PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyajian hasil penelitian ini merupakan penjelasan mengenai data hasil

DAMPAK PEMBINAAN KEPRAMUKAAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Dasar Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

PROGRAM KERJA GUGUS DEPAN XI /076 PANGKALAN SMP NEGERI 8 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Disusun Oleh. Dewan Kerja Penggalang

KATA PENGANTAR. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Drs. M. Mustaghfirin Amin, MBA

PANDUAN TEKNIK PENYAJIAN MODUL KURSUS PEMBINA PRAMUKA MAHIR TINGKAT LANJUTAN (KML) GOLONGAN PENGGALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

I. PENDAHULUAN. Kemandirian dan tanggung jawab merupakan pilar penting bagi terwujudnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB II KAJIAN TEORITIK

PETUNJUK TEKNIS LOMBA KETERAMPILAN PRAMUKA PENGGALANG DAN PENEGAK (LKP3) TAHUN 2015

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

PETUNJUK TEKNIS LOMBA KETERAMPILAN PRAMUKA PENGGALANG DAN PENEGAK (LKP3) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

PETUNJUK TEKNIS LOMBA KETERAMPILAN PRAMUKA PENGGALANG DAN PENEGAK (LKP3) TAHUN 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA DI MA YMI WONOPRINGGO

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTTO SAN WACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB II TANJAUAN PUSTAKA. merupakan tafsiran dari stimulus yang telah ada di dalam otak.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. belakang dengan budaya Indonesia atau bahkan bertolak belakang juga dengan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari beberapa data mengenai Implementasi Pendidikan Karakter

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 055 TAHUN 1982 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN TANDA PENGENAL GERAKAN PRAMUKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V SD NEGERI LENCOH SELO BOYOLALI TAHUN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

Kegiatan Pramuka. Kegiatan yang dapat diikuti semua golongan Pramuka

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya. hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. telah mengundang berbagai musibah dan bencana di negri ini. Musibah dan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

MODUL 6.1 DAN 6.2 SKU/TKU, SKK/TKK, SPG/TPG DAN ALAT PENDIDIKAN

PRAMUKA PENGGALANG. 2) Susunan Regu Penggalang

BAB V PEMBAHASAN. dari analisis masing-masing rumusan masalah yang berupa hasil analisis. mencari pengaruh atau uji hipotesis dari kedua variabel.

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

Lembar Observasi Karakter Disiplin. KRITERIA No Nama Siswa

BAB I PENDAHULUAN. adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN ADVERSITY QUOTIENT (AQ) Shofiyatus Saidah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Al-Qur an. Oleh karena itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI-NILAI DEMOKRASI DALAM KEGIATAN PRAMUKA

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

PENGARUH PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA SD NEGERI 2 GENENGSARI KEMUSU TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

TANDA PENGENAL GERAKAN PRAMUKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. ( diakses 2 Maret 2015) ( diakses 2 Maret 2015)

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15 tahun = masa remaja awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun = masa remaja akhir (Desmita, 2005 : 190). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Konopka (dalam Yusuf dan Nurihsan, 2012 : 71) menjelaskan bahwa usia remaja merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Masa remaja ditandai dengan perubahan yang cepat pada fisik, emosional dan mental anak. Tugas perkembangan pada masa remaja berbeda dengan tugas perkembangan pada masa kanak-kanak. Pada usia ini, remaja mulai berfikir tentang kehidupan sosial yang lebih luas. Schultz (dalam Hidayat dan Herdi, 2013 : 48) menyatakan bahwa Remaja yang baru menghancurkan identitasnya yang lama, kemudian mencoba untuk menemukan suatu identitas baru. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa, remaja belum sepenuhnya dapat meninggalkan sifat kekanak-kanakannya, tetapi memiliki dorongan yang sangat besar untuk mendapatkan pengakuan sebagai orang dewasa. Masa remaja sering pula disebut sebagai masa pencarian jati diri (ego identity). Pada masa pencarian jati diri ini remaja memiliki kecenderungan untuk mencoba berbagai macam hal baru. Respon remaja ketika mencoba berbagai macam hal baru, ada dua cara. Pertama, respon positif yang dicerminkan melalui sikap optimis dan dapat menempatkan diri dalam pergaulan. Respon positif tersebut berupa motivasi yang tumbuh dalam diri individu dengan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuannya dan mempunyai keputusan tentang masa depannya. Respon positif tersebut dapat membuat individu berkembang optimal dan siap menghadapi tantangan selanjutnya. Kedua, respon negatif yang tercermin melalui

sikap minder, tidak punya pendirian dan ikut-ikutan teman karena takut tidak diterima dalam lingkungan sebayanya. Remaja dengan respon negative cenderung tidak punya keputusan tentang masa depan dan tidak siap menghadapi tantangan selanjutnya. Di dalam merespon tantangan yang ada dalam kehidupan, remaja memerlukan keberanian untuk menghadapi tantangan. Kemampuan dan keberanian dalam menghadapi tantangan dan mengubahnya menjadi jalan kesuksesan disebut sebagai Adversity Quotient. Adversity Quotient (AQ) merupakan kemampuan individu untuk bertahan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan (Stoltz, 2004 : 8). AQ hadir sebagai jembatan antara IQ (Intelligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Stoltz (2004:16) berpandangan bahwa IQ dan EQ bukan menjadi faktor penentu kesuksesan seseorang, tapi keduanya memainkan perannya masing-masing dengan seimbang. Beberapa orang dengan IQ dan EQ tinggi justru tidak dapat mencapai kesuksesan karena cepat menyerah ketika mengahadapi masalah. Orang dengan AQ rendah cenderung menyerah, akibatnya mereka menyia-nyiakan IQ dan EQ yang dimiliki. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa AQ membantu seseorang untuk memperjuangkan tujuannya dan menemukan solusi bagi tantangan yang dihadapi. Stoltz (2004 : 6) mengibaratkan kehidupan sebagai sebuah pendakian. Kepuasan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun kadang-kadang langkah demi langkah yang ditapakkan terasa lambat dan menyakitkan. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa setiap manusia memiliki tujuan yang ingin dicapai untuk menggambarkan kesuksesan. Langkah menuju sukses banyak tantangan dan hambatan, sehingga membutuhkan keyakinan. Stoltz (2004 : 18) membedakan AQ menjadi tiga tipe, yaitu Quitters, Campers dan Climbers. Quitters adalah golongan orang-orang yang berhenti bertindak dan mengabaikan kesempatan untuk berkembang, merupakan tingkatan AQ paling rendah. Campers atau satisficer adalah golongan orang-orang yang membuat nyaman dirinya sendiri setelah lelah berjuang dan memandang kenyamanan sebagai tujuan akhir, merupakan orang dengan tingkat AQ rendah.

Climbers adalah pejuang sejati dalam kehidupan yang mengabdikan dirinya untuk selalu memperbaiki dirinya dan menjadi lebih baik setiap hari, merupakan tingkatan AQ yang paling tinggi. Seseorang dengan AQ yang tinggi akan memiliki kendali terhadap dirinya ketika menghadapi masalah. Orang dengan AQ tinggi menunjukkan sikap yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah, tidak langsung menyalahkan oranglain ketika menghadapi masalah, selalu percaya bahwa setiap ada masalah pasti ada jalan keluarnya, mampu mempertimbangkan batasan suatu masalah, tidak putus asa dalam keadaan terburuk dan selalu dapat belajar dari kesalahan. Hal tersebut dikarenakan AQ membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan mereka dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian-impian mereka. AQ dibutuhkan untuk menghadapi tantangan menuju sukses yang ada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kenyataan yang ada dilapangan, remaja khususnya usia SMP memiliki AQ yang cenderung rendah karena belum memiliki keyakinan diri untuk mengambil keputusan tentang masa depannya. Surya (dalam Hidayat dan Herdi, 2013 : 95) memaparkan bahwa peserta didik disekolah mengalami berbagai masalah salah satunya yaitu masalah gangguan mental. Pendapat tersebut menegaskan bahwa masalah gangguan mental pada remaja ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti pesimis, kurang percaya diri, merasa cemas dan tertekan, takut mengambil keputusan, melanggar norma dan menghindari tanggung-jawab sosial. Bentuk pelanggaran norma dan menghindari tanggung-jawab sosial remaja di sekolah adalah membolos, tidak mengerjakan tugas sekolah, tidak disiplin. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara kepada guru BK dan angket yang diberikan langsung kepada siswa kelas VII SMPN 1 Kauman Ponorogo. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa pada umumnya siswa kelas VII memiliki keberanian yang rendah dalam menghadapi tantangan. Beberapa perilaku siswa yang mengindikasikan memiliki adversity

quotient rendah seperti kurang percaya diri untuk berpendapat di depan kelas, takut menanyakan materi pelajaran yang belum dipahami, merasa ragu dengan kemampuannya, tidak berani ketika disuruh mengerjakan soal ke depan kelas dan cenderung terlalu ikut pendapat teman. Keadaan tersebut apabila tidak diatasi dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar dan berakibat pada turunnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Endah Setyaningtyas mahasiswa UNS dengan judul Hubungan Adversity Quotient (AQ) dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Studi Kebidanan Universitas Sebelas Maret dengan sampel berjumlah 119 orang, menunjukkan bahwa nilai r hitung (0,546) lebih besar dari r tabel (pada a=0,05, yaitu 0,195) dengan signifikansi 0,00 (p<0,05). Berdasarkan hasil analisis, prestasi belajar dipengaruhi oleh Adversity Quotient sebesar 29,80 % dengan nilai r hitung positif menunjukkan bahwa semakin tinggi Adversity Quotient maka semakin tinggi pula prestasi belajar. Berdasarkan penelitian tersebut perlu adanya upaya untuk meningkatkan Adversity Quotient. Kegiatan yang dipandang dapat digunakan untuk meningkatkan AQ remaja SMP adalah ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran untuk membantu mengembangkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik untuk tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berwenang di sekolah (Muslich, 2014 : 86). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat dilaksanakan diluar maupun di dalam lingkungan sekolah. Adanya kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat membantu proses perkembangan siswa di sekolah. Lembaga sekolah dianggap memiliki peran penting dalam membantu siswa mencapai tugas perkembangannya karena sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara kegiatan ekstrakurikuler, dan hampir seluruh waktu siswa dihabiskan disekolah. Oleh karena itu, agar tujuan kegiatan ekstrakurikuler dapat tecapai lembaga sekolah diharapkan dapat melakukan evaluasi dan pengembangan terhadap kegiatan ekstrakurikuler.

Terdapat berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti siswa disekolah, salah satunya adalah kegiatan kepramukaan. Kepramukaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan pramuka. Sunardi (2006 : 3) menjelaskan bahwa kepramukaan adalah suatu permainan yang mengandung pendidikan, pembinaan mental dan pembangunan karakter. Kurikulum pendidikan pramuka didasarkan pada kode kehormatan pramuka (satya dan dharma pramuka) dan menerapkan sistem among. Kegiatan pramuka menggunakan konsep satuan terpisah yaitu satuan putra dan satuan putri yang proses penyusunan kegiatannya sudah disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa. Kegiatan pramuka yang dilaksanakan di SMPN 1 Kauman Ponorogo yang meliputi : 1) kegiatan kemah penerimaan peserta didik baru sebagai wujud kekeluargaan sekaligus orientasi kegiatan pramuka. 2) latihan rutin setiap Jum at sore. Terdapat berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan siswa di bidang pramuka, seperti latihan baris-berbaris, pengenalan IMPK (Ilmu Medan Peta dan Kompas), mengasah kreatifitas dengan tali-temali dan pembuatan pionerring, PP (Pertolongan Pertama), mendirikan tenda, teknik survival, semaphore dan sandi. 3) Uji Syarat Kecakapan Umum (SKU) yang didasarkan pada buku SKU penggalang untuk menguji kemampuan dasar peserta didik, seperti kedisiplinan, kepemimpinan, toleransi, keberanian dan kerjasama. 4) Uji Syarat Kecakapan Khusus (SKK) untuk menguji keterampilan-keterampilan yang dimiliki peserta didik pada bidang tertentu, seperti keterampilan memasak, menyanyi, melukis, mengaji, menabung dan menolong orang. Tingkatan TKK yaitu purwa, madya dan utama. 5) Outbond atau kegiatan di alam bebas, sebagai bentuk kecintaan terhadap lingkungan. 6) Pemilihan Dewan Penggalang sebagai pengurus organisasi pramuka disekolah. Kegiatan pramuka yang diambil oleh peneliti adalah Uji Syarat Kecakapan Umum (SKU) golongan Penggalang Ramu. Keputusan Kwarnas no. 088 tahun 1974 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan SKU menyatakan bahwa uji SKU adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pramuka, maka disusun

sedemikian rupa sehingga dapat dipenuhi oleh semua pramuka, putera dan puteri, baik yang berada di kota besar maupun di desa-desa. Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa, penyusunan Uji SKU sudah disesuaikan dengan tingkat perkembangan remaja, baik yang di kota besar maupun di desa terpencil. Uji SKU dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa serta sebagai sarana naik tingkatan pada golongan pramuka. Keanggotaan Gerakan Pramuka terbagi menjadi empat golongan, yaitu Pramuka Siaga usia 7-10 tahun, Pramuka Penggalang usia 11-15 tahun, Pramuka Penegak usia 16-20 tahun, dan Pramuka Pandega usia 21-25 tahun. Pramuka Penggalang memiliki tiga jenjang pendidikan, yaitu Penggalang Ramu, Penggalang Rakit dan Penggalang Terap. Siswa SMP yang baru memasuki jenjang pendidikan menengah pertama masuk dalam golongan Pramuka Penggalang Ramu. Bentuk kegiatan Uji SKU Pramuka adalah serangkaian tahap pengujian poin-poin pada buku SKU yang dilakukan oleh Pembina dan ahli. Masing-masing jenjang pendidikan pramuka memiliki persyaratan dan jumlah poin ujian yang berbeda sehingga waktu penyelesaian SKU juga berbeda. Penyelesaian SKU Penggalang Ramu mencakup proses pembelajaran, pengujian dan pelantikan. Proses pembelajaran SKU oleh Pembina dilaksanakan melalui program latihan rutin selama beberapa bulan yang dikemas dengan kegiatan yang menarik, menantang dan menyenangkan. Pemimpin Regu (Pinru) melalui pengawasan Pembina dapat membantu untuk memberikan pembelajaran kepada anggotanya yang lain. Proses pembelajaran yang lama membutuhkan kedisiplinan masingmasing anggota regu, toleransi antar anggota, kepemimpinan Pinru terhadap regunya dan ketekunan untuk dapat lulus sampai tahap pelantikan. Proses pengujian melalui dua cara, yaitu ujian langsung yang dilakukan dengan cara tatap muka langsung dengan Pembina dan ujian tidak langsung yang dilakukan dengan pemberian tugas pada regu untuk melakukan kegiatan yang didalamnya terdapat unsur poin SKU yang diuji. Siswa yang merasa sudah menguasai materi meminta secara langsung kepada Pembina untuk melakukan ujian, sehingga diperlukan

keberanian pada proses pengujian. Proses pelantikan dilakukan setelah semua anggota regu berhasil menempuh seluruh poin Uji SKU dan dinyatakan lulus oleh Pembina. Siswa dengan AQ rendah akan cenderung bermalas-malasan ketika mengikuti latihan dan berusaha menghindari tanggungjawab dengan bentuk tidak berpartisipasi aktif dalam tugas kelompok dan membolos dari latihan. Apabila hal tersebut terjadi akan berakibat pada terbentuknya sikap pesimis dan mudah menyerah dalam diri siswa. Di sinilah Kegiatan Uji SKU Pramuka dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan AQ siswa SMP. Siswa SMP pada dasarnya sudah memiliki keberanian dan kemampuan, akan tetapi ketekunan dan keyakinan dirinya perlu ditingkatkan agar mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan dan meraih kesuksesan. Berdasarkan penjelasan tersebut, perlu adanya penelitian eksperimen tentang Kegiatan Uji SKU Pramuka untuk meningkatkan Adversity Quotient, sehingga disusun penelitian eksperimen dengan judul Pelatihan Uji Syarat Kecakapan Umum (SKU) Pramuka Sebagai Sarana Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Adversity Quotient Siswa Kelas VII SMPN 1 Kauman Ponorogo Tahun Ajaran 2016/ 2017