PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail : indrap55@gmail.com Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Demikian halnya dengan koperasi yang harus berbentuk badan hukum. Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pengaturan hukum koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sesuai dengan ketentuan bahwa pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.pertanggungjawaban koperasi tidak terdaftar sebagai badan hukum dapat dilakukan pembubaran koperasi oleh pemerintah yang dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan. Kata Kunci : Pertanggungjawaban, koperasi, badan hukum PENDAHULUAN Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi. Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama. (Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, 1997) Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal pada umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah. Defenisi yang diberikan Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi. (M. Firdaus, Agus Edhi Susanto, 2002) 1
Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Demikian halnya dengan koperasi yang harus berbentuk badan hukum. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut : ( M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, 2002) a) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); b) Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994 tentang Kelembagaan; c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi; d) Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi. Koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis meskipun koperasi bukan merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya secara terus menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan. (R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, 2005) Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul, yaitu Pertanggungjawaban Koperasi Tidak Terdaftar Sebagai Badan Hukum. 1.1. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1.1.1. Bagaimana pengaturan hukum koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. 1.1.2. Bagaimana pertanggungjawaban koperasi tidak terdaftar sebagai badan hukum. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.2.1. Untuk mengetahui pengaturan hukum koperasi menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. 1.2.2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban koperasi tidak terdaftar sebagai badan hukum. 1.3. Target Luaran Penelitian Target luaran penelitian adalah : 1.3.1. Sebagai bahan yang diseminarkan dan dipublikasikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 2
1.3.2. Sebagai bahan ajar yang biasa digunakan oleh mahasiswa, dan masyarakat. 1.3.3. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya berupa pendaftaran badan hukum koperasi yang belum berbentuk badan hukum. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret serta berakhir pada bulan April 2017. 2.2. Metode Penelitian Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder. (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006) 2.3. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006) Data sekunder diperoleh dari : a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah, Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi, dan peraturan lain yang terkait. b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pengurus dalam hal koperasi tidak terdaftar sebagai badan hukum, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. 3
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 2.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a) Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b) Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c) Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d) Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian 2.5. Analisa data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. 2.6. Pelaksanaan Penelitian Penelusuran tentang koperasi diperoleh dengan metode penelitian kepustakaan (library research) yang berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengaturan Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Untuk menentukan agar sesuatu perkumpulan atau badan usaha itu dapat dikatakan mempunyai kedudukan sebagai badan hukum (rechts persoon), harus memenuhi beberapa syarat. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi pada suatu badan hukum, yaitu: (Syamsul Arifin dkk, 1995) 4
Telah dipenuhi syarat-syarat yang dimintakan oleh doktrin; Menurut Ali Ridho sebagai ahli hukum, mengemukakan bahwa yang diminta doktrin yang dapat dipakai sebagai kriteria untuk menentukan adanya suatu badan hukum, harus memenuhi syarat-syarat: a. Adanya harta kekayaan yang terpisah, harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang perlu sebagai alat untuk mengejar suatu tujuan tertentu dalam hubungan hukumnya; b. Mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu dapat merupakan tujuan yang idiil atau komersil terlepas dari kepentingan para anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum dengan perantaraan organisasinya; c. Kepentingan sendiri. Badan hukum itu dalam mengejar tujuannya, mempunyai kepentingan sendiri, kepentingan yang tidak lain adalah merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat daripada peristiwaperistiwa hukum, maka kepentingan itu dilindungi oleh hukum; d. Adanya organisasi yang teratur. Dalam pergaulan hukum, badan hukum diterima sebagai persoon di samping manusia. Badan hukum yang meruapakan suatu kesatuan sendiri yang hanya dapat bertindak hukum dengan organnya, dibentuk oleh manusia, merupakan badan yang mempunyai anggota atau merupakan badan yang tidak mempunyai anggota seperti yayasan; e. Telah dipenuhi syarat yang dimintakan oleh peraturan perundang undangan; Syarat ini dapat dilakukan dengan melihat peraturan hukum positif yang disyaratkan undang-undang bagi adanya badan hukum itu. Satu-satunya peraturan yang merupakan ketentuan umum mengenai badan hukum ialah pada Bab IX KUH Perdata, yaitu Pasal 1653 sampai Pasal 1665. Pasal- Pasal tersebut menyebutkan antara lain: i. Adanya organ yang berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan; ii. Adanya perkumpulan yang dapat melakukan tindakan-tindakan perdata, seperti halnya dengan manusia; iii. Mengikat pihak ketiga dengan sebaliknya; iv. Tidak terikatnya para anggotanya secara pribadi untuk perikatanperikatan perkumpulan dan ada tujuan yang tertentu. f. Syarat-syarat berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi; Kebiasaan dan yurisprudensi ini merupakan sumber hukum yang formal. Sehingga apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam perundang-undangan dan doktrin, orang berusaha mencarinya dalam kebiasaan dan yurisprudensi. Sebagai contohnya adalah yayasan, di Indonesia sebelum adanya perundang-undangan yang mengatur mengenai yayasan, maka hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang telah memperkokoh eksistensi yayasan dalam pergaulan hukum sebagai suatu badan hukum. 5
3.2. Pertanggungjawaban Koperasi Tidak Terdaftar Sebagai Badan Hukum Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dilakukan apabila: (Hudiyanto, 2002) 1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang. 2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. 3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan. Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan. Jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan. Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut. Pemberitahuan pembubaran koperasi harus menyebutkan pihak penyelesai (likuidator). Penyelesai (likuidator) mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban. (http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574/ title_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/ diakses pada tanggal 10 April 2017) a) Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama koperasi dalam penyelesaian b) Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan. c) Memanggil pengurus, anggota dan berkas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama. d) Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip koperasi. e) Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang di dahulukan dari pembayaran utang lainnya. f) Menggunakan sisa kekayaan koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban koperasi. g) Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota h) Membuat berita acara penyelesaian. Hal terjadi pembubaran koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya. Hapusnya status koperasi dilanjutkan dengan: a) Pemerintah mengumumkan pembubaran koperasi dalam berita Negara Republik Indonesia b) Status koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia. Hal yang menjadi persoalan dalam pembubaran koperasi dalam ketentuan Undang-undang tersebut dan penjelasannya tidak memberikan penjelasan mengenai alasan-alasan yang dapat dipakai oleh rapat anggota, sehingga 6
membolehkan suatu keputusan pembubaran koperasi tersebut. Apakah setiap keputusan pembubaran yang diambil rapat anggota berlaku begitu saja? Sebagai perangkat organisasi yang memegang kedaulatan tertinggi dalam koperasi, maka melalui pengurus koperasi memberitahukan secara tertulis keputusan pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan pemerintah dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal keputusan rapat anggota pembubaran. (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, 2002) KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 4.1.1. Pengaturan hukum koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sesuai dengan ketentuan bahwa pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. 4.1.2. Pertanggungjawaban koperasi tidak terdaftar sebagai badan hukum dapat dilakukan pembubaran koperasi oleh pemerintah yang dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan. 4.2. Saran 4.2.1. Perlu untuk terus menggalakkan dan meningkatkan peran koperasi sebagai lembaga yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat. Eksistensi koperasi di daerah-daerah perlu mendapatkan pembekalan dalam operasionalisasinya agar dapat dikelola secara lebih profesional. 4.2.2. Pengurus koperasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam koperasi, oleh karenanya kualitas dan kredibilitas pengurus yang akan dipilih untuk mewakili dan menjalankan koperasi harus benar-benar diperhitungkan oleh setiap anggota koperasi agar hal-hal yang dapat dapat berimplikasi negatif terhadap koperasi melalui tangan pengurus dan tidak kredibel dapat dihindarkan. 4.2.3. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat pentingnya pendaftaran koperasi sebagai badan hukum melalui Notaris Pembuat Akta Koperasi untuk memberikan kepastian hukum koperasi yang telah ada. DAFTAR PUSTAKA Buku (1) Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, 1997, Dinamika Koperasi,Cet. Kedua PT. Rineka Cipta, Jakarta. (2) Firdaus, M dan Agus Edhi Susanto, 2002, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta. 7
(3) Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. (4) Amiruddin Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. (5) Arifin, Syamsul dkk, 1995, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), Universitas Medan Area Fakultas Hukum, Medan. (6) Hudiyanto, 2002, Koperasi: Ideologi dan Pengelolaannya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Peraturan Perundang-undangan (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (4) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (5) Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi Internet (1) http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id _6574/title_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi 8