STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

dokumen-dokumen yang mirip
SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN AGROINDUSTRI OPAK SINGKONG DI DESA JOLONTORO KECAMATAN SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI DESA JALATUNDA KECAMATAN MANDIRAJA ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI DESA PANERUSAN KULON KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C AGROINDUSTRI TEMPE (Studi Kasus pada Perajin Tempe di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran)

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C PADA AGROINDUSTRI GULA KELAPA (Suatu Kasus di Desa Bantar Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. pertimbangan Desa yang memiliki unit usaha industri Gula Kelapa. Kecamatan

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

ANALISIS AGROINDUSTRI TEMPE (Studi Kasus pada Seorang Perajin di Desa Cikembulan Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran)

Analisis Pendapatan Usaha Pengrajin Gula Aren Di Desa Tulo a Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

Analisis kelayakan Usaha Kue Semprong (kasippi) di Mega Rezky Skala Rumah Tangga Desa Lagi-Agi Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA (Suatu Kasus di Desa Sindangangin Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis)

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September 2013

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA (Suatu Kasus di Kecamatan Langensari Kota Banjar) Abstrak

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

ANALISIS BIAYA, PENERIMAAN, PENDAPATAN DAN R/C PADA AGROINDUSTRI GULA AREN (Suatu Kasus di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA BAWANG PUTIH GORENG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. umur. Karakteristik umur berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas gula semut

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA KERIPIK UBIKAYU PADA INDUSTRI PUNDI MASDI KOTA PALU

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI GULA SEMUT (Studi Kasus pada Perajin Gula Semut di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis)

ANALISIS SALURAN PEMASARAN TAHU BULAT (Studi Kasus pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK DAN SALE PISANG GORENG. Agus Muharam 1 )

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga olahan Salak Pondoh. Kegiatan pengolahan Salak Pondoh sudah dilakukan oleh warga masyarakat

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

III. METODE PENELITIAN. meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem kondisi, suatu

III. METODE PENELITIAN. dengan cara mengumpulkan informasi-informasi tentang keadaan nyata yang ada

LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEMPE (Suatu Kasus di Kelurahan Banjar Kecamatan Banjar Kota Banjar) Abstrak

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

CURAHAN WAKTU KERJA DAN ANALISIS USAHA INDUSTRI KARAK SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GULA AREN (Suatu Kasus di Desa Cikuya Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya)

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KERUPUK TEMPE DI GAMPONG SEUNEUBOK SEUMAWE KECAMATAN PEULIMBANG KABUPATEN BIREUEN

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERIPIK UBI KAYU (Studi Kasus pada Perusahaan Jaya Sari di Desa Selamanik Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TAPE SINGKONG DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, tepatnya di

PENDAHULUAN. Nurmedika 1, Marhawati M 2, Max Nur Alam 2 ABSTRACT

Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

V. PROFIL INDUSTRI TEMPE. responden yang diambil adalah 31 pengrajin yang semuanya termasuk dalam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEUNTUNGAN USAHA PENGOLAHAN UBI KAYU ABSTRACTS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian pedesaan merupakan perekonomian yang dihasilkan

STRUKTUR PASAR DAN ANALISIS USAHA INDUSTRI TEMPE SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PURWOREJO

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

Arie Bororing Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Indonesia ABSTRAK

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

Analisis Pendapatan Agroindustri Aneka Keripik Putri Tunggal di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN KEDELAI PADA IRT TASIK GARUT DI KABUPATEN LEBONG

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA NEGARATENGAH KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA

KAJIAN NILAI TAMBAH PRODUK AGRIBISNIS KEDELAI PADA USAHA ANEKA TAHU MAJU LESTARI DI KECAMATAN LANDASAN ULIN, KOTA BANJARBARU

AGROINDUSTRI TAHU PENYOKONG PENDAPATAN MASYARAKAT DI DESA TEJA TIMUR KABUPATEN PAMEKASAN. Zainol Arifin*)

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar

Oleh : 1 Ahmad Jaelani Siddik, 2 Soetoro, 3 Cecep Pardani

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September KELAYAKAN USAHATANI UBI JALAR (Ipomoea batatas L) DI LAHAN PASIR KECAMATAN MIRIT KABUPATEN KEBUMEN

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

Wa Ode Yusria 1), Sitti Kurniansi 2) 1 Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian UHO 2 Alumni Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian UHO

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kali proses produksi. Periode satu kali produksi yang dibahas dalam penelitian ini

Lampiran 1. Karakteristik Sampel Pengusaha Pengolahan Minyak Goreng Bahan Mentah Kelapa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Keberadaan industri gula merah di Kecamatan Bojong yang masih bertahan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu

ANALISIS AGROINDUSTRI KERIPIK TEMPE BU SITI DI DESA BULUH RAMPAI KECAMATAN SEBERIDA KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA USAHA PEMBUATAN GULA KELAPA DI DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA ABSTRAK

ANALISIS AGROINDUSTRI GULA KELAPA (SuatuKasus di Desa Sukamulya Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis) Abstrak

Jurnal S. Pertanian 1 (1) : (2017) ISSN :

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Arman dan Ruslang T., Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) :

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA BAWANG GORENG PADA UMKM USAHA BERSAMADI DESA BOLUPOUNTU JAYA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

Transkripsi:

121 STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO Box 202 Purwokerto 53182 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan serta kelayakan usaha agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Data penelitian berupa data primer dan data sekunder yang diambil dengan cara wawancara dari responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih pengrajin sebesar Rp.12.530.615,4/bulan dengan R/C-ratio sebesar 1,63. Dari hasil analisis diketahui bahwa usaha agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas layak untuk diusahakan. PENDAHULUAN Pembangunan agroindustri merupakan tindak lanjut dari pembangunan pertanian. Hal ini telah dibuktikan bahwa agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri yang lain. Strategi pembangunan yang dijalankan pemerintah yaitu berwawasan agroindustri pada dasarnya menumbuhkan arah bahwa pembangunan agroindustri merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan. Sektor industri termasuk di dalamnya agroindustri dapat diandalkan sebagai penyerap utama lapangan kerja produktif yang secara bertahap melengkapi sektor pertanian. Dalam rangka pengembangan agroindustri di pedesaan, maka dukungan sektor

122 penunjang dalam bentuk sarana dan prasarana fisik di pedesaan perlu diperluas. Sedangkan Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaannya harus terus ditingkatkan. Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian, agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah. Namun harapan besar tersebut tentunya perlu melihat potensi yang ada. Pembangunan pertanian mempunyai kaitan erat dengan pembangunan agroindustri dan keduanya perlu diarahkan ke wilayah pedesaan. Produk dari sektor pertanian melimpah dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif murah, sehingga dibutuhkan strategi untuk meningkatkan pendapatan petani. Diversifikasi pertanian adalah salah satu alternatifnya. Bentuk diversifikasi pertanian adalah pengolahan hasil pertanian dimana produk bahan mentah dapat diolah menjadi keanekaragaman produk olahan yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi, dibanding hasil pertanian yang masih berupa produk mentah. Mengingat jenis agroindustri yang dapat dikembangkan di pedesaan sangat beragam, maka perlu diprioritiaskan pertumbuhan agroindustri yang mampu meningkatkan pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan pedesaan khususnya, seperti halnya agroindustri getuk goreng. Agroindustri getuk goreng merupakan salah satu jenis agroindustri yang berbahan baku singkong atau ketela pohon. Dengan getuk goreng diperoleh beberapa kontribusi yaitu selain sebagai pengembangan agrobisnis juga menjadi makanan khas daerah di Indonesia sehingga mendukung potensi hasil pertanian di Indonesia. Getuk goreng merupakan agroindustri yang banyak dijumpai di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas dan merupakan produk unggulan. Para pengrajin umumnya merupakan usaha home industry yang kurang memperhatikan aspek finansial dari usahanya. Berdasar kenyataan Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto : Studi Kelayakan Agroindustri

123 tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan pengrajin agroindustri getuk goreng serta tingkat kelayakan usahanya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei yaitu peneliti langsung ke lapangan meninjau dan melihat keadaan permasalahan yang diteliti dengan cara wawancara dan tanya jawab terhadap responden. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah pengrajin getuk goreng sebanyak 12 orang responden dengan cara simple random sampling (acak sederhana). Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : 1. Analisis pendapatan bersih Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih, yaitu selisih antara penerimaan total biaya dengan seluruh biaya produksi (Gilarso, 1993), yaitu : π = TR - TC Keterangan: π = Pendapatan atau keuntungan TR = Penerimaan total atau Total Revenue (TR) TC = Biaya Total atau Total Cost (TC) 2. Analisis kelayakan usaha Kelayakan usaha dinilai dengan menggunakan analisis R/C-ratio yang merupakan perbandingan antara penerimaan total atau total revenue (TR) dengan biaya total atau total cost (TC). Menurut Rahardi (1993), R/C-ratio merupakan suatu output atau input ratio yang diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur serta menghitung tingkat keuntungan usaha. TR R/C ratio = TC dimana : TR TC = Penerimaan Total (Total Revenue) = Biaya Total atau (Total Cost) Adapun kriteria penilaian kelayakan usaha adalah sebagai berikut :

124 R/C > 1 R/C = 1 R/C < 1 = usaha tersebut layak dilakukan = usaha tersebut hanya cukup untuk menutup biaya produksi = usaha tersebut tidak layak HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Supaya dapat memberikan gambaran jelas tentang keadaan dan kemampuan diri dari responden penelitian ini, diperlukan data-data tentang karakteristik dari seluruh responden, dalam hal ini adalah pengrajin atau pengusaha agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja. Adapun data tentang karakteristik responden tersaji pada Tabel 1. Para pengrajin getuk goreng di Kecamatan Sokaraja memiliki tingkat umur yang beragam. Sebagian besar (50%) pengrajin getuk goreng berumur antara 51-60 tahun. Tingkat umur tersebut dapat dikategorikan golongan umur tua, dan kurang produktif dalam bekerja. Walaupun umur para pengrajin kurang produktif dalam bekerja, tetapi dalam berusaha getuk goreng mereka lebih berpengalaman, baik dari segi kualitas maupun dari segi manajemen. Tingkat pendidikan menunjukkan adanya kualitas sumber daya manusia khususnya yang dimiliki oleh para pengrajin getuk goreng di Kecamatan Sokaraja. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh para pengusaha maka diharapkan pola berpikirnya akan semakin rasional misalnya dalam pengambilan suatu keputusan dari berbagai alternatif yang ada. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar pengrajin getuk goreng di Kecamatan Sokaraja adalah lulusan SMA yaitu sebesar 50%. Karena tingkat pendidikan pengrajin getuk goreng didominasi oleh lulusan SMA maka kebanyakan dari para pengrajin tersebut mempunyai pemikiran yang lebih maju dan rasional, sehingga akan mudah menerima adanya suatu inovasi yang ditawarkan oleh pihak-pihak tertentu. Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto : Studi Kelayakan Agroindustri

125 Tabel 1. Karakteristik Pengrajin Getuk Goreng di Kecamatan Sokaraja No Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Tingkat umur (tahun) - 40 50-51 60-61 keatas 4 6 2 33,4 50 16 2. Tingkat pendidikan - SD sederajat - SMP sederajat - SMA sederajat 3. Pengalaman berusaha (tahun) - 1 10 tahun - 11 20 tahun 4. Jumlah tanggungan (orang) - 1 5-6 10 3 3 6 4 8 7 5 25 25 50 33,4 66,6 58,3 41,7 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui pula bahwa pengalaman para pengrajin dalam agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja sebagian besar (66,6%) mempunyai pengalaman selama 11-20 tahun, sedangkan yang sudah menjalankan agroindustri getuk goreng kurang dari 10 tahun sebanyak 33,4%. Pengusaha yang mempunyai pengalaman lebih banyak biasanya mempunyai kepastian yang lebih matang dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengembangan agroindustri getuk goreng dibandingkan pengusaha yang mempunyai pengalaman sedikit. Usaha Agroindustri Getuk Goreng Usaha produksi getuk goreng di Kecamatan Sokaraja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perekonomian Kecamatan Sokaraja. Usaha ini merupakan salah satu sumber penghasilan bagi penduduk setempat dan juga merupakan peluang usaha potensial untuk menyerap tenaga kerja di sekitarnya, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Kecamatan Sokaraja. Usaha

126 getuk goreng ini merupakan salah satu kegiatan usaha di luar sektor pertanian yang dominan diusahakan oleh penduduk Kecamatan Sokaraja. Kegiatan agroindustri getuk goreng sudah lama dilakukan, tepatnya mulai tahun 1918. Pada awalnya beberapa pengusaha getuk goreng mengusahakan usaha ini karena faktor meneruskan usaha yang sudah dijalankan oleh orang tua atau keluarga mereka. Tetapi pada saat ini, usaha getuk goreng tidak hanya di dominasi oleh satu keluarga saja, terbukti dengan banyaknya pengrajin getuk goreng yang mengusahakan usaha ini dengan alasan usaha getuk goreng sangat menguntungkan, memiliki harga jual yang tinggi dan ketersediaan bahan baku yang mudah diperoleh. Ubi kayu yang digunakan sebagai bahan baku agroindustri getuk goreng didatangkan langsung dari Wonosobo dengan varietas Darma. Jenis ubi kayu ini belum dapat disediakan oleh petani di Kecamatan Sokaraja dan sekitarnya. Jenis ubi kayu yang dibudidayakan di Kecamatan Sokaraja adalah ubi kayu yang digunakan untuk agroindustri tepung tapioka. Selain ubi kayu, dalam usaha agroindustri getuk goreng diperlukan gula kelapa sebagai bahan baku pelengkap untuk memberikan rasa manis dan memberi warna coklat pada getuk goreng. Gula kelapa yang digunakan dalam usaha ini berasal dari sekitar Kecamatan Sokaraja, yaitu Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Somagede, dan Kecamatan Cilongok. Bahan baku tambahan yang digunakan selain gula kelapa adalah tepung beras, minyak goreng dan vanili. Kayu bakar banyak digunakan sebagai bahan bakar pada usaha agroindustri getuk goreng. Kayu bakar digunakan untuk mengukus ubi kayu dan menggoreng getuk yang sudah dipotong kecil-kecil. Pengadaan kayu bakar pada usaha ini berasal dari daerah sekitar Kecamatan Sokaraja. Proses pembuatan getuk goreng ada yang dilakukan setiap hari dan ada yang setiap 2 hari sekali. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan getuk goreng antara lain : tungku, Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto : Studi Kelayakan Agroindustri

127 dandang, kukusan, wajan penggorengan, lumpang dan alu, keranjang, pisau, dan ember. Proses pembuatan getuk goreng terdiri dari 5 tahapan, yaitu pengupasan singkong, pemotongan singkong, perebusan singkong, pembuatan getuk basah dan penggorengan getuk basah menjadi getuk goreng. Agar pemasaran getuk goreng dapat dipertahankan citra tradisionalnya, tempat mengemas getuk goreng menggunakan besek yang berasal dari anyaman bambu dengan berbagai ukuran. Ukuran besek yang digunakan adalah ukuran 0,5 kg dan 1 kg. Pengrajin getuk goreng secara langsung menjual produknya pada toko yang menyatu dengan tempat pembuatan getuk goreng. Harga jual di tingkat konsumen setiap 1 kg getuk goreng adalah sekitar Rp.12.000,00- Rp.13.000,00. Pada proses produksi tenaga kerja yang digunakan oleh para pengrajin berasal dari tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja yang berasal dari luar rumah tangga para pengrajin dengan sistem upah. Upah tenaga kerja tidak dihitung per hari tetapi berdasarkan sistem borongan dimana dalam satu borongan tenaga kerja terdapat 1-6 tenaga kerja. Upah dalam proses pembuatan getuk goreng basah dan penggorengan dihitung yaitu sebesar Rp.60.000,00-Rp.70.000,00 per kuintal. Pekerjaan menggoreng ini dilakukan secara bertahap yaitu jika stok getuk goreng di toko habis baru dilakukan penggorengan lagi. Tenaga kerja lainnya yang terlibat dalam industri getuk goreng yaitu tenaga kerja untuk menjaga toko dan juga pengrajin itu sendiri yang sekaligus merupakan manajer dari usaha getuk goreng. Biaya Pada agroindustri getuk goreng diperlukan biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan berupa biaya pajak tempat, transportasi, penyusutan peralatan, listrik dan bunga modal. Sedangkan biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan baku (ubi kayu, gula kelapa, tepung beras, minyak

128 goreng, vanili), kayu bakar dan tenaga kerja. Data mengenai rata-rata biaya yang dikeluarkan dari keseluruhan responden dapat dilihat pada Tabel 2. yaitu sebesar Rp.18.647.395,84. Hal tersebut menyatakan bahwa biaya tidak tetap yang dikeluarkan setiap bulannya lebih besar dari pada biaya tetapnya. Tabel 2. Rata-rata Biaya yang Dikeluarkan dalam Agroindustri Getuk Goreng per Bulan Jumlah Biaya Jenis Biaya Rp % A. Biaya Variabel 1. Ubi kayu 2. Gula kelapa 3. Tepung beras 4. Minyak goreng 5. Vanili 6. Kayu bakar 7. Tenaga kerja 8. Pembungkus 1.952.500,00 7.385.000,00 676.250,00 3.580.416,67 97.083,33 554.166,66 3.640.000,00 761.979,18 9,93 37,53 3,43 18,20 0,46 2,81 18,50 3,87 Jumlah Biaya Variabel 18.647.395,84 94,83 B. Biaya Tetap 1. Penyusutan peralatan 2. Pajak tempat 3. Bunga modal 4. Listrik 5. Transportasi 259.587,50 162.134,70 142.719,02 61.193,34 396.354,16 1,31 0,82 0,72 0,31 2,01 Jumlah Biaya Tetap 1.21.988,72 5,17 Total Biaya 19.669.384,56 100,00 Berdasarkan data Tabel 2 maka rata-rata besarnya jumlah biaya yang dikeluarkan dalam agroindustri getuk goreng sebesar Rp.19.669.384,56 per bulan. Biaya tersebut terbagi menjadi biaya tetap yaitu sebesar Rp.1.021.988,72 dan biaya tidak tetap Biaya tertinggi yang dikeluarkan adalah untuk membeli gula kelapa yaitu sebesar Rp.7.385.000. Penerimaan Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual tiap satuan Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto : Studi Kelayakan Agroindustri

129 unit produk. Untuk mengetahui jumlah produksi, harga dan penerimaan yang diterima pengrajin getuk goreng di Kecamatan Sokaraja dapat dilihat pada Tabel 3. yang merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk dan belum dikurangi biaya produksi. Tabel 3. Analisis Rata-rata Produksi, Harga dan Penerimaan Agroindustri Getuk Goreng per Bulan Keterangan 1. Produksi (kg) 2. Harga (Rp/kg) 3. Penerimaan (Rp) Nilai 2612,5 12.250 32.200.000 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata produksi getuk goreng di Kecamatan Sokaraja setiap bulan adalah 2.612,5 kg. Harga jual rata-rata Rp.2.250,00 dengan variasi harga antara Rp.12.000,00-Rp.13.000,00 per kg. Harga jual getuk goreng ini relatif tetap setiap waktu, kecuali pada saat Hari Raya Idul Fitri atau pada saat harga bahan baku meningkat, maka pengrajin juga menaikkan harga jual getuk goreng. Rata-rata penerimaan yang diterima pengrajin getuk goreng adalah Rp.32.200.000,00/bulan. Penerimaan yang diterima oleh penguasaha adalah penerimaan kotor Pendapatan Pendapatan bersih atau keuntungan suatu usaha adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya. Rata-rata pendapatan bersih yang diterima pengrajin getuk goreng di Kecamatan Sokaraja dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata produksi getuk goreng yang dihasilkan oleh pengrajin di Kecamatan Sokaraja adalan sebanyak 2.612,5 kg/bulan. Harga jual yang diterima oleh pengrajin berkisar antara Rp.12.000-Rp.13.000/kg. Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa dari total biaya yang dikeluarkan

130 Tabel 4. Analisis Rata-rata Pendapatan Pengrajin Getuk Goreng di Kecamatan Sokaraja per Bulan Keterangan 1. Biaya (Rp) 2. Penerimaan (Rp) 3. Pendapatan (Rp) Nilai 19.669.384,60 32.200.000,00 12.530.615,40 pengrajin getuk goreng Rp.19.669.384,60 dan total penerimaan yang diterima pengusaha dari hasil penjualan getuk goreng Rp.32.200.000,00, sehingga dapat diperoleh pendapatan bersih Rp.12.530.615,40 setiap bulan. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Getuk Goreng Analisis kelayakan usaha dihitung dengan menggunakan R/Cratio. Menurut Rahardi (1993), R/Cratio adalah suatu output atau input ratio yang diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur serta menghitung tingkat keuntungan usaha. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa rata-rata R/C-ratio Agroindustri getuk goreng sebesar 1,63. Hasil ini diperoleh dari perbandingan antara penerimaan total dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C-ratio sebesar 1,63 mempunyai arti bahwa agroindustri getuk goreng tersebut dengan biaya pengeluaran sebesar Rp.100,00 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp.163,00. Oleh karena itu agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja merupakan agroindustri yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut. Tabel 5. Analisis Kelayakan Usaha (R/C-ratio) Agroindustri Getuk Goreng di Kecamatan Sokaraja Penerimaan total Biaya total R/C Keterangan Jumlah (Rp) 32.200.000,00 19.669.384,60 1,63 Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto : Studi Kelayakan Agroindustri

131 KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pendapatan pengrajin agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja rata-rata sebesar Rp.12.530.615,4/bulan. 2. Agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas merupakan agroindustri yang layak untuk dikembangkan dengan perhitungan R/C-ratio sebesar 1,63. Rahardi. 1993. Agrobisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. Riyanto, B. 1990. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta. Suwarsono. 1994. Kelayakan Proyek. Cetakan I. YKPN. Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Gilarso, T. 1993. Program Pengalaman Lapangan (Microteaching). Andi Offset. Yogyakarta Kartadinata, Abas. 1986. Analisis Belanja: Dasar-Dasar Perhitungan Dalam Keputusan Keuangan. Bina Angkasa. Jakarta. Kartasapoetra, A. 1983. Pembelanjaan Pengantar Manajemen Keuangan. Bina Aksara. Jakarta. Nazir, M. 1985. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta-Indonesia.