BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beban gizi ganda adalah masalah gizi berupa berat badan kurang dan berat badan lebih yang terjadi dalam satu populasi (World Bank, 2012). Beban gizi ganda ini masih menjadi masalah gizi pada tingkat global maupun nasional. Berdasarkan data WHO, di tingkat global tren berat badan kurang pada usia 5 tahun dari tahun 1990-2015 mengalami penurunan kasus, namun masih dalam kategori bermasalah, sebab prevalensinya masih dalam kisaran 10-19%. Pada tahun 2015 kasus berat badan kurang ini sebesar 13,9% atau sekitar 93,4 juta. Tren berat badan lebih pada usia 5 tahun di tingkat global dari tahun 1990-2015 terjadi kenaikan kasus. Pada tahun 2015 kasus berat badan lebih ini sebesar 6,2% atau sekitar 41,6 juta (WHO, 2016). Berdasarkan data Balitbangkes, pada tahun 2013 prevalensi balita dengan berat badan kurang sebesar 13,9%, dan berat badan sangat kurang sebesar 5,7%. Jika dibandingkan prevalensi tahun 2007 dan tahun 2010, maka prevalensi balita dengan berat badan kurang tahun 2013 meningkat. Prevalensi berat badan lebih menurut BB/U pada balita di Indonesia tahun 2010 sebesar 5,8%, kemudian tahun 2013 mengalami sedikit penurunan menjadi 4,5% (Balitbangkes, 2013). Berdasarkan data Balitbangkes tahun 2014, prevalensi berat badan kurang balita usia 24-59 bulan tingkat nasional sebesar 22,36%, prevalensi berat badan lebih sebesar 1,23%. Provinsi dengan prevalensi balita dengan berat badan kurang dan berat badan lebih di atas prevalensi nasional adalah provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Balitbangkes, 2014). Berbagai masalah yang timbul karena beban gizi ganda tercermin dari dampak dari berat badan kurang dan lebih pada balita. Berat badan kurang menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, serta meningkatkan angka kematian. Berat badan lebih menyebabkan peningkatan risiko penyakit tidak menular, dan mengurangi kualitas hidup secara keseluruhan (Kemenkes RI, 2010). 1
2 Faktor penyebab beban gizi ganda ini bermacam-macam, mulai dari asupan makanan individu, tingkat pendidikan, status pekerjaan, ukuran rumah tangga, status sosial, rasio ketergantungan, Total Fertility Rate (TFR) (Djaiman & Fuada, 2015; Hanandita & Tampubolon, 2015). Salah satu penyebab dari beban gizi ganda adalah asupan makanan dari individu, dimana asupan makanan ini akan berbeda pada tempat tinggal yang berbeda, sebab tempat tingga akan mempengaruhi akses pangan. Perbedaan tempat tinggal yang dimaksud adalah tempat tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan. Perbedaan asupan makanan pada perkotaan dan pedesaan dapat dilihat dalam konsumsi makanan sehari-hari. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penduduk usia 2-11 tahun di pedesaan lebih banyak konsumsi energi dan lebih banyak konsumsi susu yaitu sekitar 2-3 cangkir/hari, sedangkan pada usia 12-19 tahun lebih rendah konsumsi buah sekitar 2 cangkir/hari. Anak-anak pedesaan berusia 6 sampai 11 tahun mengkonsumsi energi lebih tinggi dari anak-anak perkotaan yaitu 1.934,8 kcal sedangkan pedesaan sebesar 1.844,1 kcal (Liu & Colleagues, 2012). Penelitian di Afrika Selatan menunjukan bahwa asupan lemak jenuh dan tak jenuh ganda lebih tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan. Asupan lemak dari makanan antara perkotaan dan pedesaan tercermin dalam total profil fatty acid (FA), fosfolipid, dan membran sel darah merah menunjukan bahwa total lemak dan α-linolenic acid (ALA) anak-anak pedesaan lebih rendah dari anak perkotaan. Selain itu total lemak, asupan lemak omega-3 dan omega-6 di pedesaan memang lebih rendah dibandingkan pedoman Afrika Selatan (Ford et al., 2016). Di Indonesia survei untuk melihat asupan makanan pada penduduk Indonesia melalui Studi Diet Total (SDT). SDT merupakan data survei konsumsi makanan melalui recall 1 x 24 jam yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Dari data SDT ini diperoleh rerata asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein pada usia 0-59 bulan di perkotaan dan pedesaan seluruh wilayah Indonesia (Balitbangkes, 2014).
3 Rerata asupan energi pada usia 0-59 bulan di perkotaan dan pedesaan, pada tingkat nasional di perkotaan lebih besar yaitu 1190 kcal daripada di pedesaan yaitu 1081 kcal. Rerata asupan protein pada usia 0-59 bulan di perkotaan dan pedesaan pada tingkat nasional di perkotaan lebih besar yaitu 39,2 gram daripada di pedesaan yaitu 34,4 gram. Rerata asupan lemak pada usia 0-59 bulan di perkotaan dan pedesaan pada tingkat nasional di perkotaan lebih besar yaitu 45,6 gram daripada di pedesaan yaitu 38,6 gram. Rerata asupan karbohidrat pada usia 0-59 bulan di perkotaan dan pedesaan pada tingkat nasional di perkotaan lebih besar yaitu 153,7 gram daripada di pedesaan yaitu 142,1 gram. Dengan berbagai macam dampak dari beban gizi ganda ini, maka analisis asupan makanan yang menjadi salah satu penyebab beban gizi ganda perlu dilakukan, sehingga penelitian ini mengkaji tentang perbedaan asupan makanan balita di perkotaan dan pedesaan B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: Bagaimana perbedaan asupan makanan (energi, karbohidrat, protein, lemak) balita di perkotaan dan pedesaan pada provinsi dengan beban gizi ganda: analisis data Studi Diet Total (SDT) tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan asupan makanan balita di perkotaan dan pedesaan pada provinsi dengan beban gizi ganda: analisis data Studi Diet Total (SDT) tahun 2014. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : a. Menganalisis perbedaan asupan energi balita di perkotaan dan pedesaan b. Menganalisis perbedaan asupan karbohidrat balita di perkotaan dan pedesaan
4 c. Menganalisis perbedaan asupan protein balita di perkotaan dan pedesaan d. Menganalisis perbedaan asupan lemak balita di perkotaan dan pedesaan D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perbedaan asupan makanan balita di perkotaan dan pedesaan 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi instansi terkait untuk pembuat dan pengambil kebijakan terkait masalah gizi di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perbedaan asupan makanan balita di perkotaan dan pedesaan pada provinsi dengan beban gizi ganda: analisis data SDT tahun 2014 belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi pada penelitian ini adalah: 1. Nationwide shifts in the double burden of overweight and underweight in Vietnamese adults in 2000 and 2005: two national nutrition survey (Na et al., 2011). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi berat badan lebih meningkat dari tahun 2000 ke 2005 sedangkan berat badan kurang tetap, sehingga menimbulkan gizi ganda. Berat badan lebih, banyak terjadi pada: penduduk perkotaan, jenis kelamin perempuan, dan populasi yang mempunyai food expenditure tinggi. Perbedaan dengan penelitian ini pada umur subjek penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah penelitian tentang gizi ganda. 2. Diet, physical activity, and sedentary behaviors as risk factors for childhood obesity: An urban and rural comparison (Liu et al., 2012). Penelitian ini bertujuan untuk melihat diet, aktivitas fisik yang mempengaruhi kejadian
5 obesitas pada perkotaan dan pedesaan. Didapatkan hasil bahwa pada usia 2-11 tahun di pedesaan lebih banyak konsumsi energi dan lebih banyak konsumsi susu yaitu sekitar 2-3 cangkir/hari, sedangkan pada usia 12-19 tahun: lebih rendah konsumsi buah sekitar 2 cangkir/hari. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah rentang usia subjek penelitian dan variabel penelitian. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan terkait perbedaan asupan makanan di perkotaan dan pedesaan. 3. Dietary fat intake and red blood cell fatty acid composition of children and women from three different geographical areas in South Africa (Ford et al., 2016). Hasil dari penelitian ini adalah ada perbedaan asupan lemak pada perkotaan dan pedesaan. Di pedesaan lebih rendah mengkonsumsi lemak dan α-linolenic acid (ALA). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah rentang usia subjek penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah terkait perbedaan asupan makanan di perkotaan dan pedesaan. 4. The double burden of malnutrition in Indonesia : Social determinants and geographical variations (Hanandita & Tampubolon, 2015). Dari penelitian ini dihasilkan bahwa status pendidikan yang tinggi, memiliki pekerjaan bagus, memiliki ukuran rumah tangga kecil akan menurunkan kasus berat badan kurang, namun akan meningkatkan kasus berat badan lebih. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel yang akan diteliti adalah asupan makanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah tentang gizi ganda yang terjadi di Indonesia. 5. Faktor-faktor pembeda provinsi yang mengalami beban gizi ganda (BGG) pada anak balita di Indonesia (Djaiman & Fuada, 2015). Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perbedaan pada daerah yang mengalami beban gizi ganda dan tidak mengalami beban gizi ganda adalah pada rasio ketergantungan dan Total Fertility Rate (TFR). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabelnya yaitu asupan makanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pengkategorian daerah dalam provinsi, dan membahas tentang beban gizi ganda.