BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

Boks 1. Analisis Singkat Dampak Krisis Finansial Amerika Serikat terhadap Kinerja Perekonomian Kaltim

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

Sumberdaya perikanan merupakan tumpuan harapan pembangunan. ekonomi, karena kurang dari dua pertiga wilayah Indonesia terdiri dari lautan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar jika bangsa Indonesia menjadikan laut sebagai basis kekuatan di berbagai bidang, termasuk di bidang ekonomi. Hal ini diperkuat berdasarkan data yang didapatkan dari BPS kontribusi sektor perikanan Indonesia yang terus meningkat dari tahun 2007 hingga 2010 (BPS, 2011). Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Harga Berlaku dan Persentase PDB Perikanan Tahun 2007 2010(Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Tahun 2007 2008 2009 2010 Berdasar Harga Berlaku Perikanan 97.697,30 137.249,50 176.620,00 199.219,00 PDB Total 3.950.893,.20 4.948.688,40 5.603.871,20 6.422.918,30 PDB Tanpa Migas 3.534.406,50 4.427.633,50 5.138.955,20 5.924.008,20 Persentase PDB Perikanan Thdp PDB Total 2,47 2,77 3,15 3,10 PDB Tanpa Migas 2,76 3,10 3,44 3,36 Sumber: BPS (2012) Berdasarkan Tabel 1.1, pada tahun 2007 sektor perikanan menyumbang PDB sebesar 97.697,30 Milliar Rupiah dari total PDB 3.950.893,20 Milliar Rupiah atau sekitar 2,47 persen. Angka tersebut terus meningkat di tahun berikutnya hingga mencapai angka 3,10 persen terhadap PDB total pada tahun 2010.Namun hal tersebut bukanlah hasil maksimal yang dapat diberikan dari

2 sektor perikanan Indonesia. Apabila semua potensi yang ada dapat dioptimalkan maka sektor perikanan akan berperan lebih banyak dalam GDP Indonesia. Sebagai contoh adalah Islandia mampu menyusun GDP dengan kontribusi 65 persen dari sektor perikanan, Norwegia 25 persen, Korea Selatan sebesar 37 persen, RRC 48.4 persen, dan Jepang 54 persen. Bahkan China yang hanya memiliki luas perairan 8,8 persen dibanding Indonesia memilki kontribusi sebesar US$ 34 milliar. Sangat disayangkan, mengingat potensi perikanan Indonesia yang besar yakni potensi perikanan tangkap Indonesia lebih dari USD 15 milliar, perikanan air tawar lebih dari USD 6 milliar, dan perikanan budidaya tambak dan udang windu sebesar USD 10 milliar (DKP, 2008). Salah satu potensi alam di wilayah perairan Indonesia yang mampu memberikan kontribusi lebih apabila dikembangkan secara tepat adalah rumput laut. Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) RI, rumput laut atau yang umum disebut seawed adalah tanaman laut jenis alga yang tidak memiliki akar, batang, dan daun. Rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru, ganggang hijau, ganggang merah,serta ganggang coklat (DKP, 2008). Tanaman rumput laut memiliki kandungan yang terdiri dari air (27,8 persen), protein (5,4 persen), karbohidrat (33,3 persen), lemak (8,6 persen), serat kasar (3 persen), dan abu (22,25 persen) sehingga tidak mengherankan apabila rumput laut memiliki banyak kegunaan, diantaranya 22 jenis telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti makanan, kosmetik, dan 56 jenis pemanfaatannya sebagai bahan obat-obatan (DKP, 2007a). Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), terdapat sekitar 782 jenis rumput

3 laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat, dan 452 algae merah (DKP, 2007b). Dengan lahan yang tersedia Indonesia mampu menghasilkan sekitar 16 ton per ha dari 2 ha luasan lahan potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut yang ada. Apabila seluruh lahan potensial dapat digarap secara maksimal maka akan diperoleh kurang lebih 32 juta ton per tahun. Apabila harga rumput laut sebesar Rp 5.000.000,- per ton, maka penerimaan yang diperoleh berkisar Rp 160 triliun per tahun (DKP, 2011c). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi rumput laut Indonesia dapat berperan penting sebagai sumber devisa negara melalui kegiatan ekspornya, terlebih dalam menyikapi nilai ekspor-impor Indonesia saat ini. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini memang sedang mengalami gejolak yang cukup berdampak bagi beberapa kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan ekspor-impor. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia total pada Januari-April tahun 2011 hingga Januari-April 2012 terdapat perubahan jumlah impor sebesar 16, 18 persen dari 53.683,0 ditahun 2011 naik menjadi 62.369,2 di tahun 2012. Sedangkan nilai perubahan ekspor hanya sebesar 4,13 persen dimana pada Januari-April 2011 sebesar 61.941,7 naik menjadi 64.498,1 pada Januari-April 2012 sehingga menyebabkan neraca perdagangan pada periode Januari-April 2011 dan Januari- April 2012 bernilai negatif, yaitu sebesar 62,15 persen. Hal ini berarti terdapat penurunan jumlah ekspor pada Januari-April 2012 dibandingan pada periode yang sama di tahun sebelumnya, terutama pada ekspor non migas yang hanya naik 2,25 persen sedangkan impor non migas kita naik 15,79 persen dari tahun

4 sebelumnya. Dan hal tesebut diamini oleh data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada bulan April 2012 neraca perdagangan ekspor-impor defisit sebesar 1US$ Milyar (BPS, 2012). Dalam usahanya untuk terus meningkatkan nilai ekspornya, Indonesia masih terus dihadapkan pada berbagai persoalan, diantaranya kurangnya inovasi dalam komoditi ekspor. Departemen Kelautan dan Perikanan RI mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia jika dilihat dari total produksinya. Pada tahun 2011 Indonesia yang memproduksi 3,2 juta ton rumput laut mampu menguasai pangsa pasar dunia sebesar 13,7 persen atau setingkat di atas pangsa Filipina dan dibawah China dengan pangsa 62,3 persen (DKP, 2011b). DKP mencatat nilai ekspor rumput laut pada 2010 mencapai US$135,939 juta dan pada Januari-Juni 2011 nilai ekspor mencapai US$83,283 juta atau naik 41 persen dari periode serupa di tahun 2010 (DKP, 2011a). Akan tetapi sebagian besar ekspor rumput laut Indonesia masih dalam bentuk gelondongan kering (raw seaweeds), sedangkan bentuk produk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alinate masih harus diimpor. Padahal nilai ekspor rumput laut Indonesia bisa lebih tinggi seiring dengan peningkatan kualitas produk tersebut, seperti rumput laut Filipina yang berkualitas lebih baik dihargai dan lebih tinggi USS100 - US$150 per ton daripada rumput laut Indonesia yang hanya dihargai dibawah harga paar rumput laut Filipina (DKP, 2011a). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu bersaing dalam industri pengolahan rumput laut, terutama dalam hal inovasi. Pada Tabel 1.2 diketahui bahwa dalam kurun waktu 1999 hingga 2006, ekspor rumput laut Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata

5 peningkatan 22,38 persen per tahun, walau pada tahun 2000 sempat mengalami penurunan ekspor sebesar 2.010 ton dari 25.084 ton menjadi 23.074 ton. Sedangkan impor rumput laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan rata-rata 8,61 persen per tahun, bahkan di tahun 2005 mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni 43,86 persen dari 497 ton di tahun 2004 menjadi 279 ton pada tahun 2005. Perkembangan volume ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang dan demand yang semakin besar di pasar internasional terhadap rumput laut Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang semakin kompetitif di pasar rumput laut internasional. Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton) Tahun Ekspor (X) persen Impor (M) persen Δ Rasio M/X ( persen) Δ 1999 25.084-258 - 1,03 2000 23.074-8,01 216-16,28 0,94 2001 27.874 20,80 246 13,89 0,88 2002 28.559 2,46 383 55,69 1,34 2003 40.162 40,63 339-11,49 0,84 2004 51.010 27,01 497 46,61 0,97 2005 69.226 35,71 279-43,86 0,40 2006 95.588 38,08 323 15,77 0,34 Sumber FAO (2008) Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen) 1.2 Perumusan Masalah Terlihat pada Tabel 1.3 bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2006-2010) jumlah ekspor rumput laut terus meningkat, yaitu pada tahun 2006 sebesar 95.588 ton dengan nilai ekspor 49.586.000 US$ dari volume produksi sebesar 1.379.960 ton, sedangkan di tahun 2007 volume produksi sebesar 1.770.840 ton dan di ekspor sebesar 94.073 ton dengan nilai ekspor 57.522.000 US$. Tahun 2008 jumlah yang diekspor sebesar 99.949 ton dengan nilai ekspor yang diterima

6 110.153.000 US$ dari volume produksi sebesar 2.147.977 ton. Di tahun 2009 volume rumput laut yang di produksi sebesar 2.966.590 ton dengan volume ekspor sebesar 94.003 ton dengan nilai ekspor sebesar 87.773.000 US$. Dan pada tahun 2010 ekspornya meningkat sebesar 123.075 ton atau dengan pencapaian nilai ekspor 135.939.000 US$ dari volume produksi sebesar 3.917.716 ton. Tabel 1.3. Pertumbuhan Volume Produksi dan Ekspor Rumput Laut di Indonesia Tahun 2006-2010 Produksi Ekspor Tahun Volume(Ton) Nilai 1.000 Rp) Volume(Ton) Nilai(1.000 US$) 2006 1.379.960 1.707.748.899 95.588 49.586 2007 1.770.840 3.620.586.007 94.073 57.522 2008 2.147.977 8.757.970.697 99.949 110.153 2009 2.966.590 812.583.0762 94.003 87.773 2010 3.917.716 11.762.784.523 123.075 135.939 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2012) Berdasarkan Tabel 1.4, China merupakan negara pertama yang paling banyak mengimpor rumput laut dari Indonesia. Volume ekspor rumput laut ke China mencapai 43.620 ton dengan nilai US$ 35.233.000 pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 ekspor ke China meningkat menjadi 51.086 ton atau setara dengan nilai US$ 39.008.000. Lalu di tahun 2010 Indonesia mengekspor sebesar 72.213 ton rumput laut atau US$ 70.277.000. Dan lima besar negara importir rumput laut dari Indonesia adalah Amerika Serikat, yaitu tahun 2008 ekspor rumput laut ke Amerika Serikat mencapai 414 ton atau setara dengan nilai US$ 2.946.000. Kemudian pada tahun 2009 ekspor ke Amerika Serikat meningkat menjadi 225 ton atau setara dengan nilai US$ 413.000. Pada tahun 2010 ekspor ke negara Amerika Serikat meningkat menjadi 1.584 ton atau sekitar

7 US$ 4.478.000. Kelima negara tersebut adalah lima negara yang paling banyak mengimpor rumput laut dari Indonesia sebagai bahan baku industri olahan rumput laut. Tabel 1.4. Realisasi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Lima Besar Negara Tujuan Negara Tujuan Volume (Ton) 2008 2009 2010 Nilai1.0 00 US$) Volume(T on) Nilai(1.000 US$) Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (2012) Volume( Ton) Nilai(1.0 00 US$) China 43.620 35.233 51.086 39.008 72.213 70.277 Philipina 12.414 27.869 6.701 7.746 12.512 16.689 Hongkong 2.835 2.018 2.323 841 5.252 1.984 Jepang 94 2.946 225 413 261 437 Amerika Serikat 414 2.563 1.764 3.035 1.584 4.478 Melihat nilai dan volume ekspor rumput laut Indonesia yang cenderung terus meningkat, faktor- faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut pun perlu mendapat perhatian pemerintah. Analisis tentang posisi Indonesia dalam pangsa rumput laut dunia dapat ditunjukkan dengan menilai menurut volume ekspor, perkembangan hasil dan jumlah yang diekspor, serta share atau sumbangan ekspor rumput laut Indonesia terhadap total ekspor rumput laut dunia. Berdasarkan data dari DKP tahun 2007, China masih menjadi pemasok (eksportir) terbesar rumput laut dunia. Dari tahun 1999 hingga tahun 2006 China mampu menyumbang 20,42 persen terhadap ekspor rumput laut dunia dan diikuti oleh Indonesia dengan menyumbang sebesar 16,28 persen (DKP, 2007b). Data pada Tabel 1.5 menunjukkan apabila diukur dari volume ekspor (tahun 2006), Indonesia berada pada posisi pertama sebagai eksportir rumput laut dengan menyumbang 95,588 ton rumput laut. Hal ini terjadi karena

8 Indonesia pada tahun 2006 telah menjadi pemasok terbesar, tetapi apabila diukur berdasarkan nilai ekspor rumput laut Indonesia hanya menempati urutan ke-tiga pada tahun 2006. Sedangkan, jika dilihat dari sisi harga Indonesia hanya berada pada posisi ke-tujuh, dimana pada tahun 2006 harga rumput laut ekspor Indonesia hanya 520 US $ per ton. Tabel 1.5. Eksportir Rumput Laut Dunia tahun 2006 Eksportir Nilai Ekspor 2006 (Ribu US$) Volume Ekspor 2006 (Ton) Harga per Ton (Ribu US $) Δ Nilai Ekspor ( persen) Δ Jumlah Ekspor ( persen) Rata-rata Sumbangan terhadap Total Ekspor ( persen) China 119.545 46.998 2,54 4,60-2,01 20,42 Indonesia 49.586 95.588 0,52 18,73 22,28 16,28 Chile 33.604 41.498 0,81 3,43 1,98 15,13 Philippines 25.327 19.331 1,31-7,05-3,79 11,91 Korea, Republic of 88.486 19.909 4,44-2,01-1,58 9,02 Mexico 647 364 1,78 42,51 5,55 6,64 Tanzania, United 1.577 7.496 0,21-0,49 16,02 3,12 Morocco 18.607 6.973 2,67 24,21 9,91 2,07 Ireland 5.909 12.566 0,47 24,57 57,28 1,78 Australia 3.471 8.600 0,40 39,32 38,35 1,79 Sumber : FAO (2008,diolah) Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya dalam persen) Kesimpulannya adalah bahwa ternyata penerimaan atas ekspor rumput laut I ndonesia lebih kecil dari penerimaan negara pesaing, walaupun volume ekspor Indonesia lebih besar. Hal ini menjadi indikator yang perlu dikaji terkait dengan permasalahan keunggulan rumput laut Indonesia di pasar internasional. Berkaitan dengan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup memiliki kemampuan dalam memperebutkan pangsa pasar rumput laut dunia. Pada tahun 2007 Indonesia mampu memproduksi rumput laut jenis Euchema Sp sebanyak 60.000 ton dibawah produksi luar negeri 105.000 ton dimana kebutuhan dunia saat itu sebanyak 208.100 ton yang berarti potensi pasar untuk Indonesia 53.100 ton. Di tahun 2007 untuk rumput laut jenis Gracillaria

9 Sp, Indonesia memiliki potensi pasar 10.340 ton dari kebutuhan dunia sebanyak 8.040 ton dengan produksi Indonesia sebanyak 36.000 ton dan produksi luar negeri sebanyak 40.700 ton (DKP, 2008). Tabel 1.6. Potensi Pasar Dunia untuk Indonesia (ton) Tahun 2007-2010 Produksi 2007 2008 2009 2010 Euchema Sp Kebutuhan Dunia 2008.100 235.300 253.900 274.100 Produksi Indonesia 60.000 66.000 73.000 80.000 Produksi Luar 105.000 110.250 115.800 121.590 Negeri Potensi Pasar 53.100 59.050 65.100 72.510 Gracillaria Sp Kebutuhan Dunia 87.040 95.840 105.440 116.000 Produksi Indonesia 36.000 41.500 48.000 57.500 Produksi Luar 40.700 44.770 49.250 54.200 Negeri Potensi Pasar 10.340 9.570 8.190 4.300 Sumber : BPPT Seawed Team & ISS (2006) Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dan juga keunggulan budidaya rumput laut diantaranya adalah peluang pasar ekspor yang terbuka luas, harga rumput laut yang relatif stabil, dan belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut. Selain itu, di Indonesia sendiri budidaya rumput laut merupakan sebuah jawaban bagi kesulitan hidup para nelayan yang ada. Siklus pembudidayaan yang relatif singkat sehingga cepat memberikan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil, merupakan komoditas yang tidak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya, serta usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja menjadikan produsen rumput laut Indonesia kian betambah setiap tahunnya. Hal tersebut didukung dengan kondisi geografis yang sesuai dan tersedianya sarana pelabuhan untuk mengekspor rumput laut. Perairan Indonesia yang terkenal sebagai pusat penyebaran rumput laut, diantaranya perairan Bali,

10 Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, dan perairan Kepulauan Maluku. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2010 Provinsi Bali memiliki luas indikatif pengembangan budidaya rumput laut sekitar 24.282 Ha dengan 12.141 Ha telah efektif digunakan di beberapa Kabupaten seperti Buleleng, Karangasem, Klungkung, Badung, dan Jembrana. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 27.385 Ha yang telah efektif digunakan di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Buton, Mina dari sekitar 54.770 Ha yang terindikasi dapat digunakan untuk budidaya rumput laut. Hal ini mengindikasikan bahwa budidaya rumput laut dapat menjadi pilihan logis dari para nelayan di Indonesia untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya (DKP, 2011c). Apabila pemerintah secara berkala mampu memberikan pengetahuan kepada para nelayan maka bukan tidak mungkin nantinya perekonomian Indonesia akan lebih banyak disokong oleh ekspor perikanan, terutama rumput laut. Dengan melihat kenyataan tersebut terdapat urgensi yang harus diperbaiki terkait pengelolaan industri rumput laut Indonesia setelah terlebih dahulu harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan, baik faktor internal maupun faktor eksternal, dan bagaimana pengaruhnya perlu diketahui dengan baik. Hambatan perdagangan dalam bentuk tarif maupun non-tarif juga perlu terus dieliminir untuk dapat meningkatkan volume ekspor. Adapun faktor- faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut yaitu harga ekspor rumput laut, GDP perkapita negara tujuan ekspor, dan nilai tukar (kurs). Perubahan harga dapat berdampak

11 pada jumlah permintaan baik itu besar maupun kecil. Bila harga naik dengan pendapatan konsumen tetap maka jumlah permintaan akan menurun (sesuai dengan hukum permintaan) karena daya beli konsumen akan menurun. GDP perkapita negara tujuan ekspor juga memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. Pada posisi negara mengimpor maka permintaan terhadap rumput laut tergantung dari tingkat GDP perkapitanya. Hal ini karena realisasi impor ditentukan oleh kemampuan masyarakat suatu negara untuk membeli barang-barang buatan luar negeri, yang berarti besarnya impor tergantung dari tingkat pendapatan negara tesebut. Faktor lain yang memengaruhi ekspor adalah nilai tukar (kurs). Dalam pembayaran transaksi kita dihadapkan pada dua macam mata uang yaitu domestik dan luar negeri. Adanya perbedaan mata uang yang digunakan di negara pengekspor dengan negara pengimpor mengakibatkan adanya masalah nilai tukar. Nilai tukar merupakan harga mata uang persatuan uang dasar yang dinyatakan dalam mata uang negara yang bersangkutan Berdasarkan pernyataan diatas, permasalahan yang muncul adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan komoditi rumput laut serta faktor apa yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap jumlah permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia? 2. Bagaimana peran pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan industri rumput laut Indonesia yang tepat, guna menyelesaikan urgensi pemenuhan kebutuhan hidup produsen rumput laut Indonesia?

12 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui faktor faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor komoditi rumput laut dan menganalisis faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap perkembangan jumlah ekspor komoditi rumput laut. 2. Merumuskan suatu kebijakan berdasarkan faktor yang memengaruhi ekspor komoditi rumput laut untuk dapat digunakan dalam usaha meningkatkan ekspor komoditi rumput laut Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan produsen rumput laut Indonesia pada akhirnya. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran perkembangan kegiatan ekspor komoditi rumput laut di Indonesia 2. Memberikan gambaran solusi kepada pemerintah sebagai masukan dan pertimbangan dalam merespon pasar yang dihadapi komoditi rumput laut untuk kemudian dapat merumuskan suatu kebijakan 3. Memberikan wawasan keilmuan bagi masyarakat luas serta dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan data serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka perlu dijelaskan bahwa ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis ekspor rumput laut Indonesia di negara China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat dilihat dari volume eskpor terbesar dan dengan asumsi bukan negara perantara dalam kegiatan

13 ekspor rumput laut dunia atau dengan kata lain negara tersebut adalah konsumen akhir. 2. Penelitian menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dengan menggunakan variabel volume ekspor rumput laut Indonesia di tahun sebelumnya, harga ekspor, nilai tukar, dan GDP negara tujuan. 3. Tahun analisis yang diambil adalah sepuluh tahun, yakni dari tahun 2001 hingga 2010, didasarkan pada kelengkapan data untuk kebutuhan analisis.