh sebab itu sebagian data digunakan oleh mahasiswa untuk menulis Skripsi. Penulisan Skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa telah selesai terlebih dahulu, maka peneliti dalam penulisan laporan ini ada sebagian data bersumber dari Skripsi tersebut. 5. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009, Pedoman Penanggulangan Berbasis Komunitas, Makalah pada Sarasehan Pengurangan Risiko Bencana, Maret 2009, Kedungurang Banyumas. Dooley, 1996, Panduan Pelatian Analisis dan Pengeloloaan Risiko. Terjemahan, oleh: Roma Chrysta Manurung, Pusat studi Lingkungan Hidup- ITB. Keylock, 1997, Snow Avalanches, Progress in Physical Geography; Volume 21; Number 4. Kusmilasari, Y,. 2015. Pengetahuan Masyarakat tentang Mitigasi Bencana Longsorlahan di Desa Gununglurah Kecamatan CilongokKabupaten Banyumas, Skrisi: Program Studi Pendidikan Geografi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Kuswaji DP.,dan Priyono, 2008, Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng Kejadian Longsor di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara, Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2006: hal. 72 81. Sartohadi, J., 2008. The Landslide Distribution in Loano Sub-District, Purworejo District Central Java Province, Indonesia, Forum Geografi ; Vol. 22 No 2, Desember 2008, hal. 129-144. Sutikno, 1985. Dampak Bencana Alam terhadap Lingkungan Fisik. Lembaga Penelitian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM Yogyakarta dan Kantor Menteri Negara KLH. Suwarno dan Sutomo, 2014, Model Konseptual Pengurangan Risiko Bencana Longsorlahan Berbasis Kearifan Lokal Di Sub Das Logawa Kabupaten Banyumas, Laporan Penelitian, LPPM UMP, Purwokerto. UU RI. No. 24 th. 2007, tentang PENANGGULANGAN BENCANA, LNRI Tahun 2007 Nomor 66, TLNRI No. 4723. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007, tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. 1543