KEANEKARGAMAN KUPU-KUPU DIURNAL (SUB ORDO: RHOPALOCERA) DI KOMPLEK GUNUNG BROMO KPH SURAKARTA KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Juli 2012 dan bertempat di

BAB IV METODE PENELITIAN

Kelompok Papilionidae lebih banyak aktif di siang hari untuk menghindari predator, seperti burung yang aktif pada pagi hari (Homziak & Homziak 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

KERAGAMAN KUPU-KUPU DI TAMAN WISATA ALAM BANING SINTANG. Hilda Aqua Kusuma Wardhani 1 Abdul Muis 2 1. Staf Pengajar FKIP Universitas Kapuas Sintang 2

Perhitungan Tingkat Kekerabatan Ordo Lepidoptera (Kupu Kupu) di Tahura Bromo Karanganyar Menggunakan Indeks Kesamaan Sorensen dan Dendogram

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. Lampung memiliki keanekaragaman kupu-kupu yang cukup tinggi. Keanekaragaman kupu-kupu ini merupakan potensi sumber daya alam hayati

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

bio.unsoed.ac.id Di dalam konsep Agrowisata, usaha pertanian unggulan dikembangkan a. Latar belakang 1. PENDAHULUA}{

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

9-077 STRUKTUR KOMUNITAS KUPU-KUPU PADA AREA WANA WISATA AIR TERJUN COBAN RAIS DI BATU

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

Keanekaragaman kupu-kupu (Insekta: Lepidoptera) di Wana Wisata Alas Bromo, BKPH Lawu Utara, Karanganyar, Jawa Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kristensen et al. (2007) superfamili Papilionoidea terdiri dari lima

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan secara terus-menerus. Maka dari itu, setiap manusia harus

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

2015 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI DAN PAKAN SINTETIS TERHADAP LAMANYA SIKLUS HIDUP

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

4 KARAKTERISTIK SUMBER DAYA KUPU-KUPU (Lepidoptera) YANG DIMANFAATKAN SECARA KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

IV KONDISI UMUM TAPAK

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI KUPU-KUPU PAPILIONIDAE DI KAWASAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT ARTIKEL ILMIAH

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Biodiversitas Ekologi Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

17-147 KEANEKARGAMAN KUPU-KUPU DIURNAL (SUB ORDO: RHOPALOCERA) DI KOMPLEK GUNUNG BROMO KPH SURAKARTA KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 The Diversity Diurnal Buterfly (Sub Ordo: Rhopalocera) Complex in The Mount of Bromo KPH Surakarta Karanganyar Distric in 2013 Hariyatmi, Rofi Safi i Ahmad Susetya Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail : hariyatmi@ums.ac.id, hari_yatmi@yahoo.com Abstract- The purpose of this study is to determine the diversity of diurnal butterflies (Sub Order : Rhopalocera) in complex Mount Bromo KPH Karanganyar Surakarta in 2013. Research is explorative quantitative research done by analyzing the value of the Shannon diversity index and evenness of species in the population. Sampling was done by catching butterflies directly on the 4 pieces that have been deemed most representative of the entire complex regional characteristics and vegetation of Mount Bromo. Sampling results obtained in stage 4 for 211 individuals consisting of 4 familia, 21 genera and 26 species. Analysis showed diversity with Shannon index H 'value of 2.249 at stage 1 ; 2,558 at stage 2 ; 2,664 to 2,218 at stage 3 and stage 4. While the value of H ' for all the research stage is 2,956 butterfly diversity means there is the category of being. The distribution of species in the study sites can be said to be evenly distributed with the value of E = 0.907. Keywords : butterfly, mount bromo, diversity PENDAHULUAN Salah satu keanekaragaman jenis yang menonjol di Indonesia apabila dibandingkan dengan negara lain adalah serangga. Jumlah serangga yang ditemukan di Indonesia kurang lebih 250.000 jenis atau sekitar 14% dari seluruh biota yang ada di Indonesia (Shahabudin dkk, 2005). Anggota classis Insekta yang jenisnya terbanyak adalah kumbang dan kupu-kupu. Kupu-kupu merupakan anggota classis Insekta yang memiliki warna-warna yang terang dan menarik, sehingga di antara serangga yang lain, kupu-kupu memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Indonesia tercatat sebagai negara dengan keanekaragaman kupu-kupu yang besar. Indonesia memiliki sekitar 2500 jenis kupu-kupu (Ekodhanto, 2012). Kupu-kupu banyak ditemui di dalam hutan. Serangga ini biasa beterbangan di antara pohon-pohon di dalam hutan, di tepi-tepi sungai dan tempat-tempat lain yang terang dan terbuka di dalam hutan yang terdapat berbagai jenis bunga (Amir, 2003). Komplek Gunung Bromo memiliki hutan koleksi seluas 1,5 hektar yang ditanami 153 jenis tanaman obat yang berasal dari seluruh Indonesia pada tahun 2011. Kondisi iklim dan lingkungan Gunung Bromo tergolong ideal sebagai habitat alami kupu-kupu yaitu dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, temperatur berkisar antara 15 25 C dan curah hujan rata-rata 3.712 mm tiap tahunnya (Hasanusi, 2008). Lokasi Gunung Bromo sering dijadikan tempat penelitian botani, tetapi untuk studi keanekaragaman satwa khususnya kupu-kupu belum pernah dilaksanakan, sehingga keanekaragaman kupu-kupu yang ada belum terinventarisasikan dengan baik. Berdasarkan latar belakang di atas, dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman kupu-kupu dengan tujuan mengetahui keanekargaman kupu-kupu diurnal di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta kabupaten Karangayar tahun 2013. Peneliti berharap hasil penelitian dapat digunakan dalam dunia pendidikan serta konservasi. 866 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta Kabupaten Karanganyar melalui rute yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan Februari 2013. Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan individu yang tergolong dalam suku serangga bersayap sisik yang aktif pada siang hari (Sub Ordo: Rhopalocera) di komplek Gunung Bromo KPH Surakarta Kabupaten Karanganyar tahun 2013. Sampel yang digunakan ini adalah individu Lepidoptera yang berhasil ditangkap dan diidentifikasi pada setiap rute penangkapan di lokasi penelitian Gunung Bromo KPH Surakarta Kabupaten Karanganyar tahun 2013. Teknik pengambilan sampel menggunakan jaring serangga udara dan diestimasi dengan metode Lincoln-Peterson. Metode ini lazim digunakan untuk mengestimasi besarnya populasi hewan yang memiliki mobilitas tinggi termasuk kupu-kupu. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menjelajah hutan melewati jalan aspal, jalan tanah, jalan setapak, semak belukar, sungai dan makam. Sampling dibagi menjadi 4 etape dengan jumlah sampling sebanyak 30 kali sampling pada tiap etape. Jumlah sampling keseluruhan sebanyak 120 kali sampling pada periode atau hari pertama dan 120 kali sampling pada periode atau hari kedua. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dimana peneliti berusaha menggambarkan keadaan suatu variabel yang dikaji secara kuantitatif dan dianalisis setelah semua data terkumpul. Teknik yang digunakan pada penelitian ini berupa teknik penangkapan langsung dengan butterfly net, metode estimasi populasi Lincoln-Peterson, serta indeks keanekaragaman. Shanon dan indeks Kemerataan. Pada penelitian ini data diperoleh dari hasil penangkapan kupukupu di komplek Gunung Bromo KPH Surakarta Kabupaten Karanganyar pada bulan Februari tahun 2013. Teknik analisis data dilakukan dengan cara menganalisis data besarnya populasi dan keanekaragaman spesies kupu-kupu dari seluruh etape yang digunakan sebagai lokasi sampling. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Komposisi jenis, keanekaragaman kupu-kupu diurnal yang berhasil ditemukan di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta yaitu sebanyak 26 spesies dengan total 211 individu. Jumlah spesies yang ditemukan antara lain dari famili Papilionidae (8 spesies), famili Pieridae (5 spesies), famili Nymphalidae (11 spesies) dan famili Lycaenidae (2 spesies). 2. Keanekaragaman jenis, apabila nilai keanekaragaman dihitung pada masingmasing etape maka nilai H tertinggi adalah etape 3 dengan H = 2.664, etape 2 dengan H = 2.558, etape 1 dengan H = 2.249 dan etape 4 dengan H = 2.218. Kemerataan spesies jika dihitung pada masing-masing etape memiliki nilai yang berbeda-beda. Kemerataan spesies tertinggi ada pada etape 4 dengan nilai E = 0.924, etape 3 dengan nilai E = 0.922, etape 2 dengan E = 0.885 dan etape 1 dengan E = 0.830. 3. Faktor fisik, cuaca saat pengambilan data selalu cerah pada pagi dan siang hari. Pada sore menjelang malam terjadi hujan di Komplek Gunung Bromo. Suhu udara berkisar antara 24 30 0 C dengan kelembaban udara antara 71 80%. 4. Sebaran ekologi, Sebaran ekologis kupu-kupu digambarkan dengan posisi saat kupu-kupu tersebut ditemukan. Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 867

Posisi tersebut dibedakan atas posisi vertikal dan posisi horizontal. Posisi vertikal menggambarkan posisi kupukupu terhadap sub permukaan tanah seperti permukaan tanah atau pasir atau sungai, permukaan lantai hutan yang ditumbuhi tanaman, di bawah atau di atas tanaman, di bawah atau di atas kanopi hutan. Posisi horisontal menggambarkan posisi kupu-kupu terhadap letak hutan atau tanaman inang, sumber air ataupun jangkauan dari jalur penelitian. 5. Kondisi dan aktivitas saat dijumpai, kondisi kupu-kupu dinyatakan dengan keadaan fisik kupu-kupu pada saat ditemukan. Keadaan fisik yang dimaksud adalah ada tidaknya kerusakan bagian tubuh seperti sayap, antena, kaki-kaki dan sebagainya. Aktivitas kupu-kupu saat ditemukan sebagian besar adalah terbang, karena kupu-kupu harus berkunjung dari satu bunga ke bunga yang lain untuk menghisap nektar. Terbang juga merupakan suatu mekanisme pertahanan diri kupu-kupu terhadap pemangsa. Kupu-kupu yang ditemukan dalam posisi hinggap adalah kupu-kupu yang terbang dengan pelan. Hinggap pada ranting dan daun juga merupakan mekanisme pertahanan diri berupa penyamaran saat kupu-kupu terasa terancam. 6. Ancaman terhadap keanekaragaman kupukupu, ada beberapa hal yang dapat menjadi ancaman bagi keberadaan kupu-kupu di Komplek Gunung Bromo antara lain pembabatan semak lantai hutan yang menjadi inang kupu-kupu untuk dijadikan lahan perkebunan, pencemaran air sungai Bambon oleh limbah rumah tangga serta pembakaran semak-semak kering yang menjadi tempat berlindung beberapa jenis kupu-kupu. Pembahasan Faktor abiotik yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu antara lain suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya (Rizal dalam Efendi, 2009). Suhu udara menunjukkan kesesuaian bagi kehidupan kupu-kupu. Suhu rata-rata pada pagi hari 24,5 0 C dan pada siang hari 29 0 C. Efendi (2009) menyatakan bahwa suhu ideal bagi kupu-kupu beraktivitas berkisar antara 25 40 0 C. Hal tersebut berarti kupu-kupu harus melakukan basking pada pagi hari untuk menaikkan suhu tubuhnya. Ini terbukti dengan ditemukannya spesies kupu-kupu yang hinggap di bawah sinar matahari saat sampling dilakukan pada pagi hari. Intensitas cahaya matahari berbanding sejalan dengan suhu udara. Pada umumnya kupu-kupu menyukai habitat yang mempunyai kelembaban tinggi (Rafsanjani, 2013). Kelembaban di Komplek Gunung Bromo berkisar antara 71% 79%. Kelembaban di lokasi penelitian tergolong tinggi karena lebih dari setengah lokasi Komplek Gunung Bromo memiliki vegetasi yang rapat dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi. Kelembaban udara yang tinggi membantu kupu-kupu bertahan pada suhu udara yang ekstrim serta mempengaruhi jumlah sekresi nektar yang menjadi sumber makanan kupu-kupu dewasa (Corbet dalam Efendi, 2009). Keanekaragaman kupu-kupu di lokasi penelitian selain dipengaruhi faktor fisik lingkungan juga dipengaruhi oleh keanekaragaman tumbuhan inang. Penurunan keanekaragaman tumbuhan inang dapat disebabkan oleh gangguan alam ataupun aktivitas manusia dalam memanfaatkan hutan di Komplek Gunung Bromo. Gangguan alam dapat berupa banjir, kemarau panjang, kebakaran hutan yang tidak disengaja, kabut tebal dan lain- 868 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_

lain. Fungsi hutan di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta sebagai hutan produksi dan hutan wisata menyebabkan banyaknya aktivitas manusia yang bersinggungan dengan keberadaan tumbuhan inang kupu-kupu. Gangguan yang ditemukan antara lain pembabatan semak hutan untuk dijadikan ladang perkebunan sementara oleh warga sekitar ataupun untuk dijadikan medan offroad, pembakaran semak kering, dan penebangan tanaman untuk digunakan sebagai kayu bakar. Sejumlah aktivitas manusia yang telah disebutkan selain dapat menurunkan keanekaragaman tanaman inang juga mempengaruhi keberadaan kupu-kupu secara langsung. Pembabatan dan pembakaran semak dapat mematikan telur, larva serta pupa yang terdapat pada tanaman tersebut apabila pembabatan serta pembakaran semak dilakukan secara non-konservatif. Pembakaran semak juga menimbulkan asap yang membuat kupukupu pergi menjauh dari habitat tersebut karena pada dasarnya kupu-kupu menyukai udara yang bersih. Keanekaragaman kupu-kupu di tergolong sedang dengan nilai indeks Shanon (H ) = 2,956. Keanekaragaman dinyatakan sedang apabila nilai H = 2,3026 sampai dengan 6,9078; rendah apabila nilai H < 2,3026; tinggi apabila nilai H > 6,9078. Jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Efendi (2009) di kawasan Hutan Koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang menunjukkan nilai H = 2,79 maka keanekaragaman kupukupu di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta lebih tinggi. Apabila keanekaragaman dihitung berdasarkan setiap etape maka etape 1 H = 2,249; etape 2 H = 2,558; etape 3 H = 2,664; dan etape 4 H = 2,218 yang menunjukkan bahwa keanekaragaman di etape 1 dan 4 tergolong rendah sedangkan di etape 2 dan 3 tergolong sedang. Hal ini karena pada etape 2 dan 3 keanekaragaman tumbuhan lebih bervariasi. Selain itu etape 2 dan 3 dilalui pada pukul 09.00 12.00 WIB saat sinar matahari optimum mencapai 1000 lux dimana aktivitas kupu-kupu tinggi. Aktivitas kupu-kupu berkaitan dengan pencarian pakan, perkawinan, dan oviposisi. Aktivitas perkawinan kupu-kupu pada pukul 10.00-12.00 pada saat intensitas cahaya tinggi dan aktifitasnya menurun sore hari seiring penurunan intensitas cahaya (Mcdonald dan Nijhout dalam Efendi,2009) Keanekaragaman kupu-kupu di etape 1 dan 4 tergolong rendah karena lokasi tersebut memiliki tumbuhan yang kurang bervariasi, dekat dengan jalan raya serta sebagian petaknya merupakan kawasan hutan wisata yang menyebabkan kupu-kupu enggan berada di lokasi tersebut. Selain itu lokasi yang dilalui pada pagi hari (etape 1) pada pukul 07.00 09.00 WIB serta pada siang hari pukul 12.30 14.00 WIB yang hampir selalu mendung (etape 4) memiliki sinar matahari yang terlalu rendah sehingga menyebabkan jumlah kemunculan kupukupu lebih rendah jika dibandingkan dengan etape 2 dan 3. Kemerataan spesies kupu-kupu di tergolong merata dengan E = 0,907. Kemerataan dikatakan merata apabila nilai E mendekati 1 dan dikatakan tidak merata apabila nilai E mendekati 0. Apabila dihitung pada masing-masing etape nilai kemerataan etape 1 E = 0,83; etape 2 E = 0,885; etape 3 E = 0,922 dan etape 4 E = 0,924. Apabila dibandingkan penelitian serupa yang dilakukan oleh Efendi (2009) di kawasan Hutat Koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dimana nilai kemerataan (E) berkisar diantara 0,63 0,79 maka nilai kemerataan spesies kupu-kupu di Komplek Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 869

Gunung Bromo KPH Surakarta tahun 2013 lebih tinggi. Nilai kemerataan yang tinggi pada setiap etape penelitian menunjukkan tidak ada spesies kupu-kupu tertentu yang dominan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Keanekaragaman kupu-kupu diurnal (Sub Ordo: Rhopalocera) di Komplek Gunung Bromo KPH Surakarta Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kategori sedang dengan nilai H = 2,956 dan kemerataan jenis dikatakan tinggi karena nilai E = 0,907 mendekati angka 1, E dikatakan rendah apabila mendekati angka 0. Spesies yang paling banyak adalah Catopsilia pomona dengan komposisi 11,85% dari populasi, sedangkan spesies yang paling rendah komposisinya adalah Tanaecia palguna sebesar 0,47%. B. REKOMENDASI 1. Pemanfaat dan pengembangan ke depan harus dilakukan secara konservatif untuk menjaga kelangsungan habitat hidup kupu-kupu. 2. Penangkapan kupu-kupu penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pada saat musim penghujan saat cahaya matahari optimum agar memperoleh jumlah kemunculan sampel yang lebih tinggi. Ekodhanto, Frans. 2012. Edukasi: Kupu-kupu, http://koranjakarta.com/index.php/detail/ view01/83912, diakses pada tanggal 27 September 2012. Hasanusi, Aulia. 2008. Wana Wisata Gunung Bromo, http://ecotourismperhutani.com/index.ph p/gunung-bromo/71-wana-wisata-gunungbromo.html, diakses pada tanggal 15 September 2012. Rafsanjani, Aiza. 2013. Lepidoptera (Kupu-kupu), http://aizarafsanjani.blogspot.com/2013/0 1/lepidopterakupu-kupu.html, diakses pada 2 Maret 2013. Shahabudin, dkk. 2005. Penelitian Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya, http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/ D/D0602/D060215.pdf, diakses pada tanggal 27 September 2012. PERTANYAAN DAN JAWABAN Penanya 1: Damhuri Pertanyaan: Apakah penelitian dilakukan saat musim melimpahnya kupu-kupu atau saat peralihan? Jawaban: Penelitian dilakukan pada saat musim penghujan, dimana reproduksi kupu-kupu optimum sehingga pada saat penelitian jumlah kupu-kupu optimal. Penanya 2: Ninik Kristiani Pertanyaan: Alangkah baiknya secara tertulis ada sumbangan untuk pendidikan baik pada tingkat PT, SMA, SMP dalam hal pengklasifikasian kupu-kupu. Apakah spesies kupu-kupu yang ada spesifik atau sama dengan daerah lain? Jawaban: Jenis spesies yang ditemukan di Komplek Gunung Bromo apabila dibandingkan dengan daerah lain ada yang serupa tergantung kondisi geografis lokasi tersebut, apakah sama atau berbeda. DAFTAR PUSTAKA Amir, Mohammad dan Siti Kahono. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Bogor: Biodiversity Conversation Project. Efendi, MA. 2009. Keanekaragaman Kupu-kupu (Lepidoptera: Ditrysia) di Kawasan Hutan Koridor Taman Nasional Gunung Halimun- Salak Jawa Barat. Tesis Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 870 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_