BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk mempertahankan posisinya sebagai pelaku ekspor di dunia. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah meningkatkan daya saing komoditas ekspor yang memiliki keunggulan komparatif agar mampu bersaing dengan komoditas negara lain sehingga mampu memacu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara (Daryanto, 2009). PDB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian di suatu negara dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu negara tertentu dalam periode tertentu. Jumlah nilai barang dan jasa akhir yang disediakan dari produksi harus sama dengan nilai barang yang digunakan (Bank Indonesia, 2016). Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 hingga 2014 mengalami peningkatan laju pertumbuhan PDB pada sektor pertanian. Pada tahun 2010 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 13,01% dari tahun 2009. Sektor pertanian memiliki rata-rata pertumbuhan 9,92%/tahun. Salah satu subsektor andalan pada sektor pertanian adalah subsektor perkebunan. 1
2 Tahun Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Subsektor Perkebunan berdasarkan Harga Konstan (%). PDB Sektor Pertanian Pertumbuhan PDB (Milyar Rp) Lompatan Pertumbuhan (%) PDB Subsektor Perkebunan Pertumbuhan PDB (Milyar Rp) Lompatan Pertumbuhan (%) 2009 857.197 111.379 2010 985.471 13,01 136.049 18,13 2011 1.091.447 9,71 153.709 11,49 2012 1.193.453 8,54 162.543 5,42 2013* 1.310.427 8,92 174.638 6,92 2014** 1.446.722 9,42 192.922 9,47 Rata-rata 9,92 10,29 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS). 2015 (diolah) Ket: = Angka sementara ** = Angka sangat sementara Pada Tahun 2009-2014 sektor pertanian dan subsektor perkebunan mengalami laju pertumbuhan yang berfluktuasi, dimana subsektor perkebunan mengalami pertumbuhan (10,29%/tahun) lebih besar dari sektor pertanian (9,92%/tahun). Pada tahun 2010 subsektor perkebunan memberikan kontribusi sebesar Rp 136.049 milyar dengan peningkatan sebanyak 18,13% dari tahun 2009 (BPS, 2016). Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang masih potensinya kurang diperhatikan padahal produkproduk hasil perkebunan berpeluang besar untuk ekspor. Banyak dari hasil-hasil perkebunan yang dapat diekspor sepeti kelapa, karet, kepala sawit, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, dan cengkeh (Firdaus, 2015) Salah satu hasil subsektor perkebunan Indonesia yang menjadi basis nomor tiga komoditi ekspor setelah kelapa sawit dan kemiri adalah kopi. Kopi mempunyai peranan yang penting sebagai sumber devisa negara, pendapatan petani, penciptaan
3 lapangan kerja, pembangunan wilayah, pendorong agribisnis dan agroindustri serta pendukung konservasi lingkungan (Sudjarmoko, 2013). Indonesia dalam lima tahun terakhir menempati urutan berkisar anatara ketiga dan keempat sebagai negara pengekspor kopi di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia (ICO, 2016). Berikut data perkembangan ekpor kopi dunia dari Tahun 2011 hingga 2015. Tabel 1.2 Perkembagan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2011-2015 (Ribu kantong 60 Kg) 2011 2012 2013 2014 2015 Brazil 33.806 Brazil 28.549 Brazil 31.662 Brazil 36.429 Brazil 37.010 Vietnam 17.717 Vietnam 22.920 Vietnam 19.718 Vietnam 26.097 Vietnam 20.690 Kolombia 7.734 Indonesia 10.722 Indonesia 10.882 Kolombia 10.954 Kolombia 12.716 Indonesia 6.159 Kolombia 7.170 Kolombia 9.670 Indonesia 6.175 Indonesia 8.379 India 5.414 Honduras 5.508 India 5.033 India 5.131 India 5.262 Peru 4.697 India 5.044 Honduras 4.185 Honduras 4.252 Honduras 5.030 Sumber: Internasional Coffee Organization (ICO), 2015 (diolah) Ket: 1 kantong = 60 kg Berdasarkan Tabel 1.2, menunjukkan volume ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuatif dari tahun 2011-2015. Pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan keempat setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan volume ekspor sebesar 6,30%. Pada tahun 2012 hingga 2013 volume ekspor kopi Indonesia meningkat sebesar 4,10%, mengakibatkan Indonesia meninggat ke posisi ketiga sebagai negara pengekspor kopi terbesar di dunia. Tahun 2014 kopi Indonesia berada di posisi ke empat dengan penurunan volume ekspor sebesar 4,70% dan pada tahun 2015 volume ekspor kopi meningkat sebesar 2,00% dari tahun sebelumnya. Dalam usaha peningkatan ekspor kopi Indonesia di pasar internasional perlu memperhatikan
4 tingkat persaingan ekspor dengan negara pesaing utamanya disamping memperhatikan aspek produksi (ICO, 2015). Kopi Indonesia diproduksi oleh perkebunan rakyat (96,00%) dan sisanya perkebunan swasta dan pemerintah (4,00%). Rata-rata luas areal perkebunan kopi di Indonesia dari Tahun 2011 hingga 2015 seluas 1.234.909 hektar. Hal ini menyebabkan produksi kopi Indonesia sangat tergantung pada perkebunan rakyat (AEKI, 2016). Berikut data luas lahan, produksi, produktivitas dan volume ekspor kopi Indonesia. Tabel 1.3 Luas Lahan, Produksi, Produktivitas dan Volume Ekspor Kopi di Indonesia Tahun 2011-2015 Tahun Rata-rata No Keterangan (%/th) pertumbu 2011 2012 2013 2014 2015 han 1 Luas Lahan 1.233.699 1.235.289 1.241.836 1.230.495 1.233.227-0,0075 (Ha) 2 Produksi 7.658 7.750 10.726 10.300 9.935 8,02 (ribu kantung 60kg) 3 Produktivitas 702 745 739 716 721 0,73 (Kg/Ha) 4 Volume Ekspor(ribu kantung 60kg) 6.159 10.722 10.882 6.175 8.379 17,01 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan dan International Coffee Organizatiton, 2016 (diolah) Berdasarkan Tabel 1.3 luas lahan kopi mengalami penurunan sebanyak 0,0075% per tahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Produksi kopi di Indonesia mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebanyak 8,02%. Pada Tabel 1.3, juga menjelaskan produktivitas kopi Indonesia mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebanyak 0,73%, namun produktivitas kopi Indonesia ini lebih rendah dari lain negara seperti Brazil,
5 Kolombia dan Vietnam (ICO, 2016). Peluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman kopi Indonesia masih sangat terbuka lebar sebab Indonesia memiliki iklim tropis yang secara agronomis sangat cocok untuk pengusahaan tanaman kopi. Produktivitas tanaman juga sangat berpeluang untuk ditingkatkan sebab produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai sekitar 50,00% dari potensi yang mampu dicapai (Sudjarmoko. 2013). Pada Tabel 1.3, dapat dilihat volume ekspor kopi Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan 17,01%/tahun. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi untuk mengekspor komoditas kopi di pasar internasional, karena sebesar 70% dari total produksi kopi Indonesia ditujukan untuk kebutuhan ekspor sedangkan sisanya 30% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (AEKI, 2012). Dilain pihak pada Tahun 2013 volume ekspor kopi meningkat 1,49% dibandingkan tahun sebelumnya namun nilai ekspor kopi pada Tabel 1.4 menurun sebesar 6,24%. Hal ini dikarenakan harga jual kopi dunia mengalami penurunan pada tahun tersebut (GAEKI, 2015). Nilai ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Data Nilai Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2011-2016 (US$) Tahun Kopi Biji Rata-rata pertumbuhan (%) 2011 1.034.724.702 2012 1.243.825.829 20,21 2013 1.166.188.552-6,24 2014 1.030.716.363-1,16 2015 1.189.551.282 15,88 2016 882.955.056 30,66 Sumber:Kementerian Perdagangan, 2017 (diolah)
6 Upaya meningkatkan volume ekspor kopi Indonesia memiliki permasalahan yang cukup kompleks, mulai dari hulu (on farm) hingga ke hilir. Pada sisi on farm, tingkat produktivitas kopi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia lainnya seperti Brazil sebesar 1.000 kg/ha/tahun, Kolombia sebesar 1.220 kg/ha/tahun, Vietnam sebesar 1.540/kg/ha/thn. Produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 724,6 kg biji kopi/ha/tahun (ICO, 2016). Rendahnya produktivitas kopi Indonesia disebabkan oleh sebagian besar kopi Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang umumnya belum menggunakan bibit kopi unggul, teknik budidaya yang masih sederhana serta lambat melakukan peremajaan tanaman, minimnya sarana dan prasarana pendukung mengakibatkan rendahnya mutu kopi Indonesia (AEKI, 2016). Permasalahan pada mutu kopi yang rendah mempengaruhi perkembangan ekspor kopi Indonesia di masa mendatang. Peningkatan produksi kopi perlu segera ditindaklanjuti guna mencapai kualitas mutu yang. Hal ini disebabkan karena produksi kopi yang dijual ke luar negeri sehingga harus memiliki kontinuitas dan kualitas kopi yang optimal (Novita,2010). Pada sisi hilir untuk industri skala kecil memiliki keterbatasan sarana dan prasarana produksi khususnya mesin pengolahan dan pengemasan, teknologi. Teknologi yang tinggi dimiliki oleh industri skala menengah dan besar. Industri skala kecil kurang berinovasi dalam menciptakan diversifikasi produk yang saat ini jenis kopi olahan sudah sangat beragam dikalangan masyarakat. Total produsen kopi di Indonesia mencapai 205 perusahaan, namun sebagian besar adalah perusahaan dengan usaha skala kecil yang hanya menguasai pangsa
7 pasar sebesar 8,00%. Pada pasar internasional, kopi Indonesia memiliki mutu yang rendah. Hal ini menjadi salah satu tantangan agar kopi Indonesia memiliki daya saing sehingga mampu disejajarkan dengan negara pesaing lainnya (Nalurita, 2014). Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Pada era perdagangan bebas saat ini, daya saing sebuah produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi agar produk tersebut dapat bertahan di pasar internasional. Secara teoritik, masalah mengenai daya saing dijelaskan oleh berbagai teori, salah satunya ialah oleh Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain (Karlina, 2012). Perdagangan internasional mengharuskan setiap negara memiliki spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi ukuran kemampuan bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Pada era keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional, komoditas kopi Indonesia diharapkan mampu untuk terus meningkatkan devisa bagi negara. Selain itu, komoditas kopi Indonesia juga diharapkan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat di sentra-sentra produksi kopi. Suatu negara pengekspor kopi akan sangat memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu komoditi ekspor kopi, dan mengetahui faktor-
8 faktor yang memengaruhinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia di pasar Internasional. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana daya saing kopi Indonesia di pasar Internasional? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi daya saing kopi Indonesia di pasar Internasional 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini akan diperoleh manfaat antara lain 1. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan menjadi referensi dalam menentukan kebijakan dalam melakukan ekspor kopi. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan digunakan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan di masa mendatang. 3. Bagi Penulis, sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang dibatasi pada daya saing dan faktorfaktor yang mempengaruhi volume ekspor kopi Indonesia di pasar Internasional. Pada analisis daya saing menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD), sedangkan utuk faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor kopi Indonesia di pasar Internasional menggunkan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan empat variabel yaitu Gross domestic product (GDP), nilai tukar riil, harga ekspor kopi dan harga kopi dunia.