rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

5.1 Total Bakteri Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus)

III. BAHAN DAN METODE

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DALAM PEMBUATAN KUKIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE. Riau. Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

EVALUASI MUTU DAN ANALISIS USAHA PEMBUATAN KUKIS BERBASIS TEPUNG BIJI NANGKA DAN TEPUNG TEMPE. Riau. Riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Pisang adalah tumbuhan berdaun besar memanjang dari famili musaceae dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Proses Pembuatan Roti

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LOGO BAKING TITIS SARI

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. fermentasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN I. ACARA II Pemanggangan (Baking)

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal


BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

Transkripsi:

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331" SMI (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 0,281" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 0,392" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 0,389" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 0,569" Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi tepung sagu dan MOCAL memberikan j)engaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan (Lampiran 3). Hal ini diduga disebabkan karena semua perlakuan menggunakan bahan baku yang sama, dan hanya tepung sagu dan MOCAL yang jumlah penggunaannya berbeda (Tabel 6). Meskipun demikian, tetapi kedua bahan tersebut memiliki kadar air yang tidak jauh berbeda yaitu tepung sagu 12% dan MOCAL 11,3% (Tabel7), sehingga kadar air kukis sagu MOCAL yang dihasilkan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Sementara itu data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar air adonan kukis relatif tinggi yaitu berkisar antara 12,897% sampai dengan 13,819%. Akibat pemanggangan dalam proses pembuatan ktikis maka kadar air kukis menurun karena terjadinya penguapan air. Pada waktu pemanggangan kukis terjadi peningkatan suhu dan tekanan uap air sehingga gelembung udara pecah dan meninggalkan pori-pori kemudian diikuti dengan menguapnya air. Hal ini sesuai dengan pendapat Widowati (2003) yang menyatakan bahwa beberapa kejadian penting yang terjadi selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein, gelatinisasi pati dan penguapan air. Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL yang dihasilkan berkisar antara 0,281% hingga 0,569% dan memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu maksimal 5%. Kadar air merupakan komponen penting bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa makanan. Selain itu, kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, oleh karena itu air

yang terdapat dalam bahan pangan tersebut harus dikeluarkan dengan cara pengeringan dan penguapan (Winamo, 2008). Kadar air ditentukan oleh air terikat dan air bebas yang terdapat pada bahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif dan Halid (1993) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air suatu bahan sangat ditentukan oleh air terikat dan air bebas yang terdapat di dalam bahan. Air terikat ini membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menguapkannya, bila dibandingkan dengan air bebas membutuhkan suhu relatif rendah untuk menguapkannya. 4.2. Kadar Abu Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa kombinasi tepung sagu dan MOCAl memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan (Lampiran 4). Rata-rata kadar abu kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar abu kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 1,369" SMI (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 1,380",, SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 1,330" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 1,591" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 1,610" Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Berbeda tidak nyatanya kadar abu tersebut diduga disebabkan karena ketika dilakukan pemanggangan ada beberapa mineral yang hilang walaupun perbedaan kandungan dari kadar abu tepung yang digimakan relatif berbeda. Tepung sagu memiliki kadar abu yaitu 0,098% dan kadar abu MOCAL adalah 0,3%. Hal ini sejalan dengan pendapat Anwar, 1990 dalam Putri, 1994 yang menyatakan bahwa kadar abu setiap bahan yang dihasilkan tidak selalu ekuivalen dengan bahan dasar yang digimakan karena ada beberapa mineral yang hilang selama pembakaran. Kadar abu kukis selain berasal dari tepung yang digunakan, dii>erkirakan juga berasal dari bahan baku lairmya seperti margarin dan telur, dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis kadar abu kukis berkisar antara 1,330% sampai dengan 1,610%, dan memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu maksimal 16

Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besamya kandungan mineral yang terdapat dalam kukis. Menurut Sudarmadji, dkk., (1997), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemumian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. 4.3. Kadar Protein Hasil analisis kadar protein kukis berkisar antara 3,213% sampai dengan 7,224% yang tertera pada Tabel 11, dan hasil analisis sidik ragam protein dapat dilihat pada Lampiran 5. SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 4,658" SM1 (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,991" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 3,213" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 3,289" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 7,224" Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Kandungan protein kukis pada perlakuan SMO berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kukis SMI, SM2, dan SM3 dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kukis SM4. Berbeda nyatanya kandungan protein ini disebabkan karena perbedaan jumlah kadar protein antara tepung sagu dan MOCAL, dimana kadar protein tepung sagu sebesar 0,62%o sedangkan MOCAL 1,7% (Tabel 7). SM4 yang menggvinakan MOCAL dalam jumlah yang terbanyak (80%) menyebabkan kukis pada perlakuan ini memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. A,. ; ^ 7- r i. ; Selain itu peningkatan kadar protein juga disebabkan karena MOCAL merupakan produk tepung yang diproses sec ira fermentasi, dimana mikroba yang tumbuh di dalamnya akan menghasilkan enzim sehingga meningkatkan kadar protein. Sementara itu tubuh mikroba juga memberikan sumbangan protein terhadap kukis. Fermentasi merupakan aplikasi metabolisme mikroba imtuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bemilai lebih tinggi, seperti asamasam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesimi dapat menghasilkan produk protein (Muhiddin, dkk., 2000). 17

Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai kadar protein kukis perlakuan SMO, SMI, SM2 dan SM3 tidak memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu minimal 6%. Sementara itu kukis perlakuan SM4 memenuhi standar mutu kukis yaitu 7,224%. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh. Protein selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat., ' "» *..' ' > '. / 4.4. Penilaian Organoleptik 4.4.1. Aroma.:. Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma kukis dapat dilihat pada Lampiran 6a, dan rata-rata hasil uji organoleptik untuk tingkat penerimaan terhadap aroma kukis dapat dilihat pada Tabel 12. '. SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 3,40" SMI (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,40" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 3,28" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) " ' "* 3,04" ' "'^ SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 3,24" Keterangan: Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sagu dan MOCAL memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penilaian organoleptik aroma kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan. Hal ini disebabkan karena semua kukis mendapatkan perlakuan pemanasan yaitu pemanggangan dengan suhu dan waktu yang sama. Aroma akan terasa lebih kuat sewaktu dilakukan pemasakan seperti dipanggang atau digoreng karena jumlah molekul yang menguap lebih besar. Susilawati dan Medikasari (2008) menyatakan bahwa dengan adanya protein dan karbohidrat menyebabkan reaksi Maillard pada saat pemanggangan yang menghasilkan senyawa-senyawa volatil sehingga akan menghasilkan aroma yang khas pada biskuit. Data pengujian penilaian organoleptik pada aroma kukis sagu MOCAL secara hedonik berkisar antara 3,04 sampai dengan 3,4. Rata-rata penilaian panelis Ig

terhadap aroma kukis sagu MOCAL adalah netral, ini berarti kukis sagu MOCAL yang dihasilkan sudah mendekati aroma kukis pada umiramya. Aroma makanan sangat menentukan kelezatan dari makanan yang lebih banyak dipengaruhi oleh indera penciuman (Winamo, 2008). Aroma suatu makanan akan menentukan hasil diterima atau tidaknya makanan tersebut, terutama dalam industri makanan. 4.4.2. Warna Hasil penilaian organoleptik secara hedonik terhadap wama kukis dapat dilihat pada Lampiran 7b, dan data yang dianalisis secara statistik non parametrik (uji Friedman) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Data uji Friedman pada wama kukis SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 3,56""*= SM 1 (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,32" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 4,08" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 3,40" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 4,20" Keterangan: Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sjima berbeda tidak nyata (P>0,05) Hasil penilaian organoleptik terhadap wama kukis sagu MOCAL secara hedonik menunjukkan bahwa kukis SMO berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kukis SMI dan SM3 tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan kukis SM2 dan SM4. Wama kukis SMI berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kukis SM3 tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan kukis SM2 dan SM4, sedangkan wama kukis SM2 berbeda nyata (P<0,05) dengan kukis SM3 tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kukis SM4. Sementara itu wama kukis SM3 berbeda nyata (P<0,05) dengan kukis SM4. Berbeda nyatanya (P<0,05) penilaian organoleptik terhadap wama kukis diduga disebabkan oleh penambahan MOCAL sehingga menyebabkan wama yang dihasilkan agak kecoklatan karena MOCAL memiliki wama kuning agak kecoklatan. Selain itu, perbedaan formulasi tepimg menyebabkan perbedaan kandungan protein dan karbohidrat dari tepung sagu dan MOCAL yang berperan dalam reaksi Maillard. Menumt Winamo (2008), reaksi Maillard merapakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino protein yang menghasilkan senyawa hidroksimetilfulfural yang kemudian berlanjut menjadi If

furfural. Furfural yang terbentuk kemudian berpolimer membentuk senyawa melanoidin yang berwama coklat. Selain itu, wama kuning kecoklatan kukis sagu MOCAL juga diduga disebabkan karena adanya reaksi karamelisasi pada waktu pemanasan. Reaksi karamelisasi mempakan reaksi pencoklatan non-enzimatis gula-gula reduksi tanpa adanya asam amino dan nitrogen, reaksi ini akan memberikan wama coklat hingga kehitaman. Rata-rata wama kukis sagu MOCAL setelah dilakukan analisis secara statistik non parametrik yaitu uji Friedman dapat dilihat pada Tabel 13. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan terhadap wama kukis berkisar antara 3,32 sampai dengan 4,2. Hal ini menunjukkan bahwa wama kukis yang dihasilkan netral hingga disukai oleh konsumen. Wama kukis sagu MOCAL yang disukai adalah kukis SM4 yang berwama kiming kecoklatan. Wama dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pada umumnya wama mempakan hal yang pertama kali dilihat oleh konsumen dalam memilih suatu produk. Apabila suatu bahan makanan memiliki wama yang tidak menarik maka bahan makanan tersebut tidak dipilih walaupun memiliki nilai gizi yang balk. 4.4.3. Rasa Rata-rata penilaian organoleptik terhadap rasa kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 14, dan hasil penilaian organoleptik terhadap rasa kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Lampiran 6c. Tabel 14. Data uji organoleptik pada rasa kukis SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 3,68" SM 1 (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,72" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 3,72" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 3,16" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 3,40" Keterangan: Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0.05) Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sagu dan MOCAL memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penilaian organoleptik rasa kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan. Berbeda tidak nyatanya hal ini disebabkan oleh komposisi bahan yang digunakan pada setiap perlakuan adalah 2i

sama kecuali jumlah tepung. Walaupun tepung yang digunakan yaitu tepung sagu dan MOCAL berbeda komposisinya, tetapi penggunaan MOCAL tidak mempengaruhi rasa kukis yang dihasilkan. Pembentukan rasa kukis teijadi selama proses pemanggangan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, MOCAL digunakan sebagai bahan baku beragam kue kering, seperti kukis, nastar, dan kastengel. Hasilnya menunjukkan bahwa kue kering yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu tipe berprotein rendah (Subagio, 2009a). Menurut Desrosier (1988) dalam Suwandy, dkk., (1998), aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan berhenti selama pemanggangan disertai dengan hancumya organisme dan enzim yang ada. Pada saat yang sama rasa terbentuk dari proses pembentukan karamelisasi gula, pirodekstrin dan melanoidin sehingga menghasilkan biskuit dengan rasa tertentu. Data Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa kukis berkisar antara 3,16 sampai dengan 3,72. Ini berarti tingkat kesukaan dari rasa kukis sagu MOCAL adalah netral hingga suka. Kandungan pati dari tepung juga turut memberikan rasa yang khas pada produk kukis yang dihasilkan. Menurut Susilawati dan Medikasari (2008), pati dapat menimbulkan rasa yang khusus pada makanan. Penilaian konsumen terhadap suatu bahan makanan biasanya tergantung pada cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut. Citarasa yang dimaksud terdiri dari rasa, bau dan tekstur bahan ketika mengenai mulut. 4.4.4. Tekstur Penilaian organoleptik terhadap tekstur kukis dapat dilihat pada Lampiran 6d, dan rata-rata tekstur kukis sagu MOCAL disajikan pada Tabel 15.?, ;, Tabel 15. Data uji organoleptik pada tekstur kukis SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 3,84" SMI (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,68" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 3,68" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 3,72" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 3,68" Keterangan: Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) 21

Data Tabel 15 menunjukkan rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur kukis sagu MOCAL berkisar antara 3,68 sampai dengan 3,84 (suka). Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sagu dan MOCAL memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penilaian organoleptik tekstur kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan. Tekstur kukis sangat dipengaruhi oleh penggunaan margarin dalam proses pembuatannya. Penggunaan margarin dalam pembuatan kukis berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah. Matz, 1978 dalam Marliyati, dkk., (1992) menyatakan bahwa lemak dapat membuat renyah kukis karena lemak melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung dan memutuskan ikatannya. Karena penggunaan margarin untuk masingmasing perlakuan adalah sama sehingga penilaian terhadap tekstur yang dihasilkan berbeda tidak nyata pada semua perlakuan. Menurut Subagio (2009), MOCAL juga telah diuji coba dalam pembuatan beragam kue kering, seperti kukis, nastar, dan kastengel, yang 100% tepungnya menggunakan MOCAL. Hasilnya menunjukkan bahwa kue kering yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu tipe berprotein rendah (soft wheat). Hanya saja, MOCAL memerlukan mentega dan margarin sedikit lebih banyak dibandingkan tepung terigu untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain margarin kandungan serat tepung juga ikut serta dalam pembentukan tekstur. Karena kandungan serat dari tepung sagu dan MOCAL tidak jauh berbeda yaitu 2,033% dan 1,7% (Tabel 7), sehingga penilaian organoleptik terhadap tekstur kukis sagu MOCAL tidak berbeda nyata. Serat makanan umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Menurut Winamo (2008), polisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin dalam makanan berfungsi sebagai penguat tekstur. Tekstur suatu bahan makanan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan karena pembahan tekstur dapat mengubah rasa dan bau yang timbul. 4.4.5. Penerimaan Keselurulian Hasil penilaian organoleptik terhadap penerimaan keseluruhan kukis sagu MOCAL secara hedonik berbeda tidak nyata pada setiap perlakuan (Lampiran 6e). Rata-rata rasa kukis sagu MOCAL secara organoleptik dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Data uji organoleptik pada penerimaan keseluruhan kukis SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 3,76" SMI (Tepung sagu 80%, MOCAL 20%) 3,72" SM2 (Tepung sagu 60%, MOCAL 40%) 3,80" SM3 (Tepung sagu 40%, MOCAL 60%) 3,48" SM4 (Tepung sagu 20%, MOCAL 80%) 3,48" Keterangan: Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sagu dan MOCAL memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penilaian organoleptik penerimaan keseluruhan kukis sagu MOCAL pada setiap perlakuan, dengan ratarata penilaian berkisar antara 3,48 sampai dengan 3,80 (netral hingga suka). Hal ini sejalan dengan hasil penilaian organoleptik terhadap aroma, rasa dan tekstur yang berbeda tidak nyata terhadap semua perlakuan kukis. Penilaian organoleptik panelis terhadap penerimaan keseluruhan merupakan hasil penilaian terhadap hasil keseluruhan parameter organoleptik seperti aroma, wama, rasa dan tekstur. Selain itu, kadar air juga tumt menentukan penilaian penerimaan keselumhan kukis. Berbeda tidak nyatanya kadar air kukis pada setiap perlakuan juga tumt serta mempengaruhi penilaian organoleptik terhadap penerimaan keseluruhan kukis. Kadar air juga mempakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan, sehingga menentukan penilaian penerimaa keselumhan terhadap kukis. Menumt Winamo (2008), kadar air mempakan komponen penting bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa makanan. Selain itu, kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. sehingga penilaian organoleptik terhadap penerimaan keseluruhan kukis berbeda tidak nyata. 23