BAB I PENDAHULUAN. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi. 1 Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama. Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal pada umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah: Suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat 2 imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi. Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan 1 Fray dalam Asnawi Hasan, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), (Jakarta: UI Press, 1987), hal M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal

2 baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi 2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan 3. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi 4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota. Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun koperasi bukan merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya secara terus menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan. 3 Pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara produktif, efektif dan efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan 3 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 101.

3 pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secar luwes, baik yang menyangkut industri/produk hulu dan/ atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya dalam melakukan kegiatan usahanya. Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya. 4 Koperasi harus pula menjalankan asas efisiensi ekonomi (melaksanakan alokasi sumber daya) sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan pembangunan ekonomi untuk golongan ekonomi lemah pada umumnya. Dengan koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di suatu daerah (pedesaan) pada khususnya dan suatu wilayah perekonomian daerah (pedesaan) pada umumnya. Koperasi dan para pelakunya (pengurus, manajer/ pengelola, dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. 4 Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990, (Jakarta: UII Press, 1989), hal. 379.

4 Pemerintah memainkan peranan penting dalam pembinaan koperasi Indonesia. Dalam Undang-Undang Tentang Perkoperasian terdapat Pasal mengenai kewajiban pemerintah dalam pembinaan koperasi khususnya diatur dalam Bab XII Pasal 60 hingga Pasal 64. Kegiatan pembinaan disini juga tak luput dari pemberian bimbingan dan kemudahan pada koperasi dalam hal permodalan. Secara khusus Pasal 62 Huruf C menjelaskan bahwa dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan pada koperasi Pemerintah memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan koperasi. Hal ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam upaya memperkokoh permodalan koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan koperasi. Selain melakukan pembinaan, pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap terhadap lembaga koperasi melalui pembentukan badan pengawas koperasi yang ditujukan bagi pengawasan terhadap lembaga tersebut, agar perjalanan operasional koperasi sesuai dan tidak menyalahi peraturan perundangundangan yang ada. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pembinaan maupun pengawasan terhadap koperasi saat ini kewenangannya berada pada institusi pemerintahan daerah yang secara langsung mengambil peran dalam melakukan pembinaan dan pengawasan lembaga koperasi di daerah-daerah yang menjadi daerah hukumnya. Dengan demikian, pembinaan dan pengawasan koperasi tidak terlepas dari peraturan-peraturan hukum daerah yang mengatur tentang organisasi dan administrasi koperasi di daerah.

5 Berdasarkan hal tersebut di atas, tulisan ini mengangkat masalah pembinaan dan pengawasan ini koperasi ini menjadi sebuah skripsi yang berjudul Peranan Pemerintah Terhadap Pembinaan Serta Pengawasan Koperasi Dikaitkan Dengan Aspek Hukum Administrasi Daerah B. Permasalahan Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana kedudukan koperasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? 2. Bagaimana tinjauan terhadap hukum administrasi daerah dalam kerangka otonomi daerah? 3. Bagaimana peran pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan a. Untuk mengetahui kedudukan koperasi dalam peraturan perundangundangan di Indonesia b. Untuk mengetahui tinjauan terhadap hukum administrasi daerah dalam kerangka otonomi daerah c. Untuk mengetahui peran pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah 2. Manfaat

6 Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penulisan, maka manfaat yang diharapkan dari penulisan karya ilmiah ini adalah: a. Teoritis 1) Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum perkoperasian 2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya. b. Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, lembaga koperasi, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan peran pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai Peran Pemerintah Terhadap Pembinaan Serta Pengawasan Koperasi Dikaitkan Dengan Aspek Hukum Administrasi Daerah belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan

7 kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian dan Prinsip Koperasi Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Koperasi sebagai perkumpulan untuk kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan kegiatan di bidang pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotannya. Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan Koperasi. Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada rakyat banyak dengan asas demokrasi ekonomi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam arti yang lebih luas, dirumuskan pada ayat 4 Pasal tersebut di atas, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan,

8 berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Koperasi yang sering disebut sebagai sokoguru ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 Pasal 1 angka 1 sebagai berikut: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip ekonomi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari Pasal ini dapat dipastikan bahwa: a. Koperasi adalah badan usaha bukan Ormas; b. Pendiri/ pemiliknya adalah orang-orang (perorangan/ individu) atau badan hukum Koperasi; c. Bekerja berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi dan asas kekeluargaan; d. Sebagai gerakan ekonomi rakyat. Menurut pendapat Fauguet dalam Pandji Anoraga menegaskan adanya 4 prinsip yang setidak-tidaknya harus dipenuhi oleh setiap badan yang menamakan dirinya Koperasi. Prinsip-prinsip itu adalah: 5 a. Adanya ketentuan tentang perbandingan yang berimbang di dalam hasil yang diperoleh atas pemanfaatan jasa-jasa oleh setiap pemakai dalam Koperasi. Bersumber dari ketantuan ini timbul ketentuan-ketentuan tentang pembagian atas sisa hasil usaha, kewajiban penyertaan uang simpanan 5 Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi,Cet. Kedua (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 11.

9 untuk partisipasi dalam pembiayaan Koperasi, kewajiban ikut serta bertanggung jawab atas kemungkinan kerugian yang terjadi pada Koperasi, atau ikut sertya dalam pembentukan cadanngan perorangan atau cadangan bersama dalam Koperasi; Adanya ketentuan atau peraturan tentang persamaan hak antara para anggota; Adanya pengaturan tentang keanggotaan organisasi yang berdasarkan kesukarelaan; b. Adanya ketentuan atau peraturan tentang partisipasi dari pihak anggota dalam ketatalaksanaan dan usaha Koperasi c. Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi, kedua prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, jika perlu dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan atau diangkat sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak anggota demikian adanya. Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi, kedua prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, jika perlu dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan atau diangkat sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak anggota demikian adanya. 6 Sebagai badan usaha berbadan hukum dan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip ekonomi, sesungguhnya koperasi adalah suatu kegiatan usaha 6 Ibid, hal. 12

10 karena prinsip ekonomi itu sendiri merupakan filosofi yang tidak dapat dilepaskan dari tujuan mencari keuntungan. Hal lainnya yang menunjukkan ciri koperasi sebagai suatu perkumpulan adalah status keanggotaan dan hak suara. Tentang keanggotaan koperasi, Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 menyatakan bahwa Keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan. Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas khususnya Perseroan Terbatas yang telah go public dimana para pemegang saham dapat memperjual-belikan sahamnya sewaktuwaktu. Terlepas dari pengertian tersebut, sebagai kumpulan orang-orang dalam suatu organisasi dengan kegiatan dan tujuan tertentu, koperasi adalah perikatan antara 20 (dua puluh) orang atau lebih yang akan menimbulkan hubunganhubungan hukum diantara para pihak yang tergabung dalam koperasi tersebut. Semakin banyak jumlah anggota dan semakin tinggi tingkat aktivitas suatu koperasi, akan menimbulkan hubungan-hubungan hukum yang semakin beragam. Salah satu konsekwensi dari suatu hubungan hukum adalah adanya potensi perselisihan diantara para pihak sebagai subjek hukum yang dapat muncul baik dalam aktivitas sehari-hari maupun pada rapat-rapat para pendiri, pengawas, pengurus, manajer atau rapat anggota. Dengan demikian maka setiap koperasi membutuhkan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara satu dengan lainnya 7 Salah satu badan usaha yang berstatus badan hukum (rechts persoon), maka keberadaan koperasi diakui seperti manusia/orang (person) atau subyek hukum yang memiliki kecakapan bertindak, memiliki wewenang untuk 7 Sutantya Rahardja Hadikusuma, Op, cit, hal. 2.

11 mempunyai dan mencari harta kekayaan, serta dapat melakukan perbuatanperbuatan hukum seperti membuat perjanjian-perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya. Sebagai subyek hukum, koperasi adalah merupakan subyek hukum yang keberadaanya berdasar atas bentukan/rekayasa dari manusia/orang (person). Oleh karena koperasi merupakan subyek hukum, maka untuk melaksanakan kegiatan usahanya atau untuk mengelola jalannya koperasi perlu kehadiran subyek hukum manusia atau orang (person) 2. Anggota Koperasi Sesuai UU 25/1992 tentang Perkoperasian, hak dan kewajiban anggota koperasi diatur dalam Bab V Keanggotaan, yaitu: Pasal 17 (1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi. (2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Pasal 18 (1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar. (2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 19 (1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi. (2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi. (3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan. (4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Pasal 20 (1) Setiap anggota mempunyai kewajiban:

12 a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota; b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi; c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Setiap anggota mempunyai hak: a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota; b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas; c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar; d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta; e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota; f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar. 3. Pembinaan Pembinaan adalah sebuah konsep populer dalam sistem organisasi birokrasi di Indonesia. Sering didengar istilah konsep aparatur negara, pembinaan pegawai negeri sipil, pembinaan karier, pembinaan masyarakat terasing, pembinaan remaja, pembinaan masyarakat desa, dan sebagainya. Konsep ini dianggap penting sebab sangat menentukan kesinambungan tujuan pembangunan nasional dan stabilitas nasional. 8 Salah satu definisi, pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan, menumbuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha usaha perbaikan, menyempurnakan, dan mengembangkannya. 9 Definisi tersebut secara implisit mengandung suatu interpretasi bahwa pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan mengenai perencanaan, 8 Diakses tanggal 23 Januari Ibid

13 pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Untuk menghindari bias kepentingan individu dengan kepentingan organisasi, maka diperlukan pembinaan yang bermuatan suatu tugas, yakni meningkatkan disiplin dan motivasi. Masyarakat mengartikan peningkatan kepedulian untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan sehingga pembinaan berfungsi untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan disiplin kerja yang tinggi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Merujuk pada pendefinisian di atas, jika diinterpretasikan lebih jauh, maka pembinaan didasarkan atas suatu konsensus yang baku dan memiliki sifat berlaku untuk semua. Pembinaan merupakan suatu perangkat sistem yang harus dijalankan secara fungsional untuk menjamin bertahannya sistem tersebut hingga mencapai tujuan yang diharapkan. 4. Pengawasan Pengawasan merupakan mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menetapkan tindakantindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. 10 Menurut Stoner dan Wankel, Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar. 11 Sementara itu menurut McFarland, Control is the process by which an 10 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta :Ghalia, 2000), hal Stoner dan Wankel dalam A. Subardi, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1992), hal. 6.

14 executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies. (Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan ). 12 Selanjutnya Smith (dalam Soewartojo, 1995: ) menyatakan bahwa: Controlling sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan. 13 Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi. 12 McFarland dalam S. Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), hal Smith dalam J. Soewartojo, Korupsi, Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran Pengawasan dalam Penanggulangannya, (Jakarta: Restu Agung, 1995), hal

15 Berdasarkan hal tersebut di atas, secara umum dapat diartikan bahwa pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpananpenyimpanan penting dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Adalah wajar apabila terdapat adanya kekeliruan tertentu, kegagalan-kegagalan dan petunjukpetunjuk yang tidak efektif sehingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada tujuan yang ingin dicapai. Maka oleh karenanya fungsi pengawasan perlu dilakukan. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder Jenis Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal Ibid, hal. 30.

16 Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya Undang-undang Dasar 1945, adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, dan peraturan lain yang terkait. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan

17 objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. 4. Analisa data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. G. Sistematika Penulisan BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan

18 Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini akan dibahas tentang tinjauan umum tentang koperasi, yang isinya memuat antara lain tentang latar belakang atau sejarah berdirinya koperasi, dasar hukum koperasi dan pengertian koperasi, prinsip-prinsip hukum koperasi, koperasi sebagai badan hukum, dan harta kekayaan koperasi, dan pembubaran koperasi BAB III : Bab ini akan membahas tentang otonomi daerah sebagai wujud hukum administrasi pemerintahan daerah, yang isinya antara lain memuat pemerintahan daerah di Indonesia, desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan konsep otonomi daerah dalam desentralisasi. BAB IV : Bab ini akan membahas tentang peranan pemerintah terhadap pembinaan dan pengawasan koperasi dalam kerangka otonomi daerah, yang memuat tentang eksistensi koperasi di Indonesia dalam era otonomi daerah, peranan pemerintah dalam pembinaan koperasi dan peranan pemerintah dalam pengawasan koperasi. BAB IV : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis

BAB I PENDAHULUAN. dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan sistem ekonomi Islam di Indonesia yang sudah dimulai sejak tahun 1992 semakin marak dengan bertambahnya jumlah lembaga keuangan Islam baik bank maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, pelaksanaan sistem ekonomi Islam yang sudah dimulai sejak tahun 1992 semakin marak dengan bertambahnya jumlah lembaga keuangan Islam baik bank maupun non

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Lestari (2005:47) meneliti tentang: Pengaruh modal terhadap sisa hasil usaha KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah positif,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 A. Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Terdapat bermacam-macam definisi koperasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK 1 ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH Oleh Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK Tujuan penelitian adalah sebagai bahan kajian dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dituntut untuk selalu tetap dapat eksis menghadapi kemajuan. lebih dahulu agar resiko kegagalan relatif kecil.

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dituntut untuk selalu tetap dapat eksis menghadapi kemajuan. lebih dahulu agar resiko kegagalan relatif kecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut peningkatan kinerja dari setiap orang. Begitu juga dengan keberadaan suatu organisasi. Organisasi dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pengawasan (control) sebagai berikut : control is the process by which an executive

BAB II KAJIAN TEORI. pengawasan (control) sebagai berikut : control is the process by which an executive BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pengawasan Secara konseptual dan filosofis, pentingnya pengawasan berangkat dari kenyataan bahwa manusia sebagai penyelenggara operasional organisasi merupakan mahluk yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 116, 1992 (PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warganegara. Kesejahteraan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi adalah lebih diarahkan kepada terwujudnya demokrasi ekonomi, dimana masyarakat harus memegang peranan aktif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada karyawan. Jaminan tersebut dimungkinkan dapat menyelesaikan masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 24 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis

BAB I PENDAHULUAN. berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, yang kemudian berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya, krisis keamanan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG

BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, SERTA TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS BADAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan. Ketiga sektor kekuatan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya

PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA DALAM PERMODALAN TERHADAP SISA HASIL USAHA Studi Kasus pada KPRI Setia Kawan Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya N. DEWI ATI QOTUL JANAH 083403134 Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti

BAB II URAIAN TEORITIS. Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Koperasi Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti kerja sama untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu defenisi koperasi adalah suatu perkumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat dengan UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya masalah yang timbul didalam lingkungan perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya masalah yang timbul didalam lingkungan perbankan, 22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya masalah yang timbul didalam lingkungan perbankan, menyebabkan sistem kepercayaan masyarakat untuk menyimpankan dananya didalam bank yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M.

PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M. PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M. UU 25/1992 ttg PERKOPERASIAN Acuan Informasi Tanpa Tuntutan Dikinikan: 11 Juni 2004 IP Umum Rekrutmen K-3 PP-KKB-PK-Konvensi TK Wanita

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 BAB II PENGATURAN KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 A. Fungsi, Peran dan Prinsip Koperasi Bab II, Bagian Kedua, Pasal 3 UU Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era reformasi ini, upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis, bersih, dan berwibawa telah menjadi prioritas utama bagi rakyat dan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit adalah salah satu jenis koperasi yang mempunyai kegiatan utama adalah menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.

Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang. SEKILAS TENTANG KOPERASI 1 Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1992 Koperasi adalah : Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi I. PEMOHON 1. Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang digunakan oleh berbagai pihak untuk mengelola resiko. Di Indonesia pasar ini sudah lama dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA KSP RUKUN SURAKARTA DENGAN PT POS INDONESIA (PERSERO) KANTOR WILAYAH SRAGEN TENTANG PEMOTONGAN UANG PENSIUN UNTUK ANGSURAN KREDIT PENSIUN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani

Lebih terperinci

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut:

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut: Overview Koperasi 1 Pendahuluan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasan pasal 33 ayat

Lebih terperinci

KOPERASI. Published by : M Anang Firmansyah

KOPERASI. Published by : M Anang Firmansyah KOPERASI Published by : M Anang Firmansyah I.Pengertian : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi

Lebih terperinci

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA KOPERASI Pendirian koperasi didasarkan oleh keinginan dari beberapa orang yang bersepakat bergabung, mengelola kegiatan dan kepentingan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BENGKAYANG, bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI

ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Koperasi ini bernama KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI dan selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut KOPERASI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta

Lebih terperinci

MANAJEMEN DALAM KOPERASI

MANAJEMEN DALAM KOPERASI MANAJEMEN DALAM KOPERASI APA ITU MANAJEMEN? Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep organisasi. Organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

Dosen Fakultas Hukum USI

Dosen Fakultas Hukum USI Koperasi Sebagai Suatu Badan Hukum Dan Syarat Pendiriannya Bunga Intan Sinaga Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci