IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DA PEMBAHASA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN

II. BAHAN DAN METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

PENGARUH TEKANAN OSMOTIK MEDIA TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) PADA SALINITAS 5 PPT

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.)

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN CUPANG (Betta sp.) Yudha Lestira Dhewantara, 1 Ananda Sulistyo Adhi 2,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

PENENTUAN KUALITAS AIR

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

Pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1854) pada salinitas berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

Transkripsi:

21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang berpengaruh, antara lain amonia, nitrit, ph, suhu, alkalinitas, dan kesadahan. Berikut ini merupakan hasil pengukuran kualitas air selama 30 hari masa pemeliharaan benih ikan patin siam. Tabel 3. Hasil pengukuaran kualitas air selama pemeliharaan benih ikan patin siam Pangasionodon hypopthalmus Parameter Perlakuan Kualitas Air Amonia (mg/l) Nitrit (mg/l) DO (mg/l) ph Alkalinitas (mg/l CaCO3) Kesadahan Ca2+ (mg/l CaCO3) Suhu ( C) Hari ke0 10 0,002±0,0 0,0015±0,0 0,0044±0,0 0,0141±0,1 6,9748±0,2 7,4649±0,33 7,6703±0,08 7,3514±0,57 6,54±0,10 6,31±0,15 6,35±0,08 6,88±0,12 7,91±0,18 9,55±0,03 9,68±0,03 9,87±0,08 40±0,0 85,33±12,22 138±13,11 143,33±15,01 283,19±21,33 344,74±21,33 418,62±56,42 480,20±36,97 28,67±0,6 28,67±0,6 0,0037±0,0 0,0036±0,0 0,003±0,0 0,0175±0,01 5,2811±1,4 7,1333±2,01 5,6198±3,57 3,7694±2,07 6,62±0,74 6,78±0,18 6,35±0,24 6,16±0,11 8,1±0,23 8,51±0,45 8,51±0,4 9,01±0,11 133,33±11,55 253,33±30,55 346,67±11,55 460±0,0 554,07±36,91 714,11±56,42 751,07±92,96 640,24±76,9 28,33±1,0 28,33±1,15 28±1,0 20 30 0,0016±0,0 0,0033±0,0 0,0397±0,01 0,052±0,02 0,074±0,01 0,0517±0,04 0,0853±0,02 0,0899±0,02 8,7351±0,24 6,182±0,42 8,7532±0,63 7,263±0,56 9,1297±0,33 7,6901±0,05 8,0090±0,4 8,2775±0,22 5,37±0,15 4,83±0,08 5,39±0,02 4,75±0,13 5,32±0,31 4,78±0,08 5,48±0,10 4,85±0,06 7,65±0,12 7,47±0,08 8,78±0,07 8,79±0,02 9,13±0,08 8,75±0,63 9,33±0,05 9,28±0,06 56±0,0 53,33±4,62 98,67±4,62 93,33±4,62 144±8,0 141,33±4,62 189,33±4,62 176±8,0 430,93±21,32 357,06±56,42 529,46±21,3 504,84±21,36 615,61±76,9 664,86±0,0 578,68±21,33 590,99±0,0 28,67±0,6 28,67±0,6 28,67±0,6

22 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai amonia, nitrit, DO, ph, alkalinitas, kesadahan Ca2+, dan suhu berturut-turut berkisar antara 0,0015 ± 0,0 0,0899 ± 0,02 mg/l; 3,7694 ± 2,07-9,1297 ± 0,33 mg/l; 4,75 ± 0,13-6,88 ± 0,12 mg/l; 7,47 ± 0,08-9,87 ± 0,08 ; 40 ± 0,0 460 ± 0,0 mg/l CaCO3; 283,19 ± 21,33-664,86 ± 0,0 mg/l CaCO3; dan 28 ± 1,0-28,67 ± 0,6 C. 4.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Berdasarkan Gambar 3, pada akhir masa pemeliharaan laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin siam tertinggi terdapat pada perlakuan, yaitu sebesar 3,83 ± 0,09 % dan perlakuan terendah pada perlakuan kontrol (0 mg/l), yaitu sebesar 3,15 ± 0,3 %. Sedangkan perlakuan dan C Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) (150 mg/l) masing-masing sebesar 3,65 ± 0,05 dan 3,54 ± 0,23 %. 4,50 4,00 3,50 3,83 3,65 3,54 C (150mg/l) 3,15 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Perlakuan Gambar 3. Rata-rata laju pertumbuhan bobot benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama pemeliharaan 30 hari Berdasarkan analisis statistik (ANOVA) diperoleh hasil bahwa laju pertumbuhan bobot harian menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 95 % (p<0,05) (Lampiran 1) antara perlakuan dengan kontrol, namun hubungan antara perlakuan A ( 50 mg/l),, dan C (150 mg/l) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan kapur CaO pada media bersalinitas 4 ppt dapat meningkatkan laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin siam.

23 Hasil pengamatan terhadap bobot benih ikan patin siam dari awal hingga akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4 yang dilakukan setiap 10 hari sekali dengan masing-masing perlakuan kontrol,,, dan C Bobot Rata-rata (gram/ekor) (150 mg/l). 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 C (150mg/l) 0 10 20 30 Perlakuan Gambar 4. Grafik rata-rata bobot benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama 30 hari masa pemeliharaan Bobot rata-rata benih ikan patin siam pada grafik di atas mengalami peningkatan hingga akhir pemeliharaan. Bobot rata-rata tertinggi dicapai oleh perlakuan, yaitu sebesar 0,88 gram/ekor dan bobot rata-rata terendah dicapai oleh perlakuan B (150 mg/l), yaitu sebesar 0,77 gram/ekor. 4.1.3 Pertumbuhan Panjang Standar Panjang standar merupakan parameter yang menunjukkan pertumbuhan panjang selama pemeliharaan ikan uji. Rata-rata panjang standar pada Gambar 5 menunjukkan bahwa panjang standar tertinggi dicapai oleh perlakuan dengan nilai sebesar 1,34 ± 0,14 cm dan terendah dicapai oleh perlakuan B (100 mg/l) dengan nilai sebesar 1,22 ± 0,08 cm. Sedangkan perlakuan kontrol dan C (150 mg/l) memiliki nilai masing-masing sebesar 1,33 ± 0,12 dan 1,29 ± 0,14 cm. Berdasarkan analisis statistik (ANOVA), pengaruh kapur CaO terhadap panjang standar antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 3) pada selang kepercayaan 95 % (p>0,05).

Pertumbuhan panjang standar (cm) 24 1,33 1,34 1,44 1,22 1,29 1,2 0,96 0,72 0,48 0,24 0 C (150mg/l) Perlakuan Gambar 5. Pertumbuhan panjang standar benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama 30 hari pemeliharaan Hasil pengamatan pertumbuhan panjang selama 30 hari masa pemeliharaan menunjukkan hasil yang semakin meningkat (Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa benih ikan patin siam mengalami pertumbuhan panjang hingga akhir masa pemeliharaan. Rata-rata panjang benih ikan patin siam tertinggi dicapai oleh perlakuan dengan nilai sebesar 3,98 cm/ekor dan ratarata panjang terendah dicapai oleh perlakuan dengan nilai sebesar Panjang rata-rata (cm/ekor) 3,77 cm/ekor. 3,95 3,8 3,65 3,5 3,35 3,2 3,05 2,9 2,75 2,6 2,45 2,3 C (150mg/l) 0 10 20 30 Hari ke- Gambar 6. Grafik rata-rata panjang benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama 30 hari masa pemeliharaan

25 4.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup (SR) merupakan jumlah ikan yang dipanen dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditebar yang menunjukkan kuantitas benih ikan yang dipelihara. Grafik rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin siam dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. Tingkat Kelangsungan Hidup (%) 107 96,3 97.78 97.78 100 100 85,6 74,9 64,2 53,5 42,8 32,1 21,4 10,7 0 Perlakuan Gambar 7. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) benih ikan patin siam pada setiap perlakuan yang selama 30 hari pemeliharaan Berdasarkan hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan bahwa ratarata tingkat kelangsungan hidup antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 5) pada selang kepercayaan 95 % (p>0,05). 4.2 Pembahasan Parameter kualitas air sangat penting dalam kegiatan budidaya karena mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang dibudidayakan sehingga harus selalu dipertahankan sesuai dengan kehidupan ikan tersebut. Amonia merupakan salah satu parameter kualitas air yang mempengaruhi organisme akuatik. Amonia tidak terionisasi (NH3) bersifat lebih toksik dibandingkan dengan amonia terionisasi (NH4+). Berdasarkan Tabel 3, nilai amonia pada setiap perlakuan mengalami peningkatan hingga akhir pemeliharaan benih ikan patin siam, namun demikian nilai amonia tersebut tidak

26 membahayakan (toksik) bagi kehidupan benih ikan patin siam yang dipelihara. Hal ini dapat dilihat dari nilai NH 3 memiliki nilai sebesar < 0,1 mg/l pada semua perlakuan. Pernyataan tersebut sesuai dengan McNeely et al. (1979) dalam Effendi (2000) yang menyatakan bahwa kadar amonia dalam perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Meningkatnya nilai NH 3 pada setiap perlakuan disebabkan oleh adanya peningkatan suhu dan ph dengan pengaruh yang paling kuat adalah ph (Boyd 1982; Colt dan Tomasso 2001). Meskipun terjadi penurunan dan kenaikan ph secara fluktuatif pada setiap perlakuan, namun nilai ph pada media pemeliharaan hingga akhir pemeliharaan masih besifat basa. Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2000) menjelaskan bahwa amonia tidak terionisasi banyak ditemukan dalam perairan yang memiliki ph rendah. Berdasarkan nilai ph yang tinggi, dapat diduga bahwa jumlah NH 3 pada media pemeliharaan benih ikan patin siam terdiri dari NH 3 terionisasi. Peningkatan amonia juga menyebabkan meningkatnya tingkat konsumsi oksigen oleh jaringan (Colt dan Armstrong 1979 dalam Boyd 1982). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukkan jumlah DO dalam media pemeliharaan mengalami penurunan pada hari ke-20 hingga akhir pemeliharaan. Meskipun jumlah DO menurun, ketersediaan oksigen dalam media pemeliharaan yang masih mencukupi akan membantu benih ikan patin siam mempertahankan hidupnya. Selain itu, Tomasso et al. (1980) dalam Boyd (1982) menjelaskan bahwa adanya kalsium dalam media pemeliharaan akan mengurangi toksisitas amonia pada catfish, dimana kalsium tersebut berasal dari air laut dan kapur CaO. Nilai nitrit pada Tabel 3 menunjukkan kisaran jumlah yang tinggi, yaitu berkisar antara 3,7694-9,1297 mg/l. Nilai nitrit yang tinggi diduga disebabkan oleh adanya proses nitrifikasi dalam media pemeliharaan oleh bakteri Nitosomonas sp. Spotte (1979) menjelaskan bahwa konsentrasi total amonia (TAN) yang makin lama makin meningkat dapat menginduksi pertumbuhan bakteri Nitrosomonas sp. Makin banyak populasi Nitrosomonas sp. menyebabkan konsentrasi amonia turun dan konsentrasi nitrit naik. Hal ini disebabkan oleh proses nitrifikasi, yaitu proses perubahan amonium menjadi nitrit. Meskipun nilai nitrit tinggi, ikan tersebut masih dapat hidup dan tumbuh hingga akhir

27 pemeliharaan karena ion klorida yang terdapat di dalam media pemeliharaan benih ikan patin siam dapat menghambat masuknya nitrit ke dalam tubuh ikan secara kompetitif. Hal ini disebabkan oleh ion-ion klorida yang berasal dari air yang bersalinitas dapat bersaing secara kompetitif dengan nitrit karena penyerapan ion-ion klorida tidak dapat diabaikan dan melalui mekanisme pengangkutan ion yang terjadi secara aktif dan alami di dalam tubuh ikan (Colt dan Tomasso 2001; Tucker dan Hargreaves 2004), sehingga penyerapan ion klorida oleh tubuh lebih dominan dibandingkan penyerapan nitrit. Tomasso (1994) dalam Colt dan Tomasso (2001) juga menegaskan bahwa channel catfish dapat merespon dengan baik adanya kalsium klorida dan sodium klorida dalam perairan. Penambahan kapur CaO ke dalam media pemeliharaan menyebabkan nilai ph meningkat pada setiap perlakuan (Tabel 3). Hal ini dapat dilihat melalui perbedaan nilai ph pada media pemeliharaan yang tidak ditambah dengan kapur dan yang ditambah dengan kapur karena menurut Boyd (1982) kapur memiliki kemampuan untuk menetralisir keasaman dan kapur CaO merupakan kapur yang dapat bereaksi cepat dengan keasaman. Diduga peningkatan ph pada perlakuan A (50 mg/l),, dan juga disebabkan oleh adanya alga yang terdapat di dalam akuarium. Pernyataan ini didukung oleh Effendi (2000) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan ion bikarbonat oleh alga sebagai sumber karbon menyebabkan terjadinya akumulasi ion hidroksida. Akumulasi tersebut menyebabkan perairan memiliki nilai ph yang tinggi, yaitu berkisar antara 9-10. Meskipun nilai ph dalam media pemeliharaan tinggi, benih ikan patin siam masih dapat tumbuh baik pada kisaran ph tersebut karena menurut Chakroff (1976) dan Piper et al. (1982) dalam Colt dan Tomasso (2001) ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran ph 6,5 9,0 dan sensitif pada ph rendah atau bersifat asam. Nilai ph yang semakin meningkat ketika diberikan kapur berpengaruh terhadap nilai alkalinitas yang akan semakin meningkat pula (Mackereth et al. 1989 dalam Effendi 2000). Nilai alkalinitas pada setiap perlakuan (Tabel 3) memiliki nilai yang fluktuatif dari awal hingga akhir pemeliharaan, hal ini juga berkaitan dengan adanya alga yang mengunakan ion bikarbonat sebagai sumber karbon karena Barnes (1989) dalam Effendi (2000) menjelaskan bahwa penyusun

28 alkalinitas adalah anion bikarbonat (HCO - 3 ), karbonat (CO 2-3 ), dan hidroksida (OH - ). Dapat dilihat pula bahwa nilai alkalinitas pada setiap perlakuan cukup tinggi dan nilai alkalinitas pada perlakuan C (150 mg/l CaO) merupakan nilai tertinggi, yaitu mencapai 460 mg/l CaCO 3. Menurut Boyd (1988) dalam Effendi (2000) nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 500 mg/l CaCO 3. Hal ini berarti nilai alkalinitas pada media pemeliharaan benih ikan patin siam dengan perlakuan kapur CaO merupakan nilai yang masih sesuai untuk pemeliharaannya dan merupakan jenis air sadah (hardwater) (Effendi 2000). Menurut APHA (1975) dalam Stickney (1979), umumnya air laut bersifat sadah sehingga memungkinkan tingginya nilai alkalinitas. Spotte (1970) juga menjelaskan bahwa tingginya alkalinitas dipengaruhi oleh adanya salinitas dalam perairan karena terdapat ion karbonat dan bikarbonat. Nilai kesadahan Ca 2+ (Tabel 3) pun mengalami kenaikan karena adanya penambahan kapur CaO ke dalam media pemeliharaan benih ikan patin siam. Meningkatnya nilai kesadahan berkaitan dengan adanya ion kalsium dan magnesium yang berasal dari air yang bersalinitas dan adanya penambahan kapur ke dalam media pemeliharaan. APHA (1975) dalam Stickney (1979) menjelaskan bahwa konsentrasi kation-kation divalent (khususnya kalsium dan magnesium) merupakan kation yang menentukan nilai kesadahan di dalam air. Nilai kesadahan Ca 2+ yang fluktuatif hingga akhir pemeliharaan disebabkan oleh penyerapan kalsium yang dilakukan oleh ikan karena menurut Philips et al. (1959) dalam NRC (1993), ikan menyerap kalsium langsung dari lingkungannya. NRC (1993) menyatakan pula bahwa penyerapan kalsium tersebut terjadi melalui insang, sirip, dan epithelia mulut dengan insang sebagai organ yang paling penting untuk pengaturan kalsium. Kandungan kalsium tertinggi yang terdapat di dalam kapur CaO dibandingkan kapur Ca(OH) 2 dan CaCO 3, yaitu sebesar 71 % (Westers 2001). Kesadahan Ca 2+ pada perlakuan B (100 mg/l CaO) memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Diduga hal ini yang menyebabkan pertumbuhan panjang standar benih ikan patin siam pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain karena diduga ikan tersebut tidak dapat mengabsorbsi kalsium ke dalam tubuhnya secara optimal. Menurut Hedgpeth

29 (1957) dalam Stickney (1979), mineral dibutuhkan oleh seluruh hewan untuk berbagai proses hidupnya, termasuk dalam pembentukan jaringan skeletal. Schmidt dan Nielsen (1973) juga menjelaskan bahwa ion kalsium merupakan unsur pokok dari struktur tulang yang menjadi penopang tubuh. Suhu yang diukur selama pemeliharaan menunjukkan nilai yang sesuai dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin siam, yaitu berkisar antara 28 28,67 C. Hal ini sesuai dengan Lovell (1989) yang menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan catfish adalah kurang lebih sebesar 30 C. Kilambi et al. (1970); Andrews dan Stickney (1972); Andrews et al. (1972) dalam Stickney (1993) juga menjelaskan bahwa channel catfish tumbuh lebih cepat pada suhu berkisar antara 26 dan 30 C, meskipun penambahan bobot dapat meningkat relatif cepat pada suhu 24 32 C. Benih ikan patin siam yang dipelihara pada media bersalinitas 4 ppt dan dengan penambahan dosis kapur CaO yang berbeda-beda dapat tumbuh ketika dipelihara selama 30 hari. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya bobot dan panjang benih ikan patin siam yang dipelihara karena berdasarkan Effendi (1978) pertumbuhan merupakan pertumbuhan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, yaitu laju pertumbuhan bobot dan pertumbuhan panjang standar tertinggi terdapat pada benih ikan patin siam yang diberikan perlakuan A dengan dosis kapur CaO sebesar 50 mg/l. Bertambahnya bobot dan panjang benih ikan patin siam pada dosis 50 mg/l disebabkan oleh ikan tersebut mampu beradaptasi dengan baik di lingkungannya sehingga ikan dapat memakan pakan yang diberikan. Pakan tersebut merupakan sumber energi bagi benih ikan patin siam sehingga dapat digunakan untuk tumbuh lebih baik dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan dosis kapur lainnya. Hepher dan Pruginin (1981) menjelaskan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh sisa metabolisme, ketersediaan oksigen, dan ketersediaan pakan yang dipengaruhi oleh ikan itu sendiri serta dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, sifat kimia air, dan suhu. Apabila kebutuhan pakan tidak terpenuhi, ikan tidak dapat memnuhi kebutuhan untuk pertumbuhan maksimum dan mempertahankan hidupnya. Stickney (1979) juga menjelaskan bahwa apabila ikan euryhaline dapat mempertahankan salinitas dalam perairan sesuai dengan kekuatan ion dalam

30 darahnya (isoosmotik), maka akan lebih banyak energi yang digunakan untuk tumbuh dan akan sedikit melakukan osmoregulasi. Adanya kalsium dalam media pemeliharaan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan patin siam. Menurut Lovell (1989) kekurangan kalsium dapat terjadi pada saat produksi channel catfish hingga menyebabkan pertumbuhan dan kadar abu dalam tulang ikan tersebut menurun. Tingkat kelangsungan hidup (SR) merupakan parameter penting yang menentukan keberhasilan suatu kegiatan budidaya dan menentukan apakah produktivitas kegiatan tersebut meningkat atau tidak. Berdasarkan data hasil yang diperoleh, tingkat kelangsungan hidup pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa benih ikan patin siam dapat bertahan hidup dalam media bersalinitas 4 ppt yang ditambahkan kapur dengan dosis yang berbeda-beda. Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap ikan patin dengan menggunakan media bersalinitas dengan dosis yang berbeda-beda, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahmudi (1991) yang menunjukkan bahwa larva ikan patin siam mampu beradaptasi pada salinitas hingga 7 ppt dan Hendaryani (2000) dalam Kadarini (2009) yang menunjukkan bahwa larva ikan pengasius jambal berumur 3 hari dapat tumbuh optimal pada media bersalinitas 4 ppt. Black (1957) menjelaskan bahwa ikan air tawar selalu mengatur kebutuhan air yang diabsorbsi secara osmosis karena konsentrasi larutan dalam tubuh lebih tinggi dibandingkan lingkungannya. Kemampuan benih ikan patin siam yang dapat beradaptasi di dalam media bersalinitas 4 ppt dikarenakan kondisi cairan tubuhnya isoosmotik terhadap media air lingkungannya, yaitu dimana kondisi cairan tubuhnya sama dengan kondisi air di lingkungannya. Kemampuan ikan stenohalin dalam mempertahankan diri dalam larutan garam bergantung pada luas permukaan insang, tingkat konsumsi oksigen, dan kontrol permeabilitas (Kinne, 1964). Kandungan kalsium yang berada dalam media pemeliharaan bersalinitas yang berasal dari kapur CaO dan garam air laut juga berpengaruh terhadap permeabilitas pada ikan (Podoliak dan Holden 1966 dalam Stickney 1979), sehingga memudahkan ikan untuk melakukan fungsi osmoregulasi. Lovell (1989) juga menjelaskan bahwa selain berfungsi dalam struktur tulang dan sisik, kalsium juga dibutuhkan untuk pembekuan darah, fungsi

31 otot, transmisi gerak syaraf, osmoregulasi, dan sebagai kofaktor selama proses enzimatik. Oleh karena itu, kandungan kalsium juga berperan penting dalam kelangsungan hidup benih ikan patin siam. Kematian yang terjadi pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaO) diduga bahwa benih ikan patin siam mengalami stress sehingga tidak mampu beradaptasi pada saat dipindahkan ke dalam akuarium perlakuan. Benih ikan patin siam tersebut juga tidak mengalami pertumbuhan dibandingkan ikan yang lain karena kalah bersaing dalam mengambil pakan. Sedangkan kematian benih ikan patin siam pada perlakuan A (50 mg/l CaO) diduga pula bahwa benih ikan patin siam mengalami stres pada saat dipindahkan ke dalam akuarium perlakuan, sehingga ikan mengalami kematian keesokan harinya. Hal ini didukung oleh Hepher dan Pruginin (1981) yang menyatakan bahwa kematian benih ikan banyak terjadi pada awal masa pemeliharaan. Ketersediaan pakan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan karena merupakan sumber energi untuk tubuhnya. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) ikan akan mempertahankan kelangsungan hidupnya terlebih dahulu yang diiringi dengan pertumbuhan bobotnya.