PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan taraf hidup serta mencukupi kebutuhan protein hewani dan kebutuhan-kebutuhan lain yang berhubungan dengan ternak, perlu adanya usaha-usaha untuk meningkatkan hasil produksi peternakan; b. bahwa guna meningkatkan hasil produksi peternakan perlu adanya pembinaan, pengembangan dan penertiban terhadap usahausaha peternakan; c. bahwa untuk membina, mengembangkan dan menertibkan usaha-usaha peternakan, dipandang perlu mengatur perizinan usaha peternakan dimaksud; d. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1951 tentang Pelaksanaan Penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan Kehewanan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta, wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Peternakan yang mempunyai jumlah produksi tertentu, pelaksanaannya dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; e. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah, ditentukan bahwa mengadakan, merubah, dan meniadakan Retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah; f. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Usaha Peternakan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1959; 3. Undang-Undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah jo Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1969; 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1951
tentang Pelaksanaan Penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1952 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah mengenai Pelaksanaan Penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi-propinsi di Jawa dan Sumatera dan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan; 8. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG USAHA PETERNAKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; b. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta; c. Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; d. Biro Bina Pengembangan Produksi Daerah adalah Biro Bina Pengembangan Produksi Daerah Sekretariat Wilayah/Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; e. Usaha Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak, telur dan susu serta usaha menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan pada peternakan rakyat; f. Izin Usaha Peternakan adalah Izin tertulis yang diberikan oleh Gubernur yang memberikan hak untuk melaksanakan Perusahaan Peternakan; g. Perusahaan Peternakan Ayam Telur adalah Perusahaan Peternakan yang menyelenggarakan peternakan ayam dengan produksi utama telur; h. Perusahaan Peternakan Ayam Daging adalah Perusahaan Peternakan yang menyelenggarakan peternakan ayam dengan
produksi utama ayam daging; i. Perusahaan Peternakan Sapi Perah adalah Perusahaan Peternakan yang menyelenggarakan peternakan sapi dengan produksi utama susu sapi; j. Perusahaan Peternakan Sapi Potong adalah Perusahaan Peternakan yang menyelenggarakan peternakan sapi dengan produksi utama sapi potong; k. Perusahaan Peternakan Babi adalah Perusahaan Peternakan yang menyelenggarakan peternakan babi dengan produksi utama babi; BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan dikeluarkannya Peraturan Daerah ini adalah : a. membina, mengatur, mengawasi dan mengendalikan Usaha Peternakan di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; b. memperluas lapangan usaha bagi Usaha Peternakan. BAB III BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 3 (1) Usaha Peternakan dapat berbentuk usaha perorangan atau Badan Hukum. (2) Modal usaha peternakan dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau patungan. BAB IV KETENTUAN PERIZINAN Pasal 4 (1) Setiap orang atau Badan Usaha Hukum yang menjalankan Perusahaan Peternakan harus memliki Izin Usaha Peternakan. (2) Perusahaan-perusahaan yang wajib memiliki Izin Usaha Peternakan adalah : a. Perusahaan Peternakan Ayam Telur yang mempunyai produksi 1.500 sampai 3.000 butir telur per hari atau memiliki 2.500 sampai 5.000 ekor induk ayam petelur. b. Perusahaan Peternakan Ayam Daging yang mempunyai produksi 375 sampai 750 ayam potong per minggu atau 19.500 sampai 39.000 ekor ayam potong per tahun. c. Perusahaan Peternakan Sapi Perah yang memiliki 10 sampai 20 ekor sapi laktasi/dewasa atau memiliki jumlah keseluruhan 20 sampai 40 ekor sapi perah campuran. d. Perusahaan Peternakan Sapi Potong yang memiliki 100 sampai 200 ekor sapi induk atau 100 sampai 200 ekor sapi dewasa untuk digemukkan, atau memiliki jumlah keseluruhan 250 sampai 500 ekor sapi potong campuran; e. Perusahaan Peternakan Babi yang memiliki 25 sampai 50 ekor induk babi atau memiliki jumlah keseluruhan 125 sampai 250 ekor babi; Pasal 5
(1) Perusahaan Peternakan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini, untuk memperoleh Izin Usaha Peternakan harus mengajukan permohonan kepada gubernur dengan tembusan kepada : a. Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian; b. Kepala Dinas Peternakan; c. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat; d. Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II setempat. (2) Kepala Dinas Peternakan setelah menerima tembusan permohonan sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini wajib segera memberikan Rekomendasi/Pertimbangan teknis kepada Gubernur. (3) Dalam memberikan rekomendasi/pertimbangan sebagaimana tersebut ayat (2) pasal ini serta untuk melaksanakan administrasi dan dokumentasi dalam rangka pelaksanaan pemberian Izin Usaha Peternakan, Kepala Dinas Peternakan dibantu Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II melalui Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat. Pasal 6 (1) Keputusan Gubernur untuk menyetujui atau menolak Permohonan Izin Usaha Peternakan, disampaikan secara tertulis kepada yang bersangkutan dengan salinan disampaikan kepada : a. Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian; b. Kepala Dinas Peternakan; c. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat; d. Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II setempat. (2) Permohonan Izin Usaha Peternakan ditolak karena : a. bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah; b. tidak memenuhi syarat-syarat teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan; c. bertentangan dengan ketertiban umum/kepentingan umum; d. tidak memiliki Izin Tempat Usaha (HO). Pasal 7 Izin Usaha Peternakan dapat dicabut apabila pemegang Izin Usaha Peternakan : a. tidak memenuhi lagi syarat-syarat yang telah ditetapkan; b. tidak menunjukkan kegiatan usahanya dalam satu tahun berturut-turut. c. melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V JANGKA WAKTU DAN JENIS IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 8 (1) Masa berlaku Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Daerah ini masing-masing sebagai berikut : a. Perusahaan Peternakan Ayam Telur selama 5 (lima) tahun; b. Perusahaan Peternakan Ayam Daging selama 5 (lima) tahun; c. Perusahaan Peternakan Sapi Perah selama 10 (sepuluh)
tahun; d. Perusahaan Peternakan Sapi Potong selama 15 (lima belas) tahun; e. Perusahaan Peternakan Babi selama 5 (lima) tahun; (2) Setiap Pemegang Izin Usaha Peternakan dapat memperluas usahanya dengan persetujuan Gubernur. (3) Pemegang Izin Usaha Peternakan dimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b, tidak dapat memperluas usahanya lebih dari jumlah maksimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (4) Izin Usaha Peternakan yang habis masa berlakunya dapat, diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Gubernur. Pasal 9 Izin Usaha Peternakan berakhir karena : a. b. jangka waktu yang diberikan telah berakhir; diserahkan kembali oleh pemegang Izin Usaha Peternakan kepada yang berwenang sebelum jangka waktu diberikan berakhir; c. dicabut oleh yang berwenang memberikan Izin Usaha Peternakan; d. perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit; e. perusahaan yang bersangkutan menghentikan usahanya. BAB VI RETRIBUSI IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 10 (1) Setiap orang atau badan hukum yang menjalankan Perusahaan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini dipungut retribusi Izin Usaha Peternakan sebagai berikut : a. Ayam telur sebesar... Rp. 15.000,- b. Ayam daging sebesar... Rp. 15.000,- c. Sapi perah sebesar... Rp. 30.000,- d. Sapi potong sebesar... Rp. 50.000,- e. Babi sebesar... Rp. 25.000,- (2) Retribusi Izin Usaha Peternakan tersebut ayat (1) Pasal ini dibayar lunas pada waktu mengambil surat Izin Usaha Peternakan melalui Bendaharawan Penerima Biro Bina Pengembangan Produksi Daerah. (3) Hasil pungutan retribusi tersebut ayat (1) Pasal ini disetor ke Kas Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 11 Setiap pemegang Izin Usaha Peternakan wajib memberikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan mengenai perkembangan perusahaan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan dan Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II setempat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Dinas Peternakan.
Pasal 12 Setiap pemegang Izin Usaha Peternakan wajib memelihara lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. BAB VIII BIMBINGAN DAN PENGAWASAN USAHA PETERNAKAN Pasal 13 (1) Kepala Biro Bina Pengembangan Produksi Daerah mengkoordinasikan kegiatan pengawasan usaha peternakan di Daerah. (2) Kepala Dinas Peternakan bertanggungjawab atas bimbingan dan pengawasan usaha peternakan di Daerah. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 14 (1) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 4 dan Pasal 12 Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya... Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB X PENYIDIKAN Pasal 15 Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 14 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pengangkatannya ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 16 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Daerah ini berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. melakukan penyitaan benda atau surat. e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang. f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Izin Usaha Peternakan yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan jangka waktu yang diberikan berakhir. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh Gubernur. Pasal 19 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 186/KPTS/1983 tentang Izin Usaha Peternakan serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Yogyakarta, 27 Oktober 1987 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Ketua, Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta PARWOTO Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. PAKU ALAM VIII Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan. Seri : B Nomor : 1 Tanggal : 30 Nopember 1988 Tanggal : 10 Pebruari 1989 Nomor : 524.34-899 Sekretaris Wilayah/Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
I. PENJELASAN UMUM : DRS. SUPRASTOWO --------------- NIP. 490008854 PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 1987 TENTANG USAHA PETERNAKAN Dengan diterapkannya teknologi tepatguna di bidang peternakan, berkembanglah usaha-usaha yang berhubungan dengan peternakan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan usaha Pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi ternak dalam rangka meningkatkan taraf hidup serta mencukupi kebutuhan hewani dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan ternak. Sebagaimana halnya dalam setiap pengembangan usaha, maka dalam rangka pembinaan dan pengawasan usaha Sub Sektor Peternakan diperlukan adanya peraturan yang menciptakan iklim usaha yang baik, sehingga dapat tercapai dayaguna dan hasilguna. Dalam pengembangan usaha peternakan, apabila tanpa memperhatikan keadaan keserasian serta kelestarian lingkungan, akan dapat menimbulkan dampak yang negatif. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan, diharapkan pengaturan usaha peternakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut pada Pasal 1 huruf b jo Keputusan Menteri Pertanian Nomor 406/Kpts/Org/6/1980 tentang syarat-syarat Tatacara Permohonan dan Pemberian Izin Usaha Peternakan menyebutkan : Gubernur Kepala Daerah Tingkat I diberi wewenang untuk membina, mengembangkan dan mengawasi usaha peternakan serta memberikan Izin Usaha Peternakan sampai jumlah produksi atau jumlah pemilikan ternak tertentu. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 28 Oktober 1986, Nomor 524.2/3962/PUOD, perihal : Petunjuk Pemberian Izin Usaha Peternakan di Daerah jo Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 Nopember 1983 Nomor 503/3722/PUOD, perihal : pembinaan usaha peternakan, yang antara lain menyebutkan bahwa bagi Daerah yang sebagian urusan di bidang peternakan sudah menjadi urusan rumah tangganya, supaya menetapkan suatu Peraturan Daerah. Selanjutnya berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 Nopember 1983 Nomor 503/3722/PUOD, pada angka 4 disebutkan : sebelum Peraturan Daerah tentang Usaha Peternakan mendapatkan pengesahan Menteri Dalam Negeri, maka pemberian Izin Usaha Peternakan supaya berpedoman kepada Keputusan Gubernur Kepala Daerah.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah, sambil menunggu ditetapkannya Peraturan Daerah Tentang Usaha Peternakan, telah mengatur dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 186/KPTS/1983 tentang Izin Usaha Peternakan, atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Agar pertumbuhan usaha peternakan dapat berjalan dengan tertib dan teratur maka perlu pembinaan, bimbingan dan pengawasan serta pengendalian usaha peternakan harus diatur dengan Peraturan Daerah. Atas dasar hal-hal tersebut diatas, perlu segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Usaha Peternakan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 huruf a sampai : Cukup jelas. dengan e huruf f : Untuk peternakan rakyat pengusahaannya tidak diwajibkan mempunyai Izin Usaha Peternakan namun Dinas Peternakan berkewajiban untuk membina, mengembangkan dan mengawasi Usaha-usaha Peternakan Rakyat. huruf a s.d m : Cukup jelas. Pasal 2 s.d 4 : Cukup jelas. Pasal 5 ayat (1) : Setelah surat permohonan tersebut Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah ini diterima oleh Gubernur, maka kepada Kepala Biro Bina Pengembangan Produksi Daerah yang secara fungsional menangani perizinan usaha peternakan, ditugaskan untuk : a. mengadakan penilaian dan penelitian terhadap permohonan tersebut dengan memperhatikan rekomendasi dari Kepala Dinas Peternakan dan memberikan pertimbangan kepada Gubernur. b. melaksanakan administrasi dan dokumentasi yang diperlukan untuk penyelesaian. ayat (2) : Pemberian rekomendasi/pertimbangan oleh Kepala Dinas Peternakan kepada Gubernur, dilaksanakan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima tembusan surat
permohonan. ayat (3) : Cukup jelas. Pasal 6 ayat (1) : Cukup jelas. ayat (2) : Penolakan Izin Usaha Peternakan disampaikan secara tertulis kepada yang bersangkutan oleh Gubernur, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan yang lengkap diterima. Pasal 7 ayat (1) huruf a : Cukup jelas. huruf b : Yang dimaksud dalam 1 (satu) tahun berturut-turut adalah pemegang Izin Usaha Peternakan tidak dapat menunjukkan kegiatan usahanya selama 1 (satu) tahun penuh (12 bulan). huruf c : Cukup jelas. ayat (2) : Untuk menghindari sanksi pencabutan Izin Usaha Peternakan, perlu diberikan peringatan-peringatan/tegorantegoran. Pasal 8 ayat (1) : Cukup jelas. ayat (2) : Yang dimaksud dengan memperluas usahanya adalah menambah jumlah produksi dan pemilikan ternak. ayat (3) : Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam. ayat (4) : Cukup jelas. Pasal 9 huruf a s.d c : Cukup jelas. huruf d : Yang berwenang menyatakan jatuh pailit adalah Pengadilan Negeri. huruf e : Pihak yang bersangkutan menghentikan usahanya dimaksudkan karena pemilik Izin Usaha Peternakan meninggal dunia atau karena suatu hal perusahaan dihentikan secara suka rela sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir (habis). Apabila pemilik perusahaan peternakan meninggal dunia, maka Izin Usaha Peternakan tidak dengan sendirinya beralih kepada ahli warisnya; dengan meninggalnya pemilik perusahaan maka, Izin Usaha
Peternakan berhenti berlaku, akan tetapi dapat diperbaharui atas permintaan ahli waris yang berhak. Pasal 10 : Cukup jelas. Pasal 11 : Yang dimaksud laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan adalah laporan periode bulan Januari sampai dengan Juni dan bulan Juli sampai dengan Desember tahun-tahun yang bersangkutan. Adapun maksud dan tujuan adanya laporan adalah untuk mengetahui sejauh mana pemegang Izin Usaha Peternakan tersebut melaksanakan kegiatan perusahaannya. Pasal 12 s.d 20 : Cukup jelas. RALAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI DIY, SERI B NOMOR : 1 TAHUN 1989 BAB IV Pasal 7, ada kekurangan ayat, sehingga Bab IV Pasal 7, seharusnya ditambah ayat (2), yang benar seharusnya berbunyi sebagai berikut : BAB IV Pasal 7 (1) Izin Usaha Peternakan dapat dicabut apabila pemegang Izin Usaha Peternakan : a. tidak memenuhi lagi syarat-syarat yang telah ditetapkan; b. tidak menunjukkan kegiatan usahanya dalam satu tahun berturut-turut; c. melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pencabutan Izin Usaha Peternakan dilakukan dengan Surat Keputusan. Pada halaman 12 : ada kekurangan kata "Ketua" setelah kata-kata: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, sehingga yang benar berbunyi sbb : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Ketua, PARWOTO Pada halaman 16 : Pasal 8 ayat (3), yang benar adalah berbunyi sebagai berikut : ayat (3): Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam. Dengan demikian kekurangan dan kesalahan telah dibetulkan.