HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

dokumen-dokumen yang mirip
KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF) DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI PERIODE

Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ABSTRAK. Kata kunci: tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, indeks karies anak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

POSISI DUDUK SAAT DEFEKASI DAN OBESITAS SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN HEMORRHOIDDI BAGIAN BEDAH RS DR MOEWARDI SKRIPSI

HUBUNGAN MITRAL VALVE AREA (MVA) DENGAN HIPERTENSI PULMONAL PADA STENOSIS MITRAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Hubungan Faktor Risiko Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Terhadap Keluaran Motorik Stroke Non Hemoragik LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

HUBUNGAN ph SALIVA DENGAN KARIES PADA KEHAMILAN TRIMESTER PERTAMA DAN KEDUA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar

Abstract. Healthy Tadulako Journal 11. Hubungan antara pendampingan persalinan...( Abd. Halim, Fajar, Nur)

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

HUBUNGAN HIPOTIROIDISME DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA di KECAMATAN NGARGOYOSO, KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

PERBANDINGAN KONFIGURASI TANGAN DAN PERGELANGAN TANGAN PADA PASIEN CARPAL TUNNEL SYNDROME DENGAN ORANG NORMAL

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012

SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

UNIVERSITAS UDAYANA. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL PASIEN RINOSINUSITIS KRONIS DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK. Diah Arumsari Sanrisa Putri, Pembimbing I : Frecillia Regina, dr., Sp.A., IBCLC Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M.

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

BAB 4 METODE PENELITIAN

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: REIHAN ULFAH J

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KETEBALAN LEMAK PARA-DAN PERIRENAL BERDASARKAN ULTRASONOGRAFI TERHADAP FUNGSI GINJAL PADA PENDERITA OBESITAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

HUBUNGAN OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN. Oleh : AYU YUSRIANI NASUTION

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

BAB 4 METODE PENELITIAN

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP PENINGKATAN INDEKS RASIO KARDIOTORAKS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

I KOMANG AGUS SETIAWAN

TESIS AKHIR. dr. Muhammad Windi Syarif Harahap NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat

Transkripsi:

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS RELATION DEGREE ANGLE DEVIASI SEPTUM NASI WITH CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PATIENT WHO UNDERGO EXAMINATION PARANASALIS SINUS CT SCAN I Nyoman Teri Atmaja 1, Nurlaily Idris 1, Muhammad Ilyas 1, Frans Liyadi 1 Muhammad Fadjar Perkasa 2, R. Satriono 3,4 1 Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 2 Bagian Ilmu THT - KL Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 3 Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 4 Bagian Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Koresponden : I Nyoman Teri Atmaja Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 0813552409 Email : teriatmaja@yahoo.com 1

Abstrak Pengukuran derajat sudut Deviasi Septum Nasi dan Concha Bullosa Pneumanisasi Index dengan pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis untuk menilai hubungan derajat Sudut Deviasi Septum Nasi Dengan Conha Bullosa Pneumatisasi Index Pada Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah hubungan derajat sudut DSN dengan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Selama periode bulan November 2012 sampai Maret 2013 di Bagian Radiologi RS Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan 11 sampel yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis terdiri dari 39 laki-laki dan 1 perempuan. Metode penelitian bersifat Cross Sectional. Pengukuran derajat sudut DSN dan CBPI dinilai pada monitor CT Scan, dilakukan analisis statistik uji Spearman, Chi Square dan Fisher Exact Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI,dan tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan Rinosinusitis Kronik,tetapi terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB, dan terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan Rinosinusitis Kronik. Kata kunci : Derajat sudut Deviasi Septm Nasi, Concha Bullosa Pneumatisasi Index, Rinosinusitis Kronik. Abstract Measurement of Degree Angle Deviaion Septum Nasi and Concha Bullosa Pneumatization Index with Paranasalis Sinus CT Scan to evaluate relation Degree Angle Deviation Septum Nasi with Concha Bullosa pneumatization Index Patients Who Undergo Examination Paranasalis Sinus CT Scan This study aims to find out is there a relationship DSN Degree angle with CBPI in patients who under went CT Scans Sinus Paranasalis. During the period from November 2012 to March 2013 in the Department of Radiology Hospital Makassar Wahidin Sudirohusodo, 11 samples that underwent a CT scan of the sinuses Paranasalis comprised 39 men and 1 women were obtained. Research methods are cross sectional. Measurement DSN degree angle and CBPI can be assessed on a CT scan monitor, performed statistical analysis Spearman test, Chi Square and Fisher Exact Test. The results showed that there was no correlation between DSN degree angle with CBPI, and there is no significant correlation between the incidence of CB with chronic rhinosinusitis, but there is a correlation between incidence of DSN with CB, and there is a correlation between incidence of DSN with chronic rhinosinusitis. Keywords : Degree Septum Nasi Angle degree, Concha Bullosa Pneumatization Index, Chronic Rhinosinusitis. 2

PENDAHULUAN Deviasi Septum Nasi adalah suatu deformitas yang banyak ditemukan dan mempunyai patogenesis yang jelas dengan terjadinya rinosinusitis kronis (Earwaker, 1993). Beberapa hipotesis yang dikemukakan berkaitan dengan patofisiologi antara Deviasi Septum Nasi dan kejadian Rinosinusitis Kronik antara lain ; teori Stammberger s yaitu adanya stenosis pada ostiomeatal complex (OMC) diakibatkan oleh adanya konfigurasi anatomi atau hipertrofi mukosa menyebabkan obstruksi dan stagnasi dari sekret yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi (Earwaker, 1993). Hipotesis yang kedua yaitu pengaruh aerodinamik yaitu Deviasi Septum Nasi yang terjadi akibat peningkatan kecepatan aliran udara dalam rongga hidung yang menyebabkan mukosa kering dan fungsi mukosiliar berkurang.(de Weese,1998, Bhargava, 200). Hipotesis yang ketiga dikemukakan oleh Hollinshead yang mendemonstrasikan perubahan tekanan dan ventilasi sinus maksila dengan Deviasi Septum Nasi pada daerah OMC (Hollinshead,1996) yang disimpulkan bahwa tekanan antral berkurang yang diakibatkan oleh adanya deviasi septi bagian posterior. (Harar dkk., 2004, Miller,1998) Tidak semua deviasi septi memberikan gejala pada penderitanya namun adapula yang memberikan gejala antara lain perubahan pada mukosa hidung, Efek neurologik berupa sakit kepala akibat penekanan pada nervus trigeminus dan obstruksi pada cavum nasi.(datu, 1999) Salah satu dampak dari deviasi septi adalah rinosinusitis. Rinosinusitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.(kenjono, 2004) Selain DSN, CB (pneumatisasi pada concha nasalis) sering ditemukan pada pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis jika ukurannya besar bisa menimbulkan Rinosinusitis Kronik. Hubungan DSN dan CB menurut teori E Vacuo dan penelitian Uygur dkk., 2003 adalah : Mekanisme pasti dari pembentukan belum dapat diterangkan, dari pertimbangan pentingnya perputaran aliran udara dalam cavum nasi, menurut teori E vacuo aliran udara akan berkurang pada cavum nasi yang menyempit karena arah konveksitas deviasi sehingga aliran udara lebih banyak lewat melalui sisi kontra lateral dan menyebabkan pneumatisasi pada sisi tersebut. Tidak ada teori dijumpai pada literatur mengenai hubungan kejadian dari Concha Bullosa dengan deviasi septi dan hubungan antara deviasi septi dan Concha Bullosa, tapi penambahan pneumatisasi concha nasalis media kontra lateral tergantung pada derajat sudut deviasi.(uygur dkk., 2003) CT Scan adalah modalitas radiologi yang paling baik dalam menilai dan mengukur DSN, CB, Derajat sudut DSN dan CBPI.(Hamdy dkk., 2006) 3

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menentukan hubungan antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai bulan November 2012 sampai dengan Maret 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah observational dengan desain cross sectional study. Populasi dan sampel Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo untuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Sampel sebanyak 11 pasien diambil dengan metode consecutive sampling serta bersedia mengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed consent yang dikeluarkan oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Unhas. Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Biodata pasien dicatat pada formulir kuesioner penelitian. Setiap hasil pemeriksaan CT Scan sinus paranasalis potongan koronal dinilai dan diukur DSN, CB, derajat sudut DSN dan CBPI dilakukan oleh peneliti serta dinilai dan diukur bersama seorang ahli radiologi yang bertugas saat itu. Analisis data Semua data yang diperoleh dicatat dan dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji korelasi Pearson, Chi-square dan Fisher dengan tingkat kemaknaan p 0,05 serta penentuan nilai OR dengan CI 95% > 1 yang menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko dan CI 95% < 1 menunjukkan faktor protektif. HASIL PENELITIAN Karakteristik sampel Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Penelitian ini total sampel sebanyak 11 : 41 sampel laki-laki dan 6 sampel perempuan. Pada tabel ini memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 21-40 tahun dan jenis kelamin perempuan paling banyak didapatkan DSN,CB dan RSK yang positif. Tabel 2 memperlihatkan ukuran derajat sudut DSN dan CBPI, dengan derajat sudut DSN minimal 0 derajat dan maksimal 21 derajat sedangkan CBPI minimal 0,00 index dan 4

maksimal 32,20 index serta rerata derajat sudut DSN 10,39 derajat dan rerata CBPI 9,4191 index. Tabel 3 memperlihatkan angka kejadian DSN, CB dan RSK, didapatkan sebanyak 110 sampel DSN positif, 9 sampel CB positif, sampel RSK positif dan sebanyak sampel DSN negatif, sampel CB negatif serta 40 sampel RSK negatif. Analisis statistik Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi spearman seperti yang terlihat pada tabel 4, dimana tidak ditemukan hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI. Pada tabel 5, analisis dengan uji Chi-square diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan RSK. Tetapi analisis dengan uji Fisher diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB (p=0,05) dengan OR 14,625 dan 95% CI antara 1,692-126,. Dan terdapat hubungan bermakna antara kejadian DSN dengan RSK (p=0,045) dengan OR 5,35 dan 95% CI antara 0,990-28,981. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan concha bullosa pneumatisasi index pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Berdasarkan hasil analisis statistik pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index karena nilai p = 0,48 ( bermakna jika p< 0,05 ) namun nilai koefisien korelasi r = 0,030 (positif) artinya derajat sudut Deviasi Septum Nasi berbanding lurus terhadap Concha Bullosa Pneumatisasi Index sehingga jika semakin besar derajat sudut Deviasi Septum Nasi semakin besar pula Concha Bullosa Pneumatisasi Index begitu pula sebaliknya. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kemal Uygur et al, dimana didapatkan hubungan bermakna antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index. Hal ini terjadi karena Concha Bullosa Pneumatisasi Index ditentukan bukan saja karena besar derajat sudut Deviasi Septum Nasi tetapi bisa karena banyak faktor seperti tipe dari Deviasi Septum Nasi maupun tipe Concha Bullosa Pnematisasi itu sendiri. Pasien kelompok umur 21-40 tahun paling banyak didapatkan Deviasi Septum Nasi positif, Concha Bullosa positif dan Rinosinusitis Kronik positif dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena pada kelompok umur tersebut merupakan masa 5

perkembangan septum nasi dan merupakan usia produktif serta paling banyak aktifitasnya sehingga merasa sangat terganggu akhirnya rajin melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Sementara kelompok umur lainnya masa perkembangan septum nasi dan aktifitas tidak maksimal sehingga jarang memeriksakan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Demikian pula halnya pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak didapatkan Deviasi Septum Nasi positif, Concha Bullosa positif dan Rinosinusitis Kronik positif dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perempuan lebih perhatian dan lebih berani sehingga rajin melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Berdasarkan hasil analisis statistik lainnya yaitu hubungan antara angka kejadian Deviasi Septum Nasi dengan angka kejadian Concha Bullosa didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna dengan nilai p = 0,05 (uji Fisher) dan OR = 14,625. Artinya jika terdapat Deviasi Septum Nasi maka resiko kemungkinan terjadinya Concha Bullosa sebanyak 14,625 kali dibandingkan yang tidak terdapat DSN. Hal ini sesuai dengan teori Evacuo yang menyebutkan bahwa jika terdapat Deviasi Septum Nasi akan terjadi kompensasi kontra lateral yaitu terbentuknya Concha Bullosa Pneumatisasi pada Concha Nasalis Media kontra lateralnya. Pada penelitian ini kami juga menilai hubungan antara angka kejadian Deviasi Septum Nasi dengan angka kejadian Rinosinusitis Kronik. Dari hasil analiis statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna dengan nilai p = 0,045 (uji Fisher) dan OR = 5,53. Artinya jika terdapat Deviasi Septum Nasi maka resiko kemungkinan terjadinya Rinosinusitis Kronik sebanyak 5,53 kali dibandingkan yang tidak terdapat DSN. Hal ini sesuai dengan patofisiologi terjadinya RSK karena obstruksi ostiomeatal complex sehingga terjadi gangguan drainase dan menyebabkan infeksi (Rinosinusitis Kronik). Penelitian ini juga menilai hubungan antara angka kejadian Concha Bullosa dengan angka kejadian Rinosinusitis Kronik. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna mungkin karena tidak semua tipe CB menyebabkan RSK. Hal ini juga sesuai dengan referensi yaitu patofisiologi Concha Bullosa belum diketahui secara pasti dan tidak selalu terjadi karena kompensasi dari Deviasi Septum Nasi, sehingga hubungan antara angka kejadian Concha Bullosa dan angka kejadian Rninosinusitis Kronik tidak bermakna dan dapat berdiri sendiri. 6

KESIMPULAN DAN SARAN Pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis, tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI dan tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan RSK. Namun terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB, pada pasien yang mengalami DSN memiliki risiko CB 14,625 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengalami DSN serta terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan RSK, pada pasien yang mengalami DSN memiliki risiko RSK 5,53 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengalami DSN. Oleh karena itu, untuk menilai hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan CBPI dan hubungan antara angka kejadian CB dengan RSK, perlu mengetahui tipetipe CB dan DSN sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut yang meneliti tentang hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan tipe-tipe CB dan tentang hubungan antara angka kejadian tipe-tipe CB dengan RSK. DAFTAR PUSTAKA Bhargava, S.K. (200). Nasal or paranasal sinus lesion. In: CT differential diagnosis. New Delhi. 1-202. Datu, R. (1999). Anatomi septum nasi dan Sinus Paranasalis.Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. De Weese, D.D. (1998). Otolaryngology, Head and Neck Surgery. th ed. Mosby. 62-6. Earwaker, S. (1993). Anatomic variants in sinonasal CT: Radiographics, The journal of continuing medical education in radiology. 1-415. Hamdy,O., Porramatikul, S., Ozairi, E.Al. (2006). Metabolic Obesity: The Paradox BetweenVisceral and Subcutaneus Fat. Current Diabetes Review; Vol.2. No.4. Harar, R. and Chadha, N.K. (2004). The role of septal deviation in adult chronic rhinosinusitis. 126-130. Hollinshead, B. (1996). Anatomy for Surgeon, Head and Neck. Vol. I. Harper and Row. New York. 23-40. Kemal Uygur, Mustafa Tuz, Harun Dogru. (2003). The correlation between septal deviation and. 33-36. Kenjono, WA. (2004). Rinosinuitis: Etiologi dan patofisiologi dalam naskah lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Bagian ilmu kesehatan THT FK Unair/ RSU Dr. Soetomo. Surabaya. 1-16.

Miller, P.J. (1998). New development in nasal valve analysis and functional nasal surgery.in : current opinion in Otolaryngology & Head and neck Surgery. 2-45. Lampiran Daftar Tabel Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian Karakteristik Umur 20 (tahun) 21-40 41-60 > 60 Total Pasien CT Scan Sinus Paranasalis (n=11) Deviasi SN CB RSK + - + - + - 26 52 29 3 110 1 2 4 0 20 20 1 9 16 13 2 15 21 3 12 16 12 0 40 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 39 1 110 2 5 Keterangan : SN = Septum Nasi; CB=Concha Bullosa; RSK = Rinosinusitis Kronik; n=sampel 29 50 9 12 26 2 51 8 14 25 39 Tabel 2. Hasil pengukuran derajat sudut DSN dan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT scan Sinus Paranasalis Derajat Sudut DSN CBPI Pasien CT Scan Paranasalis (n=11) Minimal Maksimal Rerata SB 0 21 10,39 4,932 0,00 32,20 9,4191 8,9446 Keterangan : DSN=Deviasi Septum Nasi; CBPI=Concha Bullosa Pneumatisasi Index; n=sampel; SB=Simpangan Baku Tabel 3. Hasil penilaian angka kejadian Deviasi Septum Nasi, Concha Bullosa dan Rinosinusitis Kronik Karakteristik DSN CB RSK Pasien CT Scan SPN (n=11) Positif Negatif 110 9 40 Total 11 11 11 Keterangan : DSN=Deviasi Septum Nasi; CB=Concha Bullosa; RSK=Rinosinusitis Kronik; SPN=Sinus Paranasalis; n=sampel 8

Tabel 4. Hasil analisis korelasi spearman antara derajat sudut DSN dengan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis CBPI p r Derajat Sudut DSN 0,48 0,030 Uji Spearman, Keterangan : p = probabilitas (<0,05); r = koefisien korelasi; DSN=Deviasi Septum Nasi; CBPI=Concha Bullosa Pneumatisasi Index. Tabel 5. Hasil analisis Chi-square faktor risiko kejadian Deviasi Septum Nasi dan Concha Bullosa terhadap kejadian Concha Bullosa dan RSK pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis Kejadian DSN Kejadian DSN Semua Pasien CT Scan SPN (n=11) Kejadian CB 95% CI p OR + - Lower Upper + 8 32 0,05 * 14,625 1,692 126, - 1 6 Kejadian RSK 95% CI p OR + - Lower Upper + 5 35 0,045 * 5,35 0,990 28,981-2 5 Kejadian RSK 95% CI p OR + - Lower Upper + 53 26 Kejadian CB 0,65 1,189 0,529 2,61-24 14 Uji Fisher * ; Uji Chi-square Keterangan : p=probabilitas (< 0,05) ; DSN=Deviasi Septum Nasi; CB=Concha Bullosa;RSK=Rinosinusitis Kronik; p=probabilitas; OR=Odds Rasio; CI=Confident Interval; n=sampel 9