1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan rakyat yang menginginkan Negara yang lebih demokratis. Tata pemerintahan desentralistik erat kaitannya dengan Otonomi Daerah dimana setiap daerah Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia diberikan kewenangan untuk dapat mengelola daerahnya tersebut semaksimal mungkin kearah yang lebih baik. Tidak terkecuali juga Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Kota/Kabupaten, juga berubah dari dipilih oleh DPRD menjadi dipilih oleh rakyat atau Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Menurut M.Ma ruf (2005), ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan Pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pertama, Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, bahkan Kepala Desa selama ini telah dilaksanakan secara langsung. Kedua, Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Ketiga, Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ini menjadi media pembelajaran praktik
2 berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya. Keempat, Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam Pilkada langsung maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan. Kelima, Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi pemilu 2004. Karena itu harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari Pilkada langsung ini. Proses pelaksanaan Pilkada di sejumlah daerah berlangsung secara mulus tanpa adanya gangguan yang relatif berarti. Meskipun demikian, seperti tergambar dalam tabel dibawah pelaksanaan Pilkada secara langsung itu telah memunculkan sejumlah permasalahan, mulai dari masalah teknis seperti pendaftaran pemilih sampai pada adanya aksi kekerasan yang melibatkan massa dan pengrusakanpengrusakan (Makalah Resiko Politik, Biaya ekonomi, Akuntabilitas Politik dan Demokrasi Lokal oleh Prof. Kacung Marijan, 2007). Kalau mengikuti alur pentahapan di dalam Pilkada, masalah-masalah yang muncul itu bahkan
3 menyeluruh di setiap pelaksanaan Pilkada, beberapa contoh kasus permasalahan Pilkada di berbagai daerah: Tahapan Pilkada Masa persiapan Penetapan daftar pemilih Pendaftaran dan penetapan calon Kampanye Pencoblosan Penghitungan suara dan penetapan hasil Pelantikan calon terpilih Jenis Kasus a. Minimnya pemantau Pilkada b. Mepetnya pembentukan Panwas, PPK, PPS, KPPS a. Kacaunya data pemilih sehingga banyak masyarakat yang tidak masuk DPT b. Minimnya dana pemutahiran data a. Perbedaan pasangan calon oleh partai b. Penolakan calon tertentu oleh massa a. Curi start kampanye b. Money politics c. Transparansi dana kampanye d. Black campaign e. Pengrusakan atribut Kampanye a. Pemilih ganda b. Pemilih yang tidak berhak c. Pembagian kupon hadiah a. Pihak yang kalah tidak mau menandatangani BAP b. Massa yang tidak menerima kekalahan c. Gugatan kecurangan a. Penolakan DPRD b. Penundaan pelantikan Contoh Kasus Menonjol Hampir semua Pilkada gelombang pertama Kab. Bandung, Kota Binjai Kab. Banyuwangi, Kab. Tanah Toraja, Kab. Manggarai, Kab. Sumba Timur, kab. Flores Timur, Kab. Manggarai Barat Kab. Flores Timur, Kab. Sumba Barat, Kota Semarang, Kab. Sukabumi, Kab. Lampung Selatan, Kab. Jember, Kab. Ogan Ilir, Prov. Sumatra Barat, Prov. Kalimantan Selatan Kota Medan, Bengkulu, Kota Surabaya, Depok, Gowa Kab. Banyuwangi, Kota Depok, Kab. Tana Toraja, Kab. Luwu Utara Pihak yang Bertanggungjawab KPUD dan DEPDAGRI KPUD DPP Partai Politik KPUD, Panwas KPPS, Panwas KPUD, Tim Sukses Calon, Pengadilan DEPDAGRI, Gubernur Sumber: Catatan Kritis atas Pilkada di Beberapa Daerah: DEPDAGRI, Akar Konflik Pilkada.(Jawa Pos 3 Oktober 2005) Secara politik, munculnya konflik seperti itu memang wajar saja terjadi. Di setiap usaha untuk memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan tidak lepas dari konflik. Adanya Pemilu, termasuk Pilkada secara langsung, merupakan mekanisme untuk melembagakan konflik itu agar tidak menjurus kepada aksi
4 kekerasan. Karena itu, masih menguatnya intensitas konflik, bahkan disertai dengan aksi kekerasan, memperlihatkan masih belum kuatnya bangunan kelembagaan (institusional design) di dalam Pilkada secara langsung. Penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang terdapat di masing-masing daerah tingkat II yang bernama Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah baik Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, maupun Bupati/Wakil Bupati yang dalam kinerja mempunyai sebuah sistem kerja tertentu untuk menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Salatiga dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga dituntut dalam penyelenggaraannya sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, sehingga dapat membuktikan bahwa KPU Kota Salatiga adalah lembaga yang independen dan tidak terikat kontrak politik dengan pihak manapun. Pelaksanaan Pilkada di Kota Salatiga yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011 dengan hasil akhir kemenangan pasangan Yulianto-Muhammad Haris (Yaris), dalam tahapan penyelesaian terdapat gugatan Perselisihan Hasil Penghitungan Suara (PHPU) oleh Pasangan Calon Diah Sunarsasi-M. Teddy Sulistio (Dihati) kepada KPU Kota Salatiga, materi gugatannya antara lain menyangkut: Keberatan terhadap Rekapitulasi Perolehan Suara disebabkan ada kesalahan yang disengaja oleh dan atau dikarenakan kekhilafan KPU Kota Salatiga, pelanggaran yang
5 dilakukan secara sengaja oleh KPU Kota Salatiga pada Tahap Pencalonan (Pemenuhan Persyaratan Bakal Pasangan Calon untuk menjadi Pasangan Calon), Pelanggaran dan atau pembiaran yang dilakukan KPU Kota Salatiga terkait dengan Data dan Daftar Pemilih dalam Pemilukada Kota Salatiga yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. (Laporan Penyelenggaraan Pilkada kota Salatiga Tahun 2011) Berdasarkan hal tersebut kinerja KPU Kota Salatiga dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011 perlu dievaluasi yang dilihat dari dimensi akuntabilitas publik dan oleh karena itu maka dilaksanakan penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah dengan mengetengahkan judul Evaluasi Kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota (Studi Kasus Penyelenggaraan Pemilihan Walikota Salatiga Tahun 2011). 1.2. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011?
6 2. Bagaimana Akuntabilitas Publik kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mendeskripsikan Kinerja KPU Kota Salatiga dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011. b. Mendeskripsikan Akuntabilitas Publik Kinerja KPU Kota Salatiga dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan ilmiah dapat diuraikan dalam dua hal yaitu : 1.4.1. Manfaat Teoritis a. Menambah pengetahuan dalam memahami fenomena yang berkembang, khususnya mengenai peran KPU Kota Salatiga dalam penyelenggaraan Pilkada. b. Memberikan sumbangan khasanah pengetahuan tentang kinerja KPU Kota Salatiga sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Salatiga Tahun 2011.
7 c. Memberikan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan untuk membantu penelitian selanjutnya yang sejenis. 1.4.2. Manfaat Praktis Agar penelitian ini bermanfaat bagi KPU Kota Salatiga sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kinerja terkait pelaksanaan pemilihan umum, khususnya penyelenggaraan Pilkada.