BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

ANALISIS PERGESERAN PENYERAPAN TENAGAKERJA PADA SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI, DAN JASA-JASA DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (PERIODE TAHUN )

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini


BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB III KONDISI UMUM Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan Agustus 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA, FEBRUARI 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,09 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

BADAN PUSAT STATISTIK

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB III METODE PENELITIAN. data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas wilayah daratan kurang lebih 198, 441 ribu km 2 dan luas pengelolaan laut 10,216 ribu km 2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura. Batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah sebelah utara berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak (Malaysia Timur), sebelah timur dengan Laut Sulawesi dan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan sebelah barat berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Malaysia. Kalimantan Timur memiliki sumberdaya alam yang melimpah seperti batubara, minyak dan gas bumi maupun hasil-hasil hutan dan perikanan. Selain itu, daerah Kalimantan Timur memiliki lahan kering yang tingkat kesuburannya sangat baik untuk pengembangan usaha perkebunan, seperti perkebunan kelapa, coklat, karet, kelapa sawit, dan lada. Perkembangan sektor kelautan dan perikanan menjadi sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi dengan potensi sumberdaya ikan yang cukup besar. Secara administratif, Provinsi Kalimantan Timur terbagi menjadi 10 kabupaten dan 4 kota dengan Samarinda sebagai ibukota provinsi. Penduduk

28 Kalimantan Timur berjumlah 3,553 juta jiwa pada tahun 2010. Perkembangan jumlah penduduk Kalimantan Timur hingga tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan yang dikategorikan tinggi yaitu 3,82 persen dibandingkan tahun 2000. Kondisi ini tidak terlepas adanya penduduk migran yang masuk ke daerah ini sebagai konsekuensi dari era otonomi, dimana daerah yang menjanjikan peluang kerja dan pendapatan akan menjadi tujuan migran. 4.2. Keadaan Perekonomian Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 4.2.1. Peranan Masing-masing Sektor dalam Pembentukan PDRB ADHB Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global, berbagai indikator ekonomi dunia menunjukkan pergerakan positif. Situasi ini secara langsung memengaruhi pergerakan ekonomi nasional dan domestik. Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah yang mengandalkan kinerja komoditas ekspor primer khususnya ekspor batubara dan migas, ikut terkena dampak dari situasi eksternal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari penciptaan nilai PDRB Kalimantan Timur yang terus meningkat. Pada periode tahun 2010, besaran PDRB Kalimantan Timur berada pada level 320,9 triliun rupiah, lebih tinggi dari capaian tahun-tahun sebelumnya. Pembangunan sektor pertanian melalui berbagai usaha intensifikasi dan usaha lain seperti ekstensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi pembangunan pengairan serta perbaikan prasarana fisik telah memberikan hasil yang memuaskan. Nilai Tambah Bruto (NTB) pertanian mengalami peningkatan, walaupun peranan

29 Sektor Pertanian cenderung berfluktuatif dalam pembentukan PDRB dari tahun ke tahun selama periode 2003-2010 (Lihat Tabel 1). Tabel 1. Persentase PDRB Kalimantan Timur ADHB menurut Lapangan Usaha di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 Lapangan Usaha Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Pertanian 6,99 6,36 5,29 5,41 5,78 4,93 5,95 5,86 Agriculture 6,99 6,36 5,29 5,41 5,78 4,93 5,95 5,86 Pertambangan dan Penggalian 37,92 39,61 42,54 41,89 42,94 46,06 45,84 47,88 Industri Pengolahan 36,58 36,68 36,60 35,98 33,63 33,03 27,42 24,74 Listrik dan Air Bersih 0,32 0,31 0,30 0,29 0,29 0,24 0,29 0,27 Bangunan 2,94 2,65 2,24 2,35 2,57 2,15 2,72 2,79 Manufacture 77,76 79,24 81,69 80,51 79,44 81,48 76,27 75,68 Perdagangan, Hotel dan Restauran 6,39 6,36 5,80 6,39 6,57 5,79 7,65 8,15 Pengangkutan dan Komunikasi 4,01 3,62 3,34 3,46 3,54 2,97 3,70 3,75 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,05 1,95 1,68 1,75 2,04 1,80 2,25 2,32 Jasa-Jasa 2,80 2,48 2,20 2,49 2,64 3,03 4,18 4,24 Services 15,25 14,40 13,03 14,09 14,79 13,59 17,78 18,46 Nilai PDRB tanpa Migas (Triliun) 46,25 53,61 68,11 82,23 98,01 134,23 154,10 187,88 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Sektor Agriculture sebesar 6,99 persen dengan nilai nominal sebesar 7,44 triliun rupiah pada tahun 2003, sedangkan tahun 2010 peranan Sektor Agriculture mengalami penurunan menjadi sebesar 5,86 persen dengan nilai nominal sebesar 18,81 triliun rupiah. Sektor yang memegang peranan yang paling dominan adalah Sektor Manufacture, yaitu sebesar 77,76 persen pada tahun 2003 dan pada tahun 2010 sebesar 75,68 persen. Pada peringkat kedua adalah Sektor Services yaitu sebesar 15,25 persen pada tahun 2003 dan peranannya naik menjadi 18,46 persen pada tahun 2010. Pada Sektor Manufacture subsektor yang paling dominan peranannya adalah Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang memberikan peranan lebih dari 40 persen.

30 Berdasarkan data PDRB menurut lapangan usaha utama, perekonomian Kalimantan Timur telah mengalami perubahan struktural yang sangat berarti. Pada awal tahun 2003, Sektor Pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan PDRB. Namun pada tahun 2010 peranan Sektor Pertanian mulai bergeser pada Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa. Selama periode tahun 2003-2010, penurunan peranan Sektor Pertanian disertai peningkatan Sektor Nonpertanian dalam pembentukan PDRB. Penurunan peranan Sektor Pertanian bukan berarti bahwa Sektor Pertanian tidak mengalami pertumbuhan, tetapi lebih disebabkan karena adanya pertumbuhan yang tinggi dari Sektor Nonpertanian. Hal ini, menunjukkan bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menunjukkan kearah industrialisasi yang cukup nyata. 4.2.2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Laju pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 7,44 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi sebesar 10,79 persen pada tahun 2010. Rata-rata pertumbuhan PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2003-2010 mencapai sebesar 8,87 persen per tahun dan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 yaitu sebesar 12,62 persen.

31 Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 Tahun Lapangan Usaha 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Pertanian 2,87 2,55 3,55 1,79 2,91 1,49 2,91 Agriculture 2,87 2,55 3,55 1,79 2,91 1,49 2,91 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih 11,34 15,69 10,26 8,01 11,09 9,94 13,82 Industri Pengolahan tanpa Migas 1,83 2,77 4,03 5,61 5,53 1,49 3,25 Bangunan 6,78 5,49 7,92 12,57 8,33 9,95 10,17 Manufacture 1,72 4,49 4,34 3,73 5,91 4,39 8,04 Perdagangan, Hotel dan Restauran 8,17 7,51 13,54 8,83 3,55 5,68 10,52 Pengangkutan dan Komunikasi 9,14 13,17 10,43 8,72 7,87 7,35 9,23 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 11,52 7,02 9,27 15,72 9,72 8,95 9,18 Jasa-Jasa 3,50 5,14 3,99 4,67 7,62 5,26 7,50 Services 8,32 8,70 10,89 9,33 6,16 6,63 9,61 PDRB tanpa Migas 7,44 8,07 12,62 10,23 6,34 6,59 10,79 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011. Pada periode ini pertumbuhan Sektor Pertanian mengalami fluktuasi kenaikan yang tidak begitu besar, yaitu mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar 2,58 persen per tahun. Sedangkan, pertumbuhan yang cukup baik diberikan oleh Sektor Jasa yaitu sebesar 8,52 persen per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 yaitu sebesar 12,62 persen dan pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2007-2008. Pertumbuhan dan peranan Sektor Jasa dalam perekonomian daerah yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode 2003-2010 sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan di Sektor Jasa. Sedangkan, Sektor Jasa itu sendiri sangat dipengaruhi oleh Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar 10,20 persen per tahun dan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2006-2007 sebesar 15,72 persen dan laju pertumbuhan terkecil pada tahun 2004-2005 sebesar 7,02 persen.

32 Banyak kalangan menilai, penurunan NTB Sektor Pertanian sebagai bukti gagalnya pembangunan Sektor A. Namun sebenarnya itu bukan merupakan masalah yang serius, karena dibalik pangsa NTB Sektor Pertanian yang semakin menurun itu, ternyata secara signifikan telah berhasil diimbangi oleh meningkatnya pangsa NTB pada sektor lain. Ternyata peranan Sektor Pertanian sangat nyata mendukung pertumbuhan Sektor Nonpertanian seperti Subsektor Industri Pengolahan yang memanfaatkan dan mengolah hasil pertanian dan juga Subsektor Perdagangan untuk komoditi hasil pertanian. Secara absolut maupun relatif, peningkatan laju Sektor Nonpertanian yaitu Sektor Jasa-jasa yang disertai penurunan pada Sektor Pertanian merupakan suatu bukti bahwa telah terjadi proses transformasi (pergeseran) secara struktural dalam perekonomian. Dalam hal ini Sektor Pertanian yang pada awalnya berperan sebagai sektor sentral dalam ekonomi secara bertahap kedudukannya mulai bergeser menjadi penopang pertumbuhan sektor lainnya dalam proses pertumbuhan ekonomi. 4.3. Keadaan dan Pertumbuhan Angkatan Kerja di Kalimantan Timur 4.3.1. Keadaan Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal Tabel 3 memberikan gambaran umum keadaan angkatan kerja di daerah perdesaan dan perkotaan di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010. Dari Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa distribusi relatif angkatan kerja di perdesaan dan perkotaan mencerminkan distribusi penduduk usia kerja di Kalimantan Timur yang bekerja dan mencari pekerjaan. Pada tahun 2003

33 angkatan kerja terkonsentrasi di daerah perdesaan yaitu sebesar 618,99 ribu orang (50,63 persen), sedangkan pada tahun 2010 proporsi angkatan kerja yang berada di daerah perdesaan menurun menjadi sebesar 46,79 persen, dan secara absolut jumlah angkatan kerja di desa mengalami penurunan menjadi 771,31 ribu orang. Tabel 3. Persentase Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 Tahun Jenis Kelamin Daerah Tempat Tinggal Jumlah Angkatan Laki-laki Perempuan Total Kota Desa Total Kerja (Ribuan) Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 2003 69,50 30,50 100,00 49,37 50,63 100,00 1.223 227,91 2004 73,00 27,00 100,00 54,39 45,61 100,00 1.161 270,41 2005 71,86 28,14 100,00 52,81 47,19 100,00 1.216 255,33 2006 66,92 33,08 100,00 52,93 47,07 100,00 1.325 202,26 2007 69,75 30,25 100,00 53,17 46,83 100,00 1.241 230,59 2008 69,26 30,74 100,00 53,10 46,90 100,00 1.417 225,29 2009 69,66 30,34 100,00 53,44 46,56 100,00 1.461 229,58 2010 68,43 31,57 100,00 53,21 46,79 100,00 1.648 216,75 Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011. Angkatan kerja di daerah perkotaan cenderung mengalami kenaikan secara proporsional selama periode 2003-2010. Kenaikan ini mungkin disebabkan karena sebagian dari program pemerintah memberikan kesempatan kerja di Sektor Nonpertanian yang menjadi penekanan dalam proses pembangunan. Bersamaan dengan proses pembangunan akan terjadi pemindahan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Nonpertanian. Dengan pembangunan lebih lanjut di Sektor Jasa-jasa akan mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk yang terus menerus dari perdesaan ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di Sektor Nonpertanian yang dianggap lebih menberikan harapan.

34 Dari pola perubahan yang terjadi selama ini pada masa-masa selanjutnya diperkirakan akan terjadi penambahan angkatan kerja yang cukup besar di daerah perkotaan. Hal ini merupakan masalah yang cukup serius dipandang dari sudut perencanaan pembangunan di masa mendatang. Menurut jenis kelamin, pada tahun 2003 sebanyak 1,2 juta orang dari penduduk usia kerja laki-laki sebanyak 849,97 ribu orang (69,50 persen) tergolong angkatan kerja. Sedangkan, pada tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki yang tergolong angkatan kerja sebanyak 1,13 juta (68,43 persen) orang dari 1,65 juta penduduk usia kerja. Dengan demikian jumlah dari angkatan kerja laki-laki mengalami kenaikan selama periode tahun 2003-2010 walaupun secara proporsi mengalami penuruan. Sedangkan, untuk penduduk usia kerja perempuan pada tahun 2003 sebesar 372,89 ribu orang (30,50 persen) tergolong angkatan kerja dari 1,22 juta penduduk usia kerja dan meningkat menjadi 520,42 ribu orang (31,57 persen) dari 1,65 juta orang pada tahun 2010. Rasio jenis kelamin penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja berada pada interval 200-275 yang berarti bahwa ada sekitar 200 sampai 275 laki-laki pada setiap 100 perempuan dalam angkatan kerja. Hal ini menunjukkan dominasi laki-laki dalam angkatan kerja. Terutama terjadi pada tahun 2004 dimana rasio jenis kelaminnya sebesar 271 sehingga setiap 100 wanita yang ada dalam angkatan kerja akan terdapat sebanyak 271 orang laki-laki dalam angkatan kerja. Rendahnya tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja pada batas tertentu mungkin disebabkan oleh bias dari definisi wanita bekerja. Definisi tersebut mengatakan bahwa wanita bekerja sebagai pekerja keluarga yang tak

35 dibayar, pada sektor tradisional lebih cenderung diklasifikasina sebagai pengurus rumahtangga bukan masuk dalam angkatan kerja. Pengklasifikasian ini terjadi terutama di daerah perdesaan. 4.3.2. Keadaan Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Seperti halnya klasifikasi lapangan pekerjaan, maka klasifikasi status pekerjaan utama mempunyai hubungan dekat dengan pembangunan suatu daerah. Tabel 4 menunjukkan distribusi angkatan kerja yang bekerja menurut status pekerjaan utama di Kalimantan Timur pada tahun 2003 dan 2010. Dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah laki-laki yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai negeri sipil lebih besar daripada jumlah perempuan pada status yang sama. Sedangkan, bila dilihat dari daerah tempat tinggal, maka proporsi yang berstatus buruh di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan. Hal ini, karena daerah perkotaan menjadi pusat pabrik dan industri sehingga banyak memerlukan tambahan tenagakerja. Akibatnya banyak angkatan kerja yang pindah dari perdesaan untuk bekerja di perkotaan. Oberai (1978), mengamati bahwa proporsi buruh yang dianggap mewakili angkatan kerja dalam kegiatan modern akan meningkat sejalan peningkatan proses pembangunan dan industrialisasi di wilayah tersebut. Dengan perkataan lain bahwa wilayah yang proporsi buruhnya relatif tinggi, maka di wilayah itu telah terjadi suatu proses industrialisasi. Sebaliknya, rendahnya proporsi buruh di suatu wilayah akan dapat menunjukkan ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi. Daerah Kalimantan Timur pada tahun 2003 mempunyai proporsi buruh sebesar

36 39,86 persen untuk laki-laki dan 26,52 persen untuk perempuan. Pada tahun 2010 proporsi buruh mengalami kenaikan, untuk laki-laki menjadi 49,79 persen sedangkan untuk perempuan menjadi 40,87 persen. Tabel 4. Persentase Penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan utama, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal di Kalimantan Timur tahun 2003-2010 Status pekerjaan utama Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Kota Desa Laki-laki Perempuan 2003 2010 2003 2010 2003 2010 2003 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Berusaha sendiri 20,54 20,52 13,99 22,07 19,02 21,99 12,68 19,46 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 8,73 8,53 28,89 17,65 22,14 14,57 11,05 8,64 Berusaha dibantu buruh tetap 3,33 3,77 1,34 2,20 2,77 3,72 1,20 1,32 Buruh atau karyawan atau pegawai 53,88 59,19 18,81 33,85 39,86 49,79 26,52 40,87 Pekerja bebas di pertanian 2,37 0,48 1,86 2,93 2,50 1,99 1,13 0,80 Pekerja bebas di nonpertanian 4,80 1,96 1,94 1,84 4,06 2,26 1,55 1,04 Pekerja Keluarga 6,35 5,55 33,16 19,47 9,65 5,68 45,86 27,86 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Jumlah yang bekerja (Ribuan) 542,83 780,21 561,32 701691,00 789,07 1050,22 315,08 431,68 Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011. Tingginya proporsi status buruh di suatu wilayah juga berkaitan erat dengan Sektor Industri. Sektor Industri dianggap sebagai sektor modern yang memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga penghasilan yang diterima juga lebih tinggi daripada Sektor Pertanian. Karena kegiatan Sektor Industri terpusat di daerah perkotaan, maka proporsi buruh laki-laki atau perempuan di perkotaan akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berada di daerah perdesaan. Proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri di Kalimantan Timur cukup besar dan selama periode 2003-2010 mengalami kenaikan. Proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini berkaitan dengan angkatan kerja yang tergolong sebagai pekerja keluarga yang tak dibayar. Proporsi pekerja keluarga perempuan selalu lebih besar daripada laki-laki. Tingginya proporsi pekerja

37 keluarga perempuan sangat dipengaruhi kegiatan ibu rumahtangga dan anaknya dalam membantu pekerjaan ayahnya menggarap lahan di persawahan. Selain itu, juga disumbang oleh subsektor perdagangan. Pembangunan yang dilaksanakan selama ini dan masa yang akan datang diharapkan dapat meningkatkan proporsi angkatan kerja yang berstatus buruh, sedangkan proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain dan proporsi pekerja keluarga akan semakin berkurang. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan pada pola tradisional yang ada di daerah perkotaan maupun di perdesaan, terutama perempuan pada status yang sama di daerah perdesaan. 4.3.3. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Tabel 5a dan 5b memberikan keterangan tentang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja dan berdasarkan jenis kelamin selama periode tahun 2003-2010. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar angkatan kerja berada pada pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), baik laki-laki maupun perempuan. Untuk laki-laki pada tahun 2003 proporsi yang bekerja dengan kelulusan SLTA sebesar 28,68 persen dan pada tahun 2010 naik menjadi 37,01 persen. Sedangkan, untuk angkatan kerja perempuan yang lulus SLTA pada tahun 2003 sebesar 15,87 persen dan pada tahun 2010 naik menjadi 28,76 persen.

38 Tabel 5a. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 Laki-laki Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Bekerja 82,36 80,45 78,41 78,59 74,93 76,08 75,22 79,76 Mencari Pekerjaan 6,33 6,40 7,09 8,79 8,69 8,38 9,81 5,91 Sekolah 7,39 7,83 10,31 7,69 10,19 9,11 9,30 8,77 Mengurus rumahtangga 0,97 1,06 0,50 0,56 1,46 1,17 1,18 1,03 Lainnya 2,95 4,26 3,69 4,37 4,72 5,26 4,49 4,52 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Angkatan Kerja (Ribuan) 849,74 847,72 873,55 886,57 865,91 981,50 1.017,70 1.128,02 Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011. Perkembangan pendidikan ini menunjukkan bahwa telah terjadi keberhasilan dari Dinas Pendidikan Kalimantan Timur dengan program pendidikan dasar sembilan, yaitu wajib mempunyai pendidikan minimal tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sebelumnya Dinas Pendidikan menerapkan program pendidikan dasar enam tahun, dimana penduduk wajib berpendidikan minimal sampai Sekolah Dasar (SD). Tabel 5b. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 Perempuan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Bekerja 36,24 27,59 29,96 36,60 32,39 36,06 37,57 37,03 Mencari Pekerjaan 6,64 6,27 6,83 9,30 6,13 5,76 3,81 7,61 Sekolah 7,42 9,61 10,55 7,94 9,58 9,00 9,00 9,58 Mengurus rumahtangga 47,66 53,54 49,29 43,57 47,02 46,24 46,49 42,71 Lainnya 2,03 2,99 3,37 2,58 4,87 2,94 3,14 3,07 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Angkatan Kerja (Ribuan) 372,84 314,49 340,13 438,32 375,51 435,47 443,29 520,43 Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.

39 Dampak langsung dari rendahnya tingkat pendidikan adalah berhubungan dengan kualitas dan kecakapan dari angkatan kerja. Namun, tendensi penurunan secara umum partisipasi angkatan kerja yang tidak berpendidikan, baik laki-laki maupun perempuan memberikan gambaran yang cukup baik di masa depan. Banyaknya perempuan yang kurang berpendidikan juga menjadi sebab sulitnya angkatan kerja perempuan masuk ke dalam sektor modern di perkotaan. Sehingga, kebanyakan masuk pada sektor tradisional di perdesaan. 4.4. Pergeseran Penyerapan Tenagakerja secara Sektoral 4.4.1. Peranan Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa-jasa dalam Penyerapan Tenagakerja Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan utama mengalami peningkatan selama periode tahun 2003-2010. Pada tahun 2003 jumlah angkatan kerja yang terserap sebesar 1,1 juta orang dari seluruh angkatan kerja dan meningkat menjadi 1,48 juta orang pada tahun 2010. Lebih sepertiga dari seluruh angkatan kerja yang terserap itu tertampung pada Sektor Pertanian yaitu sebesar 40,37 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 30,80 persen pada tahun 2010. Hal ini, menunjukkan bahwa Kalimantan Timur masih termasuk daerah agraris, yaitu nampak dari besarnya penduduk yang bekerja di Sektor Pertanian. Sebenarnya Sektor Jasa-jasa yang paling banyak menyerap tenagakerja yaitu 42,51 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 49,38 persen pada tahun 2010. Namun, bila dilihat dari subsektor dalam Sektor Jasa-jasa yang paling

40 banyak menyerap tenagakerja adalah Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restauran yaitu sebesar 18,20 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 22,09 persen pada tahun 2010. Tabel 6. Persentase penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur tahun 2003-2010 Lapangan pekerjaan utama Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Pertanian 40,37 30,87 34,28 35,70 33,87 36,28 35,01 30,80 Agriculture 40,37 30,87 34,28 35,70 33,87 36,28 35,01 30,80 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih 4,29 3,67 5,01 7,24 6,13 5,98 6,28 8,25 Industri Pengolahan 7,85 10,32 8,64 6,84 7,60 6,66 5,81 5,61 Bangunan 4,98 8,74 7,08 6,13 6,34 6,45 6,49 5,96 Manufacture 17,12 22,73 20,73 20,21 20,07 19,10 18,58 19,82 Perdagangan, Hotel dan Restauran 18,20 21,11 20,97 19,91 21,29 20,54 21,71 22,09 Pengangkutan dan Komunikasi 4,49 7,66 7,36 6,05 6,80 6,66 5,63 5,28 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,72 2,42 1,01 4,33 2,38 1,91 1,90 2,96 Jasa-Jasa 17,10 15,19 15,65 13,78 15,59 15,51 17,17 19,04 Services 42,51 46,40 44,99 44,08 46,06 44,62 46,41 49,38 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Kesempatan Kerja (Ribuan) 1104,16 1041,49 1078,09 1146,88 1091,63 1259,59 1302,77 1481,90 Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011. Sektor Industri yang paling dominan dalam pembentukan PDRB (Lihat Tabel 1), hanya mampu menyerap tenagakerja yang lebih kecil dari Sektor Pertanian maupun Sektor Jasa-jasa yaitu sebesar 17,12 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 19,82 persen pada tahun 2010 dari seluruh angkatan kerja. Sedangkan Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang menjadi andalan dalam membentuk Sektor Industri hanya mampu menyerap tenagakerja 4,29 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 7,82 persen pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi.

41 Pembangunan yang terus berlangsung diharapkan akan membuat penyerapan tenagakerja di Sektor Pertanian mengalami penurunan. Sedangkan, penyerapan tenagakerja di Sektor Nonpertanian diharapkan lebih berkembang, terutama Subsektor Industri Pengolahan dan Subsektor Perdagangan, karena Sektor Nonpertanian ini lebih berperan dalam pembentukan PDRB. Disamping itu, penyerapan tenagakerja di Sektor Industri di daerah perkotaan diharapkan lebih baik perkembangannya daripada di perdesaan. Sedangkan, penyerapan tenagakerja di Sektor Jasa-jasa akan sedikit berkurang sebagai akibat dari proses pembangunan yang terus berlangsung. 4.4.2. Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian, Industri dan Jasa-jasa Penyerapan tenagakerja yang mengalami pertumbuhan terbesar selama periode tahun 2003-2010 terjadi pada Subsektor Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih yaitu sebesar 126,94 persen. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 sebesar 53,63 persen. Sedangkan, yang mengalami penurunan terbesar terjadi pada Subsektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yaitu sebesar 12,37 persen selama periode 2003-2010 dengan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2004-2005 yaitu sebesar 57,01 persen. Sektor Pertanian pertumbuhannya mengalami fluktuasi yang cukup besar dimana pada tahun 2003-2004, tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009 pertumbuhannya negatif, masing-masing sebesar 27,86 persen, 9,71 persen dan 0,19 persen. Pertumbuhan Sektor Pertanian yang mengalami penurunan paling

42 drastis terjadi pada tahun 2003-2004, hal ini berkaitan mulai diberlakukannya moratorium pelarangan penebangan kayu oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan, Sektor Industri pertumbuhannya menunjukkan keanehan pada tahun 2004-2005 dan tahun 2006-2007 dimana pada tahun tersebut mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 5,58 persen dan 5,48 persen, sedangkan pada tahun lainnya mengalami pertumbuhan yang positif. Sektor Jasa-jasa justru mempunyai pertumbuhan penyerapan tenagakerja yang lebih baik karena hanya pada tahun 2006-2007 saja yang mengalami pertumbuhan negatif, selebihnya pertumbuhannya positif. Tabel 7. Tingkat pertumbuhan penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 2003-2004- 2005-2006- 2007-2008- 2009- Lapangan pekerjaan utama 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Pertanian -27,86 14,94 10,80-9,71 23,60-0,19 0,07 Agriculture -27,86 14,94 10,80-9,71 23,60-0,19 0,07 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih -19,39 41,56 53,63-19,38 12,50 8,57 49,45 Industri Pengolahan 23,99-13,41-15,71 5,75 1,17-9,83 9,88 Bangunan 65,58-16,11-7,93-1,59 17,48 3,97 4,50 Manufacture 25,22-5,58 3,71-5,48 9,78 0,60 21,37 Perdagangan, Hotel dan Restauran 9,43 2,82 1,02 1,75 11,31 9,32 15,79 Pengangkutan dan Komunikasi 60,87-0,66-12,47 6,99 12,92-12,49 6,63 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -16,00-57,01 35,75-47,69-7,26 2,95 76,89 Jasa-Jasa -16,18 6,63-6,31 7,62 14,85 14,46 26,16 Services 2,94 0,37 4,24-0,55 11,79 7,58 21,02 Total -5,68 3,51 6,38-4,82 15,39 3,43 13,75 Sumber : BPS Kalimantan Timur Tahun, 2011. Sektor Pertanian mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar 11,65 persen selama periode 2003-2010, akan tetapi struktur penyerapan tenagakerjanya turun sebesar 9,56 persen (Tabel 6). Sedangkan, Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar 126,94 persen, perubahan struktur penyerapan tenagakerja hanya

43 mengalami kenaikan sebesar 3,96 persen. Hal ini terjadi karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Peningkatan yang terjadi di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 pada Sektor Jasa-jasa lebih tinggi bila dibandingkan peningkatan Sektor Industri. Oleh Squire (1981) lebih lanjut dikatakan bahwa kecilnya proporsi angkatan kerja di Sektor Industri seringkali diperkirakan sebagai suatu kegagalan di dalam proses pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa pada umumnya mempunyai produktivitas yang rendah. Dalam keadaan jumlah pengangguran yang meningkat dengan disertai produktivitas tenagakerja yang rendah (karena keterbatasan pendidikan dan ketrampilan), maka tenagakerja yang berlebih tidak akan tertampung dalam sektor modern (Sektor Industri). Sektor informal pada Sektor Jasa-jasa menjadi pilihan utama dalam penyerapan tenagakerja karena tidak terlalu mementingkan pendidikan dan ketrampilan selain kemudahannya untuk keluar masuk pada sektor informal. 4.4.3. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Kesempatan Kerja Gambaran penyerapan tenagakerja antar sektor yang terjadi selama periode tahun 2003-2010 akan lebih jelas terlihat menggunakan koefisien kesempatan kerja atau elastisitas kesempatan kerja. Koefisien kesempatan kerja ini merupakan

44 rasio antara persentase perubahan kesempatan kerja dengan persentase perubahan output PDRB. Koefisien elastisitas penyerapan tenagakerja bisa bernilai positif maupun negatif. Jika bernilai positif, maka terjadi hubungan yang sebanding yaitu kenaikan dari pertumbuhan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja. Namun, juga bisa terjadi sebaliknya yaitu penurunan nilai produk nyata yang diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja. Sedangkan bila bernilai negatif, maka terjadi hubungan yang terbalik antara pertumbuhan nilai produk nyata dan pertumbuhan kesempatan kerja. Yaitu, kenaikan nilai produk nyata justru diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja, bisa juga sebaliknya penurunan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja. Tabel 8. Koefisien penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama 2003-2004- 2005-2006- 2007-2008- 2009- Lapangan pekerjaan utama 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Pertanian -9,71 5,85 3,04-5,44 8,12-0,12 0,02 Agriculture -9,71 5,85 3,04-5,44 8,12-0,12 0,02 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih -1,71 3,36 7,20-2,97 1,89 1,23 7,49 Industri Pengolahan -31,07 23,83 6,29-1,49 0,36 2,47-3,31 Bangunan 6,52-1,45-1,29-0,30 3,28 0,70 0,85 Manufacture 3,72-1,02 0,47-0,44 1,17 0,06 2,10 Perdagangan, Hotel dan Restauran 23,04 1,32 1,06-8,32 2,40 9,29 3,97 Pengangkutan dan Komunikasi 35,35-0,15-2,87 1,87 2,19-2,85 0,82 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -1,96-7,59 26,39-5,40-2,04 0,52 7,31 Jasa-Jasa -1,77 0,50-0,60 0,87 1,89 1,97 2,84 Services 0,26 0,05 0,46-0,03 1,21 0,85 2,29 Total -1,62 0,68 1,60-1,03 2,02 0,65 1,83 Tabel 8 menggambarkan hasil perhitungan elastistitas kesempatan kerja selama periode tahun 2003-2010. Selama periode ini terlihat bahwa elastisitas penyerapan tenagakerja secara total mengalami peningkatan sebesar 3,45 yaitu

45 pada tahun 2004 sebesar minus 1,63 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1,83. Hal ini, menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tambah yang digambarkan oleh nilai PDRB sebesar satu persen maka kesempatan kerja akan berkurang sebesar 1,62 persen pada tahun 2004 dan meningkat sebesar 1,83 persen pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa pada tahun 2004 dengan kenaikan nilai tambah sebesar satu persen akan mampu menampung tambahan angkatan kerja sebesar 3,45 persen. Koefisien penyerapan tenagakerja secara agregat bernilai positif, yang berarti penambahan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja. Namun, pada tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 nilai koefisiennya bertanda negatif sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen yang berarti penambahan nilai tambah satu persen dibarengi dengan pengurangan kesempatan kerja sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen. Hal ini, mungkin dikarenakan pada periode tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 penambahan nilai tambah dikarenakan penambahan modal berupa investasi atau penerapan teknologi, bukan semata-mata karena penambahan tenagakerja. Sehingga, dalam pelaksanaannya tidak menyerap tambahan tenagakerja yang baru masuk pada pasar tenagakerja. Sektor Industri yang dianggap mewakili sebagai sektor modern pada periode 2004-2005 dan 2006-2007 menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sebesar 1,02 persen dan 0,44 persen. Hal ini, dimungkinkan terjadi karena dalam pengembangan Sektor Industri lebih mengarah pada padat modal bukan padat karya.

46 Sektor yang cukup baik dalam proses penyerapan tenagakerja adalah Sektor Jasa-jasa, karena koefisien elastistitasnya positif yang menunjukkan bahwa kenaikan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja, walaupun penambahannya tidak terlalu besar. Pada tahun 2004 penambahan nilai tambah sebesar satu persen diikuti dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 0,26 persen, tapi pada tahun 2010 dengan meningkatkan nilai tambah satu persen akan dibarengi dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 2,29 persen. Dengan memperhatikan peranan masing-masing sektor utama dalam pembentukan nilai PDRB (Tabel 1), laju pertumbuhan nilai NTB untuk setiap sektor (Tabel 2) dan juga peranan masing-masing sektor dalam penyerapan tenagakerja, maka untuk Kalimantan Timur pada periode 2003-2010 mulai terjadi pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa.