Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

HALAMAN PENGESAHAN...

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

KEMAMPUAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) MEMODERASI PENGARUH KINERJA KAPASITAS FISKAL DAERAH DAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL PADA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

ABSTRAK. Kata kunci: Anggaran, Budgetary Goal Characteristics, Self-Efficacy, Kinerja Manajerial. iii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

Transkripsi:

Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia dengan Dana Alokasi Umum sebagai Variabel Pemoderasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Putu Milan Pradnyantari NIM : 1315351113 ABSTRAK PAD dan Belanja Modal diduga tidak selalu berpengaruh linier pada Indeks Pembangunan Manusia, dikarenakan adanya faktor kontinjensi yang mempengaruhi hubungan tersebut, faktor kontinjensi tersebut adalah Dana Alokasi Umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PAD dan Belanja Modal pada IPM, serta pengaruh PAD dan Belanja Modal dengan pemoderasi DAU pada IPM. Penelitian mencakup 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali dalam rentang waktu amatan 2010-2015. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh (keseluruhan populasi digunakan sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik. Teknik analisis data yang digunakan meliputi: uji asumsi klasik, Moderated Regression Analysis, uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t. Hasil pengujian menunjukkan bahwa PAD mampu meningkatkan variabel Indeks Pembangunan Manusia sedangkan Belanja Modal menurunkan tingkat Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Dana Alokasi Umum memperkuat pengaruh PAD terhadap IPM namun dapat memperlemah pengaruh Belanja Modal pada IPM. Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM i

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii ix x xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 10 1.3 Tujuan Penelitian... 10 1.4 Kegunaan Penelitian... 11 1.5 Sistematika Penulisan... 12 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori... 14 2.1.1 Teori Federalisme Fiskal... 14 2.1.2 Teori Keagenan... 15 2.1.3 Teori Kontinjensi... 17 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah... 19 2.1.5 Belanja Modal... 21 2.1.6 Dana Alokasi Umum... 24 2.1.7 Indeks Pembangunan Manusia... 25 2.2 Rumusan Hipotesis... 28 2.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Indeks Pembangunan Manusia... 28 2.2.2 Pengaruh Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia... 29 2.2.3 Pengaruh PAD dan DAU pada Indeks Pembangunan Manusia... 31 2.2.4 Pengaruh Belanja Modal dan DAU pada Indeks Pembangunan Manusia... 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 36 3.2 Lokasi Penelitian... 37 3.3 Obyek Penelitian... 37 3.4 Identifikasi Variabel... 37 3.5 Definisi Operasional Variabel... 38 3.6 Jenis dan Sumber Data... 40 3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel... 41 ii

3.8 Metode Pengumpulan Data... 41 3.9 Teknis Anlisis Data... 42 3.9.1 Uji asumsi klasik... 42 3.9.2 Moderated Regression Analysis (MRA)... 45 3.9.3 Uji kesesuaian model (uji F) dan Koefisien Determinasi... 45 3.9.4 Uji t... 46 BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Bali... 48 4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian... 50 4.2.1 Uji normalitas... 52 4.2.2 Uji autokorelasai... 53 4.2.3 Uji multikolinearitas... 53 4.2.4 Uji heteroskedastisitas... 54 4.3 Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F) dan Koefisien Determinasi... 55 4.4 Moderated Regression Analysis (MRA)... 57 4.5 Uji t... 59 4.6 Pembahasan Hasil Penelitian... 60 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 66 5.2 Saran... 67 DAFTAR RUJUKAN... 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 74 iii

DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman 1.1 Tabel IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2010-2015... 2 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum dari setiap komponen IPM... 28 4.1 Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali... 49 4.2 PAD dan IPM Provinsi Bali Tahun 2010-2015... 50 4.3 Hasil Deskripsi Statistik... 51 4.4 Hasil Uji Normalitas... 52 4.5 Hasil Uji Autokorelasi... 53 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas... 54 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 55 4.8 Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F)... 56 4.9 Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R 2 )... 56 4.10 Hasil Moderated Regression Analysis... 57 iv

DAFTAR GAMBAR No. Gambar Halaman 3.1 Model Penelitian... 36 v

DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran Halaman 1 Tabulasi Data... 74 2 Hasil Uji Normalitas... 76 3 Hasil Uji Multikolinearitas... 77 4 Hasil Uji Autokorelasi... 78 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 79 6 Hasil Statistik Deskriptif... 80 7 Hasil Moderated Regression Analysis... 8 vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan ujung tombak dalam perencanaan pembangunan. Karena tujuan dari pembangunan adalah pembangunan manusia, dalam proses pembangunan diperlukan adanya alokasi belanja untuk keperluan pembangunan manusia dalam penyusunan anggaran (Christy, 2009). Perbaikan pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Terkait dengan pembangunan, paradigma yang sedang berkembang saat ini adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pembangunan manusia, dapat dilihat melalui tingkat kualitas hidup manusia di tiap-tiap negara. Sejak tahun 1990 perkembangan tingkat kualitas hidup manusia (indeks HDI) di seluruh dunia diteliti dan laporannya diterbitkan dalam buku laporan pembangunan manusia (Human Development Report/HDR) oleh UNDP. Laporan tahunan UNDP pada tahun 2013 menginformasikan bahwa IPM Indonesia membaik yaitu berada pada peringkat 108/187 negara, dari peringkat 121/187 negara pada tahun 2012. Kajian seksama masih perlu tetap dilakukan mengingat IPM Indonesia ternyata masih berada di bawah Negara-negara Regional Asociation of Southeast Asian Nations (ASEAN) yaitu Malaysia yang menempati peringkat 62, Singapura peringkat 9, Thailand pada peringkat 89, dan Brunei Darussalam di posisi 30. IPM Indonesia hanya lebih baik 1

bila dibandingkan dengan IPM Myanmar yang menduduki posisi 150, Filiphina 117, Kamboja 136, dan Timor Leste pada posisi 128. Hal ini mencerminkan kondisi dimana diperlukannya upaya keras untuk membenahi kualitas manusia Indonesia di tengah persaingan dengan masyarakat internasional. Upaya meningkatkan IPM Indonesia tentunya tidak dapat dilepaskan dari usaha simultan untuk meningkatkan IPM kabupaten/kota di Indonesia. Salah satunya adalah Provinsi Bali. Dalam penelitian ini di gunakan IPM sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahtraan dalam bentuk ranking kesejahteraan suatu daerah. Pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2010-2015 Kabupaten/ Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Kab/Kota Buleleng 66,98 67,73 68,29 68,83 69,19 70,03 68,51 Jembrana 66,70 67,53 67,94 68,39 68,67 69,66 68,15 Tabanan 70,68 71,35 71,69 72,31 72,68 73,54 72,04 Badung 75,48 76,66 77,26 77,63 77,98 78,86 77,31 Gianyar 71,45 72,50 73,36 74,00 74,29 75,03 73,43 Bangli 63,43 63,87 64,53 65,47 65,75 66,24 64,88 Klungkung 66,01 67,01 67,64 68,08 68,30 68,98 67,67 Karangasem 60,58 61,60 62,95 63,70 64,01 64,68 62,92 Denpasar 79,19 79,77 80,45 81,32 81,65 82,24 80,77 Rata-rata IPM Prov. Bali 70,10 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27 - Sumber: BPS Provinsi Bali, (data di olah 2015) 2

Dari tabel 1.1 Dapat dilihat bahwa IPM tertinggi diperoleh Kota Denpasar yaitu sebesar 82,24 pada tahun 2015, sedangkan IPM terendah diperoleh Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 60,58 pada tahun 2010. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori capaian IPM yaitu IPM tinggi dengan kisaran 70-80 dan IPM sedang dengan kisaran 60-70. Setelah di rata-ratakan selama lima tahun terakhir diperoleh bahwa Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar dan Kota Denpasar mendapatkan nilai IPM dengan kategori tinggi sedangkan Kabupaten Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung dan Karangasem memperoleh nilai IPM dengan kategori sedang. Rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan IPM setiap tahunnya dalam kurun waktu 2010-2015, Kota Denpasar dengan capaian IPM tertinggi sudah melebihi angka 80 hal tersebut dapat diklasifikasikan sangat tinggi, tetapi masih terdapat 5 (lima) kabupaten hampir setiap tahun nilai IPMnya berada di bawah IPM Provinsi Bali adalah Kabupaten Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung dan Karangasem hal ini mengindikasikan bahwa penelitian terkait IPM khusunya di Provinsi Bali, sangat penting untuk di kaji kembali. Untuk itu peneliti meyakini bahwa dengan meningkatkan jumlah PAD yang diterima dan pemberian dana perimbangan yang lebih besar kepada daerah dari pemerintah pusat akan dapat mendorong peningkatan yang berkelanjutan bagi IPM di daerah, apalagi jika penerimaan daerah tersebut dialokasikan kepada belanja langsung yang bersentuhan langsung dengan ketiga komponen IPM. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa penerimaan yang dimiliki pemerintah Provinsi Bali belum optimal digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan IPM, salah satunya ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya dikelola dengan baik 3

oleh pemerintah daerah serta pemanfaatannya benar-benar untuk anggaran yang produktif dan dapat dirasakan oleh masyarakat seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Untuk meningkatkan IPM pemerintah daerah kabupaten/kota menggunakan pendapatan daerahnya untuk belanja daerah pada sektor sektor yang dapat menaikan IPM. Dengan di berlakukannya desentralisasi di Indonesia seperti saat ini, memungkinkan adanya pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya (UU Nomor 32 Tahun 2004). Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah diharapkan mampu menggali serta memanfaatkan sumber daya daerah masing-masing dan dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta diharapkan penerapan desentralisasi ini mampu meningkatkan IPM. Teori Federalisme Fiskal menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui desentralisasi fiskal atau pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya (Sumardjoko dan Irwanto, 2015). Desentralisasi memberikan banyak manfaat untuk pemerintah daerah. Manfaat dari desentralisasi fiskal adalah untuk perbaikan efisiensi ekonomi, penyediaan layanan publik yang efisien, peningkatan akuntabilitas, peningkatan mobilitas dana dan transparansi (Jumadi, 2013). Ini dikarenakan pemerintah daerah lebih mengerti akan kebutuhan masyarakat dan daerahnya masing-masing dibandingkan dengan pemerintah pusat sehingga akan lebih efisien. Desentralisasi fiskal juga dapat mengakibatkan penerimaan daerah menjadi meningkat. 4

Beberapa faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara lain yang digunakan penulis sebagai variabel adalah Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, sumbersumber pendanaan daerah salah satunya berasal dari PAD yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan mampu mendorong peningkatan anggaran belanja modal daerah namun yang terjadi malah sebaliknya, peningkatan PAD tidak diiringi dengan meningkatnya anggaran belanja modal. Hal ini disebabkan karena pendapatan tersebut lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja lainnya, seperti belanja pegawai dan keseharian pemerintahan daerah. PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, karena kemampuan suatu daerah untuk menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut (Ebit dan Jalaludin, 2012). Besar kecilnya PAD dapat meningkatkan atau mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat (Setyowati dan Suparwati, 2012). Tingkat dari kemandirian suatu daerah terlihat dari kemampuan PAD dalam membiayai pembangunan daerahnya sendiri. Penerimaan daerah yang berasal dari PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti infrastruktur dan peralatan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal yang produktif seperti untuk melakukan aktivitas pembangunan (Yovita, 2011). Sejalan dengan pendapat tersebut (Felix, 2012) menyatakan bahwa penerimaan pemerintah 5

hendaknya lebih banyak untuk program program pelayanan publik. Kedua pendapat ini menyirat pentingnya mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. Dilaksanakannya desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan di berbagai sektor terutama di sektor publik. Hal ini dilaksanakan dengan meningkatkan pembangunan berupa infrastruktur di sektor publik demi meningkatkan pembangunan fasilitas publik dan penunjang lainnya sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu aspek penting untuk proses pembangunan daerah yaitu infrastruktur daerah. Modebe et al. (2012) menjelaskan bahwa dengan adanya infrastruktur yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk meningkatkan kepercayaan publik yang dapat dilakukan dengan peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya (Uhise, 2013). Meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatkan aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Sumber-sumber pendanaan lain selain PAD menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah dana perimbangan. Dana perimbangan salah satunya berupa Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2014:63). Pemberian DAU kepada daerah bertujuan untuk mengatasai ketimpangan fiskal antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah. 6

Dalam komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sekitar 70% dari total pendapatan ditopang oleh dana transfer dari pemerintah pusat. Daerah tidak akan mampu menjalankan pemerintahannya jika hanya mengandalkan dari PAD. Hal ini menggambarkan apa saja yang perlu di beli oleh pemerintah tergantung dari besar kecilnya dana yang dimiliki pemerintah. Dana Transfer berupa Dana Perimbangan meliputi DAU, DAK dan DBH serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi (Kuncoro, 2014: 46). Dari ketiga jenis dana transfer tersebut, DAU lah yang digunakan sebagai instrument pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan keuangan antar daerah. Oleh karena itu, alokasi DAU yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pembangunan yang adil dan merata. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah banyak dilakukan, namun hasilnya tidak konsisten diantaranya penelitian (Sarkoro, 2016) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia, dimana hasil penelitiannya yaitu Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia sejalan dengan hal tersebut penelitian dari (Syahril, 2011) juga menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia sedangkan penelitian (Gembira, 2011) menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) berpengaruh Positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial, hanya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) yang berpengaruh terhadap IPM. Sedangkan 7

variabel lain berupa variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Di sisi lain (Mirza, 2012) meneliti Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009 menunjukkan Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM sedangkan (Wahyu, 2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Belanja Modal Memoderasi Pengaruh PAD, DAU, DAK dan SiLPA pada Indeks Pembangunan Manusia Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali menunjukkan hasil penelitiannya bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia sejalan dengan hal tersebut penelitian dari (Syahril, 2011) juga menunjukkan bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu, menyebabkan penelitian tentang IPM semakin menarik dan penting untuk dikaji khususnya faktorfaktor yang diduga memiliki kontribusi terhadap peningkatan IPM. Terjadinya perbedaan hasil penelitian sebelumnya meingindikasikan adanya pengaruh variabel moderating dalam mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengaruh dari variabel moderating tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Digunakannya variabel moderating ini yaitu untuk menyelesaikan perbedaan dari penelitian tersebut, yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontinjensi (Yukl, 2010:277). Pendekatan ini secara sistematis mengevaluasi berbagai kondisi atau variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara PAD dan Belanja Modal dengan IPM. Dalam penelitian ini di gunakannya teori kontinjensi adalah untuk menganalisis variabel moderating yang 8

dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan antara PAD, dan Belanja Modal dengan IPM. Motivasi dalam penelitian ini adalah karena adanya perbedaan hasil penelitian terdahulu dan adanya dugaan bahwa kenaikan PAD dan Belanja Modal tidak serta merta meningkatkan IPM. Dengan adanya suntikan dana dari pemerintah pusat berupa Dana perimbangan yaitu DAU pemerintah daerah dapat menggunakan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing, karena DAU merupakan transfer tidak bersyarat (unconditional grants). Tetapi pada kenyataanya dana transfer berupa DAU masih belum di pergunakan secara efektif oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di ukur menggunakan IPM, melainkan masih banyak di gunakan untuk membiayai kebutuhan belanja pegawai. Sehingga dengan adanya DAU diindikasikan bahwa variabel ini dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara PAD terhadap IPM dan Belanja Modal terhadap IPM. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi penelitian yang dilakukan oleh (Syahril, 2011) yang meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara dan (Wahyu, 2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Belanja Modal Memoderasi Pengaruh PAD, DAU, DAK dan SiLPA pada Indeks Pembangunan Manusia Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penulis menggunakan DAU sebagai variabel pemoderasi dan menjadikan PAD dan Belanja Modal sebagai variabel independen, tempat penelitian dilakukan spesifik di Provinsi Bali, oleh karena itu peneliti ingin meneliti kembali 9

mengenai Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Dana Alokasi Umum sebagai Variabel Pemoderasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 2) Apakah Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 3) Apakah Dana Alokasi Umum mampu memoderasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2) Untuk mengetahui pengaruh Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 10

3) Untuk mengetahui kemampuan Dana Alokasi Umum memoderasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori khususnya berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia. Teori yang akan dikonfirmasi dalam penelitian ini adalah eksistensi teori federalisme fiskal, keagenan, dan kontijensi di dalam sektor publik. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung hasil-hasil dari penelitian terdahulu. 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah daerah sebagai referensi untuk menentukan strategi yang tepat untuk mengetahui faktorfaktor yang menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan masyarakat. Faktor-faktor yuang diindikasikan dapat menentukan tinggi-rendahnya kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah, belanja modal dan dana alokasi umum. 11

1.5 Sistematika Penulisan Sebagai arahan dalam memahami skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini mencakup mengenai teori atau konsep-konsep yang relevan antara PAD, Belanja Modal, DAU dengan IPM, hasil penelitian terdahulu dan hipotesis penelitian. Bab III : Metode Penelitian Bab ini menguraikan desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan. Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenai data amatan, hasil uji asumsi klasik, deskripsi statistik, hasil uji model fit dan hasil uji hipotesis baik pengaruh parsial maupun moderasi. 12

Bab V : Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan disertakan pula saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 13