HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Kimia Kayu

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

Tinjauan Pustaka. Tabel II.1 Parameter Ciri Softwood dan Hardwood (Soerawidjaja, 2005)

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. DESKRIPSI PROSES

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

Modul Mata Kuliah S1. Mata ajaran Kimia Kayu. Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

TINJAUAN PUSTAKA. Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

II. TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaannya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014),

Peralatan dan Metoda

TINJAUAN PUSTAKA Empulur Sagu

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

PERANAN POLIMER SELULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PENGEMBANGAN PRODUK MANUFAKTUR MENUJU ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang

BAB I PENGANTAR. Robby Mukafi 13/348251/TK/40846 Azizah Nur Istiadzah 13/349240/TK/41066

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

menjadi etanol. Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

KONDISI OPTIMUM PEMASAKAN ABACA (MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN PROSES SULFAT (THE OPTIMUM OF COOKING CONDITION OF MUSA TEXTILIS NEE WITH SULPHATE PROCESS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah, residu semacam ini. % berat kering. Karbon 49.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan bahan nabati yang mengandung bahan nabati pati, seperti dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat dapat

ANALISIS KOMPONEN KIMIA EMPAT JENIS KAYU ASAL SUMATERA UTARA (Chemical Component Analysis of Four Endemic Wood Species From North Sumatra)

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

Transkripsi:

46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin, tanin, dan pigmen (Sanderman 1960). Hasil analisis ragam menunjukkan kelarutan air dingin dipengaruhi oleh jenis bahan baku dimana kelarutan air dingin bervariasi antara 2.45 sampai dengan 12.86% (Lampiran 2). Kelarutan air dingin terendah terdapat pada kayu pinus sedangkan tertinggi terdapat pada kelapa sawit. Kelarutan air dari pinus ini relatif sama dengan kayu sengon namun berbeda nyata dengan kelarutan kayu gmelina dan kelapa sawit (Tabel 1). Kelarutan air panas dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut dalam air panas, meliputi garam-garam anorganik, garam organik, gula, gum, pektin, galaktan, tanin, pigmen, polisakarida, dan komponen lain yang terhidrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelarutan air panas bervariasi antara 8.00 sampai dengan 15.30% (Lampiran 3). Kelarutan air panas terendah terdapat pada kayu sengon dan tertinggi terdapat pada kelapa sawit (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Kelarutan Zat Ekstraktif Bahan Baku Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Jenis Bahan Air Dingin Air Panas NaOH 1% Etanol-Benzena Baku Pinus 2.45±0.00 c 9.53±1.73 b 10.33±0.18 d 2.54 Sengon 2.53±0.00 c 8.10±0.14 b 13.10±0.64 c 3.28 Gmelina 7.23±0.12 b 8.48±0.04 b 16.03±0.39 b 7.36 Kelapa sawit 12.38±0.68 a 15.30±0.00 a 43.43±0.74 a 38.23 Ket: Superkript menunjukkan hasil uji Tukey dan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada taraf nyata 5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan baku berpengaruh terhadap kelarutan air panas, dimana kelarutan air panas dari kayu sengon berbeda tidak nyata dengan kayu pinus dan gmelina namun berbeda nyata dengan kelapa sawit.

47 Kelarutan dalam larutan NaOH 1% dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut, meliputi senyawa anoraganik, seperti karbohidrat yang mempunyai berat molekul tinggi, tanin, kinon, zat warna dan sebagaian lignin (TAPPI 1991). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan baku berpengaruh nyata terhadap kelarutan dalam NaOH 1%. Berdasarkan hasil uji Tukey terlihat bahwa antara satu jenis bahan baku dan lainnya mempunyai kelarutan NaOH 1% yang berbeda (Tabel 1). Menurut Martawijaya et al. (1981), kayu yang memiliki zat ekstraktif yang tinggi dalam alkohol benzena memerlukan banyak bahan kimia dalam pembentukan pulp. Kelarutan dalam etanol-benzena terendah terdapat pada kayu pinus dan tertinggi terdapat pada kelapa sawit. Secara umum, keberadaan zat ekstraktif dalam kayu dapat menyebabkan beberapa masalah dalam proses delignifikasi kayu di antaranya dapat meningkatkan konsumsi bahan kimia pemasak, mengurangi rendemen pulp. Menurut Syafii et al. (2009), terdapat kecenderungan bahwa jenis kayu dengan kadar ekstraktif yang tinggi dapat menyebabkan laju delignifikasi menjadi semakin rendah. Ekstraktif yang bersifat asam juga dapat menyebabkan korosif pada digester dan warna gelap pada pulp. Dalam proses hidrolisis dan fermentasi, keberadaan zat ekstraktif dapat menghambat proses degradasi selulosa maupun hemiselulosa menjadi gula maupun proses fermentasi oleh khamir S.cereviciae sehingga rendamen etanol yang dihasilkan berkurang. Oleh karena itu, dalam proses pulping zat ekstraktif ini juga dihilangkan bersama lignin. Komponen Struktural Komponen primer kayu merupakan suatu kelompok bahan polimer penyusun utama dinding sel yang meliputi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan baku berpengaruh terhadap komponen primer bahan baku terutama kadar selulosa, lignin, dan holoselulosa dengan hasil uji Tukey ditunjukkan pada Tabel 2.

48 Tabel 2. Hasil Analisis Komponen Kimia Primer Bahan Baku Jenis Bahan Baku Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Holoselulosa (%) Pinus 42.40±0.11 b 23.25 27.50±0.00 a 65.65±0.99 a Sengon 41.30±0.42 b 15.53 26.90±0.14 a 56.83±0.04 b Gmelina 47.56±0.62 a 16.84 27.00±0.14 a 64.40±0.92 a Kelapa sawit 25.88±0.17 c 16.39 12.50±0.99 b 42.27±0.18 c Ket: Superkript menunjukkan hasil uji Tukey dan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada taraf nyata 5%. Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan baku berpengaruh pada kadar lignin (Lampiran 29). Kadar lignin pada sampel uji bervariasi antara 12.50 sampai dengan 27.50% (Lampiran 6), dimana kadar lignin rata-rata terendah terdapat pada kelapa sawit dan tertinggi terdapat pada kayu pinus. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa kadar lignin kayu sengon relatif sama dengan kayu gmelina namun lebih tinggi dari kelapa sawit dan cenderung lebih rendah dari kayu pinus (Tabel 2). Tingginya kadar lignin pada kayu pinus disebabkan oleh kayu tersebut termasuk kayu daun jarum. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Biermann (1993), bahwa kandungan lignin kayu daun jarum umumnya lebih tinggi dibandingkan kayu daun lebar. Kandungan lignin kayu daun jarum berkisar antara 25 sampai dengan 35% sedangkan pada kayu daun lebar berkisar antara 18 sampai dengan 25%. Perbedaan kadar lignin dalam kayu dapat berpengaruh terhadap laju delignifikasi. Semakin tinggi kadar lignin kayu maka konsumsi bahan kimia pemasak akan semakin tinggi dan waktu pemasakan yang lebih lama untuk mencapai tingkat pemasakan tertentu (Casey 1980). Tujuan utama proses pulping adalah melarutkan sebanyak mungkin lignin dengan sedikit mungkin terjadinya kerusakan pada komponen selulosa. Kadar lignin yang rendah akan menyebabkan proses hidrolisis dan fermentasi menjadi lebih mudah. Menurut Nzelibe & Okafoagu (2007), lignin dapat menghambat proses sakarifikasi (hidrolisis) polisakarida sehingga perlu dihilangkan sehingga hidrolisis menjadi lebih efisien. Lignin merupakan jaringan polimer fenolik yang merekatkan serat selulosa sehingga menjadi sangat kuat. Kekuatan ikatan lignin menjadi penghalang dalam proses hidrolisis dan fermentasi pada proses konversi biomassa menjadi etanol. Delignifikasi dapat membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih

49 mudah diakses oleh asam atau enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sun & Cheng (2002) yang menyatakan bahwa lignin yang terdapat pada tongkol jagung dapat menghalangi atau memperlambat akses enzim dalam memecah polisakarida pada proses hidrolisis sehingga dapat menurunkan kinerja enzim pada proses sakarifikasi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan baku sangat mempengaruhi kadar selulosa bahan baku (Lampiran 27). Kadar selulosa pada sampel uji bervariasi antara 25.76 sampai dengan 48.00% (Lampiran 7), dimana kadar selulosa terendah terdapat pada kelapa sawit dan tertinggi terdapat pada kayu gmelina. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa kadar selulosa kayu pinus relatif sama dibandingkan kayu sengon namun lebih rendah bandingkan kayu gmelina serta lebih tinggi dibandingkan kelapa sawit (Tabel 2). Selulosa bersifat tahan terhadap oksidasi larutan penggelantang, tidak larut air, alkohol, alkali encer, asam mineral dan eter. Degradasi selulosa dapat terjadi selama proses pemasakan pulp oleh larutan alkali dan asam pekat. Dua reaksi selulosa utama adalah reaksi peeling off yaitu pemutusan ujung pereduksi selulosa pada suhu 70 o C dan pemutusan gugus asetil secara acak di atas suhu 150 o C. Semakin tinggi kandungan selulosa bahan baku diharapkan meningkatkan rendemen pulp yang dihasilkan sehingga efisiensi proses pulping juga menjadi lebih tinggi. Selain selulosa, dalam kayu maupun dalam jaringan tanaman yang lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut poliosa atau hemiselulosa. Hemiselulosa disusun oleh berbagai unit gula, memiliki rantai molekul yang lebih pendek dan bercabang. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk poliosa dapat dibagi menjadi kelompok seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat, dan deoksiheksosa. Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri hanya atas satu unit (homopolimer) seperti xilan atau terdiri atas dua unit atau lebih (heteropolimer), seperti glukomannan. Beberapa unit selalu atau kadang-kadang merupakan gugus samping rantai utama (tulang punggung) seperti asam 4-O-metilglukuronat, galaktosa (Fengel & Wegener, 1995).

50 Kadar holoselulosa menyatakan banyaknya karbohidrat total dalam suatu bahan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar holoselulosa dipengaruhi oleh jenis bahan baku, dimana kadar holoselulosa terendah terdapat pada kelapa sawit kemudian diikuti kayu sengon dan tertinggi terdapat pada kayu gmelina dan pinus yang memiliki kadar holoselulosa yang relatif sama berdasarkan hasil uji Tukey. Dalam proses kraft, penambahan Na 2 S mempengaruhi pembentukan NaSH yang bereaksi dengan lignin, sehingga kelarutan lignin menjadi lebih besar, delignifikasi menjadi lebih sempurna dan reaksi yang terjadi terhadap selulosa dan hemiselulosa menjadi kurang merusak. Adanya penggantian sebagian NaOH oleh Na 2 S memungkinkan dipersingkatnya waktu pemasakan atau diturunkannnya suhu maksimum pemasakan sehingga rendemen pulp yang dihasilkan meningkat. Penambahan Na 2 S pada proses kraft menyebabkan perubahan sebagian gugusgugus ujung hemiselulosa terutama glukomanan, namun tidak berpengaruh terhadap komponen hemiselulosa lainnya (Sjostrom 1995). Jadi, pada dasarnya dalam teknologi proses kraft, komponen holoselulosa dipertahankan sehingga tidak terhidrolisis selama proses pemasakan. Semakin tinggi komponen hemiselulosa bahan baku diharapkan dapat menghasilkan rendemen pulp yang tinggi yang selanjutnya akan dihidrolisis menjadi gula dan kemudian difermentasi menjadi etanol. Struktur mikrofibril dalam kayu tersusun dari daerah-daerah teratur yang disebut daerah kristalin dan daerah yang tidak teratur yang disebut amorf. Daerah kristalin tersusun dari selulosa yang sulit dihidrolisis atau didegradasi baik oleh asam maupun enzim. Kristalinitas selulosa menunjukkan persentase daerah kristalin yang terdapat dalam mikrofibril. Hasil pengujian derajat kristalinitas selulosa ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 9. Derajat kristalinitas selulosa tertinggi terdapat pada kayu pinus sekitar 51.14% dan terendah terdapat pada kayu gmelina 48.38%.

51 Tabel 3. Derajat Kristalinitas Selulosa Berbagai Bahan Baku Jenis Bahan Baku Derajat Kristalinitas Selulosa (%) Pinus 51.14 Gmelina 48.38 Sengon 50.32 Kelapa Sawit 49.61 Dalam produksi bieotanol, reaktivitas pulp terhadap suatu pereaksi dalam proses hidrolisis sangat bergantung pada proporsi komponen kristalin dan amorf selulosa penyusunnya. Daerah kristalin sangat sulit dipenetrasi oleh agen penghidrolisis seperti enzim karena rantai selulosa tersusun secara teratur dan ikatan antara rantai selulosa yang kuat yaitu ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Yoshida et al 2008). Pemecahan molekul selulosa dihambat oleh tingginya derajat polimerisasi dan kristalisasi molekul selulosa serta kandungan lignin yang membungkus molekul selulosa. Hidrolisis selulosa sulit terjadi jika derajat polimerisasi, kristalinitas dan kandungan lignin belum berkurang, sehingga produktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan selulase rendah (Irawadi 1991). Perlakuan awal yang efisien harus dapat membebaskan struktur kristal selulosa dengan memperluas daerah amorf dan membebaskan dari lapisan lignin. Sun & Cheng (2002) menjelaskan lebih rinci bahwa perlakuan pendahuluan berfungsi sebagai berikut: meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan menghasilkan gula pada proses berikutnya melalui hidrolisis enzimatik, menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat, menghindari pembentukan produk samping yang dapat menghambat proses hidrolisis dan fermentasi, dan efisiensi biaya.

Gambar 9 Derajat Kristalinitas Selulosa Berbagai Bahan Baku 52