KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp. (House Index) sebagai Indikator Surveilans Vektor Demam Berdarah Denguedi Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KEBERADAAN KONTAINER DAN KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

ARTIKEL PENG AMATAN LARVA AEDES DI DESA SUKARAYA KABUPATEN OKU DAN DI DUSUN MARTAPURA KABUPATEN OKU TIMUR TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

STUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO. Tri Puji Kurniawan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

Keberadaan Kontainer sebagai Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah

Survei Larva Nyamuk Aedes Vektor Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kotamadya Padang Provinsi Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

JURNAL. Suzan Meydel Alupaty dr. H. Hasanuddin Ishak, M.Sc,Ph.D Agus Bintara Birawida, S.Kel. M.Kes

SURVEI ENTOMOLOGI AEDES SPP PRA DEWASA DI DUSUN SATU KELURAHAN MINOMARTANI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN PROVINSI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

Analisis Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Puskesmas Rawasari Kota Jambi Bulan Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT ENDEMISITAS DBD DI KOTA MAKASSAR

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 1, 2015 : 9-14

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

ANALISIS KEPADATAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTY

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

SURVEI ENTOMOLOGI, MAYA INDEX DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEPADATAN LARVA

KEPADATAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI PERUMNAS SITEBA PADANG TAHUN 2008

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

JST Kesehatan, Januari 2016, Vol.6 No.1 : ISSN

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN DAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

KONTAINER LARVA Aedes sp. DI DESA SAUNG NAGA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

KEPADATAN POPULASI NYAMUK Aedes sp DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN NON ENDEMIS DI KECAMATAN PATI

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Efryanus Riyan* La Dupai** Asrun Salam***

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

SUMMARY HASNI YUNUS

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SURVEI JENTIK SEBAGAI DETEKSI DINI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BERBASIS MASYARAKAT DAN BERKELANJUTAN

STATUS ENTOMOLOGI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PERKAMIL KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di

Wahyu Praptowibowo Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

HUBUNGAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KBERADAAN JENTIK

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, SOSIAL BUDAYA DENGAN KEPADATAN JENTIK (Studi di Wilayah Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya)

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

Hubungan Kepadatan Larva Aedes spp. dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Lubuk Kecamatan Koto Tangah Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

SURVEI JENTIK NYAMUK Aedes spp DI DESA TEEP KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN

MAYA INDEX AND DENSITY OF LARVA Aedes aegypti IN DHF ENDEMIC AREA OF EAST JAKARTA

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Transkripsi:

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76 KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH LARVAE DENSITY OF DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) VECTOR Aedes sp. IN ENDEMIC, SPORADIC AND POTENTIAL AREA IN SEMARANG CITY, CENTRAL JAVA PROVINCE Eva Lestari*, Corry Laura J. Sianturi, Retno Hestiningsih, M. Arie Wuryanto 1 Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Jl. Selamanik No. 16A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro *E_mail: evalestari.epid@gmail.com 1 1 2 2 Received date: 25/7/2014, Revised date: 06/11/2014, Accepted date: 07/11/2014 ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Kota Semarang merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus sebanyak 5.538 kasus, IR 36,75/10.000 penduduk dan CFR 0,8% (tahun 2010). Data kepadatan vektor dapat digunakan untuk menentukan tindakan pengendalian vektor yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung HI, CI, BI, DF, dan Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes sp. di daerah endemis, sporadis dan potensial DBD. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Metode pelaksanaan survei jentik dengan single larva. Populasi adalah seluruh rumah di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka HI (53,75%), CI (30,77%), BI (75%), dan DF (7) tertinggi di Kelurahan Terboyo Wetan (sporadis). Angka ABJ di semua lokasi penelitian < 95%. Kepadatan jentik daerah sporadis lebih tinggi dibanding daerah endemis DBD. Kepadatan jentik tidak berkorelasi dengan stratifikasi endemisitas wilayah DBD. Kata kunci: kepadatan jentik, endemis, sporadis, potensial, DBD ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever is a communicable disease caused by the dengue virus and transmitted by Aedes aegypti. Semarang City is an DHF endemic area with 5.538 cases, IR 36,75/10.000 population and CFR 0,8% (in 2010). The vector density data can be used to determine the appropriate vector control. The purpose of this study was to calculate HI, CI, BI, DF and figures larva free (ABJ) of Aedes sp in endemic, sporadic, and potential area. This study was descriptive with cross sectional study. Larvae survey with single larvae method. The population of this study are all of houses in Sendangmulyo, Terboyo Wetan, and Pesantren. The sample had taken by purpossive sampling method. The result of study showed that HI (53.75%), CI (30.77%), BI (75%) and DF (7) highest in Terboyo Wetan (sporadic area). ABJ at all research location < 95%. The density of larvae in sporadic area was higher than endemic areas. The density of larvae was not correlated with stratification of dengue endemicity region. Keywords: larvae density, endemic, sporadic, potential, DHF PENDAHULUAN Kota Semarang termasuk daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah DBD, tahun 2010 menempati peringkat pertama di penyakit menular yang disebabkan oleh virus Jawa Tengah. Pada tahun 2008 terdapat 5.249 kasus 1 Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. dengan IR 36,08/10.000 penduduk dan CFR 0,3%. DBD dapat menyerang semua golongan umur dan Pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam 3.883 kasus dengan IR 26,21/10.000 penduduk dan dekade terakhir ini dilaporkan ada kecenderungan CFR 1,1%, tetapi pada tahun 2010 meningkat 2 kenaikan proporsi penderita pada orang dewasa. k e m b a l i m e n j a d i 5. 5 3 8 k a s u s d e n g a n Penyebaran DBD terutama terjadi di kota-kota besar 6 IR 36,75/10.000 penduduk dan CFR 0,8%. yang padat penduduknya dengan mobilitas tinggi Upaya untuk mengatasi permasalahan DBD 3,4 sehingga sering terjadi kejadian luar biasa (KLB). melalui penelitian untuk mencari vaksin dan obat Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat antivirus telah dilakukan, akan tetapi sampai saat ini dari tahun ke tahun dengan daerah penyebaran hasilnya belum memuaskan. Alternatif lain yang 5 semakin luas. dapat dilakukan adalah dengan mengendalikan 71

Kepadatan Jentik...(Eva Lestari, dkk..) 72 7 populasi vektornya. Pengendalian vektor adalah METODE upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh Penelitian ini merupakan jenis penelitian vektor dengan meminimalkan habitat vektor, deskriptif dengan pendekatan cross sectional. menurunkan kepadatan dan umur vektor, Penelitian dilakukan Bulan Januari-Februari 2011. mengurangi kontak antara vektor dengan manusia Populasi adalah seluruh rumah di Kelurahan serta memutus rantai penularan penyakit. Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren. Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan Sampel penelitian untuk Kelurahan Sendangmulyo efektif adalah dengan memutus rantai penularan sejumlah 435 rumah, Kelurahan Terboyo Wetan melalui pengendalian jentik. Pelaksanaannya di sebanyak 80 rumah, dan Kelurahan Pesantren masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan sebanyak 43 rumah. Jumlah total sampel adalah 558 Sarang Nyamuk (PSN) DBD dalam bentuk kegiatan rumah. Teknik pengambilan sampel adalah 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara purpossive sampling. Survei jentik dilakukan lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), dengan single larva, yaitu dengan mengambil satu apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan 8 penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. Proses Pengamatan vektor DBD penting dilakukan identifikasi dilakukan di laboratorium terpadu untuk mengetahui penyebaran, kepadatan nyamuk, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas habitat utama jentik, dan dugaan risiko terjadinya Diponegoro. Pengambilan jentik dilakukan di dalam penularan. Kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti dan luar rumah. Jentik yang diperoleh dimasukkan dapat diketahui dengan melakukan survei nyamuk, ke dalam botol plastik dan diberi label. jentik, dan perangkap telur. Ukuran yang dipakai Kepadatan populasi nyamuk (density figure) untuk mengetahui kepadatan jentik Ae. aegypti dihitung dengan cara menggabungkan hasil HI, CI, adalah ABJ, House Index (HI), Container Index (CI), BI sehingga diperoleh kategori tingkat kepadatan 9 dan Breteau Index (BI). jentik sebagai berikut: Berdasarkan status endemisitas, pada tahun 7,11 2010 di Kota Semarang terdapat kelurahan dengan Tabel 1. Larva Indeks kriteria endemis, sporadis, dan potensial. Density House Container Breteau Desa/kelurahan dikatakan endemis jika dalam tiga Figure (DF) Index (HI) Index (CI) Index (BI) tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit 1 1 3 1 2 1 4 DBD. Desa/kelurahan yang dalam tiga tahun 2 4 7 3 5 5 9 terakhir terjangkit penyakit DBD tetapi tidak setiap 3 8 17 6 9 10 19 tahun masuk kriteria sporadis. Sedangkan 4 18 28 10 14 20 34 desa/kelurahan potensial yaitu desa/kelurahan yang 5 29 37 15 20 35 49 dalam tiga tahun terakhir tidak pernah terjangkit 6 38 49 21 27 50 74 penyakit DBD, tetapi penduduknya padat, 7 50 59 28 31 75 99 mempunyai hubungan transportasi yang ramai 8 60 76 32 40 100 199 dengan wilayah lain, dan persentase rumah yang 10 9 > 77 > 41 > 200 ditemukan jentik lebih dari 5%. Kelurahan Sendangmulyo termasuk daerah endemis, Berdasarkan tabel di atas, density figure dapat Kelurahan Terboyo Wetan adalah daerah sporadis, dikategorikan menjadi: dan Kelurahan Pesantren merupakan daerah a. DF = 1, artinya kepadatan rendah potensial. b. DF = 2-5, artinya kepadatan sedang 11 Penelitian ini bertujuan mengetahui c. DF = 6-9, artinya kepadatan tinggi perbedaan kepadatan jentik nyamuk di daerah endemis, sporadis, dan potensial DBD. Dengan HASIL demikian dapat diketahui seberapa besar potensi Berdasarkan survei jentik yang dilakukan ketiga daerah tersebut dalam penularan DBD yang diperoleh data mengenai jumlah rumah yang berbeda strata endemisitasnya. Data yang diperoleh diperiksa, jumlah rumah positif jentik, jumlah dapat berguna dalam menentukan daerah prioritas kontainer diperiksa, dan jumlah kontainer positif program kegiatan pengendalian vektor DBD di jentik. Dari data tersebut, dapat dihitung ABJ, HI, daerah endemis, sporadis, maupun potensial. CI, dan BI.

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76 Tabel 2. Kepadatan Jentik di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren Kota Semarang Bulan Januari- Februari 2011 Rumah Kontainer Indeks Jentik Kelurahan n Jentik (+) n Jentik (+) ABJ (%) HI (%) CI (%) BI (%) Sendangmulyo 435 147 1.598 252 66,21 33,79 15,77 57,93 Terboyo Wetan 80 43 195 60 46,25 53,75 30,77 75,00 Pesantren 43 11 163 14 74,42 25,58 8,59 32,56 Keterangan: n = jumlah sampel Tabel 2 menunjukkan bahwa daerah dengan angka HI, CI, dan BI tertinggi berada di Kelurahan Terboyo Wetan. Sedangkan HI, CI, dan BI terendah berada di Kelurahan Pesantren. Angka bebas jentik di semua lokasi penelitian kurang dari 95%. Density Figure ditentukan dengan cara mencocokkan angka HI, CI, dan BI pada tabel larva indeks. Tabel 3. Density Figure di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren Tahun 2011 No. Kelurahan Stratifikasi HI CI BI DF 1 Sendangmulyo Endemis 5 5 6 5 2 Terboyo Wetan Sporadis 7 7 7 7 3 Pesantren Potensial 4 3 4 4 Tabel 3 menunjukkan bahwa kelurahan dengan kepadatan jentik tertinggi berada di Kelurahan Terboyo Wetan dengan nilai DF sebesar 7, artinya kepadatan jentiknya tinggi, sedangkan Kelurahan Pesantren kepadatan jentiknya paling rendah dengan nilai DF sebesar 4, artinya kepadatan jentiknya sedang. Tabel 4. Keberadaan Jentik pada Berbagai Macam Kontainer di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren Jenis Kontainer Dalam Rumah: Kel. Sendangmulyo Kel. Terboyo Wetan Kel. Pesantren Kontainer diperiksa Kontainer (+) jentik Kontainer diperiksa Kontainer (+) jentik Kontainer diperiksa Kontainer (+) jentik Bak mandi/wc 461 107 79 31 18 5 Drum 89 20 14 8 6 2 Tempayan 159 28 37 13 35 3 Ember 520 39 40 0 79 3 Lain-lain 47 14 2 1 11 0 Jumlah 1.276 208 172 53 149 13 Luar Rumah: Bak mandi/wc 19 4 0 0 1 0 Drum 36 4 7 5 0 0 Tempayan 32 8 1 0 1 1 Ember 114 6 9 0 6 0 Lain-lain 121 22 6 2 6 0 Jumlah 322 44 23 7 14 1 73

Kepadatan Jentik...(Eva Lestari, dkk..) Kontainer dalam rumah yang positif jentik di Kelurahan Sendangmulyo paling banyak ditemukan pada bak mandi/wc. Sedangkan di luar rumah jenis kontainer yang banyak ditemukan jentik adalah jenis kontainer yang bukan merupakan tempat penampungan air sehari-sehari (non TPA), antara lain tempat minum burung, barang bekas, pot tanaman, tempat tiang bendera, kolam, dan lain-lain. Di Kelurahan Terboyo Wetan jenis kontainer dalam rumah yang positif jentik paling banyak ditemukan di bak mandi/wc. Di luar rumah, drum merupakan kontainer yang banyak dijumpai jentik. Jenis kontainer dalam rumah di Kelurahan Pesantren yang positif jentik banyak ditemukan di bak mandi/wc dan di luar rumah jenis kontainer yang positif jentik hanya ditemukan pada tempayan. Identifikasi jentik dilakukan di laboratorium terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro menggunakan alat bantu mikroskop dengan perbesaran 100x. Hasil identifikasi didapatkan dua spesies Aedes, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Tabel 5. Persentase Jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus Spesies Aedes sp. Kelurahan Aedes aegypti Aedes albopictus D L Total D L Total n % n % n % n % n % n % Sendangmulyo 128 68,09 60 31,91 188 100 4 50 4 50 8 100 Terboyo Wetan 63 91,30 6 8,70 69 100 0-0 - 0 - Pesantren 46 100 0 0 46 100 0 0 5 100 5 100 Keterangan: n = jumlah sampel D = dalam L = luar Berdasarkan tabel 5 di Kelurahan Dari survei jentik yang dilakukan dapat Sendangmulyo ditemukan jentik Ae. aegypti dan diperoleh nilai ABJ, HI, CI, dan BI di Kelurahan Ae. albopictus baik di dalam maupun luar rumah. Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren. Persentase jentik Ae. aegypti yang berada di dalam Suatu daerah dikatakan aman jika ABJ 95%, rumah lebih besar dibanding luar rumah. Sedangkan 13 CI 10%, HI < 5%, dan BI < 50.9, Angka HI, CI, jentik Ae. albopictus mempunyai persentase yang dan BI di Kelurahan Sendangmulyo dan Terboyo sama antara dalam dan luar rumah. Di Kelurahan Wetan melebihi batas aman transmisi DBD. Terboyo Wetan hanya ditemukan jentik Ae. aegypti Demikian juga dengan ABJ di ketiga wilayah dengan persentase jentik dalam rumah lebih besar tersebut kurang dari 95%, menunjukkan daerah dibanding luar rumah. Sedangkan Kelurahan tersebut merupakan daerah sensitif atau rawan DBD Pesantren jentik Ae. aegypti hanya ditemukan di dan memiliki peluang lebih besar untuk terjadinya dalam rumah dan jentik Ae. albopictus hanya transmisi virus Dengue sehingga mempunyai risiko ditemukan di luar rumah. untuk terjadi epidemi apabila tidak diambil tindak 15 lanjut terhadap keberadaan vektor penular DBD. PEMBAHASAN Upaya pengendalian DBD sangat penting dilakukan Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko untuk mencegah semakin luasnya transmisi virus terjadinya penularan DBD, semakin tinggi Dengue. Angka bebas jentik di Kelurahan Pesantren kepadatan nyamuk Ae. aegypti, semakin tinggi pula kurang dari batas aman, sedangkan angka CI dan BI 12 risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. berada pada level aman. Walaupun demikian, upaya Kepadatan nyamuk akan meningkat pada waktu pengendalian vektor tetap harus dilakukan karena musim hujan, dimana terdapat genangan air yang daerah tersebut juga memiliki peluang terjadinya dapat menjadi tempat berkembangbiaknya transmisi virus Dengue. 13 nyamuk. Air hujan yang tertampung di kontainer Angka HI, CI, dan BI tertinggi ditemukan di terutama barang bekas merupakan tempat potensial daerah sporadis (Kelurahan Terboyo Wetan), bagi perkembangbiakan nyamuk. Kepadatan jentik kemudian diikuti daerah endemis (Kelurahan yang tinggi akan meningkatkan populasi nyamuk Sendangmulyo), dan paling rendah di daerah sehingga akan meningkatkan pula kemungkinan potensial (Kelurahan Pesantren). Hasil ini sesuai 14 penyakit DBD terutama di daerah endemis. dengan penelitian yang dilakukan oleh Sabila L. 74

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76 Rasyad pada tahun 1997 di Kecamatan Banyumanik yang paling tinggi dimiliki daerah sporadis, Kota Semarang yang menyatakan bahwa Angka HI, kemudian diikuti daerah endemis, dan yang paling CI, BI di daerah endemis lebih rendah daripada rendah di daerah potensial. Di daerah endemis angka 16 daerah sporadis. Upaya pemerintah dalam DF mempunyai skala 5, artinya daerah ini mengantisipasi kenaikan dan penyebaran penyakit mempunyai risiko penularan sedang. Di daerah DBD melalui program pencegahan/pemberantasan sporadis angka DF mempunyai skala 7, artinya dilakukan berdasarkan prioritas. Daerah wabah akan daerah ini mempunyai risiko penularan tinggi. Di mendapat prioritas utama, disusul daerah endemis, daerah potensial angka DF mempunyai skala 4, 17 sporadis, dan terakhir daerah potensial. Oleh karena artinya daerah ini mempunyai risiko penularan daerah endemis DBD sudah mendapat intervensi sedang. Daerah yang memiliki risiko tinggi dari pemerintah setempat, maka kepadatan jentik di penularan DBD merupakan daerah sporadis, bukan daerah endemis lebih rendah. Hal ini menunjukkan daerah endemis. Daerah endemis dalam penelitian keberhasilan program pemerintah dalam ini mengambil daerah penelitian di Kelurahan menurunkan angka kepadatan jentik di daerah Sendangmulyo karena daerah ini merupakan daerah endemis DBD. Selain itu, sebagian besar penduduk dengan kasus DBD paling tinggi di Kota Semarang. Kelurahan Sendangmulyo memiliki tingkat Walaupun Kelurahan Sendangmulyo terdapat kasus pendidikan yang tinggi. Masyarakat dengan DBD tinggi dan tergolong daerah endemis, daerah pendidikan tinggi diharapkan lebih banyak ini memiliki kepadatan jentik yang tergolong sedang mengetahui informasi tentang upaya pencegahan berdasarkan nilai DF yang didapat. Kepadatan jentik 18 terjadinya DBD dari berbagai sumber dan media. dalam penelitian ini tidak berkorelasi dengan Adanya pengetahuan masyarakat tentang DBD akan stratifikasi endemisitas wilayah DBD. Salah satu hal mendorong masyarakat dalam melakukan upaya yang berperan dalam hal ini yaitu mobilitas pencegahan DBD misalnya kegiatan PSN sebagai penduduk. Mobilitas penduduk sangat berpengaruh upaya pengendalian vektor, sehingga dapat terhadap penularan DBD. Mobilitas penduduk akan menurunkan angka kepadatan jentik. memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat Kepadatan jentik di Kelurahan Terboyo yang lainnya. Semakin tinggi mobilitas makin besar 19 Wetan tergolong tinggi. Berdasarkan hasil kemungkinan penyebaran penyakit DBD. penelitian, jenis kontainer yang paling banyak Tingginya kasus DBD di Kelurahan Sendangmulyo ditemukan di Kelurahan Terboyo Wetan berupa bak dapat dipengaruhi adanya mobilitas penduduknya mandi/wc. Bak mandi merupakan tempat yang tinggi. Penularan DBD dapat terjadi di sekolah, 4 perkembangbiakan nyamuk yang potensial. Bak tempat kerja, pasar, rumah sakit, saat berkunjung ke mandi mempunyai ukuran yang cukup besar rumah saudara, dan sebagainya. sehingga air yang ada di dalam bak mandi tidak cepat dikuras. Kondisi bak mandi yang berada di dalam KESIMPULAN rumah sangat menguntungkan nyamuk Aedes untuk Angka kepadatan jentik Aedes sp. di daerah berkembang biak karena kurangnya cahaya dari luar. endemis lebih rendah daripada daerah sporadis Keadaan rumah yang sedikit gelap dengan suhu yang DBD. Kepadatan jentik tidak berkorelasi dengan tidak terlalu tinggi atau rendah, serta kelembaban stratifikasi endemisitas wilayah DBD. Daerah udara di dalam rumah yang lebih tinggi juga endemis belum tentu kepadatan jentiknya tinggi, 4 mendukung perkembangbiakan nyamuk. sehingga tingginya kasus tidak dipengaruhi oleh Kepadatan jentik di Kelurahan Pesantren kepadatan jentik tetapi dapat dipengaruhi faktorpaling rendah. Sebagian besar rumah di kelurahan faktor lain seperti mobilitas penduduk. tersebut tidak mempunyai tempat penampungan air berupa bak mandi, tetapi lebih banyak memakai SARAN ember sebagai tempat penampungan air untuk Perlu dilakukan intervensi untuk pencegahan keperluan sehari-hari. Ember memiliki ukuran penyakit DBD dan pengendalian vektor nyamuk relatif kecil sehingga air akan cepat habis dan lebih yang tidak hanya dilakukan pada daerah endemis sering diganti dengan air yang baru. Hal ini akan saja, tetapi juga daerah sporadis dan potensial DBD. meminimalkan siklus hidup nyamuk. Peran aktif masyarakat dalam kegiatan PSN penting Angka DF di daerah endemis, sporadis, dan untuk mendukung program pengendalian vektor. potensial berturut-turut adalah 5, 7, dan 4. Angka DF 75

Kepadatan Jentik...(Eva Lestari, dkk..) DAFTAR PUSTAKA 11. Focks DA. A review of entomological sampling 1. Nugroho FS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan methods and indicators for dengue vectors. keberadaan jentik Aedes aegypti di RW IV Desa UNICEF/UNDP/WORLD BANK/WHO; 2003. Ketitang Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. 12. Wati WE. Beberapa faktor yang berhubungan dengan [Diakses 6 April 2010]. Diunduh dari: kejadian demam berdarah dengue (DBD) di http://etd.eprints.ums.ac.id. Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009. 2. Siregar FA. Epidemiologi dan pemberantasan demam Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan berdarah dengue (DBD) di Indonesia. [Diakses 2 Universitas Muhammadiyah; 2009. A g u s t u s 2 0 1 0 ]. D i u n d u h d a r i : 13. Astuti D. Upaya pemantauan nyamuk Aedes aegypti http://respiratory.usu.ac.id. dengan pemasangan ovitrap di Desa Gonilan 3. Putra AE. Faktor lingkungan dan perilaku kesehatan Kartasura Sukoharjo. Warta. 2008; 11 (1): 90-8. yang berhubungan dengan endemisitas demam 14. Adrial. Beberapa aspek indikator entomologi nyamuk berdarah dengue: studi di wilayah kerja di Puskesmas Aedes spp. dalam rangka perencanaan pengendalian Pandian dan Pamolokan Kabupaten Sumenep. vektor penyakit demam berdarah dengue (DBD) di [Diakses 2 Agustus 2010]. Diunduh dari: Kecamatan Padang Barat, Kodya Padang. Majalah http://www.adln.lib.unair.ac.id. Kedokteran Andalas. 2006; 30 (2): 59-68. 4. Sitorus H dan Ambarita LP. Pengamatan larva Aedes 15. Salim M dan Febrianto. Survei jentik Aedes aegypti di Desa Sukaraya Kabupaten Oku dan di Dusun di Desa Saungnaga Kec. Oku Tahun 2005. [Diakses 7 Martapura Kabupaten Oku Timur tahun 2004. Media Maret 2011]. Diunduh dari: http://www.scribd.com/. Litbang Kesehatan. 2007; XVII (2): 28-33. 16. Rasyad SL. Perbedaan house index, container index, 5. Fitriani SM dan Keman S. Perbedaan kepadatan breteau index di daerah endemis, sporadis, dan jentik Aedes aegypti pada daerah endemis, sporadis, potensial demam berdarah dengue Kecamatan dan potensial DBD di wilayah kerja Puskesmas Banyumanik Kotamadya Semarang. [Diakses 3 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung. Skripsi. M a r e t 2 0 1 1 ]. D i u n d u h d a r i : Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat http://eprints.undip.ac.id/5104/. Universitas Airlangga; 2009. 17. Wuryadi S. Masalah penyakit demam berdarah 6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Laporan kasus dengue pada Pelita VI. Majalah Cermin Dunia DBD Kota Semarang. Semarang: Seksi P2P. Kedokteran. 1995; 101. 7. Santoso dan Budiyanto A. Hubungan pengetahuan, 18. Roose A. Hubungan sosiodemografi dan lingkungan sikap dan perilaku (PSP) masyarakat terhadap vektor dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008; 7 (2): 732-39. Tahun 2008. Tesis. Medan: Universitas Sumatera 8. Kementerian Kesehatan RI. Modul pengendalian Utara; 2008. demam berdarah dengue. Jakarta: Dirjen P2PL; 2011. 19. Yuswulandary V. Karakteristik penderita demam 9. Purnama SG. Pengendalian vektor DBD. [Diakses 16 berdarah dengue di wilayah kerja Dinas Kesehatan Juli 2010]. Diunduh dari: http://staff.unud.ac.id. Kota Lhokseumawe dan kegiatan pemberantasannya tahun 2003-2007. Skripsi. Medan: Universitas 10. Departemen Kesehatan RI. Pencegahan dan Sumatera Utara; 2008. pemberantasan demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2PL; 2005. 76