BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

TINJAUAN PUSTAKA Sindrom pra menstruasi Pengertian Etiologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SINDROM PRAMENSTRUASI. Menurut Kaunitz (2008) sindrom pramenstruasi adalah kombinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagainya) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat sembab, sakit kepala, dan nyeri dibagian perut 1. dengan PMS (Premenstruation Syindrom). Bahkan survai tahun 1982 di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

SIKAP REMAJA PUTRI USIA TAHUN TENTANG MENARCHE DI SMP N BANDARKEDUNGMULYO KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia tahun dan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang lain. Menurut Proverawati (2009:107), bahwa gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi (Daryanto,1997). Setiap individu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 50% perempuan disetiap dunia mengalaminya. Dari hasil penelitian, di

2013 GAMBARAN TINGKAT STRES PADA ANAK USIA SEKOLAH MENGHADAPI MENSTRUASI PERTAMA (MENARCHE) DI SEKOLAH DASAR NEGERI GEGERKALONG GIRANG

BAB I PENDAHULUAN. senam aerobik yang sangat diminati ibu-ibu dan remaja putri baik di kota

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tergabung dalam organisasi FKMS (Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep).

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

SATUAN ACARA PENGAJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

KARYA TULIS ILMIAH. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gizi (nutrion) adalah berasal dari bahasa Arab yaitu ghidza, yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. a. Definisi Premenstrual Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DENGAN PERILAKU MENGATASI GEJALA PREMENSTRUASI SYNDROME (PMS) DI MAN MODEL KOTA JAMBI

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pre Menstrual Syndrome Pada Mahasiswa Tk II Semester III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Mataram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV Memahami Tubuh Kita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MENARCHE PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 3 KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

BAB II TINJAUAN TEORITIS. dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada wanita lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku. Perilaku berdasarkan pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia itu pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Dengan begitu perilaku manusia adalah bentangan yang sangat luas, mencakup, berjalan, berbicara, beraksi, berpakaian dan lain sebagainya. Dengan kata lain, perilaku manusia adalah segala kegiatan manusia yang tidak dapat diamati secara langsung. (Notoatmodjo,2003) Perilaku terbentuk dari dua faktor utama, yaitu faktor eksternal (stimulus) yang berasal dari luar diri manusia, dan faktor internal (respon) yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Faktor eksternal didapatkan dari lingkungan seperti sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Faktor internal menentukan respon seseorang terhadap stimulus yang dia terima seperti perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. (Iin Dwi,2008) Benjamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku dalam 3 domain (ranah/kawasan), yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, kedua domain diukur sebagai berikut : 1. Sikap (attitude) 2. Pengetahuan (knowledge)

2.2 Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu mempunyai 3 komponen pokok : 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving) Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah ceramah. 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatuyang dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007). 2.2.2. Arah sikap Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif (Azwar, 2009). Menurut Wijaya (2008), sikap menghadapi premenstrual syndrome yaitu : I. Sikap positif ditunjukkan dengan mampu melakukan penanganan dini dan pencegahan dini terhadap sindrom premenstruasi. II. Sikap negatif ditunjukkan bila wanita tersebut tidak mampu melakukn penanganan dan pencegahan terhadap sindrom premenstruasi. Menurut Azwar (2009), sikap dapat bersifat postif dan dapat pula bersifat negatif. I. Menurut Mappiare dalam Ardhiana (2009), sikap positif remaja dalam menghadapi perubahan fisik ditunjukkan dengan menjadi bangga atau toleran dengan tubuhnya sendiri, mempergunakan dan melindungi tubuh sendiri secara efektif disertai dengan rasa kepuasan personal, percaya diri.

II. Menurut Suryobroto dalam Ardhiana (2009), sikap negatif remaja dalam menghadapi perubahan fisik ditunjukkan dengan tidak percaya diri, ragu ragu dalam mengambil tindakan, takut dan cemas. 2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain : 1)Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. 4) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, sehingga akan berakibat terhadap sikap konsumen. 5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga sangat menentukan sistem kepercayaan, sehingga konsep tersebut mempengaruhi sikap. 6) Faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai penyalur frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2009). 2.2.4. Cara Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotetis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). 2.3 Pengetahuan 2.3.1. Pengertian Bila ilmu merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik, maka pengetahuan ialah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan oleh daya fikir. Fungsi dari pengetahuan itu sendiri ialah untuk mengubah cara hidup seseorang sehingga lebih selaras dengan gerak hidup dari

yang diketahui. Menurut Gazalba dalam Bakhtiar (2006), pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. 2.3.2. Tingkatan Pengetahuan Benjamin Bloom (1956), seorang ahli pendidikan, membuat klasifikasi (taxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangsang proses berfikir pada manusia. Menurut Bloom kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi dalam 6 kategori yaitu : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Pemahaman (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi artinya sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lainnya.

4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) Evauasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat tingkat tersebut (Notoatmodjo, 2007). 2.3.3. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh : 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. 2) Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan. 3) Usia Semakin tua semakin bijak, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran fisik dan mental (Hanna, 2009). 4) Informasi Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media massa. Pengetahuan masyarakat khususnya tentang kesehatan bisa didapat dari beberapa sumber antara lain media cetak, tulis, elektronik, pendidikan sekolah, penyuluhan (Oktarina, 2009). 5) Lingkungan Budaya Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya.

6) Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah (Notoatmodjo, 2007). 2.4Sindrom Premenstruasi 2.4.1. Pengertian Sindrom premenstruasiadalah sekelompok gejala yang terjadi dalam fase luteal dari siklus haid (Rayburn, 2001). Nama lain PMS adalah PreMenstrual Tension yang merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita (Wijaya, 2008). Sindrom premenstruasi adalah kumpulan gejala yang timbul saat menjelang haid yang menyebabkan gangguan pada pekerjaan dan gaya hidup seseorang (Agustina, 2010). 2.4.2. Etiologi Etiologi yang belum jelas diketahui mempersulit mencari penyebab dan efek dari perubahan fisiologis (Rayburn, 2001). Etiologi PMS tidak diketahui (Jones-Llewellyn, 2002). Ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya PMS di antaranya kadar hormon progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan ratio kadar hormon estrogen/ progesteron, dan peningkatan aktivitas hormon aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal. Selain itu, juga diduga ada faktor endogenous endorphin withdrawal, hipoglikemi, defisiensi vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi prolaktin yang berlebih, dan faktor genetik (Agustina, 2010). 2.4.3. Gejala Menurut Dickerson (2003), dikelompokkan ke dalam tiga symptoms. Tiga gejala tersebut yaitugejala perilaku,gejala psikologis dan gejala fisik. Gejala perilaku mencakup lelah, insomnia (susah tidur), makan berlebihan, dan perubahan gairah seksual. Sedangkan gejala-gejala seperti mudah tersinggung,

mudah marah, depresi, mudah sedih, cengeng, cemas, susah konsentrasi, bingung, sulit istirahat, dan merasa kesepian masuk ke dalam gejala psikologis. Secara fisik muncul juga gejala sakit kepala, payudara bengkak serta teraba keras, nyeri punggung, nyeri perut dan rasa penuh, bengkak pada kaki dan tangan, mual, nyeri otot dan persendian. Dickerson menyebutnya sebagai gejala fisik (Agustina, 2010). Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan antara16-45 tahun mengalami gejalagejala premenstruasi yang dapat mengganggu (Wijaya, 2008). 2.4.4. Diagnosis Kriteria diagnostik PMS antara lain sedikitnya timbul satu gejala PMS yang terjadi dalam waktu lima hari sebelum menstruasi selama tiga siklus haid (Agustina, 2010). Gejala PMS yang bisa timbul antara lain cemas, cepat marah, berat badan bertambah, payudara sakit, edema pada esktremitas, abdomen terasa penuh, nafsu makan bertambah, depresi, cepat lupa, cepat menangis, bingung, insomnia (Baradera, 2007). Kemudian, gejala yang timbul menghilang dalam waktu empat hari sejak awal haid dan tidak kambuh setidaknya hingga hari ke-13 siklus haid (Agustina, 2010). Diagnosis PMS dibuat setelah mengevaluasi periodisitas gejala mood dan fisik, dengan memastikan bahwa ada periode bebas gejala setelah menstruasi dan gejala-gejala tersebut tidak dapat dijelaskan oleh penyakit lain (Jones-Llewellyn, 2002). 2.4.5 Tipe tipe sindrom premenstruasi Terdapat beberapa macam tipe dan gejala sindrom premenstruasi, Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS membagi sindrom premenstruasi menurut gejalanya yakni sindrom premenstruasi tipe A,H,C, dan D. 80% gangguan sindrom premenstruasi termasuk tipe A, penderita tipe H sekitar 60%, sindrom premenstruasi C 40%, dan sindrom premenstruasi D 20%. Kadang kadang seorang wanita mengalami kombinasi gejala, misalnya tipe A dan D secara bersamaan dan setiap tipe memiliki gejalanya sendiri sendiri. Tipe tipe sindrom premenstruasi antara lain :

a. Tipe A Sindrom Premenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita sindrom premenstruasi bisa jadi kekurangan vitamin B6 (ayam, ikan, hati, telur) dan magnesium (berbagai jenis kacang polong, apel, alpukat, pisang) serta banyak mengkonsumsi makanan berserat dan sayuran berwarna hijau tua seperti brokoli dan mengurangi atau membatasi minum kopi. b. Tipe H Sindrom premenstruasi tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom premenstruasi lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari hari. c. Tipe C Sindrom premenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia

seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium. d. Tipe D Sindrom premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata kata (verbalisasi), bahkan kadang kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya tipe D berlangsung bersamaan dengan tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe benar benar murni tipe D. Sindrom premenstruasi tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon estrogen dalam siklus menstruasi terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteronnya. Kombinasi tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan tipe D yang terjadi bersamaan dengan tipe A. (Saryono,2009, hlm 37)

2.4.6. Penanganan Penanganan yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul. 1) Beberapa orang bisa mengobati sendiri dengan melakukan olahraga teratur serta memodifikasi makanan dengan mengurangi lemak. 2) Terapi obat khusus yang bisa digunakan dengan menggunakan obat penghilang nyeri, anti depresan atau menggunakan pil KB yang mengandung drospirenon (BKKBN, 2010). 3) Progesteron sinetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8 sampai 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen. 4) Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg sebagi tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen (Wiknjosastro, 2006). 2.4.7. Pencegahan Pencegahan PMS dapat dilakukan dengan cara : 1) Melakukan diet yang sehat yang mengandung cukup buah dan sayuran atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan mineral seperti A, B6, E dan kalsium. 2) Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur. 3) Menghindari dan mengatasi stres. 4) Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS. 5) Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala PMS. 6) Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya (Wijaya, 2008).

2.5 Mahasiswi 2.5.1. Pengertian Mahasiswa adalah sebutan yang ditunjukan kepada mereka yang sedang menuntut ilmu atau belajar di universitas atau perguruan tinggi. Pengertian mahasiswa dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda; yaitu dari sudut pandang kedudukan secara umum, dan yang kedua dari jenis kedudukan juga namun disertai dengan jenis kelamin. Dari segi jenis kelamin dikenal dengan istilah mahasiwa bagi yang laki-laki dan mahasiswi bagi yang perempuan. Mahasiswi atau secara generalnya disebut mahasiswadalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.( Asep Koswara,2012) 2.6 Remaja 2.6.1. Pengertian Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan (Ali, 2009). Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini (Romauli, 2009). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah

10 sampai 19 tahun (Widyastuti, 2009). Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosio ekonomi. Remaja adalah suatu masa ketika: 1) Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri (Sarwono, 2006). 2.6.2. Perubahan Fisik pada Remaja Menurut Sarwono (2006), urutan perubahan-perubahan fisik sebagai berikut : 1) Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang). Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit (Widyastuti, 2009). 2) Pertumbuhan payudara, seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan putting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat (Widyastuti, 2009). 3) Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan. Rambut kemaluan yang tumbuh ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang (Widyastuti, 2009).

4) Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya. 5) Bulu kemaluan menjadi keriting. 6) Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2006). 7) Tumbuh bulu-bulu ketiak. 2.6.3. Perubahan Psikologi pada Remaja Tertarik pada lawan jenis, cemas, mudah sedih, lebih perasa, menarik diri, pemalu dan pemarah (Romauli, 2009). Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja puteri, lebihlebih sebelum menstruasi (Widyastuti, 2009).