II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum), dijuluki juga sebagai emas

I. PENDAHULUAN. yang sangat besar untuk transportasi dan industri. Kebutuhan sumber daya energi

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar. Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

LINGKUNGAN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

Pengujian Bakteri Potensial Pendegradasi Dibenzothiophene (DBT) yang diisolasi dari Tanah yang Terkontaminasi Minyak Bumi di Samboja

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI DESULFURISASI DARI TANAH PERTAMBANGAN BATUBARA ASAL SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON?

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

2. Shigella. Suhu : C, suhu optimum

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

DESULFURISASI RESIDU OIL DENGAN METODE OXIDATIVE DESULFURIZATION

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya energi, baik itu

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Faktor Lingkungan Mikroba

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

Pengayaan-Bertingkat Dibenzothiophene pada Sampel Tanah Pertambangan Batubara untuk Mengisolasi Bakteri Desulfurisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biologis Tanah

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

KIMIA FISIKA HIDROKARBON NOMOR KODE/SKS : / 2 SKS MKA Terkait: PRAKTIKUM ANALISA FLUIDA RESERVOIR (1 SKS)

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI MINYAK BUMI

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

PENENTUAN KONDISI PERTUMBUHAN Pseudomonas sp. STRAIN LSU20 DALAM MENDEGRADASI DIBENZOTIOFENA PADA MODEL MINYAK TETRADEKANA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

I. PENDAHULUAN. Pada saat ini masyarakat modem tengah menghadapi banyak masalah. lingkungan dan pendekatan secara biologi mulai banyak dilakukan untuk

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat sebagai katalisator yaitu zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

DESULFURISASI RESIDU OIL DENGAN METODE OXIDATIVE DESULFURIZATION

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. Dan bumi itu kami hamparkan, maka sebaik-baik yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 13. SIFAT DAN PERUBAHAN BENDALatihan soal 13.3

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

Proses Pembuatan Madu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. merupakan limbah yang berbahaya, salah satunya adalah limbah oil sludge yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengurangan Senyawa Sulfur dalam Minyak Bumi Minyak bumi adalah campuran kompleks hidrokarbon ditambah senyawa anorganik dari sulfur, oksigen, nitrogen, dan senyawa-senyawa yang mengandung logam terutama nikel, besi, dan tembaga. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang seragam, melainkan komposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak, dan juga kedalaman sumur. Amorelli (1992) melaporkan bahwa crude oil berisi sulfur dalam bentuk organik terlarut, ada beberapa senyawa sulfur dalam minyak yaitu (i) alifatik dan aromatik thiol dan produk oksidasinya, (ii) alifatik, aromatik dan campuran thioether, dan (iii) heterosiklik pada benzen thiophene: thiophene itu sendiri, benzothiophene (BT), dibenzothiophene (DBT), dan derivatnya. Struktur kimia dari senyawa sulfur organik dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur kimia senyawa sulfur organik minyak bumi (Shennan, 1996) 5

6 Keberadaan sulfur yang sangat sulit untuk dihilangkan pada bahan bakar cair seperti kerosene, gasoline, diesel fuel dan residu oil, sehingga menjadi perhatian yang penting untuk mencari metode yang tepat untuk menghilangkan kandungan sulfur dalam bahan bakar cair tersebut. Metode yang berkembang pada penghilangan sulfur pada bahan bakar cair seperti gasoline, diesel fuel, kerosene dan residu oil adalah metode hydrodesulfurization, oxidative desulfurization dan biodesulfurization. Hydrodesulfurization (HDS) adalah standar proses katalitik untuk menghilangkan sulfur dari produk minyak bumi. Dalam proses ini, sulfur dari minyak mentah dicampur dengan hidrogen dan katalis untuk bereaksi menjadi hidrogen sulfida. Metode hydrodesulfurization membutuhkan permintaan energi yang besar karena beroperasi pada tekanan dan temperature yang tinggi, sehingga diperlukan biaya yang besar (Anon, 2014) Kelemahan proses kimia atau hidrodesulfurisasi yaitu biaya operasional yang tinggi, selain itu prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur poliaromatik heterosiklik. Salah satunya adalah dibenzothiophene (DBT) yang biasa digunakan sebagai senyawa heterosiklik yang mengandung sulfur organik untuk penelitian biodesulfurisasi (Zhongxuan et al., 2002). Maka para peneliti memfokuskan perhatiannya untuk mencari teknologi alternatif lain. Selain metode alternatif hydrodesulfurization (HDS) dan oxidative desulfurization (ODS) terdapat pula metode lainya dalam penghilangan sulfur yaitu metode biodesulfurization. Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini membutuhkan

7 mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007). 2.2. Dibenzothiphene Biodesulfurisasi sulfur organik banyak menggunakan DBT sebagai senyawa model, dibenzothiophene (DBT) adalah sulfur heterosiklik yang ditemukan pada minyak mentah dan batubara (Kirimura et al, 2001), dan di pandang secara luas sebagai senyawa model yang dapat mewakili pecahan senyawa sulfur organik aromatik pada batubara dan minyak mentah (Gilbert et al, 1998). DBT telah digunakan sebagai model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakteristisasi bakteri yang mampu mengubah senyawa sulfur oragnik yang di temukan dalam berbagai bahan bakar fosil (Izumi et al., 1994). Struktur kimia dibenzothiophene dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur kimia dibenzothiophene (Kirimura et al., 2006) 2.3. Biodesulfurisasi (BDS) Metode biodesulfurization adalah penghilangan sulfur dengan menggunakan metode biologi, pada metode ini mebutuhkan mikroorganisme dan media untuk mikroorganisme yang sangat banyak untuk kelangsungan hidup dari mikroorganisme tersebut (Soleimani et al., 2007). Untuk penanganan desulfurisasi secara biologis menggunakan mikroorganisme sebagai alternatif yang disebut

8 biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan proses HDS (Monticello, 1998). Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur organik yang sulit dihilangkan (Kayser et al., 1993). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mikroba dapat memetabolisme DBT melalui hydrogen degradative pathway (dengan merusak ikatan C-C) (Olfield et al., 1997). Sangat sedikit strain mikroba yang termasuk Rhodococcus, Bacillus, Corrynebacterium, dan Arthobacter, yang memperlihatkan kemampuan memisahkan sulfur dari DBT melalui sulfur-specific pathway, memotong sulfur dari DBT secara selektif tanpa merusak benzen sehingga dapat mempertahankan jumlah energi (Ohshiro et al., 2002). Jalur desulfurisasi dibenzothiophene menggunakan strain bakteri dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Jalur desulfurisasi dibenzothiophene dengan Rhodococcus erythropolos IGTS8 (4S pathway) (Li Fuli et al., 2003).

9 Saat ini penelitian tentang biodesulfurisasi lebih banyak difokuskan pada desulfurisasi sulfur organik sebagian besar kerja biodesulfurisasi telah menunjukan hasil desulfurisasi yang baik dimulai dengan DBT (Takashi dan Izumi, 1999). Dari penelitian (Gunam et al., 2006) yang menggunakan Sphingomonas subartica T7b, mekanisme kerja enzim terbagi menjadi tiga tahap yaitu (i) enzim DszC bertugas untuk mengoksidasi senyawa DBT (dibenzothiophene) menjadi senyawa DBTO (dibenzothiophene sulfoxide) kemudian menjadi senyawa DBTO 2 (dibenzothiophene sulfone), (ii) enzim DszA bertugas untuk memecah cincin thiophene (DBTO 2 ) menjadi HBPSi (Hidroksifenil benzena sulfonat), dan (iii) DszB bertugas untuk memisahkan senyawa sulfonat (HBPS) menjadi 2-HBP (C 12 H 10 O) ditambah sulfit, senyawa 2-HBP kembali ke fase minyak sedangkan sulfit pindah ke fase air. 2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu suhu, nutrisi, ph, dan aktifitas air. 2.4.1. Suhu Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mepengaruhilaju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organism. Keragaman suhu dapat juga mengubah proses proses metabolic tertentu serta morfologi sel.

10 Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikrofil, yang tumbuh pada 0 o C sampai 30 o C, mesofil yang tumbuh pada 25 o C sampai 40 o C, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50 o C atau lebih (Pelczar et al., 1986). 2.4.2. Nutrisi Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel, dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air, sumber energi, sumber karbon,sumber nitrogen, sumber aseptor elektron, sumber mineral dan faktor tumbuh (Pelczar et al., 1986). 2.4.3. Nilai ph Pada umumnya untuk membunuh mikroba dengan pemanasan lebih mudah pada kondisi asam atau alkalis dibandingkan ph netral. Berdasarkan ph yaitu asidofil, neurofil, dan alkalifil, asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada phanatara 2,0 5,0, neurofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran ph 5,5 8,0, dan alkalifil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran ph 8,4-9,5. Untuk bakteri memerlukan ph 6,5-7,5 (Hidayat et al., 2006) 2.4.4. Aktifitas Air Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya bakteri membuthkan kelembaban yang lebih tinggi. Tidak semua air dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air bebas. Air bebas larutan dinyatakan sebagai a w yaitu nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni. Nilai a w untuk bakteri antara 0,90 0,999 ( Hidayat et al., 2006).