I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama bulan Januari hingga Agustus 2008, bursa saham dunia mengalami penurunan yang berdampak pada pelaku lantai bursa, dunia usaha, dan perekonomian di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut salah satu situs berita www.detikfinance.com, tercatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Agustus 2008, menduduki posisi ke-6 (keenam) dalam daftar penurunan harga saham dunia, yaitu sebesar 19,61% dan turun sebanyak 31,42% per 31 Oktober 2008 menurut pengamatan dari Schroders. Jika melihat nilai kapitalisasi pasar per Oktober 2008 yang turun menjadi Rp. 1.007,01 triliun dari pencapaian pada September 2008 yaitu sebesar Rp. 1.464,32 triliun, berarti dana investor yang mengalami kerugian dalam satu bulan tersebut mencapai Rp. 457,31 triliun. Sementara, kerugian yang diderita investor berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Oktober 2008, yang mencatat sebanyak 295.422 subrekening efek, rata-rata kerugian adalah Rp. 1,55 miliar jika dilihat dari segi Month To Month (MOM). Jika dilihat secara secara Year On Year (YOY), dengan nilai kapitalisasi pasar per akhir tahun 2007 dan 2008 yang masing-masing Rp. 1.988,33 triliun dan Rp. 1.076,49 triliun, total kerugian investor akan terlihat semakin besar, yakni mencapai Rp. 911,83 triliun. Rata-rata kerugian per investor dengan total sebanyak 302.118 subrekening efek pada akhir tahun 2008 tentunya menjadi lebih besar, yakni Rp. 3,02 miliar. Kerugian yang cukup besar ini, tentunya akan membuat investor mengalami keraguan untuk kembali menanamkan modalnya pada investasi saham. Sehingga mereka harus mencari alternatif lain untuk menanamkan modalnya dengan lebih aman, namun dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dari pada suku bunga deposito. Adapun alternatif tersebut adalah dengan berinvestasi pada pasar obligasi, dimana obligasi memiliki
2 tingkat risiko lebih rendah dari pada saham namun memiliki tingkat suku bunga lebih tinggi dari pada deposito. Simulasi atas perbandingan tingkat risiko dan tingkat imbal hasil dapat dilihat melalui Gambar 1 berikut : Gambar 1. Perbandingan Risk Dan Return Profile (Pratomo, 2008) Obligasi merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, perusahaan milik pemerintah dan perusahaan swasta untuk pembiayaan perusahaan atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanja. Obligasi seringkali disebut dengan efek pendapatan tetap, karena obligasi merupakan surat utang pasar modal yang memuat perjanjian (kontrak) kesediaan peminjam (emiten) untuk melakukan pembayaran secara tetap kepada investor (pemberi pinjaman) dalam suatu periode tertentu, dan mengembalikan pokok pinjaman pada akhir periode perjanjian. Selama jangka waktu pinjaman, surat hutang ini dapat diperjual belikan dan dipindah tangankan (Mandiri Sekuritas, 2009). Pembayaran secara tetap dari peminjam kepada investor dalam periode tertentu, adalah imbal hasil (yield) atau suku bunga kupon yang diberikan kepada investor hingga periode jatuh tempo dari obligasi tersebut. Obligasi tersebut dapat diperjualbelikan dan dipindah tangankan melalui pasar obligasi. Di Indonesia, struktur pasar obligasi terdiri dari pasar primer dan pasar sekunder. Pasar primer merupakan tempat diperdagangkannya obligasi saat mulai diterbitkan. Salah satu persyaratan ketentuan pasar modal, obligasi harus dicatatkan di bursa efek untuk dapat ditawarkan
3 kepada masyarakat, dalam hal ini lazimnya adalah di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX). Sedangkan pasar sekunder merupakan tempat diperdagangkannya obligasi setelah diterbitkan dan tercatat di BEI, perdagangan obligasi akan dilakukan di pasar sekunder. Pada saat ini, perdagangan akan dilakukan secara Over The Counter (OTC). Artinya, tidak ada tempat perdagangan secara fisik. Pemegang obligasi serta pihak yang ingin membelinya akan berinteraksi dengan bantuan perangkat elektronik seperti email, online trading, atau telepon (http://id.wikipedia.org/wiki/obligasi). Dalam transaksi pembelian atau penjualan obligasi dapat dilakukan juga melalui broker atau perusahaan sekuritas. Dalam berinvestasi pada obligasi, investor dapat melakukan pengelolaan secara pasif atau aktif. Metode pengelolaan investasi secara pasif dapat dilakukan dengan metode buy and hold, dimana investor membeli obligasi dan memegangnya atau menahannya dalam waktu lama, kemudian menjualnya ketika investor itu membutuhkan dana, atau bahkan menunggu hingga obligasi tersebut jatuh tempo, dimana peminjam (emiten) akan mengembalikan pokok pinjaman pada akhir periode perjanjian. Metode pengelolaan investasi secara aktif merupakan cara yang dilakukan untuk memberikan hasil yang maksimal. Dimana investor melakukan transaksi menjual atau membeli obligasi pada pasar sekunder. Adapun hal hal yang harus diperhatikan bila melakukan pengelolaan investasi secara aktif adalah harga obligasi, imbal hasil dan tingkat suku bunga pasar. Sebagai investor yang menanamkan modalnya pada pasar obligasi khususnya pada pasar sekunder, tentu perlu memahami tingkat perubahan harga dan risiko yang harus dihadapinya. Salah satu risiko yang harus dihadapi oleh investor adalah risiko perubahan suku bunga pasar. Suku bunga pasar (suku bunga) merupakan patokan tingkat bunga (benchmark interest rate) di pasar keuangan dan pasar modal. Tingkat suku bunga
4 Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu 1 (satu) bulan (SBI 1 bulan) merupakan salah satu suku bunga pasar. 1.2. Perumusan Masalah Risiko yang dominan mempengaruhi harga obligasi adalah tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga turun, harga obligasi mengalami kenaikan, sebaliknya ketika tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka harga obligasi akan mengalami penurunan. Dalam berinvestasi dalam instrumen obligasi baik obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah, sebaiknya investor mampu memprediksi perubahan harga terhadap perubahan tingkat suku bunga sehingga dapat memprediksikan tingkat perubahan harganya. Dengan memperhatikan kondisi tersebut diatas, maka terdapat beberapa masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana memprediksikan tingkat perubahan harga obligasi terhadap tingkat suku bunga? 2. Bagaimana korelasi antara perubahan tingkat suku bunga terhadap pasar obligasi di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tingkat perubahan harga obligasi terhadap perubahan tingkat suku bunga. 2. Menganalisis korelasi antara perubahan tingkat suku bunga terhadap pasar obligasi di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan memberikan manfaat antara lain : 1. Bagi calon investor Diharapkan dapat memprediksi tingkat perubahan harga dari obligasi terhadap perubahan tingkat suku bunga. 2. Bagi dunia pendidikan Diharapkan dapat sebagai bahan diskusi mengenai karakteristik obligasi dan masukan dalam pengembangan dunia keuangan.
5 1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada obligasi korporasi dan obligasi pemerintah konvensional yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) periode Januari 2008 hingga Desember 2008, dimana obligasi tersebut memiliki tingkat bunga pendapatan tetap, tidak memiliki opsi dan telah diperingkat oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dengan rating A, baik A+, A atau A-. Obligasi tersebut juga harus memiliki jangka waktu investasi lebih dari 1 (satu) tahun, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu 1 (satu) bulan (SBI 1 bulan) periode Januari 2008 hingga Juni 2009 sebagai patokan atau acuan (benchmark). Adapun alasan pemilihan batasan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Suku bunga SBI 1 bulan periode Januari 2008 hingga Juni 2009 merupakan suku bunga yang tercatat di Bank Indonesia sejak saat sebelum terjadinya krisis hingga saat krisis dapat dilewati. Suku bunga SBI 1 bulan dianggap mampu untuk mewakili pergerakan suku bunga saat terjadi krisis karena pada saat krisis terjadi, Bank Indonesia cenderung untuk menaikan tingkat suku bunga untuk menghadapi inflasi. 2. Sampel dibatasi pada obligasi korporasi dan obligasi pemerintah konvensional yang tercatat di BEI atau IDX periode Januari 2008 hingga Desember 2008, dikarenakan data obligasi tersebut telah di listing sebelum terjadinya krisis sehingga pergerakan harga dapat dilihat saat sebelum krisis terjadi, hingga krisis dapat teratasi jika dibandingkan dengan benchmark-nya. 3. Obligasi korporasi yang telah diperingkat oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dengan rating A, baik A+, A maupun A-. Hal tersebut dilakukan dengan maksud agar obligasi yang diteliti dapat dipastikan tidak dalam memiliki risiko wanprestasi (default) atau risiko gagal bayar. Adapun lembaga pemeringkat yang dipilih adalah PEFINDO karena PEFINDO merupakan
6 lembaga rating di Indonesia yang selama ini telah dipercaya untuk memberikan rating terhadap obligasi di Indonesia. Obligasi pemerintah tidak dirating oleh lembaga rating karena dinilai memiliki risiko wanprestasi atau risiko gagal bayar yang kecil. 4. Obligasi korporasi dan obligasi pemerintah tidak memiliki jangka waktu investasi kurang dari satu tahun karena jika jatuh tempo obligasi tersebut di bawah satu tahun, perhitungan terhadap tingkat perubahan harganya kurang berpengaruh untuk, karena pergerakan harganya cenderung rendah.