BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang. Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah


BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar kualitas yang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

EVALUASI JENIS DAN AREA POTENSIL KECELAKAAN KERJA PADA INDUSTRI PABRIK X

BAB I PENDAHULUAN. kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilainilai

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik yaitu bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower,

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada dekade terakhir, organisasi (perusahaan) yang sebelumnya lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut yang

KUISIONER PENELITIAN


Lampiran 1. Instrumen Penelitian. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Kecelakaan Kerja

Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner.

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

BAB II LANDASAN TEORI

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan harta benda. Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan sering mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan. Kerja (K3) para pekerjanya. Dimana sebenarnya K3 merupakan poin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

PT MDM DASAR DASAR K3

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

URGENSI DAN PRINSIP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan berarti memberi. kesempatan kepada karyawan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membantu tercapainya tujuan perusahaan dalam bidang yang dibutuhkan.

Tanggung Jawab Dasar Pengemudi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

Fari Handhina Kirana Rabu, 8 November 2017 DELEGATION

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Zaman berkembang semakin pesat seiring dengan kemajuan di sektor

Fishbone Diagram dan Langkah- Langkah Pembuatannya

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. berkaitan dengan pekerjaan. Mangkunegara (2011:161), Keselamatan kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

Transkripsi:

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahaya, Risiko, dan Kecelakaan Kerja Bahaya adalah keadaan yang mempunyai potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan harta benda maupun lingkungan alam.risiko adalah kemungkinan potensi terjadinya sesuatu yang menimbulkan kerugian. Sementara, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai manusia, atau merusak lingkungan. Hubungan ketiganya ialah semakin tinggi paparan terhadap bahaya yang tidak dapat dikendalikan, maka semakin tinggi risiko yang dihadapi.paparan meningkat dengan adanya perilaku tak aman dan keadaan tak aman (Gunawan dan Martowiyoto, 2015). 2.1.1 Sumber Bahaya Menurut Sahab, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bias dikurangi jika kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan cara dideteksi sumber-sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut (Indar, 2014). Sumber-sumber bahaya berasal dari : 1. Manusia a. Melakukan tindakan tidak aman, b. Kurang bergairah, c. Kurang terampil,

10 d. Emosi terganggu, e. Pengaruh sikap pimpinan, f. Pengaruh motivasi. 2. Peralatan a. Tidak digunakan sesuai fungsinya, b. Tidak ada pelatihan tentang penggunaan alat, c. Tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman, d. Tidak ada perawatan atau pemeriksaan. 3. Bahan Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain : a. Mudah terbakar, b. Mudah meledak, c. Menimbulkan alergi, d. Menyebabkan kanker, e. Bersifat racun, f. Radioaktif, g. Mengakibatkan kelainan pada janin, h. Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. 4. Proses Proses kadang dapat menimbulkan asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan.

11 2.1.2 Manajemen Risiko Menurut Sugandi dalam Socrates (2013), risiko adalah perwujudan potensi bahaya yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar.melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar terjadi bencana atau kerugian lainnya. Menurut Kerzner dalam Socrates (2013), manajemen risiko adalah serangkaian kegiatan yang salah satu di dalamnya terdapat penilaian (assement) atau analisis dan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya dalam manajemen risiko memerlukan metoda yang salah satunya merupakan daftar periksa atau Check List, yang biasa digunakan dalam program Behavior Based Safety. 2.1.3 Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan manusia, merusak harta benda, atau kerugian terhadap proses.kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma mur, 2009). Menurut Winarsunu dalam Saodah (2015), faktor-faktor yang memiliki kontribusi dalam kecelakaan, dalam model Multiple Factor Theories, mencakup 4 M, yaitu Man, Machine, Media, dan Management yang digambarkan saling berinteraksi satu sama lain. Karakteristik man atau manusia meliputi umur, gender, kemampuan, keterampilan, training, kekuatan motivasi, dan keadaan emosi. Media meliputi lingkungan kerja seperti suhu, kebisingan, getaran, gedung, jalan, dan ruang kerja. Machineatau mesin meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energi, cara kerja, tipe gerakan, dan bahan mesin. Sedangkan management adalah

12 konteks dimana ketiga faktor Man, Media, dan Machine berada dan dijalankan. Hal ini meliputi gaya manajemen, struktur organisasi, komunikasi, kebijakan, dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi. 2.1.3.1. Konsep Kecelekaan Kerja Menurut Heinrich dalam Tarwaka (2008), teori sebab akibat terjadi kecelakaan dikenal dengan Teori Domino, yakni berupa kebiasaan, kesalahan, tindakan dan kondisi tidak aman, kecelakaan, serta cidera. Memutus rangkaian mata rantai tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Gunawan dan Martowiyoto (2015), teori domino yang diperbaharui dari Heinrich dilakukan oleh Frank E. Bird, Jr. menyatakan bahwa ada 5 domino dari model Bird mengenai sistematis proses terjadinya insiden : 1. Kerugian (Loss), sebagai domino kelima. Berbentuk kerusakan atau cedera pada manusia, peralatan dan sarana, material, lingkungan alam, serta terganggunya proses operasi terjadi disebabkan karena insiden. Selain itu, berdasarkan teori Heinrich, Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyampaikan bahwa kerugian diakibatkan salah satunya karena kurangnya pengawasan dari pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja dengan benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Insiden (Incident), sebagai domino keempat. Berbentuk tabrakan/benturan, jatuh di tempat yang datar, terperangkap pada sesuatu, terjepit, kontak dengan panas/bising/radiasi/b3, beban berlebihan, kegagalan mesin, dan limbah bocor ke lingkungan.

13 3. Penyebab Langsung (Immediate Causes), sebagai domino ketiga. Berbentuk perilaku taka man maupun keadaan taka man di tempat kerja. a. Perilaku Tak Aman (Unsafe Act), mencakup : 1) Bekerja atau mengoperasikan tanpa kewenangan 2) Gagal memperingatkan 3) Gagal mengamankan 4) Beroperasi pada kecepatan yang salah 5) Membuat alat pengaman tidak berfungsi 6) Memakai Alat Pelindung Diri secara tidak benar 7) Penempatan secara salah 8) Mengangkat secara salah 9) Posisi tidak aman 10) Memelihara alat dalam keaadaan beroperasi 11) Bercanda saat bekerja 12) Gagal mengikuti prosedur b. Keadaan Tak Aman (Unsafe Condition), mencakup : 1) Pelindung tidak memadai 2) Alat pelindung tak memadai 3) Peralatan, sarana, atau material rusak 4) Ruang kerja kerja terbatas 5) Kurangnya sistem peringatan 6) Bahaya kebakaran atau ledakan 7) Buruknya kebersihan 8) Kebisingan

14 9) Paparan radiasi 10) Temperature ekstrem 11) Penerangan kurang atau lebih 12) Ventilasi tidak memadai 13) Lingkungan tidak aman 4. Penyebab Dasar (Basic Causes), sebagai domino ketiga a. Faktor Manusia 1) Kurang kemampuan 2) Kurang pengetahuan 3) Kurang keterampilan 4) Mengalami stress 5) Kurang motivasi b. Faktor Pekerjaan dan Sistem 1) Kurang kepemimpinan/pengawasan 2) Kelemahan perekayasaan 3) Kelemahan pengadaan 4) Kurang pemeliharaan 5) Kurang peralatan, sarana kerja, material 6) Kurang standar kerja 7) Salah penggunaan 5. Kelemahan Pengendalian Manajemen, sebagai domino pertama.

15 Menurut Frank E. Bird, kelemahan pengendalian manajemen merupakan sebab akar dari insiden yang sering terjadi di perusahaan modern, mencakup : a. Program tidak memadai. Tidak cukupnya ketersediaan program dan tidak cukupnya pengetahuan terhadap program.kegiatan Health & Safety Environment (HES) tidak berupaya mengadakan kegiatan yang bertujuan mencegah insiden, seperti pedoman, pelatihan, penyediaan peralatan, ataupun pemeliharaan. b. Standar dari program kurang memadai. Program telah tersedia, tetapi program yang ditetapkan tidak cukup berarti atau tidak spesifik.kurangnya kemampuan memberi petunjuk bagi upaya mencegah insiden, termasuk pengetahuan pada setiap pekerja. c. Kurang kepatuhan terhadap standar. Tersedia standar-standar bagi program, tetapi gagal melakukan kegiatan sesuai standar atau tidak dipatuhi oleh pekerja dan gagal mengatur pekerja agar mematuhi standar. 2.1.3.2 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Menurut Cooper (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua : 1. Kerugian Langsung a. Biaya Investigasi Hal ini digambarkan oleh Cooper dengan menghitung berapa banyak orang yang terlibat kemudian dikalikan dengan jumlah jam kerja kemudian dikalikandengan gaji per jam rata-rata.

16 b. Kerusakan Sarana dan Downtime Production Hal ini berupa kerusakan sarana produksi akibat kebakaran, peledakan, atau hal lainnya yang dapat merusak. Sementara downtime production berupa waktu yang terbuang akibat mengurusi karyawan yang mengalami cidera sehingga menghambat proses produksi atau tertundanya pekerjaan serta waktu terbuang untuk perbaikan akibat kerusakan. c. Biaya Pengobatan dan Kompensasi Jika terjadi kecelakaan, perusahaaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan terkait. 2. Kerugian Tidak Langsung a. Kerugian Sosial Dampak sosial bagi keluarga korban yang mengalami kecelakaan maupun bagi lingkungan sosial sekitarnya. b. Gangguan Bisnis dan Reputasi Perusahaan Hal ini menyangkut nama baik perusahaan yang sudah lama dijaga bertahun-tahun secara tidak langsung akan berpengaruh pada hubungan bisnis. c. Perbaikan atau Pergantian Staff/Manajemen Apabila kecelakaan menyebabkan perusahaan kehilangan karyawan, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk pemilihan sumber daya manusia yang layak untuk ditempatkan di posisi kosong. Selain itu, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengadakan pelatihan ulang atau re-posisi manajemen.

17 2.2 Behavior Based Safety (BBS) Behavior Based Safety (BBS) adalah proses keterlibatan pekerja dalammemahamiberbagai hal kemungkinan yang dapat menyebabkan cidera, memberi masukan, dan mengamati sesama rekan kerja demimengurangi perilaku berisiko (Kaila, 2010). Proses BBS secara terstruktur berupa mengidentifikasi perilaku, mengukur kinerja, memberikan feedback, mengidentifikasi perilaku baru, serta menentukan peran perkerja dalam jalannya program BBS (Krause dkk, 1990). 2.2.1 Model ABC Agnew dan Syder (2008) menyatakan banyak perusahaan telah memiliki peraturan dan regulasi yang lengkap mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, namun masih banyak karyawan yang mengalami cidera dalam bekerja.kenyataannya bahwa segala peraturan dan regulasi tersebut hanya sebuah pajangan instruksi.krause (1990) menyatakan bahwa 80 95% kecelakaan terjadi akibat perilaku tidak aman.semua program keselamatan yang berjalan dengan baik disebabkan karena efektifnya program sehingga memengaruhi perilaku karyawan.untuk mengetahui bagaimana cara orang-orang berperilaku dengan cara tertentu atau mengapa pekerja tetap bekerja dalam keadaan berisiko, maka yang dibutuhkan adalah memahami dan menganalisis ilmu perilaku, disebut Model ABC (Antecedent, Behavior, danconsequence), yaitu mengenai Mengapa (sebab atau penggerak), kita melakukan Apa (perilaku) yang kita lakukan, serta persepsi akan Dampak (akibat) dari perilaku. Penjelasan Model Perilaku ABC menurut Gunawan dan Martowiyoto (2015) adalah sebagai berikut :

18 1. Antecedent Antecedent merupakan sesuatu yang terjadi sebelum perilaku dan membangun atau mendorong seseorang melakukan sesuatu, atau alasan seseorang melakukan sesuatu.antecedent juga disebut sebagai aktivator, yaitu adanya tindakan karena adanya pendorong atau penggerak.aktivator ini dapat berbentuk faktor dalam diri manusia atau faktor di luar diri manusia. Tindakan akan dilakukan atau tidak, masih dipengaruhi oleh tata nilai, sikap, maupun kesadaran diri perilaku. Faktor dalam diri manusia yang memengaruhi antecedent ialah pengetahuan, kemampuan fisik, keadaan mental, atau emosi (lelah, bingung, stress), sikap (attitude), pengalaman masa lalu, dan kebiasaan (habit).faktor dari luar yakni ciri pekerjaan, peralatan, lingkungan fisik tempat kerja, lingkungan sosial, budaya organisasi, pendidikan, sistem kerja, dan kepemimpinan. 2. Behavior Perilaku adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan makhluk hidup, khususnya manyusui.perilaku ini dapat berbentuk perilaku aman atau tak aman; perilaku yang benar atau tidak benar; dan jalan pintas yang melanggar aturan, baik prosedur maupun standar. Aktivator mengarahkan untuk dilakukannya suatu perilaku. Aktivator menentukan perilaku akan diulang kembali atau tidak diulang, tetapi oleh persepsi atau pemahaman pelaku terhadap dampak atau consequences.

19 3. Concequences Aktivator menentukan langkah awal dari perilaku, tetapi tidak yang mengendalikan perilaku adalah dampak perilaku (consequences).perilaku merupakan fungsi dari hasil persepsi terhadap dampak. Bobot dampak ditentukan oleh : a. Waktu. Apakah terjadi segera (soon/immediate) yang disingkat S, atau yang berjangka panjang (future) atau berselang (delayed), yang disingkat N. Dampak yang terjadi segera (s), akan memberikan pengaruh lebih kuat daripada yang berselang. b. Kepastian. Apakah dampak itu pasti (certain) terjadi mengikuti perilaku, yang disingkat P atau dampak belum pasti (uncertain) terjadi atau ragu, disingkat R. Dampak yang pasti memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada yang belum pasti. c. Makna. Apakah dampak tersebut positif (+) atau negative (-). Dampak positif berpengaruh lebih kuat bagi pelaku untuk melakukannya lagi, sedangkan dampak negatif akan mencegah tindakan tersebut. Menurut Steve Jacobs dalam Gunawan dan Martowiyoto (2015), antecedent berpengaruh lebih kecil, yaitu 20% daripada consequence yang berbobot sekitar 80%, yang akan mempertahankan perilaku secara berkelanjutan. Kebanyakan perusahaan lebih memusatkan upaya pada penggerak, seperti memberikan pelatihan, dan kurang pada consequence, seperti penghargaan pada yang berperilaku aman.

20 2.2.2 Pelaksanaan Program Behavior Based Safety 2.2.2.1 Observasi Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa langkah pertama untuk mengembangkan prosedur BBS adalahmenganalisis insiden dan cedera dalam perusahaan terlebih dahulu. Secara umum, insiden yang ditinjau adalah yang terjadi tiga hingga lima tahun sebelumnya. Beberapa sasaran penting dalam mengembangkan prosedur observasi: 1. Mengidentifikasi perilaku-perilaku untuk kartu observasi berdasarkan frekuensi terjadinya dan potensi keparahannya. 2. Mengidentifikasi apakah cedera parah kemungkinan besar terjadi selama operasi rutin atau tidak rutin. 3. Mengidentifikasi waktu dalam sehari dan hari dalam seminggu dimana cedera paling banyak terjadi. Langkah selanjutnya setelah ditentukan sasaran prosedur observasi ialah mengembangkan isi kartu observasi (checklists). Isi checklists kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria tertentu sesuai dengan pekerjaan.secara umum, isi checklists disesuaikan dengan area kerja tertentu, misalnya berbeda isinya antara area produksi, perbaikan, laboratorium, gudang, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus dapat pula disatukan menjadi sebuah checklists saja. Definisi operasional dicantumkan sebaiknya di belakang checklists untuk memudahkan observer atau karyawan dalam mengisi kartu observasi. Observer atau petugas yang mengisi kartu observasi pada umumnya melibatkan peran seluruh karyawan. Artinya, setiap karyawan dapat menjadi observer bagi karyawan lain. Perusahaan yang memiliki budaya K3 yang baik

21 dengan pengetahuan dan kesadaran karyawan terhadap K3 tinggi sangat memungkinkan melibatkan seluruh karyawan sebagai observer.perusahaan yang tidak secara rutin menunjukkan komitmen terhadap K3, lebih memilih manajer dan supervisor untuk menjadi observer. Apabila perusahaan dalam tahap pembuatan program BBS, maka lebih baik apabila anggota tim desain yang sebaiknya menjadi observer. Frekuensi dilakukannya observasi tergantung pada besarnya risiko dalam bekerja apakah akan dibuat setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan. Apabila sebuah area kerja memiliki risiko yang besar maka sebaiknya observasi dilakukan setiap hari dan melibatkan peran seluruh karyawan.pada umumnya perusahaan manufaktur melakukan observasi setiap minggu.observasi yang dilakukan setiap bulan sebaiknya membutuhkan peran supervisor dan manager. Strategi observasi menurut Krause (1990) terdiri dari dua tipe, yaitu : 1. Observasi berpusat pada situasi. Observasi ini dilakukan berdasarkan penglihatan observer terhadap situasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan muncul pertanyaan dari observer seperti, Apa potensi cedera di sini?kata operatif dalam pertanyaan tersebut ialah potensi.potensi cedera bukan berarti ada orang yang mungkin akan terluka, namun mengacu kepada bagaimana orang akan terluka berdasarkan waktu dan kondisi yang tepat. 2. Observasi berpusat pada lembar data. Lembar data adalah seperti checklists, memastikan ketelitian dalam melakukan observasi.tipe ini lebih mudah daripada observasi berpusat pada

22 situasi.observasi dilakukan berdasarkan poin-poin yang sudah ditentukan dalam checklists. Prosedur dalam melakukan observasi memiliki tujuan sebagai standar observer dalam menjalankan tugasnya. Tujuh langkah prosedur dalam melakukan observasi menurut Krause (1990) : 1. Langsung menuju ke tindakan. Melakukan observasi dimana kejadian sedang berlangsung. 2. Melihat orang sebanyak mungkin. Dengan melihat orang sebanyak mungkin, maka dapat melihat pula perilaku yang sedang dilakukan selain kondisi dan hal lainnya. 3. Memperkenalkan diri sendiri. Ketika observer mulai melaksanakan tugasnya, maka yang pertama sebaiknya dilakukan adalah memperkenalkan diri sendiri dan menjelaskan apa yang sedang mereka lakukan. Observer bukanlah mata-mata dan mereka memperlihatkan lembar data checklists dan berbicara kepada pekerja mengenai proses observasi. Observer mengatakan kepada pekerja mengenai apa saja yang telah diamati setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan. Apabila pekerja khawatir setelah diamati, observer meyakinkan bahwa tidak aka nada nama yang dicatat dan tidak ada tindakan disipliner akan hasil dari pengamatan. 4. Observasi berpusat pada situasi. Observer membutuhkan waktu dan mempelajari situasi, melihat potensi cedera.observer sebaiknya tidak melakukan poin ini terburu-buru sebelum

23 menemukan potensi cedera atau memastikan situasi pada dasarnya aman.kemudian, dengan sangat teliti melanjutkan tugas ke poin berikutnya. 5. Observasi berpusat pada lembar data. Observer memeriksa dan mengisi lembar data checklists secara sistematis. 6. Memberikan umpan balik secara lisan. Setelah mengisi data perilaku selamat dan tidak selamat dan mengalkulasi % angka keselamatan, observer memberika umpan balik kepada pekerja. 7. Dari awal hingga akhir 20 s.d. 30 menit. Seluruh prosedur, termasuk kalkulasi dan umpan balik, seharusnya memakan waktu sekitar 20 hingga 30 menit. 2.2.2.2 Feedback (Umpan Balik) Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada seseorang atau sebuah grup mengenai perilaku dan dampak dari perilaku yang dilakukan, serta merupakan suatu alat komunikasi yang terpenting dalam membantu pekerja agar tetap sehat dan selamat (Health and Safety Authority, 2013). Umpan balik diberikan oleh observer secara lisan dan mendiskusikan hasil observasi. Hasil observasi tersebut berupa percakapan dengan pekerja yang diobservasi dan catatan perilaku pekerja pada lembar data, serta mengapa observer mencatat apa yang pekerja lakukan.teknik dalam penyampaian umpan balik dilakukan secara berurutan, yaitu umpan balik positif diberikan terlebih dahulu, kemudian menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki (Krause 1990). Berikut adalah beberapa poin tentang bagaimana cara memberikan umpan balik menurut Krause (1990) :

24 1. Cegah kecelakaan. Observer yang melihat pekerja berpotensi mengalami kecelakaan segera menghentikan pekerja tersebut agar terhindar dari terjadinya kecelakaan. 2. Hormati pekerja yang sedang diamati. Pekerja tahu apa yang mereka kerjakan dan mereka mungkin memiliki alasan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara mereka sendiri. Hal ini bukanlah tugas seorang observer untuk menggurui pekerja. Tidak satupun antara pekerja dan observer menginginkan terjadinya kecelakaan. 3. Berpegang pada fakta. Observer tidak mendiskusikan orang tetapi perilaku. 4. Spesifik dalam penyampaian. Observer menyampaikan hal yang spesifik sehingga pekerja tahu apa inti dari umpan balik yang disampaikan. 5. Mengakui kemajuan dari pekerja. Observer memuji peningkatan kinerja pekerja serta membahas perbaikan-perbaikan lain lebih lanjut. Observer seharusnya tidak menginterogasi pekerja yang diamati selama mencari informasi penting.diskusi yang dijalankan sebaiknya dua arah, atau diskusi mengenai problem-solving yang edukatif antara kedua pihak.secara khusus, observer sebaiknya menghindari dua jenis pertanyaan seperti pertanyaan retorik dan pertanyaan yang diawali dengan mengapa.masalah sederhana yang sering terjadi dengan pertanyaan retorik adalah memudahkan pekerja menjadi marah.pertanyaan yang diawali dengan mengapa membuat pekerja menjadi sangat defensif dalam memberikan jawaban. Mengapa kemudian sebaiknya diganti dengan kata apa atau bagaimana sehingga mendorong pekerja untuk menjawab lebih terbuka dan tepat sasaran (McSween, 2003).

25 2.2.3 Steering Committee Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa Steering Committee, atau biasa disebut SC, adalah sebuah tim yang terbentuk dari beberapa karyawan terpilih yang sudah melewati pelatihan sebagai observer dalam program BBS. SC efektifnya terdiri dari 5 hingga 8 orang atau lebih yang merepresentasi departemen masing-masing dimana karyawan bekerja dan biasanya berasal dari tim desain program K3.SC melakukan pertemuan (meetings) secara regular untuk membincangkan teknik pemecahan masalah dari hasil data laporan BBS dan perencanaan mengenai program keselamatan kerja. Menjadi steering committee, seperti yang diuraikan oleh McSween, ialah tahu bagaimana cara : 1. Mengindentifikasi, menguatkan, serta mendorong terciptanya kondisi dan penerapan perilaku selamat dalam bekerja kepada seluruh karyawan beserta jajaran manajemen yang mendukung proses tersebut; 2. Menyajikan data keselamatan kepada karyawan lainnya di dalam meetings sebagai feedback dan membimbing karyawan dalam mencapai tujuan serta target; 3. Menilai apakah proses keselamatan sudah dilakukan dengan benar sesuai dengan nilai dan prinsip perilaku selamat dalam bekerja yang telah dibuat oleh perusahaan; dan 4. Mengefektifkan penggunaan waktu dan sumber daya dalam meetings. Steering committee memiliki peran sangat besar dalam menyukseskan proses keselamatan berbasis perilaku serta mengelola dan meningkatkan tiga aspek dalam proses :

26 A. Mengelola Jalannya Program BBS SC melindungi integritas dari prinsip-prinsip : 1. Komponen 1: Keterlibatan Karyawan a) Prinsip 1: Karyawan yang berpartisipasi sebagai observer memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik daripada orang-orang yangiaamati. Karena itu, semakin banyak pekerja yang melakukan observasi maka semakin baik. b) Prinsip 2: Semakin sering karyawan diobservasi dan menerima feedback, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk meningkatkan keselamatan mereka. Karena itu, semakin sering observasi dilakukan maka semakin baik. c) Prinsip 3: Banyak nilai proses BBS dalam percakapan antara observer dengan orang-orang yang diamati. Karena itu, kualitas dari sesi observasi dan umpan balik semakin baik (kritis). 2. Komponen 2: Analisis Data dan Proyek Perbaikan a) Prinsip 4: Sebagian besar manfaat dari proses BBS berasal dari perbaikan yang direkomendasikan atau dilaksanakan oleh SC berdasarkan analisis data obervasi dan informasi terkait. Karena itu, para SC harus melakukan analisis yang berkualitas dan tepat waktu sesuai dengan data dan target perilaku. b) Prinsip 5: Berdasarkan analisis, SC harus mengembangkan dan menerapkan rencana aksi dalam meningkatkan target.

27 Fungsi Steering Committee secara spesifik ialah : 1) Melampirkan hasil umpan balik dalam bentuk grafik, table, dan daftar list. 2) Mendorong partisipasi sesama karyawan secara personal. 3) Melaporkan proses, hasil, dan permasalahan yang ditemukan selama program BBS berjalan kepada supervisor dan manajer. 4) Mendiskusikan proses, menyediakan umban balik dari setiap departemen, dan membimbing sesama karyawan untuk mengatur tujuan baru di area meetings. B. Mengelola Hasil Program BBS SC meninjau kembali data observasi untuk memastikan bahwa proses BBS mencapai akhir yang diinginkan. Peninjauan yang dilakukan berupa: besarnya persentase keselamatan dari hasil penilaian kartu observasi, besarnya persentase yang ditargetkan mengalami peningkatan atau tidak, dan besarnya pencapaian poin-poin keselamatan pada kartu observasi apakah mendekati 100% atau tidak dalam setahun periode kerja. C. MengelolaTindak Lanjut Program BBS Hasil dan keluaran program BBS dianalisis untuk dilihat apakah karyawan bekerja dengan selamat, sehingga menurunkan angka cedera.perusahaan mengamati apakah program BBS tercapai atau tidak. Dari hasil analisis, program ditindaklanjuti dan diperbaharui apabila terjadi perubahan yang signifikan untuk mencapapai tujuan yang baru.