BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. "tuna" yang berarti kurang dan "laras" yang berarti sesuai. Jadi anak tunalaras

STUDI KASUS TENTANG EKSPRESI EMOSI PADA ANAK AGRESIF KELAS II DI SLB E PRAYUWANA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya hanya dengan. mengandalkan kemampuannya sendiri, melainkan kebutuhan manusia akan

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

BAB I PENDAHULUAN. agresif atau korban dari perilaku agresif orang lain tersebut.

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN GAMES PUZZLE UNTUK MELATIH DAYA INGAT PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. siswa, serta memberikan sikap-sikap atau emosional yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *)

63 Perpustakaan Unika A. Skala Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan-nya (sahadat),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Lingkungan yang mendukung perkembangan individu adalah lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku. Kegiatan individu merupakan manifestasi dari hidupnya, baik

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

73 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

2016 PENGGUNAAN TEKNIK TEGURAN TERHADAP PERILAKU STEREOTYPE PADA PESERTA DIDIK TOTALLY BLIND DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

I. PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan menceerdaskan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan penanganan untuk anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. Yaitu anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau pun secara pribadi tidak menyenangkan, tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima (Kauffman dalam Sunardi, 2010: 9). Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku (children with emotional and behavior disorder) atau anak tunalaras adalah anak-anak yang kesulitan dalam beradaptasi dan bersosialisasi dalam masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan dalam hal mengatur emosi dan perilaku. Berdasarkan teori Kauffman (Sunardi, 2010: 10), prevalensi secara umum mengenai anak yang berperilaku menyimpang terdapat berkisar lima hingga 20 persen atau bahkan lebih dari populasi anak di sekolah. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan akan keberadaan anak dengan perilaku menyimpang terdapat juga di sekolah-sekolah umum yang tidak hanya terpusat di sekolah luar biasa. Perilaku menyimpang pada batas-batas yang wajar pada seorang anak masih dapat ditolerir atau diabaikan, namun apabila sudah menjurus dapat merugikan dirinya dan orang lain perlu ditangani secara sunguh-sungguh, karena dapat berakibat lebih fatal. 1

Anak agresif masuk dalam klasifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Anak agresif pada umumnya merupakan anak yang sering melakukan pelanggaran norma atau kebiasaan pada umumnya, dengan intensitas kejadiannya melebihi kewajaran anak seusianya. Anak-anak tersebut cenderung menunjukkan prasangka permusuhan. Bahkan terhadap beberapa stimulus kadang anak agresif sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan dan meresponnya dengan tindakan yang agresif dan merusak. Anak beranggapan bahwa dengan perilaku agresif akan mampu menyelesaikan permasalahan sosial dan mendapatkan apa yang diinginkan. Perilaku tersebut ditemukan pada salah satu anak di kelas 2 di SLB E Prayuwana. Hal tersebut didasarkan pada pengamatan peneliti yang dilakukan pada tanggal 14 dan 15 Oktober 2011 di SLB E Prayuwana. Anak memiliki perilaku sosial yang kurang dapat diterima oleh lingkungannya, hal ini dikarenakan perilaku agresif yang ditunjukan anak memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi. Hampir setiap hari subjek berperilaku yang merugikan dan membahayakan keselamatan orang lain. Anak tersebut sulit membedakan maksud dari candaan teman sebayanya. Jika anak sudah mulai terusik maka ia akan langsung membalas usikkan temannya dengan balasan yang lebih, seperti memukul dengan keras ataupun melempar sesuatu yang ke arah temannya dengan benda terdekat darinya dan tak jarang ia menggunakan batu atau pun benda keras lainnya untuk mengekspresikan amarahnya. Selain itu, anak juga memiliki perilaku merusak properti sekolah ataupun menaiki genteng sekolah untuk kabur, walaupun pada saat itu anak sedang tidak dalam kondisi marah. 2

Saat pembelajaran di kelas, perilaku anak sulit untuk dikondisikan, banyak aktivitas anak yang tidak mendukung pembelajaran seperti membantah, memukul dan mengganggu, tidak mengerjakan tugas, tidak bisa duduk diam di kursinya, ke luar kelas serta sulit diajak berkomunikasi terkait pembelajaran akademik di kelas. Perilaku belajar tersebut sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sosial dan emosi anak, di mana anak dalam belajarnya cenderung kurang memiliki kepatuhan terhadap aturan atau norma yang mengatur interaksi antara anak sebagai seorang yang sedang belajar dengan bahan belajar (guru dan sebagainya), sehingga proses belajarnya sendiri tidak akan berlangsung secara optimal. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku pada kenyataannya memang memiliki permasalahan dalam perkembangan emosi, yang pada akhirnya akan menyebabkan pada perilaku belajar anak. Pada anak yang mengalami gangguan emosi, yang memegang kendali atas perbuatan dan tingkah lakunya adalah emosi karena pikiran anak secara rasional sulit mengimbangi refleks perilaku anak yang cepat. Oleh sebab itu, pada anak agresif perilaku atau respon yang ditunjukkan sering sulit dipahami oleh orang lain secara rasional, karena tidak ada kesesuaian antara stimulus yang diterima dengan respon yang diberikan. Ketidaksesuaian tersebut misalnya tersinggung sedikit saja responnya langsung marah-marah, memukul, menendang, atau bahkan sampai membunuh. Stimulus tersebut berdasarkan pikiran rasional adalah sesuatu yang tidak perlu direspon seperti itu. Bentuk perilaku yang menunjukkan ketidakselarasan antara stimulus dan respon pada anak agresif merupakan tanda bahwa anak belum mampu untuk mengelola emosi dengan baik. Seorang anak akan mampu menata emosinya jika 3

anak memiliki kemampuan dalam pengenalan dan mengelola emosi diri. Suatu kemampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya terjadi ketika perasaan itu menguasai diri serta kemampuan untuk menata atau menangani perasaan agar perasaan tersebut dapat terungkap dengan tepat sesuai dengan keadaan (situasi dan kondisinya). Namun, anak agresif seringkali menampakkan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan stimulus yang diterima dan terkadang ekspresi yang ia tunjukan tidak sesuai dengan kondisi emosinya saat itu. Kemampuan mengekspresikan emosi merupakan hal yang penting dalam pergaulan sosial. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan ekspresi emosi yang tepat maka orang-orang di sekitar akan memahami apa yang sedang dirasakan dan diinginkan sehingga respon yang akan diberikan oleh orang-orang tersebut adalah respon yang sesuai dari apa yang diminta melalui ekspersi yang ditunjukkan. Selain itu, ekspresi emosi merupakan hal penting untuk mengetahui perkembangan emosi anak. Oleh sebab itu, dengan mengetahui bentuk ekspresi emosi anak maka anak akan dapat di treatment lebih lanjut terkait pengembangan emosi anak sehingga akan memiliki dampak yang baik terhadap perilaku belajar anak. Kaitannya dengan belajar, emosi memegang peranan yang sangat penting, karena setiap proses belajar selalu melibatkan emosi. Seseorang dapat belajar secara optimal jika mampu mengendalikan emosinya. Sehubungan dengan itu, emosi dapat meningkatkan ataupun melemahkan aktivitas belajar seseorang. Anak yang akan menjadi subyek penelitian adalah anak kelas dua. Pada usia perkembangan seusia anak yang berada pada kelas dua sekolah dasar seharusnya anak mulai memahami maksud orang lain dengan membaca ekspresi emosinya, 4

baik itu melalui ekspresi wajah, nada suara, gesture tubuh ataupun pernyataan langsung terkait emosi yang dialami orang tersebut. Anak seharusnya sudah mengetahui bagaimana menunjukkan perasaan yang anak alami saat itu dengan benar. Namun, yang terjadi pada subjek, anak memiliki perilaku yang kurang tepat mengenai ekspresi emosi marahnya. Hal ini dikarenakan anak lebih sering mengungkapkan emosinya dengan perilaku agresifnya, maka anak dalam mengekspresikan emosi belum begitu terarah dan masih perlu dilakukan pengamatan mendalam, bagaimana ekspresi anak saat marah, sedih bahagia, malu, serta apakah ekspresi yang muncul akan sama jika stimulus yang diberikan berbeda. Pihak sekolah belum begitu mengetahui pemetaan ekspresi emosi anak secara mendalam. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman sekolah bahwa ekspresi emosi merupakan bagian dari kemampuan emosional anak yang memiliki hubungan terhadap perilaku yang muncul. Padahal dengan mengukur kemampuan emosional akan memudahkan dalam proses penanganan anak. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui ekspresi emosi anak pada setiap pola emosi yang ditampakkan maka perkembangan emosional anak dapat lebih mudah diukur. Dengan demikian pola penanganannya pun dapat disesuaikan dengan tugas perkembangan emosi anak. Selain itu dengan diketahuinya pemetaan ekspresi emosi anak maka dapat pula diketahui sekaligus mengenai stimulus atau rangsangan yang mempengaruhi emosi anal sehinggi peminamalisiran penyebab yang dapat dijadikan sebagai modal awal untuk treatmen pengelolaan emosi anak. Akan tetapi pihak sekolah sejauh ini masih kesulitan untuk memahami dan menangani anak tersebut. 5

Penelitian mengenai ekspersi emosi anak baik itu emosi yang positif maupun yang negatif merupakan langkah awal untuk proses penanganan perilaku anak ke depannya. Untuk itu penelitian ini berjudul Studi Kasus Ekspresi Emosi Anak Agresif Kelas 2 di SLB Prayuwana Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraikan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Subjek sulit untuk dikondisikan perilakunya dalam proses belajar mengajar karena banyak aktivitas anak yang tidak mendukung pembelajaran seperti mengganggu, tidak mengerjakan tugas, tidak bisa duduk diam di kursinya, serta ke luar kelas. 2. Prestasi akademik subjek tidak begitu memuaskan karena perilaku belajar anak yang sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sosial dan emosi. 3. Bentuk perilaku subjek menunjukkan ketidakselarasan antara stimulus dan respon oleh sebab itu perilaku atau respon yang ditunjukkan sering sulit dipahami oleh orang lain secara rasional. 4. Pihak sekolah belum begitu mengetahui pemetaan ekspresi emosi anak secara mendalam. Padahal dengan mengetahui hal tersebut dapat dijadikan tolak ukur kemampuan emosional anak yang nantinya akan memudahkan dalam proses penanganan. C. Batasan Masalah Mengingat permasalahan yang cukup kompleks dan karena keterbatasan peneliti serta kajian yang lebih mendalam maka penelitian ini akan dibatasi pada 6

salah satu masalah dari identifikasi masalah yaitu pihak sekolah belum begitu mengetahui pemetaan ekspresi emosi anak secara mendalam. Padahal dengan mengetahui hal tersebut dapat dijadikan tolak ukur kemampuan emosional anak yang akan memudahkan dalam proses penanganan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan di atas maka peneliti menekankan pada satu rumusan masalah saja. Yaitu, bagaimana pemetaan ekspresi emosi anak agresif kelas 2 di SLB E Prayuwana Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemetaan ekspresi emosi anak agresif kelas 2 di SLB E Prayuwana Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi keilmuan Pendidikan Luar Biasa (PLB) sebagai informasi dan gambaran untuk mengetahui ekspresi anak agresif yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program penanganan anak agresif 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Dapat membantu siswa untuk mengenal emosinya sehingga akan lebih memudahkan anak untuk mengelola emosi yang dirasakan serta mengajarkan anak untuk memahami ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh orang lain. Dengan 7

ekspresi emosi anak yang semakin tertata maka perlahan perilaku agresif anak akan berkurang. b. Bagi Pihak Sekolah Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk penyusunan treatmen penanganan untuk anak di sekolah. Karena pemetaan tentang ekspresi emosi anak dapat digunakan untuk mengetahui posisi anak dalam tingkat tugas perkembangan emosinya. Dengan demikian setelah anak diketahui keberadaannya dalam tugas perkembangan emosi, treatmen penanganan anak dapat disusun sesuai dengan tugas perkembangannya. G. Batasan Istilah 1. Ekspresi Emosi Ekspresi emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ekspresi yang ditunjukkan anak, baik itu ekspresi verbal maupun non verbal. Ekspresi non verbal meliputi ekspresi wajah, ekspresi vokal, gesture tubuh, ataupun perubahan fisiologis yang ditampakkan oleh anak saat mengalami emosi positif dan emosi negatif. Ekspresi emosi tersebut akan diamati secara mendalam dengan observasi dan wawancara. 2. Anak Agresif Anak agresif dalam penelitian ini adalah anak yang berperilaku agresif dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Bentuk perilaku tersebut yaitu menganggu/memukul teman, keluar kelas tanpa tujuan yang bermanfaat, tidak mengerjakan tugas, tidak bisa duduk diam di kursinya serta membahayakan keselamatan orang lain. 8