Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 249

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN BUFFER MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN

Evi Aspirani SMAN 1 Mare, jalan Makmur no.1 Kec. Mare, Kabupaten Bone

Arifah Zurotunisa, Habiddin, Ida Bagus Suryadharma Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

PENGARUH PENERAPAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 RANAH PESISIR ABSTRACT

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Ragil Kurnianingsih 1, Srini M. Iskandar 1, dan Dermawan Afandy 1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014

Unnes Physics Education Journal

Widhar Dwi Utami, I Wayan Dasna, Oktavia Sulistina Universitas Negeri Malang

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.3. pp , September 2015

JOURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2014, Volume 6, Nomor 2

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERORIENTASI KETERAMPILAN PROSES

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

Unnes Physics Education Journal

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017

MODEL INKUIRI DENGAN TIPE INTEGRATED PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP ARTIKEL. Oleh. Etik Khoirun Nisa NIM

RIDA BAKTI PRATIWI K

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

Pengaruh Penggunaan Modul Praktikum KKPI dengan Pendekatan Inkuiri Terhadap Hasil Belajar

MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN ANALISIS WACANA ISU DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Keywords: phenomenon-based learning model, conventional learning model, critical thinking skill, learning outcome.

Kemampuan berpikir analitis mahasiswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri bebas

Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IA SMA Negeri 3 Watansoppeng

Keefektifan Pembelajaran Pogil Berbantuan LKPD Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Pokok Peluang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

PENERAPAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP KARTIKA 1-7 PADANG ARTIKEL OLEH: ZUMRATUN HASANAH

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ILMIAH TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

Fajrul Wahdi Ginting dan Nurdin Bukit Jurusan Pendidikan Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA KELAS VIII-F SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Widianita*, Elva Yasmi Amran**, dan R. Usman Rery*** Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Riau.

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI. (Jurnal) Oleh DEBI GUSMALISA

JURNAL OLEH: ADRIYAN MUTMAYANI E1M

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG-GANTING KABUPATEN TANAH DATAR.

PENGARUH MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PARTISIPASI SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DI KELAS X

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

Nanda Maikristina, I Wayan Dasna, Oktavia Sulistina Universitas Negeri Malang

Darussalam Banda Aceh, ABSTRAK. Kata Kunci: Project Based Learning, Hasil Belajar Kognitif, Sistem Pernapasan Manusia

PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA KELAS XI IPA SMA

Nuriah Habibah*, Erviyenni**, Susilawati*** No.

Kata Kunci: metode inkuiri, kemampuan berpikir kritis, hasil belajar, kegiatan ekonomi

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGJATI

Kata kunci: CALL, motivasi, keterampilan berbicara

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PELAJARAN FISIKA

Unnes Physics Education Journal

(The Influence of Advance Organizer Learning Model Based Concept Map on Students Learning Achievement in Human Excretion Subject) ABSTRACT

PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DISERTAI PETA KONSEP DI MAN 2 JEMBER (Pada Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus)

Edu Geography 3 (4) (2015) Edu Geography.

Unesa Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2, No. 3, pp September 2013

Riska Puspandini Universitas Negeri Malang

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

Laela Ngasarotur Risfiqi Khotimah Partono Pendidikan Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI SEL DI KELAS XI IPA

MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

Nurasia Jurusan Kimia Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo

EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Mahasiswa Prodi Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2

Utari Ramadhani S*, R.Usman Rery**, Johni Azmi*** No. Hp :

PENERAPAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SMP KARTIKA 1-7 PADANG

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

Yusria Izzatul Ulva, Santosa, Parlan Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO

Nur Fitriyana dan Marfuatun, M. Si. Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

PEMBELAJARAN DENGAN MODEL INKUIRI PADA MATERI KIMIA SEKOLAH MENENGAH ATAS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

ANALISIS PENGUASAAN KONSEP KIMIA SISWA SMA DALAM MODEL PEMBELAJARAN PRAKTIKUM D-Ei-Hd. Susiwi*, Achmad A.Hinduan**, Liliasari**, Sadijah Ahmad***

: model pembelajaran, pemahaman konsep matematis, tutor sebaya

PEMBELAJARAN LUAR KELAS (OUT DOOR STUDY) DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMA NEGERI 1 SUNGAI KAKAP

PENGARUH PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF IPA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 19 MALANG

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN GENERATIF

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PEMECAHAN MASALAH SAINS ANAK KELOMPOK B

PENCAPAIAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL SNOWBALLING PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

PENERAPAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN METODE SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, REVIEW (SQ3R) DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SMP

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING) DISERTAI MEDIA AUDIO-VISUAL DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMAN 4 JEMBER.

APPLIED BUZZ GROUP METHOD FOR STUDENT ACHIEVMENT LEARNING ON THE SUBJECT COLLOID CLASS XI SMA PGRI PEKANBARU

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 1-5

JURNAL SKRIPSI OLEH : NONI MULIANA LISTIAWATI E1M

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SYNERGETIC TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMPN 22 PADANG

SKRIPSI. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Oleh ENIE RUSMALINA

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA

Melina Oktaviani 1, Dwiyono Hari Utomo 2, J. P. Buranda 3, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang

Jurusan Kimia, Jalan Mannuruki IX, Makassar 90224

Eli Dwi Susanti, 2) Indrawati, 2) Yushardi 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika 2)

Journal of Primary Education

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

Fian Totiana*, Elfi Susanti VH 2, Tri Redjeki 2. Dosen Pendidikan Kimia PMIPA, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia

Transkripsi:

INKUIRI TERBIMBING VS VERIFIKASI BERMAKNA TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF Guided Inquiry vs Meaningful Verification on Cognitive Learning Outcomes Kartika 1, Effendy 2, Yahmin 2 1,2,3 Program Studi Pendidikan Kimia Pascasarjana-Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang 65145 e-mail korespondensi: tikadantian@gmail.com ABSTRAK Pemahaman siswa terhadap materi kimia ditunjukkan oleh hasil belajar kognitif. Siswa yang belum memahami materi kimia dengan baik akan memperoleh hasil belajar kognitif yang kurang baik, begitu juga sebaliknya. Banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan untuk memudahkan siswa memahami materi kimia. Saat ini, model yang sering diterapkan dalam penelitian adalah inkuiri terbimbing. Meskipun sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan, namun sebagian besar guru masih menerapkan pembelajaran verifikasi. Pembelajaran verifikasi kurang mendukung siswa dalam memahami materi kimia dengan baik karena kurang melibatkan siswa. Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa merupakan pembelajaran yang kurang bermakna. Dengan membuat verifikasi menjadi bermakna, diharapkan dapat memudahkan siswa memahami materi kimia seperti halnya inkuiri terbimbing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna, khususnya pada materi Larutan Penyangga. Penelitian ini menggunakan post tes only control group design. Penelitian ini dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan program Kimia Analisis. Hasil belajar kognitif siswa diukur menggunakan tes two tier sebanyak 16 item. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna. Kata Kunci: hasil belajar kognitif, inkuiri terbimbing, verifikasi bermakna ABSTRACT Student s understanding on chemistry shown by cognitive learning outcome, and vice versa. There are so many innovative learning models have suggested to help students understand the chemistry. Currently, the guided inquiry model often applied in the research. Although many innovative learning models has suggested, but most teachers still using the verification learning. Verification learning didn t support students to understand the chemistry well, because not engaging students much in the process. Learning will less meaningful if not engaged students in the process. By making meaningful verification, are expected to facilitate the students to understand the chemistry as well as guided inquiry. Therefore, it is necessary to do research to see differences of the cognitive learning outcome using the guided inquiry and meaningful verification, especially Buffer Solution. This study is using a posttest-onlycontrol-group design. This research performed to Chemical Analysis program of Vocational High School s students. Cognitive learning outcome was measured using 16 items of two-tier test. Data was analyzed using MANOVA. The results showed that there is differences of the students' cognitive learning outcome using the guided inquiry and meaningful verification. Key words: cognitive learning outcome, guided inquiry, meaningful verification Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh mayoritas siswa. Salah satu materi kimia yang dianggap sulit adalah Larutan Penyangga. Cardellini (2012) menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam memahami konsep kimia sebagian besar dikarenakan model pembelajaran yang kurang mendukung. Selama ini, sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan untuk memudahkan siswa memahami materi kimia. Meskipun sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan, namun pembelajaran kimia masih sering menggunakan model pembelajaran verifikasi. Hasil penelitian Abraham (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran verifikasi kurang mendukung siswa dalam memahami konsep dengan baik. Pembelajaran verifikasi berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan kurang berpikir. Selama 45 menit pembelajaran, guru dapat mengucapkan 5000 kata tapi siswa hanya dapat menerima informasi sebanyak 10% (Cardellini, 2012). Sedikitnya informasi yang diterima siswa menyebabkan siswa kurang memahami konsep dengan baik. Siswa yang belum memahami konsep dengan baik akan memperoleh hasil belajar kognitif yang kurang baik. Dengan demikian, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa agar pembelajaran menjadi bermakna sehingga siswa dapat memahami konsep kimia, khususnya materi Larutan Penyangga dengan baik. Saat ini, model pembelajaran inovatif yang sering diterapkan untuk membantu siswa memahami konsep adalah inkuiri terbimbing. Aksela (2005) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri (inkuiri terbimbing) terdiri atas tahap-tahap yang memungkinkan siswa lebih berperan aktif dalam proses belajar. Pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih berperan aktif dapat Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 249

mendukung terjadinya stimulasi intelektual siswa (Effendy, 1985). Stimulasi intelektual dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menimbulkan rasa ingin tahu, mengonstruk pengetahuan, dan mengembangkan pengetahuannya. Pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan siswa sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Menurut Blanchard et al., (2010), pembelajaran yang melibatkan siswa dan siswa sendiri yang mengonstruk konsep, siswa akan lebih mudah memahami konsep dan akan tertanam lebih lama dalam memori siswa. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Zawadzki (2010) bahwa inkuiri terbimbing dapat mengembangkan pemahaman konsep siswa karena pembelajaran berorientasi pada konstruksi konsep. Meskipun sudah ada beberapa model pembelajaran yang bermakna bagi siswa, namun faktanya sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran verifikasi. Mulyasa (2007) mengungkapkan alasan guru masih menggunakan model verifikasi karena guru dituntut untuk mampu menuntaskan materi kimia dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini mengundang pemikiran peneliti untuk menjadikan verifikasi menjadi pembelajaran yang bermakna. Model verifikasi akan menjadi bermakna apabila ditambahkan beberapa tahap pembelajaran yang membantu siswa berperan lebih aktif. Menurut Eileen (1984), pembelajaran dapat menjadi pembelajaran yang bermakna jika siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa memiliki konsep awal mengenai materi yang akan dipelajari dan mengaitkan konsep yang baru diterima dengan konsep awal mereka. Dengan demikian, dalam pembelajaran verifikasi ditambahkan tahap yang melibatkan siswa yaitu diskusi. Bruce (2007) menyatakan bahwa melalui diskusi dapat memperdalam pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari. Diskusi dapat menambah interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru. Supaya konsep siswa semakin dalam, dapat ditambahkan tahap aplikasi yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep yang diperoleh terhadap latihan atau masalah. Tahap diskusi dan aplikasi menuntut siswa untuk menganalisis fakta atau masalah sehingga dapat membantu siswa memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Tahap refleksi ditambahkan untuk membantu siswa mengaitkan konsep baru dengan konsep awal (Trianto, 2007) supaya konsep siswa semakin mendalam. Konsep awal siswa dapat diketahui di awal pembelajaran dengan cara menambahkan tahap orientasi. Keefektifan model pembelajaran verifikasi bermakna dalam pembelajaran kimia dapat diketahui dengan cara membandingkan verifikasi bermakna dengan model pembelajaran yang lain. Penelitian ini memilih inkuiri terbimbing karena inkuiri terbimbing lebih sering diterapkan dalam penelitian untuk membantu siswa memahami materi kimia. Penelitian ini untuk melihat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna. Hasil penelitian ini akan menunjukkan model pembelajaran mana yang lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kimia, khususnya materi Larutan Penyangga. METODE PENELITIAN Inkuiri terbimbing yang diterapkan dalam penelitian ini mengikuti langkah yang dikemukakan oleh Hanson. Penelitian ini mengikuti langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Hanson karena pembelajaran Hanson dapat diterapkan pada sub materi yang tidak berbasis eksperimen, misalnya pada sub materi penentuan rumus untuk menghitung ph Larutan Penyangga. Langkah inkuiri terbimbing menurut Hanson (2005) terdiri dari tahap orientasi, eksplorasi, konstruksi konsep, aplikasi, dan penutup. Tahap orientasi: Peneliti membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif untuk menyiapkan siswa mengikuti pelajaran. Tahap eksplorasi: Siswa diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan, membuat rancangan eksperimen, mengumpulkan data, meneliti, dan menganalisis data atau informasi, menyelidiki hubungan antara tujuan, hipotesis dan pertanyaan. Tahap konstruksi konsep: Guru menyediakan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga dapat membantu siswa membangun pemahaman tentang konsep yang sedang dipelajari. Tahap aplikasi: Siswa menggunakan pengetahuan barunya terhadap latihan, masalah atau situasi yang lain. Tahap penutup: Siswa merefleksi apa yang sudah mereka pelajari dan menilai bagaimana kinerja mereka. Langkah pembelajaran verifikasi bermakna yang diterapkan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti. Pembelajaran verifikasi bermakna merupakan modifikasi dari pembelajaran verifikasi. Modifikasi tersebut dengan cara menambahkan empat langkah pembelajaran, yaitu langkah orientasi, aplikasi, diskusi, dan refleksi. Langkahlangkah verifikasi bermakna terdiri dari orientasi, penjelasan, verifikasi, aplikasi, diskusi, refleksi, dan kesimpulan (penutup). Tahap orientasi: Guru membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif untuk menyiapkan siswa mengikuti pembelajaran. Tahap penjelasan: Guru menjelaskan konsep-konsep materi, menjelaskan prosedur kerja tahap demi tahap sampai siswa memahami prosedur kerja tersebut. Tahap verifikasi: Siswa melakukan pengamatan, mengumpulkan data, dan menganalisis data atau informasi sesuai dengan penjelasan guru dalam sebuah laporan, dan membuat kesimpulan. Tahap aplikasi: Siswa menggunakan pengetahuan barunya terhadap latihan, masalah atau situasi yang lain. Tahap diskusi: Setiap kelompok siswa menyampaikan hasil yang mereka peroleh dan meminta siswa dari kelompok lain menanggapi perbedaan hasil yang kemungkinan diperoleh. Tahap refleksi: Guru membantu siswa mengaitkan konsep awal siswa dengan konsep yang baru dan membuat kesimpulan. Tahap penutup: Guru membantu siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil eksperimen. Penelitian ini menggunakan post tes only control group design. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 250

program Kimia Analisis di SMK N 7 Malang pada tahun 2015. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI program Kimia Analisis (KA) yang terdiri atas tiga kelas, yaitu KA1, KA2, dan KA3. Sebelum menentukan sampel penelitian, seluruh siswa diberi tes kemampuan berpikir ilmiah. Tes kemampuan berpikir ilmiah dipilih karena menurut Oloyede (2012), kemampuan berpikir ilmiah berhubungan dengan kemampuan siswa memahami materi. Tes ini dilakukan untuk mencari kelas yang homogen supaya dapat meminimalisir pengaruh kemampuan berpikir ilmiah sebagai variabel moderat pada hasil penelitian. Berdasarkan data hasil tes kemampuan berpikir ilmiah, seluruh kelas merupakan kelas yang homogen sehingga seluruh kelas dapat dijadikan sampel penelitian. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Kelas KA1 dan KA3 dijadikan sebagai sampel penelitian. Kelas KA1 dan KA3 masing-masing berjumlah 24 siswa. Pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak. Kelas KA1 sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas KA3 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kontrol diberi perlakuan model pembelajaran verifikasi bermakna. Hasil belajar kognitif siswa diukur menggunakan tes two tier sebanyak 16 item. Soal tes hasil belajar kognitif terdiri atas pengertian Larutan Penyangga, gambaran mikroskopis Larutan Penyangga, sifat Larutan Penyangga, sifat Larutan Penyangga setelah ditambah sedikit asam kuat dan basa kuat, ph Larutan Penyangga, pembuatan Larutan Penyangga, dan kegunaan Larutan Penyangga. Analisis statistik yang digunakan terdiri atas uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat terdiri atas uji homogenitas dan normalitas. Uji hipotesis dilakukan menggunakan MANOVA berbantuan SPSS 16,00 dengan taraf signifikansi 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan siswa memahami konsep Larutan Penyangga ditunjukkan oleh skor siswa pada tes hasil belajar kognitif. Skor rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Belajar Kognitif Kelas Inkuiri Terbimbing dan Verifikasi Bermakna Model Pembelajaran Skor Hasil Belajar Kognitif Inkuiri terbimbing Verfikasi bermakna Rata-rata 25,8 40 Standar Deviasi 10,7 11,9 Jumlah Siswa 24 24 Berdasarkan Tabel 1., diketahui bahwa rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan menggunakan verifikasi bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing. Perbedaan hasil belajar kognitif siswa diuji MANOVA berbantuan SPSS 16,00 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji MANOVA ditunjukkan oleh Tabel 2. Kriteria Pengujian H0 diterima apabila F hitung < F Tabel Tabel 2. Hasil uji MANOVA F Hitung F Tabel Sig. dependent variabel Sig 19,059 1,98 0,000 0,05 H 0 penelitian ini adalah tidak ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa setelah dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna. Hasil uji MANOVA diperoleh nilai F hitung sebesar 19,059 dengan F tabel sebesar 1,98. Hasil uji MANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna pada materi Larutan Penyangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa verifikasi bermakna lebih efektif diterapkan pada materi Larutan Penyangga daripada inkuiri terbimbing. Keefektifan ini dapat dijelaskan dari stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa, pembelajaran yang melibatkan siswa, cara siswa memeroleh konsep, dan kebiasaan siswa terhadap model pembelajaran. Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing terjadi pada tahap orientasi, eksplorasi, konstruksi konsep, dan aplikasi. Tahap orientasi merupakan tahap awal pembelajaran. Siswa diberi stimulasi atau rangsangan untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada tahap orientasi. Misalnya pada konsep sifat Larutan Penyangga diberikan pertanyaan Ketika suatu larutan penyangga ditambahkan asam kuat, ph larutan akan naik atau turun?. Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa pada tahap eksplorasi berupa video eksperimen dan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa. Stimulasi intelektual ini menuntut siswa untuk bisa mengonstruk konsep sendiri, sehingga pada tahap konstruksi konsep siswa bisa menyimpulkan dan membentuk konsep. Siswa diberi kesempatan pada tahap aplikasi untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuannya dengan cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep yang baru mereka peroleh. Setiap tahap pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan siswa sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Blanchard et al., (2010) menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa dan siswa sendiri yang mengonstruk konsep, siswa akan lebih mudah memahami konsep dan konsep tersebut akan tertanam lebih lama dalam memori siswa. Pemerolehan konsep melalui pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai dari hal konkrit berupa data hasil Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 251

eksperimen. Misalnya pada sifat Larutan Penyangga asam, siswa memperoleh data berupa Larutan Penyangga asam memerahkan kertas lakmus biru dan kertas lakmus merah tidak berubah warna. Melalui data konkrit tersebut siswa memperoleh konsep bahwa Larutan Penyangga asam bersifat asam, yang berarti di dalam larutannya banyak menghasilkan ion H +. Bruner dalam Sund & Trowbridge (1973) berpendapat bahwa siswa lebih mudah memahami informasi konkrit daripada informasi abstrak atau simbolik. Pemerolehan konsep yang dimulai dari hal konkrit inilah yang menyebabkan siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga. Apabila siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga, maka hasil belajar kognitif mereka akan lebih baik. Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa yang dibelajarkan dengan verifikasi bermakna terjadi pada tahap orientasi, verifikasi, aplikasi, diskusi, dan refleksi. Tahap pembelajaran pada verifikasi bermakna lebih banyak memberikan stimulasi intelektual pada siswa daripada inkuiri terbimbing. Hal ini menyebabkan siswa yang dibelajarkan dengan verifikasi bermakna lebih mudah memahami konsep Larutan Penyangga. Tahap orientasi merupakan tahap awal pembelajaran, pada tahap ini siswa diberi stimulasi atau rangsangan untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Stimulasi intelektual yang diberikan pada tahap verifikasi terjadi berkebalikan dengan inkuiri terbimbing. Tahap verifikasi pada verifikasi bermakna memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuktikan konsep yang diperolehnya sehingga konsep siswa semakin dalam. Tahap verifikasi pada penelitian ini berupa eksperimen, video eksperimen, dan data hasil eksperimen. Data-data yang ada kemudian dianalisis oleh siswa dengan bantuan peneliti. Data-data yang ada merupakan hal konkrit untuk membuktikan konsep abstrak yang diperoleh siswa pada tahap penjelasan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bruner dalam Sund & Trowbridge (1973) bahwa siswa lebih mudah memahami informasi konkrit daripada informasi abstrak atau simbolik. Siswa yang telah mendapat konsep abstrak kemudian diberikan informasi konkrit, menjadikan siswa akan lebih mudah memahami konsep dan menjadikan konsep yang diperolehnya semakin mendalam. Tahap aplikasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pemahamannya dan mengaplikasikan konsep yang diperolehnya pada suatu permasalahan. Tahap diskusi memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan bertukar pendapat sesama siswa dan dengan peneliti. Stimulasi intelektual pada tahap refleksi berupa siswa menghubungkan konsep awal mereka dengan konsep yang baru diperoleh. Misalnya, pada konsep pengertian Larutan Penyangga asam. Konsep awal siswa diketahui pada tahap orientasi. Konsep awal siswa tentang Larutan Penyangga asam yaitu Larutan Penyangga asam adalah larutan yang mengandung asam lemah dan garam. Setelah diberi penjelasan lebih lanjut mengenai Larutan Penyangga asam, pada tahap refleksi siswa diminta untuk menghubungkan konsep awal mereka dengan konsep baru bahwa Larutan Penyangga juga dapat dikatakan sebagai larutan yang mengandung asam lemah, basa konjugasi, dan pelarut. Pembelajaran verifikasi bermakna juga banyak melibatkan siswa. Pembelajaran yang banyak melibatkan siswa menjadikan pembelajaran verifikasi lebih bermakna. Langkah pembelajaran verifikasi bermakna yang melibatkan siswa terdapat pada langkah orientasi, verifikasi, aplikasi, diskusi, refleksi, dan penutup. Pembelajaran seperti ini (verifikasi bermakna) mengakibatkan siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga. Pemerolehan konsep siswa pada pembelajaran verifikasi bermakna dimulai dari konsep yang bersifat abstrak ke konkrit. Setelah peneliti menjelaskan konsep Larutan Penyangga, siswa akan membuktikan konsep tersebut melalui eksperimen, video eksperimen, atau data hasil eksperimen. Data-data hasil eksperimen dianalisis oleh siswa dengan bantuan peneliti. Data-data tersebut merupakan hal konkrit untuk membuktikan konsep abstrak yang diperoleh siswa pada langkah penjelasan. Siswa yang telah mendapatkan konsep abstrak kemudian diberikan informasi konkrit, mengakibatkan siswa lebih mudah memahami konsep dan menjadikan konsep yang diperoleh semakin mendalam. Siswa memperoleh hasil belajar kognitif yang lebih tinggi pada pembelajaran verifikasi bermakna karena siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran verifikasi. Fakta ini dapat dilihat pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa mengikuti pembelajaran verifikasi bermakna dengan baik. Sebaliknya, pada pembelajaran inkuiri terbimbing siswa mengatakan bahwa mereka bingung dengan proses pembelajaran yang diterapkan karena terlalu banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam pembelajaran inkuiri terbimbing menyebabkan siswa terfokus pada pertanyaan saja, namun kesulitan menghubungkan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan kesimpulan. Akibatnya siswa tidak memahami materi yang mereka pelajari. Pertanyaan yang banyak pada pembelajaran inkuiri terbimbing mengakibatkan siswa merasa bingung dan kesulitan memahami materi dapat dilihat pada jawaban siswa. Banyak siswa yang tidak bisa menjawab soal dengan benar pada subtopik yang membutuhkan banyak pertanyaan sebelum konstruksi konsep. Subtopik pembuatan Larutan Penyangga dan pengertian Larutan Penyangga masing-masing memiliki 10 dan 11 pertanyaan pada tahap eksplorasi. Sebanyak 92% siswa pada subtopik pembuatan Larutan Penyangga dan 98% siswa pada subtopik pengertian Larutan Penyangga tidak bisa menjawab dengan benar. Sebaliknya, banyak siswa yang bisa menjawab soal dengan benar pada subtopik yang sedikit pertanyaan pada tahap eksplorasi. Subtopik ph Larutan Penyangga memiliki delapan pertanyaan, sifat Larutan Penyangga memiliki enam pertanyaan, dan Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 252

kegunaan Larutan Penyangga memiliki enam pertanyaan. Sebanyak 59% siswa pada subtopik ph Larutan Penyangga, 64% siswa pada subtopik sifat Larutan Penyangga, dan 71% siswa pada subtopik kegunaan Larutan Penyangga tidak bisa menjawab dengan benar. PENUTUP Model pembelajaran verifikasi bermakna memberikan hasil belajar kognitif yang lebih tinggi daripada model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi Larutan Penyangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran verifikasi bermakna lebih efektif diterapkan pada materi Larutan Penyangga daripada inkuiri terbimbing. Hasil penelitian ini memberikan kemudahan bagi guru-guru yang dituntut untuk mampu menuntaskan materi kimia dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dengan menggunakan verifikasi bermakna. Penelitian lebih lanjut tentang keefektifan verifikasi bermakna sangat diperlukan agar hasil penelitian lebih akurat. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu materi kimia saja. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dan pada beberapa materi kimia. Selain itu, pembelajaran verifikasi bermakna juga bisa dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain sehingga dapat diketahui keefektifan masing-masing model pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Abraham, M.R. (2011). What Can Be Learned from Laboratory Activities? Revisiting 32 Years of Research. Journal of Chemical Education, 88, 1020-1025. Aksela, M. (2005). Supporting Meaningful Chemistry Learning and Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A Design Research Approach. Unpublished dissertation. University of Helsinki Finland. Blanchard, M.R., Southerland, S.A., Awad, B.R. & Granger, E. (2007). Assessment of Student Learning in a Laboratory Setting: A Quantitative Study of Inquiry-based versus Traditional Science Teaching Methods, 1-29. Bruce, C.D. (2007). Student Interaction in the Math Classroom: Stealing Ideas or Building Understanding. What Works? Research into Practice, 1-4. Cardellini, L. (2012). Chemistry: Why the Subject is Difficult?. Educación Química, 1-6. Effendy. (1985). Keefektifan Pengajaran Ilmu Kimia dengan Cara Inquiri Terbimbing dengan Cara Verivikasi Terhadap Perkembangan Intelek Serta Prestasi Belajar Mahasiswa IKIP Jurusan Pendidikan Kimia Tahun Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Pascasarjana IKIP Jakarta. Eileen, B. (1984). Application of Ausubel's Theory of Meaningful Verbal Learning to Curriculum, Teaching and Learning of Deaf Students. Document Resume, 108-128. Hanson, D.M. (2005). Designing Process-Oriented Guided-Inquiry Activities. Pacific Crest, 1-6. Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oloyede, O.I. (2012). The Relationship between Acquisition of Science Process Skills, Formal Reasoning Ability and Chemistry Achievement. International Journal of African and African- American Studies, 8(1), 1-4. Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School 2nd Ed. Ohio: A Beell & Howell Company. Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Zawadzki, R. (2010). Is Process-Oriented Guided-Inquiry Learning (POGIL) Suitable as a Teaching Method in Thailand s Higher Education?. Asian Journal Education & Learning, 1(2), 66-74. Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 253