3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var. Sinensis (Adisewojo, 1982). Sistematika tanaman teh yang dikutip dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2006) adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Guttiferales Famili : Theaceae Genus : Camellia Spesies : Camellia sinensis L. Varietas : Sinensis dan Assamica Morfologi Tanaman Teh Varietas Sinensis mempunyai batang yang lebih pendek dan berdaun lebih kecil daripada varietas Assamica. Tanaman teh merupakan tanaman perdu yang mempunyai perakaran dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah (Ashari, 2006). Bunga teh sebagian besar self steril dan memiliki biji berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan datar di sisi lain (Setyamidjaja, 2000). Syarat Tumbuh Pada umumnya, tanaman teh dapat tumbuh dengan suhu rata-rata 12.7 o C hingga 29 o C (Eden, 1959). Tanaman teh tumbuh dengan baik pada dataran tinggi (2 000 m di atas permukaan laut) hingga dataran yang lebih rendah (200 m di atas permukaan laut). Produksi teh di daerah tropis terjadi sepanjang tahun, tetapi
4 kualitasnya bergantung pada iklim setempat dan cuaca pada saat itu. Kondisi iklim sangat menentukan kualitas teh, terutama aromanya (Gandi, 2002). Apabila pertumbuhan vegetatifnya baik atau kecepatan tumbuh tunas tinggi, kualitas pucuk teh kurang baik (Ashari, 2006). Umumnya perkebunan teh dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim sejuk. Meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh semakin baik mutunya (Gandi, 2002). Budidaya Tanaman Teh Pembibitan Tahap pertama yang dilakukan dalam budidaya teh adalah pembibitan. Dalam sistem budidaya teh, pengelolaan pembibitan merupakan titik kritis yang menentukan proses selanjutnya (Gandi, 2002). Pembibitan tanaman teh dapat menggunakan biji atau stek (Ashari, 2006). Bahan tanam yang berasal dari stek menghasilkan bibit yang lebih cepat dan teknik perbanyakannya lebih mudah daripada menggunakan bahan tanam dari biji. Meskipun demikian, pembibitan yang berasal dari biji mempunyai beberapa keuntungan, yaitu kemampuan adaptasi baik, potensi produksinya tinggi, dan keanekaragaman perdu mempunyai pengaruh yang baik terhadap mutu teh jadi (Setyamidjaja, 2000). Penanaman Gandi (2002) menyatakan sebelum setek ditanam, terlebih dahulu harus disiapkan lahan sebagai tempat penanaman. Persiapan lahan yang baik akan memperlancar kegiatan penanaman maupun pemeliharaan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan mulai dari persiapan sampai penanaman tanaman baru adalah sebagai berikut : (a) Tanah harus sudah bebas dari cendawan akar. (b) Lubang tanam untuk tanah yang tidak diolah dibuat dengan ukuran minimal 30 cm x 30 cm dan kedalaman 40 cm. Sebelumnya, gulma disemprot
5 herbisida. Untuk tanah yang dicangkul, lubang tanam dapat berukuran lebih kecil. (c) Waktu tanam biasanya pada awal musim hujan. (d) Jarak tanam 120 cm x 70 cm dan setiap 20 m barisan tanaman dijarangkan 0.5 m untuk jalan pekerja. (e) Bibit siap tanam yaitu berbatang cokelat, minimal memiliki 7 helai daun dan tinggi 25 cm. (f) Pada saat penanaman, tanah di polybag tidak boleh pecah dan tanah di sekitar bibit dipadatkan. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman terbagi menjadi pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman belum menghasilkan mengacu pada masa antara bibit ditanam sampai tanaman siap petik. Untuk itu, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemupukan, serta pembentukan pokok (centering) atau pemangkasan bentuk, pengendalian gulma serta pengendalian hama dan penyakit (Gandi, 2002). Menurut Marsono dan Sigit (2002), pemupukan berfungsi menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, memperbaiki kemasaman tanah, dan dapat menambah jumlah mikroorganisme tanah. Gandi (2002) menyatakan pupuk sebaiknya diberikan di dekat akar yang masih aktif. Pada tanaman tua, pupuk dapat ditebarkan ke semua permukaan tanah. Pada tanah miring, pemupukan diberikan di bagian atas tanaman. Pemangkasan pada tanaman muda dimaksudkan untuk membentuk frame atau percabangan. Pada tanaman menghasilkan (TM), pemangkasan dimaksudkan untuk : (1) menurunkan perdu tanaman agar masih dapat dipetik; (2) membentuk atau memperluas frame, mempermudah percabangan, dan membuang cabang yang tidak dikehendaki; (3) agar pertumbuhan tanaman tetap dalam fase vegetatif; dan (4) mengatur fluktuasi produksi agar stabil dan seimbang sepanjang tahun (Gandi, 2002).
6 Pengendalian gulma perlu dilakukan karena gulma dapat menurunkan produksi teh sampai 40 persen. Beberapa metode yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan gulma yaitu secara manual, kultur teknis, dan secara kimiawi. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan mencabut atau membabad gulma. Pengendalian gulma secara kultur teknis dengan cara melaksanakan petik yang benar dengan tidak mengambil tunas yang tumbuh ke samping. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia, yaitu herbisida. Metode tersebut dinilai sangat ekonomis dan efisien dibandingkan dengan metode lainnya (Gandi, 2002). Menurut Setyamidjaja (2000) selain pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman pun harus dilakukan. Beberapa hama dan penyakit tanaman dapat menurunkan produksi dan kualitas teh. Di antara penyakit yang sulit diberantas adalah busuk akar yang disebabkan oleh cendawan Poria hypolateritia. Pemberantasan terhadap serangan penyakit tersebut hanya dilakukan dengan membongkar tanaman yang sakit dan kemudian membakarnya. Selanjutnya Gandi (2002) menambahkan penyakit lain adalah penyakit bercak daun yang banyak menyerang tanaman teh di Indonesia, yang disebabkan oleh Exobasidium vexans. Hama yang sering menyerang adalah lalat buah (Helopeltis theifora dan H. antonii). Di beberapa areal juga ditemukan serangan nematoda akar (Meloidogyne dan Pratylenchus). Pemetikan Kualitas teh dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor-faktor eksogen yaitu faktor di luar kontrol produsen, yaitu iklim, kesuburan tanah, kemiringan dan ketinggian lahan. Faktor-faktor endogen mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada faktor eksogen. Faktor endogen meliputi jenis klon, jenis pupuk yang dipakai, pengendalian penyakit, prosedur pemetikan, cara pengangkutan hasil panen, dan cara-cara produksi (Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, 1997). Keberhasilan pemetikan teh merupakan kunci kesuksesan dalam bisnis teh secara keseluruhan. Daun teh merupakan produk yang dihasilkan oleh
7 pertumbuhan vegetatif sehingga peranan pemetikan sangat menentukan produktivitas tanaman. Pemetikan yang hanya mementingkan produksi dengan babad habis tanpa meninggalkan pucuk untuk siklus petik berikutnya, akan menyebabkan tanaman cepat rusak dan mengalami stres. Akibatnya, kerugian yang dialami bukan hanya untuk satu siklus petik berikutnya, tetapi akan lebih lama lagi (Gandi, 2002). Gandi (2002) menyatakan bahwa strategi dasar pemetikan teh adalah menghasilkan pucuk dengan mutu standar sebanyak-banyaknya secara berkesinambungan. Beberapa kunci sukses keberhasilan dalam mengelola pemetikan teh adalah (1) mempertahankan daun pemeliharaan, (2) mengatur rumus pucuk pada bidang petik, dan (3) mempertahankan dan meningkatkan lebar bidang petik. Mempertahankan daun pemeliharaan. Daun pemeliharaan (maintenance leaves) merupakan sekumpulan daun yang ada di bawah bidang petik. Daun tersebut berfungsi sebagai penyangga atau dapur produsen pucuk. Manajemen petik harus mempertahankan jumlah daun pemeliharaan agar berada pada perimbangan yang ideal sehingga bisa menghasilkan pertumbuhan pucuk yang optimal. Ketebalan daun pemeliharaan antara 15-20 cm. Daun pemeliharaan yang terlalu tipis akan menyebabkan pucuk cenderung cepat membentuk pucuk burung, sebaliknya jika terlalu tebal dan banyak menyebabkan jumlah pucuk baru yang tumbuh berkurang. Mengatur rumus pucuk pada bidang petik. Dalam pemetikan, perlu dilakukan pengaturan rumus pucuk yang ditinggalkan setelah kegiatan panen agar tetap berada di atas bidang petik untuk diambil pada siklus petik berikutnya. Ukuran dan rumus daun yang ditinggalkan bergantung pada periode pertumbuhan dan jenis petikan yang dikehendaki, misalnya petik halus, medium atau kasar. Mempertahankan dan meningkatkan lebar bidang petik. Produktivitas pucuk di suatu bidang petik ditentukan oleh pucuk per pokok dan jumlah pokok per luas lahan. Kebijakan pemetikan bertujuan selain untuk memperoleh produksi pucuk, juga untuk memperluas bidang petik dengan cara tidak melakukan pemetikan dan membiarkan pucuk samping, yaitu pucuk yang tumbuh lateral atau
8 ke samping. Manfaat lain yaitu menekan pertumbuhan gulma dengan memperkecil ruang sinar matahari sampai ke tanah. Menurut Setyamidjaja (2000), aspek pemetikan berkaitan erat dengan pertumbuhan tunas yang akan berpengaruh pada mutu pucuk teh dan produktivitas tanaman. Beberapa aspek pemetikan tersebut antara lain jenis pemetikan, jenis petikan, gilir petik, pengaturan areal petik dan tenaga pemetik serta pelaksanaan pemetikan. Jenis pemetikan terdiri atas pemetikan jendangan, pemetikan produksi, dan pemetikan gendesan. Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman teh dipangkas. Tujuan pemetikan jendangan yaitu membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup, agar tanaman mempunyai potensi produksi daun yang tinggi. Pemetikan jendangan dilakukan pada 3 4 bulan setelah pangkas dengan rumus petik p+1. Pemetikan produksi merupakan pemetikan pucuk teh setelah pemetikan jendangan selesai dan terus dilakukan hingga tiba giliran pemangkasan produksi berikutnya. Pemetikan produksi dilakukan selama 3 4 tahun dengan rumus petik maksimum p+3. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas produksi. Semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah akan dipetik tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan. Berdasarkan jenis pemetikan tersebut, dilihat dari rumus petiknya, mutu pucuk hasil petikan jendangan lebih baik daripada jenis pemetikan produksi dan pemetikan gendesan. Produktivitas tanaman teh hasil pemetikan gendesan akan lebih besar dibandingkan dengan pemetikan jendangan dan petikan produksi karena petikan gendesan memetik semua pucuk tanpa memperhatikan rumus pucuk. Jenis petikan menentukan macam pucuk yang dihasilkan dari pelaksanaan pemetikan. Jenis petikan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) Petikan halus, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri atas pucuk peko (p) dengan satu daun, atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m), ditulis dengan rumus p+1 atau p+2m.
9 (2) Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri atas pucuk peko dengan dua daun, tiga daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua, atau tiga daun muda, ditulis dengan rumus p+2, p+3m, p+3, b+1m, b+2m, b+3m. (3) Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri atas pucuk peko dengan empat daun atau lebih dan pucuk burung dengan beberapa daun tua, ditulis dengan rumus p+4. Jenis petikan dapat dijadikan parameter untuk melakukan analisis pucuk dan analisis petik. Analisis pucuk bertujuan untuk mengetahui mutu pucuk yang dihasilkan dapat memenuhi syarat-syarat pengolahan teh, sedangkan analisis petik bertujuan untuk mengetahui jenis pemetikan yang dilakukan pemetik. Menurut Setyamidjaja (2000) manfaat dilakukan analisis pucuk yaitu dapat menilai pucuk yang akan diolah, dapat menentukan harga pucuk, dan dapat memperkirakan persentase mutu teh produk yang akan dihasilkan. Menurut Sukasman (1985), produksi pucuk yang maksimum tidak hanya ditentukan oleh kerataan bidang petik, tetapi yang lebih penting sangat dipengaruhi oleh jenis petikannya. Dalam sistem pemetikan, gilir petik dan kehalusan pucuk yang dipetik merupakan dua faktor yang menentukan. Sumantri (1990) menambahkan bahwa gilir petik sangat menentukan mutu pucuk yang didapat dan potensi kualitas olahan teh. Untuk mempertahankan mutu pucuk, diperlukan ketepatan pengelolaan kebun dalam hal pemetikan. Hanca petik atau areal petik adalah luas areal petik yang harus selesai dipetik dalam satu hari. Hanca petik diatur berdasarkan kapasitas rata-rata pemetik, blok kebun dan gilir petik serta dipengaruhi oleh topografi dan musim. Tenaga pemetik memegang peranan penting dalam mencapai hasil petikan secara optimal. Dalam hubungannya dengan pemetikan menggunakan tenaga pemetik, perlu diperhitungkan jumlah tenaga yang tersedia dan keterampilannya dalam melaksanakan pemetikan (Setyamidjaja, 2000).