BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian katarak yang cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa prevalensi katarak tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%).Sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi berumur di bawah 55 tahun. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). Penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular Degeneration (AMD). Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanakkanak (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). Katarak atau kekeruhan lensa mata menyebabkan terhalangnya sinar yang masuk ke retina. Bila kekeruhan lensa semakin meningkat maka penglihatan akan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Kebutaan akibat katarak bukan hanya menjadi beban pribadi penderita, tetapi juga menjadi beban bagi orang di sekelilingnya. Kondisi ini memberi dampak buruk bagi produktivitas, kualitas hidup, serta kesejahteraan baik individu maupun lingkup yang lebih besar, komunitas serta negara. Oleh karena itu, selain menjadi masalah kesehatan masyarakat, katarak juga menjadi masalah sosial ekonomi yang harus diatasi guna memutus rantai kebutaan, dan memperoleh kembali sumber daya manusia yang hilang (Perdami, 2013). 1
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kelainan bawaan sejak lahir, penyakit, trauma, efek samping obat, dan radiasi sinar matahari. Tetapi umumnya penyebab terbesar adalah proses penuaan. Faktor risiko katarak antara lain Diabetes Mellitus (DM), terlalu lama terpapar sinar matahari langsung, dan kebiasaan merokok (WHO, 2015). Faktor risiko katarak dapat berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik dapat berasal dari dalam tubuh sendiri, antara lain: umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor ekstrinsik berasal dari luar tubuh termasuk faktor demografi dan lingkungan. Adapun faktor ekstrinsik dapat berupa pajanan kronis sinar matahari, kebiasaan merokok, nutrisi, alkohol, derajat sosial ekonomi, dan status pendidikan. Faktor lingkungan kerja, baik yang berasal dari proses kerja maupun dari peralatan kerja dapat berdampak buruk pada mata pekerja (Tana, L, 2006). Terkait dengan faktor pajanan kronis terhadap sinar matahari terdapat jenis pekerjaan yang berisiko terpajan sinar matahari seperti petani dan nelayan (Tana, L, 2007) Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi, dkk (2013), faktor pekerjaan dan tempat tinggal menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian katarak. Sedangkan penelitian oleh Fauzi, (2014), riwayat DM merupakan faktor risiko kejadian katarak. Risiko katarak menjadi lebih besar terutama apabila kadar glukosa tidak terkendali secara optimal. Penelitian oleh Rasyid, R (2010) menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dan kejadian trauma mata dengan katarak. Penelitian Rustama, (2014) menyatakan penurunan kadar enzim antioksidan pada lensa berhubungan dengan peningkatan kekeruhan lensa pada katarak. Antioksidan dapat berasal dari vitamin C, E, riboflavin, dan β- karoten yang didapat dari asupan makanan.
Studi pendahuluan dengan teknik sampling pada beberapa rekam medis pasien katarak rawat jalan di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali pada tanggal 18-21 Januari 2016 mendapatkan pasien yang terdiagnosa katarak mengeluh penglihatan kabur dan silau sejak tiga bulan yang lalu disertai rasa gatal, berarir, dan mata seperti ada pasir. Umur pasien rata-rata di atas 50 tahun, namun ada juga yang berumur antara 30-50 tahun, dan anak-anak.hasil wawancara dengan dr.indah Kencanawati, Sp.M menyatakan umur merupakan faktor risiko utama katarak, disamping riwayat DM dan paparan sinar ultraviolet langsung selama lebih dari 4 jam sehari. Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali adalah rumah sakit khusus mata yang menjadi pusat rujukan dan pelayanan kesehatan mata utama di Provinsi Bali.Selain pelayanan kesehatan mata juga terdapat pelayanan kesehatan Kulit dan THT. Berdasarkan laporan 10 Besar Penyakit pada Kegiatan Pelayanan Rawat Jalan Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali Tahun 2014, penyakit katarak menduduki peringkat teratas dengan presentase sebesar 29%. Dari data kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali periode Januari- Desember 2015 terdapat 11.801 kasus penyakit mata, sebagian besar adalah katarak yaitu sebanyak 3.283 kasus. Banyak faktor dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain: umur, pekerjaan, riwayat DM, kebiasaan merokok, asupan nutrisi khusunya antioksidan, adanya trauma pada mata, dan derajat sosial ekonomi. Walaupun teknologi yang aman dan efektif telah tersedia untuk memperbaiki penglihatan pada sejumlah penderita katarak, namun katarak yang belum dioperasi masih menjadi beban yang meningkat setiap tahunnya. Jumlah kasus katarak meningkat seiring meningkatnya umur harapan hidup. Berbagai tindakan pencegahan untuk memperlambat katarak
dapat dilakukan sesuai faktor risiko (Tana L, 2007). Penelitian mengenai faktor risiko katarak masih sangat jarang dan sejauh ini belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali sebagai upaya pencegahan penyakit katarak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa katarak merupakan penyakit dengan kasus terbesar dan merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Katarak merupakan penyakit dengan kasus terbesar pada kegiatan rawat jalan Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali.Penyebab katarak bersifat multifaktorial dan belum diketahui secara pasti. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah umur merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali? 2. Apakah pekerjaan merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali? 3. Apakah riwayat DM merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali? 4. Apakah perilaku merokok merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali?
5. Apakah trauma pada mata merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali? 6. Apakah tidak mengkonsumsi sayur/buah setiap hari merupakan faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali? 1.4 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko katarak pada pasien yang berobat di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui umur sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 2. Mengetahui pekerjaan sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 3. Mengetahui riwayat DM sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 4. Mengetahui perilaku merokok sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 5. Mengetahui trauma pada mata sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali. 6. Mengetahui tidak mengkonsumsi sayur/buah setiap hari sebagai faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang penyakit katarak dan faktor risikonya secara umum 2. Dapat menjadi referensi serta acuan bagi penelitian faktor risiko kejadian katarak selanjutnya, terutama di Rumah Sakit. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai informasi atau masukan bagi masyarakat tentang faktor risiko katarak sehingga dapat mencegah terjadinya katarak. 2. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk menentukan program preventif dalam mengatasi penyakit katarak. 3. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali dalam menentukan program manajemen buta katarak, seperti upaya penyuluhan kesehatan kerja, pentingnya asupan gizi bagi kesehatan mata, serta peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan mata. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah bidang keilmuan epidemiologi penyakit tidak menular yaitu faktor risiko katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali.