BAB II LANDASAN TEORI AKAD WADI AH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. menyatakan ijab dan yang kedua menyatakan qabul, yang kemudian

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. syariah dapat menjawab segala permasalahan ekonomi yang memiliki unsur riba

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Sekilas Tabungan Wisata Sejarah Tabungan Wisata

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan secara luas dinegara lain untuk menyebutkan bank dengan prinsip

BAB III PEMBAHASAN Pengertian Wadi ah Yad Dhamanah

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al- Baqarah : 275).

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN DRIYOREJO GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB III KONSEP WADIAH DALAM BISNIS PENITIPAN SEPEDA MOTOR. pemanfaatannya disebut dengan wadi ah. Dalam konsep wadi ah ini, setiap barang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II WADIAH YAD DHAMANAH

BAB II PRODUK PENGHIMPUNAN DANA

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Simpanan Pelajar (SIMPEL) KSPPS BMT Al-Hikmah Ungaran

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

HILMAN FAJRI ( )

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL WADI< AH PADA TABUNGAN ZAKAT DI PT. BPRS BAKTI MAKMUR INDAH

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan masyarakat yang semakin berkembang merupakan efek dari era

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan. ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB III WADIAH DALAM PERSPEKTIF FIQH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi (strategy) adalah alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. persatuan. Hal ini terlihat dari unsur-unsur yang dicapai dari inti agama Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian Akad Wadi ah Dalam Lembaga Keuangan Syariah

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG MEKANISME TABUNGAN HAJI DI BMT BUS CABANG KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utama dari pembangunan nasional, dalam pelaksanaannya haruslah

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS TRANSAKSI JUAL BELI BBM DENGAN NOTA PRINT BERBEDA SPBU PERTAMINA DI SURABAYA UTARA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

monay, dalam perbankan dan pembolehan sepekulasi menyebabkan penciptaan uang

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK SIMPANAN ARISAN BERKAH DI KSPPS BMT HARAPAN UMAT PATI CABANG GABUS

BAB I PENDAHULUAN. syariah dianggap sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV ANALISIS WADI< AH MUD{A>RABAH TERHADAP BONUS HAJI GRATIS PADA PT. ANUGERAH NUR NABAWI JOMBANG

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

MUZARA AH DAN APLIKASINYA PADA PERBANKAN SYARI AH

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB II PRINSIP PRINSIP BAGI HASIL

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI AKAD WADI AH A. Wadiah Pengertian Akad Wadiah Wadiah dalam bahasa fiqih adalah barang titipan atau memberikan, juga diartikan i tha u al-mal liyahfadzahu wa fi qabulihi yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan pada penerimaannya. Karena itu, istilah wadi ah sering disebut sebagai ma wudi a inda ghair malikihi liyahfadzuhu yang artinya sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaga. Seperti dikatakan qabiltu minhu dzalika al-malliyakuna wadi ah indi yang berarti aku menerima harta tersebut darinya. Sedangkan Al- Qur an memberikan arti wadi ah sebagai amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali. 1 Ada dua definisi wadi ah yang dikemukakan ahli fikih. Pertama, ulama Mazhab Hanafi mendifinisikan wadi ah dengan, mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat. Misalnya, seseorang berkata kepada orang lain, Saya titipkan tas saya ini kepada Anda, lalu orang itu menjawab, Saya 1 Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, h.295 15

terima. Maka sempurnalah akad wadi ah. Atau seseorang menitipkan buku kepada orang lain dengan mengatakan, Saya titipkan buku saya ini kepada Anda, lalu orang yang dititipi diam saja (tanda setuju). Kedua, ulama Mazhab Maliki, Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali (jumhur ulama) mendefinisikan wadi ah dengan Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu. Wadi ah dipraktekkan pada bank-bank yang menggunakan sistem syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI, Bank Islam). Bank Muamalat Indonesia mengartikan wadi ah sebagai titipan murni yang dengan seizin penitip boleh digunakan oleh bank. Konsep wadi ah yang dikembangkan oleh BMI adalah wadi ah yad ad dhamanah (titipan tentang resiko ganti rugi). Oleh sebab itu, wadi ah yang oleh para ahli fiqih disifati dengan yad Al-Amanah (titipan murni tanpa ganti rugi) dimodifikasi dalam bentuk yad ad dhamanah (dengan resiko ganti rugi). Konsekuensinya adalah jika uang itu dikelola pihak BMI dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik bank. Di samping itu, atas kehendak BMI sendiri, tanpa ada persetujuan sebelumnya dengan pemilik uang, dapat memberikan semacam bonus kepada para nasabah wadi ah. Dalam hal ini praktek wadi ah di BMI sejalan dengan pendapat ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki. 2 2 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukan dalam Tata Hukum Perbankan Inonesia, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007, h. 55-56. 16

Al-Wadi ah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga. Dari aspek teknis, wadi ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki. Menurut PSAK 59, Wadi ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan. Secara komulatif, wadi ah memiliki dua pengertian, yang pertama pernyataan dari seseorang yang telah memberikan kuasa atau mewakilkan kepada pihak lain untuk memelihara atau menjaga hartanya; kedua, sesuatu harta yang dititipkan seseorang kepada pihak lain dipelihara atau dijaganya. 3 B. Jenis jenis Wadiah Akad berpola titipan (wadi ah) ada dua, yaitu Wadi ah yad Amanah dan Wadi ah yad Dhamanah. Pada awalnya, Wadi ah muncul dalam bentuk yad al-amanah tangan amanah, yang kemudian dalam perkembangan memunculkan yadh-dhamanah tangan penanggung. Akad Wadi ah yad Dhamanah ini akhirnya 3 Ahmad Hasan Ridwan, Bmt & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004 h. 14 17

banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam produk-produk pendanaan. 4 Dalam Islam wadi ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 5 1) Wadi ah yad Amanah yaitu barang yang dititipkan sama sekali tidak boleh digunakan oleh pihak yang menerima titipan, sehingga dengan demikian pihak yang menerima titipan tidak bertanggung jawab terhadap risiko yang menimpa barang yang dititipkan. Penerima titipan hanya punya kewajiban mengembalikan barang yang dititipkan pada saat diminta oleh pihak yang menitipkan secara apa adanya. Gambar 2.1 Skema wadi ah yad Amanah 6 NASABAH Muwaddi (penitip) 1 Titip Barang 2 Beban Biaya Penitipan BANK Mustawda (Penyimpan) 4 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada 2008, h. 42 5 Trisandini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013, h. 37 6 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 87 18

Keterangan : Dengan konsep wadi ah yad Amanah, pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Karakteristik Wadi ah yad Amanah sebagai berikut : 7 a. Barang yang dititipkan oleh nasabah tidak boleh di manfaatkan oleh pihak penerima titipan. Penerima titipan dilarang untuk memanfaatkan barang titipan. b. Penerima titipan berfungsi sebagai penerima amanah yang harus menjaga dan memelihara barang titipan, sehingga perlu menyediakan tempat yang aman dan petugas yang menjaganya. c. Penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya atas barang yang dititipkan, hal ini karena penerima titipan perlu menyediakan tempat untuk menyimpan dan membayar biaya gaji pegawai untuk menjaga barang titipan, sehingga boleh meminta imbalan jasa. 2) Wadi ah yad Dhamanah adalah titipan terhadap barang yang dapat dipergunakan atau dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sehingga pihak penerima titipan bertaggung jawab terhadap risiko yang menimpa barang sebagai akibat dari 2014, h. 63 7 Ismail, Perbankan Syari ah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 19

penggunaan atas suatu barang, seperti risiko kerusakan dan sebagainya. Tentu saja penerima titipan wajib menegmbalikan barang yang dititipkan pada saat diminta oleh pihak yang menitipkan. 8 Gambar 2.2 Skema Wadi ah yad Dhamanah. 9 Keterangan : Dengan konsep wadi ah yad Dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentunya pihak bank dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus. 8 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013, h. 37 9 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 88 20

Karakteristik Wadi ah yad Dhamanah sebagai berikut : 10 a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak yang menerima titipan. b. Penerima titipan sebagai pemegang amanah. Meskipun harta yang c. dititipkan boleh dimanfaatkan, namun penerima titipan harus memanfaatkan harta titipan yang dapat menghasilkan keuntungan. d. Bank mendapat manfaat atas harta yang dititipkan, oleh karena itu penerima titipan boleh memberikan bonus. Bonus sifatnya tidak mengikat, sehingga dapat diberikan atau tidak. Besarnya bonus tergantung pada pihak penerima titipan. Bonus tidak boleh diperjanjikan pada saat kontrak, karena bukan merupakan kewajiban bagi penerima titipan e. Dalam aplikasi bank syariah, produk yang sesuai dengan akad wadi ah yad Dhamanah adalah simpanan giro dan tabungan. 2014, h. 65 10 Ismail, Perbankan Syari ah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 21

C. Rukun dan Syarat Wadi ah 1. Rukun Wadi ah Menurut Hanafiah, rukun wadi ah hanya satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun wadi ah itu ada empat: 11 Barang yang dititipkan (wadiah) a. Orang yang menitipkan (mudi atau muwaddi ) b. Orang yang menerima titipan (muda atau mustawda ) c. Ijab qabul (sighat) 2. Syarat-Syarat Wadi ah Syarat-syarat wadi ah berkaitan dengan rukun-rukun yang telah disebutkan di atas, yaitu syarat benda yang dititipkan, syarat sighat, syarat orang yang menitipkandan syarat orang yang dititipi. a. Syarat-Syarat Untuk Benda Yang Dititipkan Syaratsyarat benda yang dititipkan sebagai berikut : 1) Benda yang dititipkan disyaratkan harus benda yang bisa untuk disimpan. Apabila benda tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung di udara atau benda yang jatuh ke dalam air, maka wadi ah tidak sah sehingga apabila hilang, tidak wajib mengganti. Syarat ini dikemukakan oleh ulama-ulama Hanafiyah. 11 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, Jakarta:Amzah,2010,h. 459 22

2) Syafi iyah dan Hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus benda yang mempunyai nilai (qimah) dan dipandang sebagai mal, walaupun najis. Seperti anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu, atau menjaga keamanan. Apabila benda tersebut tidak memiliki nilai, seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadi ah tidak sah. b. Syarat- Syarat Sighat Sighat akad adalah ijab dan qabul. Syarat sighat adalah ijab harus dinyatakan dengan ucapan atau perbuatan. Ucapan adakalanya tegas (sharih) dan adakalanya dengan sindiran (kinayah). Malikiyah menyatakan bahwa lafal dengan kinayah harus disertai dengan niat. Contoh lafal yang sharih: Saya titipkan barang ini kepada Anda. Sedangkan contoh lafal sindiran (kinayah). Seseorang mengatakan, Berikan kepadaku mobil ini. Pemilik mobil menjawab: Saya berikan mobil ini kepada Anda. Kata berikan mengandung arti hibah dan wadi ah (titipan). Dalam konteks ini arti yang paling dekat adalah titipan. Contoh ijab dengan perbuatan: Seseorang menaruh sepeda motor di hadapan seseorang tanpa mengucapkan kata-kata apa pun. Perbuatan tersebut menunjukan penitipan (wadi ah). Demikian pula qabul kadangkadang dengan lafal yang tegas (sharih), seperti: Saya 23

terima dan adakalanya dengan dilalah (penunjukan), misalnya sikap diam ketika barang ditaruh di hadapannya. c. Syarat orang yang menitipkan (Al-Mudi ) 1) Berakal, Dengan demikian, tidak sah wadi ah dari orang gila dan anak yang belum berakal. 2) Baligh, Syarat ini dikemukakan oleh Syafi iyah. Dengan demikian menurut Syafi iyah, wadi ah tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang belum baligh masih di bawah umur). Tetapi menurut Hanafiah baligh tidak menjadi syarat wadi ah sehingga wadi ah hukumnya sah apabila dilakukan oleh anak mumayyiz dengan persetujuan dari walinya atau washiy-nya. d. Syarat orang yang dititipi (Al-Muda ) Syarat orang yang dititipi (muda ) adalah sebagai berikut : 1) Berakal, tidak sah wadi ah dari orang gila dan anak yang masih di bawah umur. Hal ini dikarenakan akibat hukum dari akad ini adalah kewajiban menjaga harta, sedangkan orang yang tidak berakal tidak mampu untuk menjaga barang yang dititipkan kepadanya. 2) Baligh, syarat ini dikemukakan oleh jumhur ulama. Akan tetapi, Hanafiah tidak menjadikan 24

baligh sebagai syarat untuk orang yang dititipi, melainkan cukup ia sudah mumayyiz. 3) Malikiyyah mensyaratkan orang yang dititipi harus orang yang diduga kuat mampu menjaga barang yang dititipkan kepadanya. D. Landasan Hukum Wadiah Landasan syariah dan ketentuan tentang sertifikat wadiah bank Indonesia diatur dalam fatwa dewan syariah nasional nomor 36/DSN-MUI/X/2002 tentang sertifikat wadiah bank Indonesia tanggal 23 oktober 2002, dimana dalam fatwa tersebut sebagau landasan syariah (himpunan fatwa, edisi kedua, hal 233-236) adalah sebagai berikut: 1) Landasan Hukum dari Al Quran: a. Firman Allah SWT QS An-Nisa (4) : 58 إ ن ا لل ي م ر ك م أ ن ت ؤ د وا ا ل م ا ن ت إ ل أ ه ل ه ا و إ ذ ا ح ك م ت م ب ي الن اس أ ن ت ك م وا ب ل ع د ل إ ن ا لل ن ع م ا ي ع ظ ك م ب ه إ ن ا لل ك ا ن س يع ا ب ص ري ا Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. 25

b. Firman Allah SWT, QS Al Maidah (5) : 1... ي أ ي ه ا ال ذ ين آم ن وا أ و ف وا ب ل ع ق و د Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad kalian... c. Firman Allah SWT An Nisa : 6...ف إ ذ ا د ف ع ت م إ ل ي ه م أ م و ا ل م ف أ ش ه د وا ع ل ي ه م... Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. 12 2) Landasan Hukum dari Hadist Hadist riwayat Abu Dawud dan Al Tirmidzi أ د ا ل م ان ة إ ل م ن ائ ت م ن ك و ال ت ن م ن خ ان ك Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangnlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu 13 3) Hukum menerima benda titipan Hukum menerima benda titipan ada empat macam yaitu sunat, haram, wajib dan makruh. Secara lengkap akan dijelaskan sebagai berikut: 12 Mujamma Khadim Al Haramin As Syarifain, Terjemahan Al quran Ma aniyah Ila Lughotil Indonesia 13 Syeh Taqiyudin Abu Bakar Bin Muhammad Al Husaini, Kifayatul Ahyar, Surabaya: Darul Iimi, Juz 2, t,th. H. 10 26

a. Sunat, disunatkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda benda yang dititipkan kepadanya. Wadiah adalah salah satu bentuk tolong menolong yang diperintahkan oleh Allah dalam Al quran, tolong menolong secara umum hukumnya sunat. Hal ini dianggap sunat menerima benda titipan ketika ada orang lain yang pantas untuk menerima titipan. b. Wajib, diwajibkan menerima benda benda titipan bagi seseorang yang percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga benda benda tersebut, sementara orang lain tidak ada seorangpun yang dapat dipercaya untuk memelihara benda benda tersebut. c. Haram, apabila seseorang tidak kuasa atau tidak sanggup memelihara benda benda titipan. Bagi orang seperti itu diharamkan menerima benda benda titipn, sebab dengan menerima benda benda titipsn, berarti memberi kesempatan (peluang) kerusakan atau hilangnya benda benda titipan sehingga akan menyulitkan pihak yang menitipkan. d. Makruh, bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu menjaga benda benda titipan, tetapi dia kurang yakin (ragu) pada kemampuannya maka bagi orang seperti ini makruh hukumnya menerima benda benda titipan, sebab dikhawatirkan dia akan berkhianat 27

terhadap yang menitipkan dengan cara merusak benda benda titipan atau menghilangkannya. 14 E. Simpanan 1. Pengertian Simpanan Menurut UU no 10 tahun 1998 perubahan UU No 7 tahun 1992 tentang Perbankan dengan rumusan, simpanan adalah dana yang di percayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. 15 2. Macam-Macam Simpanan Pada mulanya simpanan merupakan salah satu dari sumber dana bank sumber dana tersebut pada prinsipnya dikelompokan menjadi tiga bagian yakni, dana pihak pertama (modal/equity), dana pihak kedua (pinjaman pihak luar) dan dana pihak ketiga (simpanan). a. Dana Pihak Pertama ( DP 1) Dana Pihak Pertama sangat diperlukan BMT terutama pada saat pendiriantetapi dana ini dapat terus 14 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer Hukum Perjanjian Ekonomi, Bisnis, dan Sosial. Bogor: Ghalia Indonesia, 2012. h. 206. 15 Djoko muljono, Buku Pintar Strategi Bisnis Koperasi Simpan Pinjam, Yogjakarta: Andi, 2012. h. 198) 28

berkembang, seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak pertama dapat dikelompokan: 1. Simpanan Pokok khusus(modal penyertaan) Simpanan Pokok Khusus yaitu simpanan modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap penyimpan tidak harussama dan jumlah dana tidak mempengaruh suara dalam rapat. Untuk memperbanyak jumlah simpanan pokok khusus ini, BMT dapatmenghubungi para aghniya maupun lembaga-lembaga Islam. Simpanan hanya dapat ditarik setelah jangka waktu satu tahun. 2. Simpanan Pokok Simpanan Pokok yang harus dibayar saat menjadi anggota BMT besarnya simpanan pokok harus sama.pembayarannya dapat dicicil supaya dapat menjaring jumlah anggota yang lebih banyak.sebagai bukti keanggotaan, simpanan pokok tidak boleh ditarik, selama masih menjadi anggota.jika simpanan ditarik, maka dengan sendirinya keanggotaannya dinyatakan berhenti 3. Simpanan Wajib Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan 29

anggotanya. Besarnya simpanan wajib akan turut diperhitungkan dalam pembagian SHU. b. Dana Pihak ke II Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar.nilai dana ini memang sangat tidak terbatas. Artinya tergantung pada kemampuan BMT masingmasing dalam menanamkan kepercayaan kepada calon investor.pihak luar yang dimaksud ialah mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni Bagi hasil yang baik bank maupun non bank. Oleh sebab itu, sedapat mungkin BMT hanya mengakses sumber dana yang dikelola secara syariah. c. Dana Pihak Ketiga (DP III) Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para anggota BMT.Jumlah dansumber dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni simpanan lancar (Tabungan), dan simpanan tidak lancar(deposito). 1. Tabungan adalah simpanan anggota kepada BMT yang dapat diambil sewaktu waktu (setiap saat). BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini. 2. Deposito adalah simpanan anggota kepada BMT, yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada 30

saat jatuh tempo. Jangka waktu yang dimaksud meliputi: 1,3,6, dan 12 bulan. Namun sesungguhnya jangkawaktu tersebut dapat dibuat sefleksibel mungkin, misalnya 2,4,5 dan seterusnya, sesuai dengan keinginan anggota. 16 3. Selanjutnya jenis simpanan menurut undangundang No. 12/1967 di berikan definisi sebagai berikut: a) Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada pada waktu seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. b) Simpanan Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi kepada waktu-waktu tertentu. c) Simpanan Sukarela ini diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian perjanjian atau peraturan peraturan khusus. 4. Rukun dan Syarat Simpanan: Rukun Simpanan sama dengn rukun wadi ah: 16 (Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta: UII Press, 2004. h. 155) 31

a) Orang yang menyimpankan barang. b) Orang yang menitipkan barang. c) Ijab dan qobul. Syarat Simpanan : a) Simpanan Pokok : Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan ini ikut menanggung kerugian. b) Simpanan Wajib : Simpanan ditarik pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut menanggung kerugian. c) Simpanan Sukarela : Simpanan ini diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian perjanjian atau peraturan peraturan khusus. 17 5. Landasan Hukum Simpanan : a. Undang-undang No. 25/1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa modal koperasi itu terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. b. UU No. 12/1967 Tentang pokok-pokok Perkoperasian Pasal 32 ayat 1 ditentukan 17 Hendrojogi, Koperasi Asas-Asas, Teori, dan Praktik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012. h. 193 32

bahwa modal koperasi itu terdiri dan dipupuk dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihaan-penyisihan dari usahanya termasuk cadangan serta sumber-sumber lain. c. Pasal 41 dari UU No 25/1992 tentang modal equityyang terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, Dana cadangan, dan hibah. d. Pasal 41 ayat 3 tentang Simpanan Sukarela. e. Peraturan pemerintah tahun 1959 atau PP 10/1959 tentang perkoperasian. f. Peraturan Pemerintah(PP) No 9 Tahun 1995 tentang kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi. 18 g. Undang Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 19 18 Arifin Sitio, koperasi Teori dan Praktik, Jakarta: Erlangga, 2001. h. 12 19 Djoko Muljono, Buku Pintar Strategi Bisnis Koperasi Simpan Pinjam, Yogjakarta: ANDI, 2012. H. 198 33