BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

ganjil di DAOP VI ) menginginkan lama waktu crossing dan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

LAPORAN AKHIR KNKT

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

Kata kunci : Jalan Sorowajan Baru, Inspeksi Keselamatan, Perlintasan Sebidang, Geometrik jalan, dan Metode Pavement Condition Index

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i ABSTRAK...ii DAFTAR ISI...iii. A. DAOP III Cirebon... II-1

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

LAPORAN AKHIR KNKT A

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survai Pendahuluan (Observasi) Pengumpulan Data

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS CONFLICT RATE PADA PERHITUNGAN KAPASITAS SISTEM INTERLOCKING YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN FORMULASI KAPASITAS STASIUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR KNKT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN I.1

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Perlintasan Sebidang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

INSPEKSI KESELAMATAN DI PERLINTASAN SEBIDANG PADA JPL 734 KM JALAN TATA BUMI SELATAN, YOGYAKARTA

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo. Persentase jenis kereta api tersebut antara lain 38% kereta barang dan 62% kereta penumpang. Dari hasil analisis realisasi Grafik perjalanan kereta api tanggal 12 hingga 18 April 2015 diperoleh persentase 82% kereta penumpang, 12% kereta barang, dan 6% kereta dinas. Jumlah kereta api berdasarkan Gapeka 2015 adalah 96 KA/hari dan berdasarkan realisasi Gapeka 2015 sebanyak 68 KA/hari. Untuk menentukan nilai kapasitas lintas, perlu diketahui nilai headway di perlintasan Rewulu-Wojo. Nilai headway tersebut didapatkan dari penjumlahan waktu tempuh kereta api pada petak jalan, waktu tempuh kereta api dari titik tampak sinyal muka ke stasiun, dan waktu pelayanan persinyalan. Waktu pelayanan persinyalan didapatkan dari hasil survai di Stasiun Sentolo dan di Stasiun Wates. Survai yang dilakukan di Stasiun Sentolo dilakukan pada hari Senin, 18 Mei 2015 pada pukul 13.30 dengan ratarata waktu pelayanan persinyalan selama 46,25 detik. Survai yang dilakukan di Stasiun Wates dilakukan pada hari Jumat, 29 Mei 2015 pada pukul 08.00 dengan rata-rata waktu pelayanan persinyalan selama 26 detik ditambah dengan rata-rata waktu tertutupnya pintu perlintasan sebidang selama 13 detik sehingga menjadi 39 detik. Waktu pelayanan persinyalan yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari rata-rata hasil survai di Stasiun Sentolo dan Stasiun Wates, yaitu selama 43 detik atau 0,717 menit. 87

88 Waktu tempuh kereta api pada petak jalan dan waktu tempuh kereta api dari titik tampak sinyal muka ke stasiun didapatkan dari hasil pembagian antara jarak dengan kecepatan. Kecepatan kereta api berdasarkan Gapeka 2015 pada petak Rewulu-Sentolo sebesar 66,281 km/jam, Sentolo-Wates sebesar 63,587 km/jam, dan Wates-Wojo sebesar 77,703 km/jam. Kecepatan kereta api berdasarkan realisasi Gapeka tanggal 12 hingga 18 April 2015 pada petak Rewulu-Sentolo sebesar 72,373 km/jam, Sentolo-Wates sebesar 64,328 km/jam, dan Wates-Wojo sebesar 77,627 km/jam. Persentase perbedaan kecepatan kereta api berdasarkan Gapeka 2015 dan realisasi Gapeka 2015 pada petak Rewulu- Sentolo sebesar 9,19%, Sentolo-Wates sebesar 1,165%, dan pada petak Wates-Wojo sebesar 0,098%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena penyesuaian kecepatan agar tidak terjadi keterlambatan sehingga kecepatan realisasinya lebih cepat dibandingkan kecepatan rencananya atau adanya gangguan baik dari prasarana, sarana, atau adanya perawatan sehingga kecepatan realisasinya kurang dari kecepatan rencana. Dari hasil analisis waktu tempuh kereta api di perlintasan dan dari hasil survai waktu pelayanan persinyalan tersebut kemudian didapatkan nilai headway pada tiap petak. Dari nilai headway tersebut dapat diketahui nilai kapasitas lintas pada tiap petak. Kapasitas lintas berdasarkan Gapeka 2015 pada petak Rewulu-Sentolo sebesar 175 KA/hari, Sentolo-Wates sebesar 157 KA/hari, dan Wates-Wojo sebesar 152 KA/hari. Nilai kapasitas lintas berdasarkan realisasi Gapeka 2015 pada petak Rewulu-Sentolo sebesar 190 KA/hari, Sentolo-Wates sebesar 158 KA/hari, dan Wates-Wojo sebesar 151 KA/hari. Persentase perbandingan kapasitas lintas rencana dan realisasi pada petak Rewulu- Sentolo sebesar 8,571%, Sentolo-Wates sebesar 0,637%, dan Wates- Wojo sebesar 0,658%. Perbedaan kapasitas lintas tersebut dikarenakan adanya perbedaan antara kecepatan kereta api berdasarkan Gapeka 2015 dan realisasi Gapeka 2015. Nilai kapasitas lintas pada jalur Rewulu-Wojo

89 berdasarkan Gapeka 2015 sebesar 152 KA/hari dan berdasarkan realisasi Gapeka 2015 sebesar 151 KA/hari. 2. Simulasi kapasitas lintas Dalam simulasi kapasitas lintas perlintasan Yogyakarta-Kedundang, dilakukan perancangan terhadap petak jalan, emplasemen Stasiun Kedundang, dan peletakan persinyalan pada stasiun tersebut. Perancangan tersebut antara lain : Tabel 6.1. Perancangan dalam simulasi kapasitas lintas perlintasan Yogyakarta-Kedundang Keterangan Jarak Panjang (m) Panjang petak jalan 6871,000 Panjang petak blok a. Panjang rangkaian kereta api 456,214 b. Peletakan sinyal masuk dari ujung wesel 150,000 c. Proyeksi pemasangan petunjuk batas ruang bebas (semboyan 18) 45,810 d. Jarak pemasangan IRJ (di kedua sisi ujung wesel) 10,000 e. Panjang luncuran 100,000 f. Panjang toleransi 250,636 Jumlah (jarak sinyal masuk ke sinyal keluar) 1012,660 Tabel 6. 1. Perancangan dalam simulasi kapasitas lintas perlintasan Yogyakarta-Kedundang Perancangan lain terkait simulasi kapasitas lintas pada jalur Yogyakarta-Kedundang adalah sudut wesel yang digunakan 1 : 12 dengan kecepatan masuk stasiun sebesar 40 km/jam. Kecepatan kereta api simulasi sebesar 77,703 km/jam disesuaikan dengan kecepatan kereta api rencana berdasarkan Gapeka 2015. Dari perancangan tersebut dapat diketahui nilai kapasitas lintasnya. Nilai kapasitas lintas pada petak Rewulu-Sentolo sebesar 260 KA/hari dengan panjang petak blok 4,871 km, petak Sentolo-Wates sebesar 270 KA/hari dengan panjang petak blok 4,412 km, dan Wates-Kedundang sebesar 256 KA/hari dengan panjang petak jalan 6,871 km.

90 Untuk nilai kapasitas lintas pada jalur Yogyakarta-Kedundang perlu diketahui nilai kapasitas lintas pada petak Yogyakarta-Patukan dan Patukan-Rewulu. Nilai tersebut adalah 203 KA/hari pada petak Yogyakarta-Patukan dan 297 KA/hari pada petak Patukan-Rewulu. Jadi nilai kapasitas lintas pada jalur Yogyakarta-Kedundang adalah 203 KA/hari. 3. Pemanfaatan jalur Yogyakarta-Kedundang Berdasarkan hasil simulasi, jalur Yogyakarta-Kedundang dapat dimanfaatkan kembali dengan penambahan kereta penumpang pada pukul 04.00 hinga 21.00 dari arah Yogyakarta-Kedundang. Penambahan dapat dilakukan tiap 30 menit, 35 menit, 40 menit, atau 45 menit. Kereta api yang digunakan dalam penambahan ini adalah kereta api jenis KRD (Kereta Rel Diesel) dengan kecepatan maksimum 60 km/jam. Jumlah kereta api yang memungkinkan untuk disisipkan pada selang waktu tersebut sebanyak 31 KA/hari. Penambahan kereta api yang dilakukan dalam simulasi menunjukkan kemungkinan penambahan kereta api pada Gapeka 2015 dengan mengacu pada hasil simulasi kapasitas lintas jalur Yogyakarta- Kedundang. Oleh karena itu penambahan kereta api disimulasikan tidak memperhatikan waktu tunggu, waktu langsir, percepatan, maupun perlambatan kereta api. 4. Perbandingan hasil analisis dan simulasi kapasitas lintas Dari hasil analisis berdasarkan Gapeka 2015 diperoleh nilai kapasitas lintas pada jalur Yogyakarta-Kedundang sebesar 152 KA/hari dan dari hasil simulasi yang mengacu pada Gapeka 2015 sebesar 203 KA/hari. Jumlah kereta api berdasarkan Gapeka 2015 adalah sebanyak 96 KA/hari. Dari jumlah kereta api tersebut, diketahui nilai kapasitas lintas sisa atau idle capacity pada jalur Yogyakarta-Kedundang

91 berdasarkan Gapeka 2015 sebesar 56 KA/hari dan berdasarkan simulasi sebesar 107 KA/hari. Persentase perbandingan hasil kapasitas lintas berdasarkan Gapeka 2015 dengan hasil simulasi jalur Yogyakarta-Kedundang sebesar 33,553%. Perbedaan tersebut dikarenakan panjang petak jalan yang digunakan dalam analisis dan simulasi berbeda. Pada perhitungan analisis menggunakan petak jalan, sedangkan pada perhitungan simulasi menggunakan petak blok. Selain itu perbedaan dikarenakan kecepatan yang digunakan dalam analisis dan simulasi sama sehingga pada simulasi waktu tempuh kereta api menjadi lebih singkat. Dari hasil simulasi perhitungan nilai idle capacity, penambahan kereta api sebanyak 31 KA/hari dari arah Yogyakarta ke Kedundang masih memungkinkan. Hal tersebut dikarenakan jumlah kereta api yang ditambahkan masih berada di bawah nilai idle capacity. 6.2. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya baik terkait perhitungan analisis maupun upaya peningkatan nilai kapasitas lintas pada jalur Yogyakarta-Kedundang. Upaya peningkatan nilai kapasitas lintas dapat dilakukan dengan melakukan beberapa perbaikan pada petak yang memiliki nilai kapasitas lintas terkecil. Berdasarkan Gapeka 2015, nilai kapasitas lintas terkecil terdapat di petak Wates-Wojo. Upaya peningkatan kapasitas lintasnya dapat dilakukan dengan memperpendek jarak petak Wates-Wojo dengan pengefektifan hubungan blok antar-stasiun. Berdasarkan hasil simulasi, nilai kapasitas lintas terkecil terdapat di petak Yogyakarta-Patukan. Upaya peningkatan kapasitas lintasnya dapat dilakukan dengan memperpendek jarak petak yaitu dengan pemasangan sinyal blok di antara perlintasan atau dengan menambah kecepatan sarana dan prasarana perkeretaapian.

92 Untuk keperluan penelitian lebih lanjut, hendaknya analisis dilakukan dengan memperhatikan beberapa parameter lain yang mempengaruhi perhitungan. Untuk penelitian dengan topik dan lokasi yang sama, hendaknya jenis kereta api yang disimulasikan dengan jenis KRL (Kereta Rel Listrik) karena terdapat wacana penggantian KRD menjadi KRL di tahun 2017 oleh PT. KAI DAOP 6 Yogyakarta. Selain itu jumlah kereta api yang disimulasikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan passing tonage. Dalam penyisipan kereta api dalam Gapeka, hendaknya juga memperhitungkan waktu tunggu, waktu langsir, perlambatan, dan percepatan sehingga didapatkan plot Gapeka yang lebih akurat. Pada perancangan emplasemen di Stasiun Kedundang, hendaknya perancangan emplasemen memperhitungkan kelengkungan, kelandaian, adanya perlintasan sebidang, dan elevasi sepur.