BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan dilakukan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila, dan sosial masyarakat) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga Negara yang meyakini dirinya masih memilki potensi produktif bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu mereka dididik (dilatih) untuk menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan. Dengan mental dan keterampilan yang mereka miliki, diharapkan mereka dapat mengitegrasikan dirinya di dalam masyarakat. Semua upaya itu dilakukan dengan terencana dan sistematis agar selama mereka dalam pembinaan dapat bertobat menyadari kesalahannya dan bertekad untuk menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, Negara dan bangsa. (Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990) Berbagai tindak kejahatan sering terjadi di masyarakat, seperti pencurian, perampokan, penipuan, dan pembunuhan. Dari semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan dari berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak
kejahatan pencurian yang dikarenakan faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terkait dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Dari semua tindak kejahatan tersebut harus mendapatkan ganjaran yang setimpal atau seimbang, sehingga dapat diwujudkan agar ketertiban, ketentraman dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik. Seiring semakin kompleksnya kehidupan masyarakat, fungsi tempat penahanan bagi pelanggar hukum merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakan, karena para Hakim membutuhkan instansi kepolisian, Kejaksaan serta Pengadilan dalam sistem penegakan hukum terpadu yang disebut dengan istilah integrated criminal system. Sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum dari pemidanaan (kompas, 2001) Menurut Cooke, Baldwin, dan Howison (dalam jurnal Psikologi sosial, 2007), napi menghadapi berbagai masalah, yang tidak hanya berasal dari dalam lapas tetapi juga dari luar lapas. Masalah-masalah yang berasal dari luar lapas misalnya, ayah yang sakit parah, istri berselingkuh, anak laki-laki bermasalah dengan polisi, atau anak perempuan menggunakan heroin. Masalah-masalah tersebut pada akhirnya akan membawa kesulitan para penghuni lapas. Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh napi adalah, kehilangan kebebasan fisik, kehilangan control atas hidup / autonomi, kehilangan keluarga, kehilangan barang dan jasa, kehilangan keamanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kurangnya stimulasi, dan
gangguan psikologis, misalanya kecemasan depresi, bunuh diri, menyakiti diri sendiri (self-injury), dan membatasi diri untuk berkomunikasi. (Cooke et al, 1990 dan Sykes, 1958 dalam Jurnal Psikologi Sosial, 2007) Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri seseorang sebenarnya. Citra diri terbentuk dari perjalanan pengalaman masa lalu, keberhasilan, dan kegagalan, pengetahuan yang dimilkinya, dan bagaimana orang lain telah menilainya secara obyektif. Seseorang sering melihat dirinya kita seperti orang lain. Citra diri sangat dipengaruhi oleh performa diri sendiri. Sementara citra diri mempengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi performa. Citra diri juga dapat membatasi prestasi seseorang, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Seperti, orang yang memilki citra diri tentang kejujuran, ketegasan, wibawa, dan sikap tanpa adanya kompromi dengan ketidakadilan. Orang yang memilki citra diri seperti itu relatif mudah untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkannya. Simpati orang lain selalu tertuju padanya. Akibat lanjutannya citra diri dapat memacu antusias hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari setiap orang yang gagal untuk mencapai keberhasilan hidup yang lebih baik karena lemahnya citra diri yang dimilkinya. Maka dari itu bukan adanya faktor dari kurangnya kemampuan dan bakatnya. Citra diri yang lemah akan berakibat lanjut pada harga diri yang lemah. Mereka yang tergolong seperti ini selalu merasa dirinya tidak bernilai dalam mengarungi kehidupan. Motivasi serta semangat hidupnya pun rendah. Selalu dihantui dengan perasaan gagal. Orang tersebut juga
dapat merasa menjadi korban masa lalu yang tidak sukses. Untuk mengembalikan citra diri yang rendah, orang tersebut harus dapat mengevaluasi dirinya sendiri. Mengurangi aspek-aspek yang menyebabkan citra diri lemah menjadikan citra dirinya yang kuat dengan melalui upaya sukses dan tidak berpikir gagal. Tidak ada salahnya kita membuat daftar pemikiran negatif dan positif yang ditulis dalam kartu. Lalu secara periodik lihat dan renungkanlah makna setiap isi daftar dari perspektif yang baru. Tentunya untuk membangun citra diri dalam kehidupan nyata. (Maxwell Maltz dalam Ranjit Singh Mahali,2005, Enhancing Personal Quality). Lembaga pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan atas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut, melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Sejalan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan tersebut, maka tepatlah apabila Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan dan pengamanan Warga Binaan Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan pemasyarakatan berdasarkan, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan. Sistem Pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. (Jurnal Ilmiah, Serat Acytia) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan: Bagaimana peran pembinaan dalam membangun citra diri warga binaan pada Lapas Anak Wanita Tangerang. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Untuk mengetahui proses berjalannya pembinaan yang dilakukan dalam membangun citra diri narapidana pada LP Anak Wanita Tangerang. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya penelitian-penelitian dalam ilmu psikologi, khususnya mengenai proses pembinaan dan citra diri narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan juga bertujuan untuk untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan. 1.4.2 Manfaat Praktis Dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca khususnya kepada pembina dan narapidana mengenai proses pengembalian citra diri
narapidana dengan adanya kegiatan pembinaan yang dilaksanakan pada Lembaga Pemasyarakatan.