APPLICATION OF PAVLIK HARNESS IN DEVELOPMENTAL DYSPLASIA OF THE HIP (DDH)

dokumen-dokumen yang mirip
DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN CTEV DENGAN TIMBULNYA DDH PADA ANAK USIA 6 BULAN SAMPAI 5 TAHUN TESIS

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISPLASIA PERKEMBANGAN PANGGUL AWAL (LAHIR HINGGA USIA 4 BULAN)

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis.

BAB I PENDAHULUAN. setengah miliar mengalami obesitas. 1. meningkat pada negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses penurunan tensil strength dan stiffnes jaringan kolagen yang menyebabkan

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang sangat modern untuk meningkatkan

HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

BAB I PENDAHULUAN. Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan tinjauan cross-sectional.

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

Disusun Oleh : Nama : Ariyanto Nim : J

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

SYNOVIAL CHONDROMATOSIS. Junita Intan

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri.

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS (CLUB FOOT) dr. Yoyos Dias Ismiarto, SpOT.(K),M.Kes, CCD, FICS

CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian Nur Hamizah Nasaruddin PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

Conservative or Operative Management on Pediatric Spondylitis Tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

PENATALAKSANAAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINISTRA

Gambar 1.1. Ilustrasi bagian-bagian sendi panggul (Amirouche dan Solitro, 2011)

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA DENGAN PEMASANGAN AUSTION MOORE PROTHESIS DI RS ORTHOPEDI SURAKARTA

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand)

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5%

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

LONG TERM FOLLOW UP EVALUATION FIBULAR AUTO STRUT GRAFT IN FEMORAL NECK FRACTURE AT SOETOMO GENERAL HOSPITAL SURABAYA Iwan Sutanto*, A.

ROM (Range Of Motion)

Fisiologi poros GnRH-LH/FSH- Estrogen

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

OSTEOARTHRITIS GENU (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DI RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF FRAKTUR INTERTROCHANTOR FEMUR SINISTRA DI RS ORTOPEDI PROF. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA

Transkripsi:

[ CASE REPORT ] APPLICATION OF PAVLIK HARNESS IN DEVELOPMENTAL DYSPLASIA OF THE HIP (DDH) Aryadi Kurniawan 1, Ahmad Fauzi 2 1 Paediatric Orthopaedic Division, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia 2 Orthopaedic and Traumatology Division, Faculty of Medicine, Universitas Lampung Abstract Developmental dysplasia of the hip (DDH) is a spectrum of pathology ranging from acetabular dysplasia with minor instability until acetabular dysplasia with hip dislocation. The incidence of DDH that require treatment is 5.1 per 1 live birth. Early detection is important to deliver good outcome and lessen complication. Careful history taking, physical examination and ultrasonography, have increased the sensitivity in establishing diagnose of DDH. Pavlik harness is the mainstay of treatment for infant who has not commenced crawling. Despite the fact of high success rate, the use of Pavlik harness is still uncommon in Indonesia. This paper reports a case of DDH treated with Pavlik harness and assessed regularly with ultrasonography. A 3 months girl with developmental dysplasia of the left hip. The initial ultrasound shows α angle 49.4 and β angle was 5.2, femoral head subluxated to superolateral aspect. The patient had Pavlik harness and followed up with serial ultrasound at 1 st, 3 rd and 4 th month s time. Having had 4 months of Pavlik harness, the α angle of the left hip became 63, and β angle 49 with good structure of ilium. Femoral head was smoothand no signs of avascular necrosis. The hip has full range of motion. Parents have no difficulty in taking care of their daughter daily activities such as taking a bath, changing napkin, and clothes. This implicates, patient treated using Pavlik harness showed good outcome clinically and ultrasonographically. Pavlik harness has been proven to be a safe, simple and user friendly method for treatment of DDH before crawling age. The good result obtained from this case could initiate application of pavlik harness in larger population of early detected DDH in Indonesia. [JuKe Unila 214; 4(8):28-217] Keywords: DDH, Pavlik harness. Ultrasonography Pendahuluan Developmental displasia of the hip (DDH) merupakan kelainan yang seringkali menyebabkan masalah berkepanjangan terhadap pasien. Walaupun kewaspadaan terhadap DDH pada bayi baru lahir sudah mulai meningkat namun seringkali kelainan ini luput dari pemeriksaan dan terdeteksi saat pasien sudah mulai berjalan. Pada keadaan seperti ini, umumnya telah terjadi kontraktur pada jaringan sekitar panggul yang akan mempengaruhi hasil terapi. 1-3 Prognosis kelainan ini tergantung pada diagnosis dini dan terapi yang diberikan. Tujuan tatalaksana dini DDH adalah untuk mengembalikan biomekanik normal sendi panggul sehingga dapat menunda atau mungkin mencegah timbulnya komplikasi berupa avaskular nekrosis dan osteoarthritis panggul. Terapi konservatif pada anak yang sudah berjalan, akan lebih sulit, karena sudah terdapat mekanisme adaptasi terhadap proses berjalan dan kemungkinan sudah terjadi kontraktur pada jaringan sekitarnya. 1,2,4-6 Salah satu metode yang dianggap terbaik dan aman untuk mendeteksi DDH pada minggu-minggu awal kehidupan adalah dengan ultrasonografi (USG). Klasifikasi oleh Graf untuk mendeteksi DDH

menggunakan USG digunakan untuk menentukan apakah pasien dengan DDH memerlukan terapi atau tidak. Sistem klasifikasi ini berdasarkan besarnya sudut yang dibentuk oleh struktur-struktur pada panggul. Semakin kecil sudut α berarti struktur tulang acetabulum semakin mendatar. Semakin besar sudut β berarti struktur kartilago pada acetabulum semakin lebar. Keputusan untuk memberikan terapi berdasarkan hasil pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan setelah usia anak lebih dari 6 minggu. Terapi yang dilakukan adalah dengan menggunakan Pavlik harness. 2,3,5,7,8 Pavlik harness pertama kali diperkenalkan oleh Arnold Pavlik pada tahun 1941 untuk terapi DDH. Selain mencegah ekstensi dan adduksi panggul, Pavlik harness memungkinkan sedikit gerakan yang membuat anak merasa nyaman dan memungkinkan terjadinya reduksi spontan. Keuntungan menggunakan Pavlik harness adalah terjadinya reduksi spontan tanpa tindakan operatif, memungkinkan monitoring menggunakan USG, memungkinkan penggantian popok anak tanpa perlu membuka Pavlik harness dan tentunya lebih murah dan mudah digunakan. 1,2,4,5 Pemakaian Pavlik harness menyebabkan panggul dalam posisi fleksi lebih dari 9 dengan adduksi yang terbatas hingga posisi netral. Strap yang menyebabkan fleksi, harus ditempatkan se-lateral mungkin untuk memberikan efek fleksi dengan abduksi relatif pada panggul. Strap pada sisi posterior direnggangkan agar tidak terjadi forcefull abduksi. Strap pada sisi ini untuk mencegah terjadinya dislokasi akibat adduksi. Avaskular nekrosis caput femur dapat terjadi bila abduksi dipaksakan. 1,2,4,5,7 Lama pemakaian tergantung pada usia pasien saat diagnosis ditegakkan dan derajat instabilitas hip. Lama pemakaian penuh Pavlik harness bagi pasien dengan dislokasi hip diperkirakan sebanding dengan usia pada saat stabilitas dicapai ditambah 2 bulan. Penyapihan dimulai dengan melepas harness selama 2 jam setiap harinya. Kemudian ditingkatkan 2 kalinya setiap 2-4 minggu hingga Pavlik harness akhirnya hanya dipakai pada malam hari. Night bracing dilanjutkan sampai gambaran radiologis hip normal. Pemeriksaan rontgen dan USG bermanfaat untuk melihat perkembangan posisi hip. Rontgen bermanfaat pada waktu: pemakaian awal harness; setelah adanya penyesuaian pada harness; satu bulan setelah penyapihan dimulai; usia 6 bulan dan saat usia 11 tahun. 1,4 Sedangkan monitoring rutin untuk mengevaluasi keberhasilan terapi sebaiknya dengan menggunakan USG. 1,2,4 Di Indonesia, manajemen DDH dengan Pavlik harness belum lazim dilakukan, sehingga perlu dilaporkan sebuah kasus. Berikut adalah laporan kasus DDH pada anak wanita usia 3 bulan yang diterapi dengan Pavlik harness. Pasien saat ini sudah dinyatakan sembuh berdasarkan evaluasi dengan menggunakan USG. Kasus Pasien seorang bayi perempuan berusia 3 bulan. Keluhan utama datang ke dokter adalah kelainan bentuk pada pinggul kiri. Hal ini diketahui sejak lahir, saat ibu JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 29

Aryadi Kurniawan, Ahmad Fauzi i Application of Pavlik Harness memandikan pasien. Ibu pasien merasakan adanya kelainan pada bentuk pinggul kiri, dan terasa tulang pinggul kiri pasien seperti terjatuh saat posisi terlentang. Pasien adalah anak ke-3 yang lahir secara sectio caecaria atas indikasi riwayat obsetri buruk. Usia kehamilan aterm dengan presentasi kepala. Anak pertamaa dan kedua, merupakan kehamilan gemeli, yang lahir prematur secara sectio caesaria dan meninggal sesaat setelah dilahirkan. Berat badan lahir 3 gram dan panjang badan 5 cm. Perkembangan selanjutnya tidak mengalami gangguan. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Tidak ada riwayat DDH sebelumnya di dalam keluarga. Ibu pasien tidak menderita sakit saat kehamilan. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum dan status gizi pasien baik. Pada posisi tidur terlentang tampak ekstremitas bawah kiri eksternal rotasi. Saat kedua lutut fleksi tampak galleazi sign positif. Tidak ada nyeri tekan maupun gangguan neurovaskuler pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan range of motion (ROM), gerakan abduksi dan adduksi hip pasien terbatas. Gerakan fleksi dan ekstensi serta internal dan eksternal rotasi tidak ada kelainan. Pemeriksaan barlow dan ortholani manuver positif. Pencitraan Pada USG pertama kali saat usia pasien 3 bulan, pada hip kanan didapatkan besar sudut α 66 dan sudut β 39,5. Sedangkan pada hip kiri besar sudut α 49,4 dan sudut β 5,2 serta didapatkan adanya subluksasi caput femur ke laterosuperior. (Gambar 1). Diagnosis Developmental left hip dysplasia of the Tatalaksana Pada pasien ini dilakukan pemasangan pavlik harness. Saat pasien kontrol dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan USG setelah 1 bulan, 3 bulan dan 4 bulan pemakaian pavlik harness. Selain mengevaluasi struktur tulang ileum, ossifikasi caput femur dan kontur acetabulum, dilakukan juga pengukuran sudut α dan sudut β untuk menilai keberhasilan terapi. A B Gambar 1. Pada hip kiri tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap acetabulum baik, caput femur licin dan bulat, caput femur subluksasi ke laterosuperior, sudut α 49,4 dan sudut β 5,2 (A). Pada hip kanan tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap acetabulum baik, caput femur licin dan bulat, sudut α 66 dan sudut β 39,5 (B). JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 21

Aryadi Kurniawan, Ahmad Fauzi Application of Pavlik Harness Setelah 1 bulan pemakaian pavlik harness didapatkan pada hip kanan besar sudut α 6 dan sudut β 4, sedangkan pada hip kiri besar sudut α 47 dan sudut β 4 (Gambar 3). Setelah 4 bulan pemakaian pavlik harness, pada hip kanan didapatkan besar sudut α 62 dan sudut β 47. Sedangkan pada hip kiri besar sudut α 63 dan sudut β 49. (Gambar 4) Gambar 2.. Anak wanita berusia 3 bulan dengan DDH of the left hip, yang diterapi dengan Pavlik harness A B Gambar 3. Pada hip kiri tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap acetabulum baik, caput femur licin dan bulat, sudut α 47 dan sudut β 4 (A). Pada hip kanan tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap aceta acetabulum bulum baik, caput femur licin dan bulat, sudut α 6 dan sudut β 4 (B). A B Gambar 4. Pada hip kiri (A), tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap acetabulum baik, caput femur licin dan bulat, sudut α 63 dan sudut β 49. Pada hip kanan (B), tampak struktur tulang ileum baik, ossifikasi pada caput femur, atap ac acetabulum etabulum baik, caput femur licin dan bulat, sudut α 62 dan sudut β 47 JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 211

Pembahasan Developmental displasia of the hip adalah pertumbuhan abnormal dari hip yang meliputi subluksasi caput femur, displasia acetabulum, dan dislokasi caput femur dari acetabulum. 2,3,6,8,9 Pada neonatus dengan DDH, caput femur dapat mengalami dislokasi dan tereduksi secara spontan ke dalam acetabulum. Pada anak yang lebih dewasa, caput femur akan mengalami dislokasi menetap akibat perkembangan caput femur dan acetabulum.hingga saat ini belum diketahui secara pasti apakah ketidakstabilan panggul pada DDH muncul akibat dislokasi dan subluksasi caput femur sehingga mempengaruhi perkembangan acetabulum, atau akibat displasia acetabulum primer. 4 Insiden DDH diperkirakan sekitar 1 per 1. kelahiran hidup. Secara epidemiologi hip kiri lebih sering mengalami DDH dibanding hip kanan, dan unilateral DDH lebih sering terjadi daripada bilateral. Bayi perempuan lebih sering terkena dibandingkan bayi laki-laki (7:1). 2,8 Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak pertama dibandingkan anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Adanya riwayat keluarga dengan DDH merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kelainan ini. Ras kulit putih diperkirakan lebih mudah mengalami DDH dibanding ras kulit hitam. 1-3,8 Beberapa penyebab DDH secara teoritis telah banyak dikemukakan, antara lain penyebab mekanik, hormon-induced joint laxity, displasia acetabulum primer dan faktor genetik. 1-3,6,8 Faktor genetik diduga kuat memiliki peran sebagai etiologi DDH. Kelainan ini cenderung didapat pada individu yang memiliki riwayat DDH dalam keluarga, bahkan dalam seluruh populasi (contoh negaranegara di utara dan timur Mediterania). Wynne dan Davis pada tahun 197 mengidentifikasi dua kelainan yang diturunkan, yang dapat menjadi predisposisi timbulnya DDH, yaitu kelemahan sendi generalisata (bersifat dominan) dan acetabulum yang dangkal (bersifat poligenik, terutama terlihat pada anak perempuan dan ibunya). Namun demikian, hal ini tidak bisa dianggap sebagai penyebab tunggal karena dari 4 atau 5 kasus hanya satu yang mengalami dislokasi. 11 Ortolani melaporkan bahwa 7% anak dengan DDH memiliki riwayat kelainan tersebut di dalam keluarganya. 1 Faktor hormonal, yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaxin pada ibu hamil di mingguminggu terakhir kehamilan diduga menjadi pencetus DDH. 1-3,8 Tingginya kadar hormon tersebut diduga menyebabkan relaksasi pelvis saat proses kelahiran yang menyebabkan ligamentous laxity pada anak sehingga mempermudah terjadinya dislokasi caput femur. 1,2,4,6,8 Malposisi intrauterin (terutama posisi Breech dengan tungkai ekstensi) diduga turut menyebabkan terjadinya DDH. Dislokasi unilateral biasanya mengenai panggul kiri, terutama pada presentasi vertex (occiput anterior sinistra) dimana panggul adduksi. 2-4,6,8 Faktor-faktor postnatal juga diduga berperan terhadap timbulnya instabilitas pada hip dan displasia acetabulum. Kebiasaan meletakkan bayi dalam selimut dengan posisi ekstensi penuh pada hip dan lutut JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 212

serta kebiasaan menggendng bayi di belakang sehingga bayi dalam posisi abduksi akan mempermudah terjadinya DDH. 2-4 Pada laporan kasus ini, pasien datang setelah berusia 3 bulan. Dari riwayat penyakit didapatkan beberapa faktor risiko DDH, yaitu jenis kelamin wanita dan hip yang terkena adalah hip kiri. Hal ini sesuai dengan faktor faktor risiko yang telah disebutkan, bahwa jenis kelamin wanita lebih banyak menderita DDH dibanding pria. Demikian halnya bahwa hip kiri lebih banyak terkena dibandingkan hip kanan. Pada pasien terdapat beberapa faktor yang tidak sesuai dengan faktor risiko timbulnya DDH seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu berupa presentasi kepala saat intra uterin, tidak ada riwayat trauma saat kehamilan, tidak ada riwayat keluarga dengan DDH sebelumnya dan pasien bukan anak pertama. Manifestasi klinis pada DDH dapat diidentifikasi saat bayi baru lahir. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah metode Ortolani dan Barlow. Tanda Ortolani adalah adanya bunyi clunk saat panggul tereduksi, saat sendi panggul diabduksikan. Sedangkan tanda Barlow adalah bunyi clunk saat panggul terdislokasi saat posisi adduksi (provocative test). Bila panggul memiliki hasil positif pada kedua pemeriksaan tersebut, panggul dikatakan dislocatable. 2-4,6,8 Pemeriksaan klinis saat anak sudah lebih besar, sedikit berbeda. Pada usia ini, panggul yang terdislokasi sudah terfiksasi. Tanda Galleazi dapat terlihat bila panggul yang terkena unilateral. Pada saat pasien berbaring terlentang dan panggul serta lutut difleksikan maka caput femur tidak hanya terdislokasi ke lateral namun juga ke proksimal sehingga femur yang terdislokasi akan tampak lebih pendek. 1-3 Dari hasil pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan adanya eksorotasi pada hip kiri disertai keterbatasan gerak abduksi maupun adduksi, yang dapat menjadi pertanda adanya subluksasi ataupun dislokasi hip. Selain itu ditemukan tanda Ortholani dan Barlow serta tanda Galleazi. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis yang telah disebutkan, bahwa anak dengan DDH terdapat keterbatasan abduksi dan adduksi hip, tanda Galleazi, tanda Ortholani, dan Barlow pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologis dapat membantu menegakkan diagnosis DDH. Pada pasien dilakukan pemeriksaan menggunakan USG, baik untuk membantu menegakkan diagnosis maupun untuk monitoring terapi. Pemeriksaan radiologis dengan foto polos sulit untuk menegakkan diagnosis sebab struktur hip pada neonatus sebagian besar adalah kartilago. Graf adalah ilmuwan yang pertama kali menerapkan penggunaan USG untuk menegakkan diagnosis DDH. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan hasil berupa hipoekoik pada hyaline, normoekoik pada kapsul dan otot serta hiperekoik pada struktur fibrokartilago. 2,4,7,8 Pemeriksaan yang dilakukan berupa pengukuran besarnya sudut yang dibentuk oleh garis khayal struktur-struktur pada panggul. Baseline adalah garis yang dibentuk oleh os ilium terhadap acetabulum. Inclination line adalah garis yang JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 213

Aryadi Kurniawan, Ahmad Fauzi i Application of Pavlik Harness dibentuk oleh struktur kartilago pada acetabulum, dan acetabular roofline adalah garis yang dibentuk oleh struktur tulang padaa acetabulum. Sudut α adalah sudut antara baseline dan acetabular roofline. Sedangkan sudut β adalah sudut yang dibentuk oleh baseline dan nclination line. Semakin kecil sudut α berarti struktur tulang acetabulum semakin mendatar. Hal ini akan mempermudah terjadinya dislokasi ataupun subluksasi caput femur. Semakin besar sudut β berarti struktur kartilago pada acetabulum semakin eversi, dan mempermudah terjadinya subluksasi ataupun dislokasi caput femur. 2,7,8 Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Graf membagi kelainan pada hip menjadi beberapa tipe. 2,7 Tabel 1. Klasifikasi DDH menurut Graf Tipe Sudut α Sudut β Deskripsi Terapi Klasifikasi Standar I > 6 IIa 5-6 IIb > 5-6 IIc 43-49 IId 43-49 III < 43 IV Tidak dapat diukur Klasifikasi Sederhana I > 6 II 43-6 III < 43 IV Tidak dapat diukur < 55 Normal Tidak adaa 55-77 Imatur (< 3 bulan) Observasi 55-77 > 3 bulan Pavlik Harness > 77 Acetabular defisiensi Pavlik Harness > 77 Everted labrum Pavlik Harness > 77 Everted labrum Pavlik Harness Pavlik Harness/ Dislokasi Reduksi terbuka atau tertutup < 55 Normal Tidak adaa 55-77 Delayed ossification? > 77 Lateralisasi Pavlik Harness Pavlik Harness/ Dislokasi Reduksi terbuka atau tertutup Gambar 5. Ultrasonogram dan skema Graf tipe I. 1. Perichondrium dan peristeum pada ilium, 2. Kartilago acetabulum, 3. Labrum acetabulum, 4. Kapsul sendi, 5. Os Ilium, 6. Promontory of osseous acetabular rim, 7. Os ilium, 8 Margin inferior ilium, 9. Caput femur. Sudut α terletak antara baseline dan osseous roof line. Sudut β terletak antara baseline dan cartilaginous roof line. 7 JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 214

Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan radiologis dengan USG, saat pertama kali datang, didapatkan besar sudut α pada hip kanan 66 dan sudut β 39,5. Sedangkan pada hip kiri besar sudut α 49,4 dan sudut β 5,2 serta didapatkan adanya dislokasi caput femur ke laterosuperior. Berdasarkan klasifikasi oleh Graf, disimpulkan bahwa hip kiri termasuk dalam kelainan tipe II dan hip kanan masih dalam batas normal. Berdasarkan faktor-faktor risiko yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis, maka pasien kami diagnosis sebagai developmental dysplasia of the left hip. Tatalaksana DDH memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Tertundanya diagnosis atau identifikasi kelainan, seringkali mengakibatkan defek anatomis yang menetap dan arthritis degeneratif. Tujuan manajemen DDH termasuk diagnosis tepat dan cepat, reduksi konsentris, mengurangi risiko terjadinya avascular necrosis dan koreksi residual displasia. 1-4,6 Tercapainya reduksi pada DDH tergantung dari umur pasien saat penyakit terdiagnosis, terapi yang pernah didapatkan sebelumnya dan tingkat keberhasilan terapi tersebut. Anak-anak dengan usia kurang dari 6 bulan saat ditemukannya instabilitas panggul dapat menggunakan brace, misalnya Pavlik harness. 1,2,4,6,8 Terdapat berbagai macam metode untuk terapi instabilitas hip pada anak, antara lain: hip spica cast; Frejka Pillow splint; Craig splint; Ilfeld splint; dan Von Rosen splint. Saat ini metode-metode tersebut sudah tidak digunakan sebagai manajemen awal DDH. Metode yang paling banyak digunakan serta aman dan mudah dilakukan adalah dengan Pavlik harness. 2,4,8 Pada bayi baru lahir hingga usia 6 bulan, terapi ditujukan untuk menstabilisasi hip yang memiliki hasil tes Ortolani atau Barlow positif, atau untuk mengurangi dislokasi hip dengan kontraktur adduksi ringan hingga sedang. 1,4 Persentase keberhasilan anak yang diterapi dengan Pavlik harness selama awal bulan pertama kehidupan adalah 85-95%. Studi yang dilakukan oleh Grill dkk., untuk European Paediatric Orthopaedic Society mengevaluasi terapi Pavlik harness pada 3.611 hip dari 2.636 pasien. Terdapat reduksi pada 92% dari 95% displasia hip. 9 Taylor dan Clarke dalam suatu studi prospektif selama 6 tahun, melaporkan hasil terapi DDH pada 1. kelahiran. 37 hip diketahui abnormal dari USG dan kemudian diterapi dengan Pavlik Harness, 354 hip (95,7%) diantaranya berhasil direduksi, 16 hip membutuhkan operasi. Dari semua hip yang diterapi dengan Pavlik harness, hanya satu (,3%) yang timbul tanda osteonekrosis ringan. 1 Cashman dkk., selama 6 tahun studi prospektif menemukan osteonekrosis hanya pada 1% dari 546 hip yang diterapi dengan pavlik harness, dan reduksi berhasil pada 97% hip. 12 Semakin bertambahnya usia anak dan berkembangnya kontraktur jaringan lunak, seiring perubahan sekunder pada acetabulum, tingkat keberhasilan Pavlik harness menurun. Penggunaan Pavlik harness pada JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 215

pasien harus sangat diperhatikan karena adanya risiko terjadinya osteonekrosis pada caput femur. 1,2,8 Indikasi pemasangan pavlik harness antara lain: hip yang masih reducible; anak yang belum berdiri dan merangkak; disertai kesediaan orang tua untuk mengikuti aturan pemakaian Pavlik harness; serta gambaran radiologis berupa aksis collum dan caput femur yang mengarah pada kartilago triradiata saat hip dalam posisi fleksi. 8,9 Pada kasus ini, indikasi pemasangan Pavlik harness sudah sesuai, yaitu hip yang masih reducible, anak belum berdiri dan merangkak, serta kesediaan orang tua untuk mematuhi aturan pemakaian pavlik harness. Namun pada pasien ini evaluasi radiologis tidak dilakukan dengan rontgen sehingga tidak dapat dinilai aksis collum dan caput femur terhadap kartilago triradiata. Evaluasi dilakukan dengan USG sebab lebih mudah mengevaluasi struktur hip yang sebagian besar adalah kartilago. Setelah 1 bulan pemakaian pavlik harness, didapatkan pada hip kanan besar sudut α 6 dan sudut β 4, dan pada hip kiri besar sudut α 47 dan sudut β 4, dan tidak didapatkan dislokasi caput femur. Dapat disimpulkan bahwa telah terdapat reduksi caput femur kiri dan perbaikan sudut β pada hip kiri pada pasien. Hal ini menandakan terapi dengan Pavlik harness berespon baik serta dapat dilanjutkan. Selain itu, keluarga pasien juga tidak mengalami kesulitan dalam hal perawatan pasien termasuk pada saat memandikan mengganti popok, maupun mengganti pasien. Setelah bulan ke-3 pemakaian Pavlik harness, pada hip kanan didapatkan besar sudut α 65 dan sudut β 33. Sedangkan pada hip kiri besar sudut α 6 dan sudut β 35. Pada bulan ke-4 pemakaian Pavlik harness, didapatkan besar sudut α 62 dan sudut β 47 pada hip kanan dan pada hip kiri besar sudut α 63 dan sudut β 49. Berdasarkan hasil evaluasi dengan USG tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut α dan sudut β kedua hip pasien sudah normal. Setelah pemakaian pavlik harness selama 4 bulan pasien dinyatakan sembuh dari DDH. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Grill dkk., untuk European Paediatric Orthopaedic Society serta Taylor dan Clarke, bahwa DDH pada anak usia hingga 6 bulan dapat diterapi dengan Pavlik harness. Dan diagnosis serta evaluasi DDH dapat menggunakan USG. Pada pasien tidak didapatkan tanda-tanda osteonekrosis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor and Clarke serta Cashman, yang menyebutkan bahwa persentase terjadinya osteonekrosis pada DDH yang diterapi dengan Pavlik harness sangat kecil. Simpulan Laporan kasus ini selain membuktikan bahwa USG merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup efektif dan aman untuk diagnosis dan evaluasi DDH pada anak usia hingga 6 bulan, juga membuktikan bahwa anak dengan DDH usia tersebut memiliki respon yang baik terhadap pemakaian Pavlik Harness. Serta Pavlik harness telah terbukti merupakan JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 216

metode yang aman, mudah dan user friendly dalam terapi DDH sebelum usia merangkak. Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat menginisiasi pemakaian Pavlik harness secara luas pada DDH yang terdeteksi dini di Indonesia. congenital dislocation of the hip. J Bone Joint Surg. 197; 52(4):74. 12. Cashman JP, Round J, Taylor G, Clarke NM. The natural history of developmental dysplasia of the hip after early supervised treatment in pavlik harness. J Bone Joint Surg. 22; 84(3):418-25. Daftar Pustaka 1. Beaty HJ. Congenital and developmental anomalies of the hip and pelvis. Dalam: Canale ST, Beaty JH, editor. Campbell s Operative Orthopaedics Jilid II. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby Elsevier; 28. hlm. 118-229. 2. Antony JH. Developmental dysplasia of the hip. Dalam: Herring JA, editor. Tachdjian s pediatrics orthopaedics jilid IV. Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders Elsevier; 28. hlm. 637-756. 3. Morrissy, T. Raymond, Weinstein. Developmental hip displasia and dislocation in lovell & winter's pediatric orthopaedics. Edisi ke-6. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 26. hlm. 988-137 4. Richards BS. Developmental dysplasia of the hip. Dalam: Song KM, editor. Orthopaedic Knowledge Update Pediatrics. USA: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 1996. hlm. 167-76 5. Atalar H, Sayli U, Yavuz OY, Uraş I, Dogruel H. Indicators of successful use of the Pavlik harness in infants with developmental dysplasia of the hip. Int Orthop. 27; 31(2): 145 5 6. Solomon L, David W, Nayagam S. Apley s system of orthopaedics and fractures. Edisi ke- 8. Britain: Hodder Arnold; 21. hlm. 49-16. 7. Wientroub S, Grill F. Ultrasonography in developmental dysplasia of the hip. J Bone Joint Surg Am. 2; 82:14. 8. Guille JT, Pizzutillo PD, MacEwen GD. Developmental dysplasia of the hip from birth to six months. J Am Aacad Orthop Surg. 2; 8($):232-42. 9. Grill F, Benhassel H, Canadell J, Dungl P, Matasovic T, Vizkelety T. The pavlik harness in the treatment of congenital dislocating hip: report on a multicenter study of the European paediatric orthopaedic society. J Pediatr Orthop. 1988 ; 8(1):1-8. 1. Taylor GR, Clarke NM. Monitoring the treatment of developmental dysplasia of the hip with the pavlik harness: the role of ultrasound. J Bone Joint Surg. 1997; 79(5):719. 11. Wynne-Davies R. Acetabular dysplasia and familial joint laxity, two etiological factors in JUKE Volume 4 Nomor 8 September 214 217