BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi AS adalah yang terbesar di dunia. Dampak bagi Indonesia, untuk beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Salvatore Maddi dan Deborah Khosaba (2005) dalam buku Resilience At

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempertaruhkan waktu dan tenaganya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

BAB I PENDAHULUAN. alam dan memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Oleh karena itu penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipilih oleh calon mahasiswa dengan berbagai pertimbangan, misalnya dari

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

Abstrak. Kata kunci:

BAB I PENDAHULUAN. Guna memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. mereka dilahirkan. Pendidikan salah satunya dapat berupa pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

STUDI KASUS GAMBARAN COPING STRES PADA MAHASISWI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE SKRIPSI HILMAYANI NASUTION

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

STRATEGI KOPING PADA ORANG YANG MEMILIKI INDERA KEENAM (COPING STRATEGIES OF PEOPLE WHO HAVE SIXTH SENSE)

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

ABSTRAK. Kata Kunci:, problem focused coping, emotional focused coping, SECAPA-AD. i Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

ABSTRAK Lazarus Folkman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk uji coba instrumen telah dilakukan pada 30 orang ibu yang memiliki anak

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

Lampiran I. Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Status pernikahan : a. belum menikah

Peran Psikolog Dalam Meningkatkan Coping Strategy dan Adaptational Outcomes Pada Ibu Yang Memiliki Anak Autis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, mempertahankan keberlangsungan usahanya, serta meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Perusahaan yang akan dijadikan lokasi pada penelitian ini adalah Perusahaan X yang bergerak di bidang farmasi. Perusahaan farmasi merupakan perusahaan yang memproduksi obat-obatan yang diperlukan dalam bidang medis. Produk obat-obatan tersebut disosialisasikan kepada klien, yaitu apotek-apotek, dokter, dan rumah sakit tentang keunggulan, kegunaan, serta kandungan yang terdapat pada obat-obatan tersebut. Upaya ini merupakan bagian dari mata rantai distribusi dari produsen hingga sampai ke konsumen. PT. X didirikan pada tahun 1981 di bawah naungan PT. MSG. PT. X sangat memperhatikan kesejahteraan sosial dan spiritual masyarakat, melalui program-program seperti Family Planning And Health Care Clinic. PT. X pada tahun 1991 bersama 20 perusahaan lain di Indonesia telah mendapatkan sertifikat penghargaan GMP (Good Manufacturing Practice) dari pemerintah yang membuat PT. X menjadi salah satu perusahaan farmasi yang diakui di Indonesia.

2 PT. X ini mempunyai suatu tujuan yaitu menjadi salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia dan mampu bersaing di pasar global, mempertahankan dan menciptakan kepuasan pada para pelanggan dengan membuat berbagai inovasi dan produk-produk yang bermutu tinggi melalui pelayanan yang efektif, efisien, dan terbaik. Salah satu cara untuk mencapai tujuan itu adalah menciptakan berbagai jenis produk obat-obatan untuk mengatasi berbagai macam penyakit serta mengenalkan produknya ke berbagai outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam usahanya untuk memperluas kapasitas produksi, PT. X menggunakan teknologi mesin yang modern dan juga didukung oleh fasilitas-fasilitas lainnya. Sedangkan untuk memperkenalkan produkproduknya, PT. X sangat tergantung pada kinerja dari bagian marketing dalam hal ini sales farmasi. Sales farmasi lebih dikenal dengan nama Medical Representative (yang selanjutnya disebut MR). MR mempunyai peranan yang sangat penting dalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan farmasi. Untuk menjadi MR, diperlukan kemampuan dalam berkomunikasi dan menjalin relasi yang baik, mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan bisnisnya, serta harus mampu mempresentasikan produk yang ia bawa pada klien-kliennya seperti dokter. Kemampuan MR dalam mempresentasikan produk diharapkan akan mempengaruhi dipilihnya produk-produk tersebut oleh klien. Ini berarti, MR merupakan ujung tombak bagi perusahaan farmasi X. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap Regional Manager PT. X di Bandung diketahui bahwa MR memiliki tuntutan yang besar

3 dari perusahaan untuk mencapai target penjualan per bulan. Target yang harus dicapai oleh MR berupa pemasukan yang diperoleh dari hasil penjualan produk. Apabila target yang dituntut oleh perusahaan tidak terpenuhi, maka MR tidak mendapatkan kompensasi serta akan mendapatkan teguran dari atasannya. Jika hal tersebut sering terjadi, maka akan memperburuk penilaian terhadap kinerja MR. Tuntutan lain yang dihadapi oleh MR adalah tuntutan untuk mampu mengatasi kompetitor dari perusahaan farmasi lain yang juga mempunyai tugas yang sama dengan MR PT. X yaitu mencapai target penjualan. Dalam usaha mencapai target penjualan, para kompetitor terkadang melakukan kecurangan atau berusaha menarik MR yang dinilai terbaik dari perusahaan. Menurut Regional Manager tersebut, dalam usaha pencapaian target perusahaan, para MR harus dapat menjalin hubungan baik dengan para kliennya, bisa membujuk klien untuk menggunakan produk yang ditawarkan. Salah satu cara yang biasa digunakan untuk membujuk klien adalah ketika mereka menemui klien misalkan dokter, selain menawarkan produk mereka harus dapat mengenal pribadi dokter tersebut sampai pada hobi dan keluarga dari dokter itu. Jika dokter mengajukan permintaan tertentu, mereka akan berusaha untuk memenuhi permintaan tersebut. Misalnya jika seorang dokter ingin menghadiri suatu simposium, maka MR akan menyediakan transportasi dan akomodasinya. Semua itu dilakukan agar dokter/ apoteker mengenal mereka sehingga akhirnya mau menggunakan produk yang mereka tawarkan. Dokter/ apoteker yang harus dikenal dengan baik oleh para MR dalam satu wilayah sangatlah banyak, bisa mencapai

4 (minimal) 40 orang dokter/ apoteker, dengan sifat dan kebutuhan yang berbedabeda. Setiap harinya MR diharuskan oleh perusahaan untuk menemui rata-rata sepuluh orang dokter yang berbeda-beda. Pagi hari mereka menemui dua orang dokter, sedangkan delapan orang ditemui pada malam hari di tempat praktek masing-masing. Permasalahan akan muncul bila waktu yang dijanjikan oleh seorang dokter ternyata bersamaan dengan waktu yang dijanjikan oleh dokter lain atau secara sepihak dokter mengubah waktu yang telah dijanjikan, sehingga akhirnya janji itu menjadi batal. Selain harus mengenal klien, MR juga harus bekerja dengan waktu kerja yang tidak pasti, yang berbeda dengan jam kerja karyawan pada umumnya. Jika karyawan biasa bekerja sekitar delapan jam per harinya, MR bisa bekerja hingga lima belas jam per harinya. Mereka harus menunggu dokter menyelesaikan prakteknya pada malam hari atau menemani dokter untuk makan malam. Besarnya tuntutan serta banyaknya kompetitor tersebut menyebabkan MR menampakkan gejala-gejala seperti sakit kepala, cemas dalam menghadapi pemenuhan target, juga menyebabkan turn over sekitar ±30% dari MR yang bekerja di PT. X dikarenakan tidak sanggup untuk memenuhi tuntutan yang diberikan oleh perusahaan atau tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi klien. Berdasarkan hasil survey awal kepada lima orang MR, tuntutan tugas yang diberikan oleh perusahaan seringkali membuat kelima orang MR tersebut (100%) merasa cemas terutama jika pada awal bulan penjualan sudah terlihat tidak bagus.

5 Kenyataan itu dapat mempengaruhi cara kerja mereka pada bulan itu. Mereka menjadi malas untuk melakukan kunjungan ke dokter-dokter karena menurut perkiraan mereka target bulan ini tidak akan dapat terpenuhi. Sebanyak 100% mengatakan bahwa tuntutan pekerjaan mereka dirasakan cukup berat. Mereka harus mencapai target yang setiap bulannya selalu mengalami peningkatan sedangkan penjualan tidak selamanya baik, kadang tergantung dengan trend penyakit. Misalnya pada awal tahun 2007 ini, obatobatan untuk penyakit demam berdarah banyak yang terjual karena pada saat itu penyakit demam berdarah sedang mewabah. Pada bulan berikutnya penjualan mereka menurun karena wabah penyakit sudah berkurang. Hal lain yang mempengaruhi penjualan adalah berkurangnya permintaan obat-obatan yang mahal. Semua itu menghambat pencapaian target yang dituntut oleh perusahaan. Untuk mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan, mereka harus memperbanyak kunjungan ke klien dan membujuk klien untuk menggunakan produk yang mereka tawarkan. Hal tersebut membuat mereka merasa tertekan, bahkan sebanyak 40% MR mengalami gejala sakit kepala dan sakit perut jika usahanya pencapaian target mengalami hambatan. Sebanyak 40% MR mengatakan bahwa walaupun tekanan yang dirasakan pada pekerjaan ini berat, namun mereka cukup bisa menikmatinya. Apalagi jika mereka sudah lebih mengenal dokter-dokter maupun apoteker yang menjadi klien sehingga lebih memudahkan dalam menawarkan produk-produknya. Sedangkan 60% lainnya tidak dapat menikmati pekerjaan ini.

6 Sebanyak 80% MR mengatakan bahwa kadang timbul rasa jenuh terhadap pekerjaan karena harus terus-menerus menghadapi berbagai karakter orang dan mereka harus tetap melayani klien tersebut dengan sebaik-baiknya. Rasa jenuh tersebut membuat mereka tidak bersemangat dalam bekerja sehingga pekerjaan mereka menjadi tidak optimal, misalnya tidak banyak berkomunikasi saat berkunjung ke dokter dan hanya menyerahkan lembaran kunjungan yang harus ditandatangani oleh dokter. MR mempunyai jam kerja yang tidak pasti. Mereka dapat bekerja dari pagi hingga malam untuk menemui klien sehingga waktu untuk berkumpul bersama keluarga menjadi kurang Berdasarkan hasil survey awal, 100% MR mengatakan bahwa keluarga mendukung pekerjaan mereka walaupun mengeluhkan jam kerja yang tidak menentu. Sebanyak 40% MR mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya apabila sedang mengalami masalah pribadi seperti masalah keluarga. Masalah dengan klien juga sering dialami oleh 80% MR tersebut. Misalnya klien yang memiliki banyak permintaan sebelum akhirnya meresepkan produk obat yang ditawarkan oleh MR atau klien mengatakan bahwa mereka sudah meresepkan obat tetapi setelah disurvey oleh MR yang bersangkutan, klien tersebut (dokter) belum meresepkan obatnya. Klien lain ada yang cepat memarahi MR jika mereka salah waktu berkunjung atau melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan klien. Hal itu dapat menambah kesulitan MR untuk membujuk klien tersebut agar menggunakan produk yang mereka tawarkan. Keberhasilan MR membujuk para klien agar mau menggunakan produk yang

7 mereka tawarkan bergantung juga pada kemampuan MR untuk membuat dirinya disukai oleh klien. Gejala-gejala seperti merasa cemas, jenuh, sulit berkonsentrasi, tertekan, mengindikasikan adanya stres yang terjadi pada MR PT. X. Menurut Lazarus (1984), stres merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu sebagai tuntutan yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan dirinya. Setiap individu akan melakukan usaha-usaha jika mereka dihadapkan pada situasi penuh stres. Usaha untuk mengatasi stres itu disebut dengan strategi penganggulangan stres (coping stress). Strategi penanggulangan stres ini perlu dilakukan agar para MR dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan yang diberikan oleh perusahaan, agar tuntutan tersebut tidak menjadi beban dalam proses pemenuhannya. Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa strategi penanggulangan stres adalah perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus menerus sebagai usaha individu untuk mengatasi tuntutan yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimilikinya, baik tuntutan eksternal maupun internal. Strategi penanggulangan stres ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu strategi penanggulangan stres yang terfokus pada masalah dan strategi penganggulangan stres yang terfokus pada emosi. Strategi penanggulangan stres yang terfokus pada masalah, yaitu strategi yang diarahkan untuk situasi yang dinilai oleh individu dapat diubah. MR akan memusatkan perhatiannya untuk menghadapinya, memecahkan masalahnya secara terencana, menerimanya dan memilih aspek-aspek positif dari lingkungannya. Sedangkan strategi

8 penanggulangan stres yang terfokus pada emosi yaitu strategi penanggulangan stres yang berfungsi untuk mengatur respon emosional terhadap masalah. Dari lima orang MR, terungkap bahwa ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi stres yang mereka alami. Sebanyak 20% MR tidak melakukan kunjungan ke klien dan memalsukan tanda tangan klien saat merasa jenuh dalam bekerja. Sebanyak 40% MR mencari hiburan seperti menonton, berkaraoke di sela-sela waktu kunjungan ke dokter atau bermain futsal bersama rekan-rekan sesama MR pada hari libur mereka. Sebanyak 20% menghadapi masalah yang mereka alami dengan berdoa dan berserah diri kepada Tuhan YME. Cara penanggulangan stres ini termasuk penanggulangan stres yang terfokus pada emosi. Sebanyak 20% akan menceritakan masalah yang mereka alami kepada keluarga atau teman-teman baik teman sesama MR maupun teman di luar pekerjaan bahkan dengan atasan. MR tersebut berpikir masalah yang mereka alami akan memperoleh titik terang jika meminta nasehat pada atasan karena mereka menganggap atasan lebih banyak pengalamannya. Sebanyak 20% MR akan langsung memikirkan cara untuk mengatasi masalah yang dihadapinya seperti langsung berbicara pada klien atau mencoba untuk mendengarkan argumen-argumen dari klien. Strategi penanggulangan stres ini termasuk penanggulangan stres yang terfokus pada masalah. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari survey awal, diketahui bahwa terdapat perbedaan cara penanggulangan stres pada MR PT. X yaitu ada yang terfokus pada emosi, ada yang terfokus pada masalah, dan adapula yang

9 menggunakan kedua strategi penanggulangan stres tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran mengenai strategi penanggulangan stres pada Medical Representative PT. X. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana bentuk strategi penanggulangan stres pada Medical Representative (MR) di Perusahaan Farmasi X Bandung. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 MAKSUD PENELITIAN Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai strategi penanggulangan stres pada Medical Representative di Perusahaan Farmasi X Bandung. 1.3.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai bentuk strategi penanggulangan stres yang lebih sering digunakan oleh Medical Representative di Perusahaan Farmasi X Bandung.

10 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 KEGUNAAN ILMIAH Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh Medical Representative (MR). Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi mahasiswa psikologi yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai strategi penanggulangan stres dalam setting industri dan organisasi, khususnya pada Medical Representative. 1.4.2 KEGUNAAN PRAKTIS Dapat bermanfaat bagi para MR untuk memahami diri dalam kecenderungan menggunakan strategi penanggulangan stres. Memberikan informasi kepada PT. X khususnya pada supervisor dan regional manager mengenai gambaran strategi penaggulangan stres yang dilakukan oleh para MR, sehingga mereka dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk meningkatkan kualitas kerja MR. 1.5 KERANGKA PEMIKIRAN Medical Representative adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan farmasi dan mempunyai tugas mempromosikan/mengenalkan, mempresentasikan, dan membujuk para klien (dokter, apoteker) untuk menggunakan obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi tersebut. MR juga dituntut untuk mampu mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Target tersebut berupa

11 jumlah produk yang berhasil dipasarkan serta hasil dari pemasaran produk tersebut. Pencapaian target ini sangat tergantung pada keterampilan MR dalam hal presentasi dan komunikasi, kemampuan MR dalam membina relasi interpersonal, serta keinginan MR untuk mempunyai motivasi yang kuat dalam mengembangkan bisnisnya. Oleh karena itu MR mempunyai peranan penting dalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan farmasi termasuk juga di PT. X Para MR yang berusia 19 sampai 34 tahun ini menurut Santrock (2004 : 440) masuk dalam fase perkembangan dewasa awal. Dua ciri yang menunjukkan akhir masa remaja dan permulaan masa dewasa adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2004 : 441). Pada masa dewasa awal ini juga ditandai dengan perkembangan kognitif. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2004 : 459-460), masa dewasa awal berada pada tahap perkembangan kognitif operasional formal yang memungkinkan mereka untuk merencanakan dan membuat hipotetik tentang masalah-masalah secara lebih sistematis dibandingkan pada masa remaja. Sementara itu terdapat juga orang yang walaupun sudah memasuki tahap perkembangan dewasa awal tetapi belum mampu untuk berpikir dengan cara operasional formal (Keating, 1980,1990 dalam Santrock, 1995). Dalam hal ini para MR yang telah berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal diharapkan dapat menyelesaikan masalah dan menanggulangi stres yang mereka alami selama bekerja sebagai MR. Dalam menyelesaikan tugas-tugas dari perusahaan, para MR seringkali dihadapkan dalam berbagai masalah, baik masalah dalam usaha pemenuhan

12 tuntutan tugas dari perusahaan, masalah dengan klien yang terlalu banyak menuntut, maupun masalah dengan waktu kerja yang tidak pasti. Jika tuntutan dan masalah yang dihadapi dirasakan sebagai sesuatu yang membebani atau di luar kemampuan yang dimiliki para MR, maka dapat menimbulkan stres. Stres akan muncul apabila individu menghayati masalah atau situasi sebagai suatu hal yang mengancam atau membebani. Menurut Lazarus & Folkman (1984: 19), stres merupakan suatu bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya yang dinilai sebagai tuntutan yang membebani atau melebihi kemampuan yang dimilikinya, serta mengancam kesejahteraan dirinya. Stres merupakan fenomena individual dan menunjukkan respon individu terhadap lingkungan. Dengan kata lain stres dihayati secara individual. Walaupun situasi atau stresornya sama, penghayatan stres tiap MR berbeda tergantung dari penilaian kognitifnya. Dalam menghadapi masalahnya, para MR akan melakukan suatu penilaian yang disebut dengan penilaian kognitif (cognitive appraisal). Menurut Lazarus & Folkman (1984: 31-38), penilaian kognitif ini terdiri atas penilaian primer (primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Pada penilaian primer, para MR akan mengkaji apakah suatu masalah yang sedang dihadapi relevan atau tidak dengan keadaan dirinya, apakah akan mengancam kesejahteraan dirinya atau tidak. Proses penilaian primer ini akan menghasilkan tiga bentuk penghayatan, yaitu irrelevant, benign-positive, stress appraisal. Irrelevant adalah suatu penghayatan ketika para MR merasakan bahwa masalah atau situasi yang dihadapi tidak berpengaruh atau mengancam kesejahteraan

13 dirinya. Benign-poisitive menunjukkan masalah atau situasi dihayati oleh MR sebagai suatu hal yang positif dan dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya. Jika para MR menghayati masalah atau situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang irrelevant maupun benign-positive maka masalah atau situasi tersebut tidak akan menimbulkan stres. Stres akan timbul apabila masalah atau situasi dihayati oleh MR sebagai tuntutan yang dapat mengancam kesejahteraan dirinya. Bentuk penghayatan ini disebut dengan stress appraisal. Pada penilaian sekunder, para MR akan menentukan apa yang dapat dan harus dilakukan terhadap suatu masalah atau situasi, sekaligus menilai potensipotensi yang dimilikinya untuk menghadapi masalah atau situasi tersebut. Penilaian MR terhadap masalah atau situasi yang dihadapi serta penilaiannya terhadap potensi yang dimilikinya akan mempengaruhi strategi penanggulangan yang akan digunakan. Jika MR menilai bahwa strategi yang digunakan tidak berhasil atau gagal, maka MR akan melakukan penilaian kembali (reappraisal) terhadap masalah atau situasi tersebut dan mengevaluasi strategi mana yang lebih tepat. Menurut Lazarus & Folkman (1984: 141), coping stress (strategi penanggulangan stres) adalah perubahan kognitif dan tingkah laku yang terusmenerus sebagai usaha individu untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilainya sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimilikinya. Strategi penanggulangan stres pada dasarnya dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang ditimbulkan oleh masalah yang ada. Jadi setiap kali MR mengalami stres, maka ia akan berupaya untuk mengatasi stres tersebut.

14 Menurut Lazarus & Folkman (1984: 150-153), strategi penanggulangan stres ada dua macam, yaitu problem focused coping (strategi penanggulangan stres yang terfokus pada masalah) dan emotion focused coping (strategi penanggulangan stres yang terfokus pada emosi). Problem focused coping merupakan cara MR yang dengan aktif mencari penyelesaian dari masalah yang sedang dihadapi, menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Problem focused coping biasanya digunakan MR terhadap situasi yang dinilainya dapat diubah. MR merumuskan masalah, membuat beberapa alternatif jalan keluar, mempertimbangkan keuntungan dan kerugian setiap alternatif, memilih alternatif terbaik, dan akhirnya mengambil keputusan untuk bertindak. Ada dua bentuk problem focused coping, yaitu planful problem solving dan confrontative coping. Planful problem solving menunjukkan usaha untuk memecahkan masalah dengan tenang dan hati-hati disertai dengan pendekatan analistis untuk memecahkan masalah secara terencana. Dalam hal ini para MR berusaha keras dan mengatur strategi untuk memenuhi tuntutan target dari perusahaan atau bahkan berusaha untuk melebihi dari target yang telah ditetapkan. Confrontative coping menunjukkan usaha-usaha untuk memecahkan masalah atau mengubah keadaan yang dilakukan secara agresi, juga menunjukkan tingkat kemarahan. MR yang memiliki masalah dengan pekerjaan, mengatasi masalahnya dengan memperihatkan kemarahannya kepada orang lain, atau mencoba berulang kali untuk mengatasi masalahnya sampai selesai.

15 Emotion focused coping merupakan cara MR untuk menghadapi stres yang melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosi dalam menyesuaikan diri terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh situasi yang penuh tekanan. Emotion focused coping biasanya digunakan oleh MR jika berhadapan pada suatu situasi yang harus diterimanya dan tidak dapat diubah. Emotion focused coping ini sebagian besar terdiri dari proses kognisi yang ditujukan untuk mengurangi tekanan emosi. Ada enam bentuk emotion focused coping, yaitu distancing, self control, escape avoidance, positive reappraisal, seeking social support, dan accepting responsibility. Distancing menggambarkan reaksi yang melepaskan diri atau tidak melibatkan diri dalam masalah. Dalam hal ini MR yang mengalami masalah dengan klien (dokter), untuk sementara waktu mengatasi stres yang dialaminya dengan melupakan masalahnya dan melakukan kegiatan lain seperti berolahraga sampai dapat mengurangi stresnya. Setelah itu mereka akan berusaha mengatasi permasalahannya lagi. Self control, yakni usaha untuk mengawasi diri sendiri agar tetap terkendali dalam menghadapi kondisi yang menekannya. MR berusaha untuk mengendalikan tingkah laku serta perasaan kesalnya seperti saat MR berhadapan dengan klien yang terlalu banyak permintaan. Escape avoidance, menggambarkan reaksi berkhayal dan menghindar dari masalah yang sedang dihadapi. MR yang mengalami kesulitan dalam menghadapi klien (dokter), menjadi malas untuk mendatangi dokter yang bersangkutan dan memalsukan tanda tangan dokter tersebut di surat kunjungan yang dibawanya agar tidak usah bertemu dengan dokter tersebut. Positive reappraisal, yakni individu berusaha

16 untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada pengembangan personal dan juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius. Dalam hal ini MR yang mengalami stres karena masalah yang dihadapi akan berdoa kepada Tuhan untuk diberi kemudahan dan petunjuk untuk mengatasi permasalahan yang dialaminya tersebut. Seeking social support merupakan usaha mencari dukungan dari pihak luar baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional. Dalam hal ini, MR mengatasi stresnya dengan meminta nasehat dan bertanya kepada rekan kerja atau supervisornya tentang tentang masalah yang mereka alami saat berhadapan dengan klien. Accepting responsibility merupakan usaha untuk mengakui peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk menempatkan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya. MR menyadari bahwa kesulitan yang dialaminya untuk memenuhi tuntutan perusahaan maupun dalam menghadapi klien merupakan konsekuensi dalam menjalankan perannya sebagai MR. Pada kenyataannya individu menggunakan kedua bentuk coping stress tersebut dalam menghadapi tuntutan baik internal maupun eksternal (Lazarus & Folkman, 1984 : 157). Cara seseorang menanggulangi stres sebagian ditentukan oleh sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya yang dimiliki oleh MR adalah kesehatan dan energi, keterampilan memecahkan masalah, keyakinan yang positif, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan sumber material (Lazarus & Folkman, 1984: 158-164). Kesehatan dan energi dibutuhkan oleh para MR untuk menyelesaikan masalahnya. Bila para MR berada dalam keadaan sehat maka akan lebih mudah

17 menangani permasalahan yang ada karena mereka memiliki cukup energi. Keterampilan memecahkan masalah adalah kemampuan mencari informasi, menganalisa, mengidentifikasi masalah, mempertimbangkan, memilih, dan menerapkan rencana yang tepat dalam bertindak Jika para MR memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah, maka akan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi terutama masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Keyakinan yang positif adalah sikap optimis, pandangan yang positif terhadap kemampuan diri. Hal tersebut merupakan sumber daya psikologis yang penting dalam upaya menanggulangi masalah dan dapat membangkitkan motivasi individu untuk terus berupaya mencari alternatif penanggulangan masalah yang paling tepat. Jika para MR memiliki pandangan positif terhadap kemampuan dirinya maka akan mempermudah mereka dalam menyelesaikan setiap masalah yang mereka hadapi, karena mereka merasa mampu untuk menyelesaikan masalahnya sehingga mereka tidak mudah menyerah. Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif memudahkan para MR untuk menyelesaikan masalahnya karena MR dapat menyelesaikan masalahnya tersebut dengan bekerja sama dengan orang lain misalnya rekan kerja. Dukungan sosial maksudnya adalah MR memperoleh informasi, bantuan, atau dukungan emosional dari orang lain sehingga dapat membantu mereka dalam menanggulangi masalahnya. Sumber-sumber material dapat berupa uang, barang, fasilitas lain yang dapat mendukung terlaksananya penanggulangan secara lebih efektif. Dalam hal ini jka para MR merasa bahwa gaji, tunjangan, serta fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh perusahaan cukup memadai maka akan dapat membantu mereka

18 untuk mengatasi stres yang muncul selama mereka menjalankan pekerjaannya sebagai MR. Jika MR memiliki sumber-sumber daya tersebut, maka mereka akan lebih mudah mengatasi stres yang disebabkan karena masalah-masalah yang muncul baik di bidang pekerjaan maupun pribadi. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat digambarkan sebuah skema kerangka pikir, yaitu sebagai berikut :

19

20 1.6 ASUMSI PENELITIAN 1. Pekerjaan sebagai Medical Representative (MR) merupakan suatu pekerjaan yang rentan terhadap stres, walaupun situasi atau stresornya sama namun penghayatan stres tiap MR berbeda tergantung dari penilaian kognitifnya. 2. MR melakukan penilaian kognitif melalui dua tahap yaitu primary appraisal dan secondary appraisal. 3. Saat menghadapi stres, MR akan berusaha untuk melakukan strategi penanggulangan stres 4. MR memiliki strategi penanggulangan stres yang berbeda-beda, ada yang menggunakan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah (problem focused coping), ada yang menggunakan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi (emotion focused coping), dan adapula MR yang menggunakan kedua bentuk strategi penanggulangan stres tersebut. 5. Cara seseorang menanggulangi stres berkaitan juga dengan sumber daya yang dimilikinya baik sumber daya intenal seperti kesehatan dan energi maupun sumber daya eksternal seperti dukungan sosial.