BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini dunia usaha sangat tergantung sekali dengan masalah pendanaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan, maupun sumber daya manusianya. Merupakan tantangan yang

perusahaan yaitu dari hutang (pinjaman) dan modal sendiri.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat meningkatkan harga saham. Perusahaan yang sudah listing pada bursa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham (Weston dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kajian teori. Teori teori struktur modal bertujuan sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di era globalisasi ini perkembangan perusahaan semakin lama semakin pesat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dana maka diperlukan keputusan pendanaan yang tepat. Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuliati (2010) tentang Pengujian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tentunya hal ini tanpa mengurangi perhatian terhadap masalah-masalah lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Riyanto (2002:209), sumber modal (pendanaan) dapat berasal dari

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya persaingan dalam era globalisasi saat ini menuntut setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur modal yang optimal merupakan keputusan keuangan yang penting karena mempengaruhi kinerja dan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. panjang yang digunakan oleh perusahaan, sedangkan struktur keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berjudul Factors Determining the Capital Structure of Pharmaceutical

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, sehingga setiap keputusan yang diambil harus dipertimbangkan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan masalah penelitian serta perumusan hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bisnis khususnya dalam bidang perekonomian. Tujuan perusahaan yakni mencapai

Unlevered firm Perusahaan yang hanya menggunakan ekuitas. Levered firm Perusahaan yang menggunakan bauran ekuitas dan berbagai macam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. peluang yang akan dihadapi oleh Indonesia dengan adanya AFTA. AFTA

BAB I PENDAHULUAN. Selain saham, utang digunakan sebagai alternatif pendanaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. arus dana di masa yang akan datang dan tingkat pendapatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian terutama dalam hal kebijakan agar perusahaan dapat menjawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biaya, dimana dengan efisiensi maka produk berkualitas dapat ditekan

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan pendanaan merupakan sebuah keputusan yang penting untuk. kelangsungan perusahaan. Perusahaan memerlukan pendanaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan dalam dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

TEORI STRUKTUR MODAL. A. Pengertian Modal dan Struktur Modal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Pengelolaan fungsi keuangan ini terkait pengelolaan modal. Modal kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2010: 45).

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan keputusan keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan antar negara untuk memenangkan pasar perdagangan dan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran, dan pertumbuhan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jangka pendek, sedangkan modal sendiri berasal dari laba ditahan, modal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Persaingan di dunia usaha baik di sektor industri maupun jasa semakin tajam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti variabel-variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bagaimana mengelola struktur modal dan memaksimalkan kesejahteraan pemegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu entitas yang tujuan utamanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengantisipasi persaingan yang semakin ketat sekarang ini banyak perusahaanperusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkembang. Salah satu cara untuk bisa bertahan adalah bahwa perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan proporsi penggunaan sumber dana internal yang didapat dari

BAB II LANDASAN TEORI. Teori ini dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984) dalam Sugiarto (2009). Secara singkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal sendiri dalam perusahaan. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V. Kesimpulan. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh faktor-faktor penentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. nilai perusahaan meningkat. Masalah struktur modal merupakan masalah yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. memikirkan strategi agar dapat mempertahankan posisi di tengah persaingan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam kenyataannya ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB I PENDAHULUAN. yang dikaitkan dengan pembiayaan hutang dan ekuitas. Keputusan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan

BAB I. Pendahuluan. perusahaan Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dilihat dari nilai indek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Konsep teori

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Struktur Modal Struktur modal (capital structure) didefinisikan sebagai pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 1995) dalam (Nurrohim, 2008). Struktur modal menunjukan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya, maka dengan hanya melihat struktur modal perusahaan, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan pengembalian. Wildani (2012) menyatakan bahwa struktur modal merupakan struktur keuangan dikurangi oleh hutang jangka pendek (current liabilities). Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam stuktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan. Utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang sehingga keberadannya perlu dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Alasan itulah, biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang saja (Mardiyanto, 2008:257). Weygant et al. (2007:217) mengatakan bahwa struktur keuangan terdiri dari utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas. Utang 11

jangka pendek (current liabilities) merupakan utang atau kewajiban yang diharapkan akan dibayar dari aset lancar yang ada atau melalui pembuatan kewajiban jangka pendek lainnya. Utang jangka pendek ini memiliki periode kurang dari satu tahun, sedangkan utang jangka panjang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun Istilah ekuitas berasal dari kata equity atau equity of ownership yang berarti kekayaan bersih perusahaan. Secara sederhana diformulasikan sebagai total aktiva dikurangi total utang. Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut, pada dasarnya ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Ekuitas akan berkurang terutama dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau karena kerugian. Ada beberapa teori yang telah dikemukakan dalam menjelaskan struktur modal perusahaan. Pandangan tradisional (traditional view) yang menyatakan bahwa modal utang akan lebih mudah dibandingkan dengan ekuitas. Modigliani dan Miller tidak sependapat dengan pandangan tradisional (traditional view) tersebut. Teori MM berpendapat bahwa dalam suatu pasar modal yang sempurna tanpa pajak dan biaya transaksi, nilai pasar suatu perusahaan dan biaya modal tetap invariant dengan perubahan struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen keuangan yang 12

dikeluarkan oleh perusahaan tidak mempengaruhi produktivitas dan nilai perusahaan. Kemudian Modigliani dan Miller (1963) merevisi teori tersebut dengan menghubungkan struktur modal dengan memperhitungkan adanya pajak. Salah satu teori tersebut adalah teori Trade-off oleh Brealey dan Myers (1991) yang telah dikembangkan oleh Marsh (1982) dalam (Siregar, 2005) yang menyatakan bahwa setiap perusahaan dapat menentukan target rasio utang (leverage) yang optimal. Rasio utang yang optimal ditentukan berdasarkan perimbangan antara manfaat dan biaya kebangkrutan karena perusahaan memiliki utang. Utang menyebabkan perusahaan memperoleh manfaat pajak, sedangkan biaya kebangkrutan merupakan biaya administrasi, biaya hukum, biaya keagenan dan biaya pengawasan untuk mencegah perusahaan mengalami kebangkrutan (Siregar, 2005). Menurut Joni dan Lina (2010), teori ini memiliki kelemahan yaitu mengabaikan adanya asimetri informasi dan besarnya biaya untuk melakukan substitusi utang ke ekuitas atau ekuitas ke utang. Teori berikutnya adalah Pecking Order Theory yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa keputusan pendanaan perusahaan memiliki suatu hierarki. Perusahaan akan lebih cenderung menggunakan sumber pendanaan internal yaitu dari laba ditahan dan depresiasi terlebih dahulu, daripada dana eksternal dalam aktivitas 13

pendanaan. Ada empat alasan yang mendasari Myers dalam Pecking Order Theory memprediksi perusahaan lebih mengutamakan utang daripada modal sendiri saat pendanaan eksternal dibutuhkan (Siregar, 2005), yaitu (1) Pasar menderita kerugian karena adanya asimetri informasi antara manajer dengan pasar. Manajemen cenderung tertarik untuk menerbitkan saham baru saat overpriced sedangkan penerbitan saham baru akan menyebabkan harga saham mengalami penurunan; (2) Utang dan saham sama-sama membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan; (3) Perusahaan mendapatkan manfaat pajak dengan mengeluarkan sekuritas utang. Manfaat pajak ini diperoleh oleh perusahaan karena adanya biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak; (4) Kontrol manajemen, dalam hal ini insider ownership, yaitu pemilikan oleh manajemen dapat dipertahankan apabila perusahaan menerbitkan sekuritas utang. Teori Pecking Order ini membuat hirarkhi sumber dana, yaitu dari internal (laba ditahan), dan eksternal (utang dan saham). Pemilihan sumber eksternal menurut Myers dan Majluf (1984) disebabkan karena adanya asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham. Asimerti informasi terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemegang saham. Berdasarkan teori ini, perusahaan lebih memilih untuk membiayai kegiatan perusahaan dari arus kas internal. 14

Ketika dana tersebut sudah tidak mencukupi, pembiayaan dengan utang akan dilakukan dan ketika hutang telah habis, ekuitas tambahan akan dikeluarkan. Teori yang selanjutnya adalah Agency Theory. Teori ini menunjukkan bahwa ada tingkat optimal dalam struktur modal yang dapat meminimalisasi biaya keagenan (agency cost). Dalam teori ini, ada beberapa literatur yang mempelajari dampak utang pada sub-optimal pengambilan keputusan manajerial. Salah satu perspektif yang penting adalah pendekatan free cash flow yang dikemukakan oleh Jensen (1986). Pendekatan ini menyatakan bahwa leverage yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, walapun ada kekhawatiran akan adanya financial distress, ketika operating cash flow perusahaan melebihi peluang investasi yang menguntungkan. Untuk mengurangi adanya masalah keagenan, berbagai metode telah dikembangkan. Jensen (1986) menyarankan untuk meningkatkan kepemilikan manajer dalam perusahaan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemilik atau meningkatkan persentase ekuitas yang dimiliki oleh manajer. Jensen (1986) menyarankan bahwa utang akan digunakan sebagai alat kontrol untuk memotivasi manajer mendistribusikan kas bebas diantara pemegang saham daripada digunakan untuk hal yang tidak efisien. 15

2.1.2 Teori Modigliani and Miller Modigliani dan Miller menggunakan beberapa asumsi untuk menopang dalilnya yaitu (1) Individu dan perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan pada tingkat bunga pasar yang sama, (2) Tidak ada risiko kebangkrutan, (3) Tidak ada biaya transaksi atau hambatan untuk memperoleh informasi (Mardiyanto, 2008:257). Apabila pajak tidak diperhitungkan, teori MM model berpendapat bahwa kenaikan utang pada struktur modal akan menikkan ROE (Return On Equity) sekaligus menaikkan pula risiko investor. Dua pengaruh itu saling meniadakan tanpa pajak dan risiko kebangkrutan, maka nilai suatu perusahaan tidak terpengaruh oleh tingkat leverage. Dengan kata lain, nilai perusahaan yang menggunakan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang. Apabila pajak dipertimbangkan dan risiko kebangkrutan diabaikan, maka nilai perusahaan akan terus meningkat secara linear, seiring dengan bertambahnya proporsi utang pada struktur modal perusahaan. Hal itu mengandung makna bahwa makin tinggi proporsi utang makin tinggi nilai perusahaan. Sudah tentu hal ini kurang realistis sebab makin tinggi proporsi utang yang digunakan dalam struktur modal, makin tinggi pula risiko kebangkrutan yang mungkin dihadapi oleh suatu perusahaan. Namun, perlu 16

diingat kembali bahwa Modigliani dan Miller memang mengabaikan risiko kebangkrutan dalam asumsi teorinya. 2.1.3 Trade-off Theory Teori Trade-off (Brealey dan Myers, 1991) dalam (Rita, 2009) menyatakan bahwa adanya penghematan pajak (dari perusahaan yang berhutang) dihilangkan oleh meningkatnya ekspektasi atas biaya kebangkrutan. Bertambahnya tingkat leverage berdampak meningkatnya profitabilitas risiko kebangkrutan, dan akhirnya meningkatkan pula biaya kebangkrutan. Jika teori MM dan Trade-off disatukan, suatu perusahaan yang menggunakan utang (leverage) akan mendapatkan keuntungan dari penghematan pajak yang akan mengurangi pengeluaran kasnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. Akan tetapi, keuntungan dari pengurangan pajak itu tidak dapat terus menerus berlanjut karena perusahaan harus menanggung sejumlah biaya kebangkrutan (Mardiyanto, 2008:262). Teori Brealey dan Myres (1991) mengenai Trade-off Theory yang menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul akibat penggunaan utang. Biaya penggunaan utang adalah beban bunga utang, 17

biaya kebangkrutan maupun agency cost. Implikasi Trade-off Theory menurut Braley dan Myers (1991) adalah sebagai berikut : 1) Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan lebih kecil utang dibandingkan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah, karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan beban bunga, sehingga akan semakin mempersulit keuangan perusahaan. 2) Perusahaan yang dikenai pajak tinggi pada batas tertentu sebaiknya menggunakan banyak utang karena adanya tax shield. 3) Target rasio utang akan berbeda antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain. Perusahaan yang profitable mempunyai target rasio utang lebih tinggi, sedangkan perusahaan inprofitable dengan risiko tinggi mempunyai rasio utang lebih rendah dan lebih mengandalkan pada ekuitas. Keberadaan pajak dalam penggunaan utang yang besar dapat memberikan manfaat pajak yang besar bagi perusahaan, karena dapat meningkatkan nilai perusahaan. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya utang akan semakin besar bunga yang harus dibayarkan. Kemungkinan suatu perusahaan tidak dapat membayarkan kewajibannya, membayar bunga dan pokok pinjaman juga semakin besar (financial distress). 18

2.1.4 Pecking Order Theory Teori Pecking Order merupakan alternatif dari teori Trade-off. Elemen kunci pada teori Pecking Order adalah perusahaan lebih memilih untuk menggunakan pembiayaan internal semaksimal mungkin. Teori Pecking Order ini membuat hirarkhi sumber dana, yaitu dari internal dan eksternal (Myers,1984). Pemilihan sumber eksternal menurut Myers dan Majluf (1984) disebabkan karena adanya asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham. Asimerti informasi terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemegang saham. Teori Pecking Order memiliki beberapa implikasi yang signifikan, dimana bertentangan dengan teori Trade-off, yaitu : 1) Tidak ada target struktur modal berdasarkan teori Pecking Order tidak ada target atau optimal Debt-equity Ratio. Sebaliknya, struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh kebutuhan untuk pendanaan eksternal, yang menentukan jumlah utang perusahaan akan diperoleh. 2) Perusahaan yang profitable menggunakan sedikit utang. Perusahaan yang profitable memiliki internal cash flow yang lebih baik, sehingga mereka jarang membutuhkan pembiayaan eksternal atau berhutang. 3) Perusahaan akan melakukan financial slack. Untuk mencegah penjualan ekuitas yang baru, perusahaan akan membutuhkan untuk menimbun uang 19

kas secara internal, seperti cadangan uang tunai. Hal ini memberikan manajemen kemampuan untuk membiayai proyek perusahaan secara cepat pada saat yang penting. 2.1.5 Pengaruh Pajak Jika memasukkan unsur pajak, penggunaan leverage keuangan secara hati hati dapat memiliki dampak positif bagi perusahaan. Keuntungan dari utang pajak penghasilan bagi perusahaan adalah bahwa pembayaran bunga utang merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari pajak bagi perusahaan yang menerbitkan utang (Horne, 2007:246). Pemerintah memberikan subsidi pada perusahaan yang berhutang atas penggunaan utang di perusahaan tersebut. Oleh karena itu beban bunga atas utang dapat mengurangi penghasilan kena pajak, maka hal ini disebut manfaat pajak (tax shield). Penghematan pajak yang behubungan dengan penggunaan utang bersifat relatif, karena jika penghasilan kena pajak jumlahnya kecil atau negatif, tax shield akan kurang terasa manfaat atau malah tidak ada. Perubahan Undang-undang pajak penghasilan yang berlaku sejak tahun 2009 mengakibatkan tarif pajak progresif berubah menjadi tarif flat yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 akan menimbulkan reaksi tertentu bagi perusahaan karena tarif pajak ini sangat menentukan pajak yang harus dibayar. 20

Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000,00 10% Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15% Di atas Rp100.000.000,00 30% Sumber : Undang-undang Pajak Penghaslian No.17 tahun 2000 Tarif pajak flat yang berlaku sekarang, mengakibatkan adanya pihak yang diuntungkan dan ada pula pihak yang dirugikan. Pihak yang di untungkan adalah perusahaan yang memiliki laba yang besar lebih dari Rp.875.000.000, maka pajak yang terutang akan menjadi lebih kecil di bandingkan dengan menggunakan tarif progresif. Pihak yang di rugikan adalah perusahaan perusahaan yang labanya kurang dari Rp.875.000.000, maka pajak yang terhutang akan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan tarif progresif. 21

Tabel 2.2 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tahun Tarif Pajak 2009 28% 2010 dan selanjutnya 25% 5% lebih rendah PT yang 40% seharusnya dari diperdagangkan di bursa efek yang seharusnya Peredaran Bruto sampai pegurangan 50% dengan dari Rp50.000.000.000 yang seharusnya Sumber : Undang-undang No.36 tahun 2008 Adanya perubahan tarif progresif menjadi flat ini, perusahaan yang pajak terutangnya menjadi lebih besar akan cenderung berhutang untuk memperoleh manfaat pajak dari adanya beban bunga yang ditimbulkan dan perusahaan yang pajaknya lebih kecil akan cenderung tidak banyak berhutang. 2.1.6 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, antara lain : 1) Perubahan Tarif Pajak Variabel perubahan perpajakan ini dimaksudkan mewakili adanya perubahan tarif PPh Badan pada Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008 dari Undang-undang yang sebelumnya berlaku yaitu Undang- 22

undang No.17 tahun 2000. Peraturan baru berlaku tarif flat sedangkan pada peraturan sebelumnya berlaku tarif progresif. 2) Profitabilitas Pengertian profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama pereode tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainya. Septiono (2012) mengatakan profitabilitas adalah kemampuan perseroan untuk menghasilkan suatu keuntungan dan menyokong pertumbuhan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Profitabilitas bagi semua perusahaan sangatlah penting karena tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar (Syamsuddin, 2007:59). Profitabilitas merupakan faktor yang dapat mempengaruhi leverage perusahaan. Teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan cenderung menggunakan data internal terlebih dahulu sebelum beralih ke pembiayaan eksternal. Jika perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, maka akan cenderung menggunakan pendanaan internal yaitu menggunakan retained earnings dibandingkan dengan menggunakan utang. 23

3) Likuiditas Septiono (2012) likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas (Syamsuddin, 2007:41). Teori trade-off percaya bahwa ada hubungan positif antara likuiditas dengan leverage karena rasio likuiditas yang tinggi akan mendukung rasio utang yang relatif lebih tinggi karena besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat waktu. Likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas (kas terhadap kewajiban lancar). Rasio likuiditas antara lain terdiri dari: a) Current Ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar yang merupakan kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar (Riyanto, 1995:332) dalam (Alamsyah, 2010). 24

b) Quick Ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar yang benar likuid saja, yakni aktiva lancar di luar persediaan atau dikurangi dengan persediaan dan dibandingkan dengan utang lancar. Rasio ini merupakan alat ukur untuk menunjukkan kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (Riyanto, 1995:332) dalam (Alamsyah, 2010). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Indrajaya dkk. (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, profitabilitas dan risiko bisnis terhadap struktur modal pada perusahaan pertambangan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal (leverage), ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan variabel pertumbuhan dan risiko bisnis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Dari kelima variable bebas yang diuji, diperoleh hasil bahwa variabel profitabilitas memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel struktur modal (leverage). Akinlo (2011) melakukan penelitian mengenai struktur modal yang meneliti 66 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Nigeria pada periode 1999-2007. Dalam penelitiannya, Akinlo (2011) mengukur hubungan antara 25

leverage dengan growth opportunities, tangibility, size, profitability, liquidity. Dari penelitian yang dilakukan Akinlo (2011) diperoleh hasil bahwa leverage memiliki hubungan negatif dengan growth opportunities, profitabilities, dan liquidity, sedangkan tangibility dan size memiliki hubungan positif dengan leverage. Putri (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) diperoleh hasil bahwa variable profitabilitas berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal, variable struktur aktiva berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal dan variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Huang dan Song (2006) melakukan penelitian mengenai determinan struktur modal pada perusahaan listing di Negara Cina. Dalam penelitiannya, Chen memperoleh hasil bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal demikian juga dengan variabel profitabilitas. Namun variable non debt tax shield dan asset structure memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. Wildani (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perubahan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dan karakteristik 26

perusahaan terhadap struktur modal pada perusahaan listing di BEI periode 2006-2010. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wildani (2012) diperoleh hasil bahwa perubahan tarif PPh Badan yang semula tarif progresif menjadi tarif flat berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan yang memiliki laba rendah, sedangkan perubahan tarif PPh Badan yang semula tarif progresif menjadi tarif flat berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan yang memiliki laba tinggi. Variabel non debt tax shield menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, variabel profitabilitas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal, variabel likuiditas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal dan variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. 2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Perubahaan Tarif Pajak Terhadap Struktur Modal Variabel perubahan regulasi perpajakan ini diukur dengan variabel dummy yang dimaksudkan mewakili adanya perubahan tarif PPh badan pada Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 tahun 2008 dari Undangundang yang akan berlaku sebelumnya. Dimana peraturan yang baru berlaku tarif flat sedangkan pada peraturan sebelumnya berlaku tarif progresif. Perusahaan yang memiliki laba rendah akan merasa dirugikan karena membayar pajak yang lebih tinggi sebagai akibat dari perubahan tarif 27

pajak yang semula progresif menjadi flat, akan menggunakan banyak utang karena adanya manfaat pajak dari adanya beban bunga atas utang (interest tax shield) yang dapat dijadikan sebagai pengurangan dalam perhitungan penghasilan kena pajak, sehingga pajak yang harus di bayar akan menjadi lebih rendah, sedangkan perusahaan yang memiliki laba tinggi akan merasa diuntungkan dengan perubahan tarif flat karena pajak yang terhutang menjadi lebih kecil sehingga tidak banyak terhutang. Huang dan Song (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sejak teori Modigliani dan Miller (1958) dikemukakan, semua orang menyadari bahwa pajak merupakan hal yang penting dalam struktur modal perusahaan. Penelitian ini mengemukakan bahwa tarif pajak memiliki hubungan positif dengan struktur modal karena berdasarkan teori MM dengan menggunakan utang akan ada manfaat pajak yang timbul dari beban bunga atas utang sehingga dapat mengurangi besarnya pajak yang terutang. Dari penelitian tersebut, hipotesis yang dapat dibentuk adalah : Ho : Pada tarif flat, perusahaan dengan laba rendah akan memilih pendanaan utang lebih banyak dibandingkan dengan tarif progresif, atas respon terhadap perubahan tariff PPh Badan H 1 : Pada tarif flat, perusahaan dengan laba tinggi akan memilih pendanaan utang lebih rendah dibandingkan tarif progresif, atas respon terhadap perubahan tarif PPh Badan. 28

2.3.2 Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Sesuai dengan teori pecking order, dimana perusahaan mengutamakan penggunaan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan yaitu retaned earning terlebih dahulu, jika belum cukup terpenuhi maka baru melakukan pinjaman. Jika tingkat profabilitas suatu perusahaan tinggi, maka perusahaan akan menggunakan sumber dana internal dibandingkan sumber dana eksternal. Prioritas penggunaan dana internal dalam pecking order theory disebabkan penggunaan sumber dana internal terbebas dari adanya asimetri informasi (Hanafi, 2004:315). Struktur modal diproksikan dengan leverage perusahaan. Dari penelitian tersebut, hipotesis yang bisa dibentuk adalah: H 2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan. 2.3.3 Likuiditas Terhadap Struktur Modal Berdasarkan teori ttrade-off melihat ada hubungan positif antara likuiditas dengan leverage karena rasio likuiditas yang tinggi akan mendukung rasio utang yang relatif lebih tinggi karena besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat waktu. Teori pecking order memiliki pandangan bahwa likuiditas memiliki hubungan negatif dengan leverage perusahaan, karena perusahaan dengan tingkat likuiditas yang cukup tinggi memungkinkan untuk menggunakan dana internal yang tersedia untuk membiayai kegiatan perusahaan. Struktur 29

modal dalam hal ini diproksikan dengan leverage perusahaan. Dari penelitian tersebut, hipotesis yang bisa dibentuk adalah: H 3 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan. 2.3.4 Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal Ada dua pemikirin yang bertentangan mengenai hubungan antara ukuran perusahaan dengan leverage perusahaan. Pemikiran yang pertama percaya bahwa perusahaan yang berukuran besar tidak mempertimbangkan biaya kebangkrutan secara langsung dalam menentukan tingkat leverage karena biaya ini ditetapkan oleh konstitusi dan biaya kebangkrutan merupakan proporsi yang lebih kecil dari nilai perusahaan secara keseluruh, sehingga pemikiran ini mengasumsikan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif terhadap leverage perusahaan (Akinlo, 2011). Studi empiris yang mendukung pemikiran ini antara lain, Indrajaya,dkk. (2011) dan Putri (2012). Adapun pemikiran yang lain, Rajan dan Zingales (1995) berpendapat bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap leverage karena ada sedikit informasi asimetris tentang perusahaanperusahaan besar yang akan lebih menghargai untuk menerbitkan ekuitas baru dan membiayai perusahaan dengan pembiayaan ekuitas. Struktur modal dalam hal ini diproksikan dengan leverage perusahaan. 30

H 4 : Ukuran perusahan berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan. 2.4 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Tarif Pajak (X1) Profitabilitas (X2) Struktur Modal (Y) Likuiditas (X3) Ukuran Perusahaan (X4) 31