PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai saat ini minyak sawit Indonesia sebagian besar masih diekspor dalam bentuk kelapa sawit mentah (CPO), sedangkan di dalam negeri minyak sawit diolah menjadi produk pangan terutama minyak goreng. Diperkirakan pada tahun 2012 Indonesia akan menjadi produsen minyak terbesar di dunia dengan total produksi 15 juta ton/tahun (Guritno, 2003 dalam. Emilio 2005). Proses produksi CPO akan menghasilkan limbah padat berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yaitu sekitar 10 juta ton/tahun di Indonesia yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan sering menimbulkan masalah antara lain bersifat kamba (bulky), sehingga diperlukan tempat yang luas dan biaya tambahan untuk menanganinya. Oleh karena itu perlu diupayakan pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi produk yang lebih berguna salah satu misalnya etanol (Darnoko et al. 2001). Tandan kosong kelapa sawit merupakam limbah padat terbesar pada industri kelapa sawit, yaitu mencapai 22 25% dari bobot tandan buah segar (Peni, 1995). Tandan kosong kelapa sawit mengandung lignoselulosa dengan komponen utama ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan fraksi yang terbesar diantara ketiga komponen tersebut yaitu 45,95% basis berat kering dan sangat potensial dipakai sebagai bahan baku untuk produksi etanol (Darnoko, 1992). Menurut Darnoko 1992 bahwa komponen-komponen tersebut merupakan sumber karbon bagi mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai substrat fermentasi dengan menjadikannya sebagai bahan dasar pembuatan asam organik, etanol, protein sel tunggal atau bahan kimia lainnya melalui biokonversi. Sejak bulan Oktober 2005 di Indonesia dilanda krisis bahan bakar minyak, harga berbagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi meningkat hingga 3 kali lipat. Ketergantungan akan bahan bakar minyak dapat merugikan, karena selain potensinya yang akan habis juga tidak terbarukan (non renewable) dan
2 menyebabkan pencemaran udara yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dicari bahan bakar alternatif yang salah satunya adalah bioetanol (Irawati, 2006). Menurut Bruce dan Palfreyman (1998) etanol dapat diproduksi dari sumber daya yang dapat diperbaharui seperti biomasa yang dikategorikan ke dalam bahan-bahan berbasis gula (gula tebu, gula bit dan sorgum manis), pati (biji-bijian yaitu : jagung, gandum, beras, serta umbi-umbian : yaitu kentang, ketela pohon, ubi jalar) dan lignoselulosa (kayu, jerami, bagase dan sebagainya). Penggunaan bahan baku berbasis gula dan pati memang lebih mudah pada proses pembuatan etanol, akan tetapi penggunaan bahan baku tersebut bersaing dengan pemanfaatannya yang lebih utama yaitu sebagai sumber bahan makanan. Penggunaan bahan baku lignoselulosa, selain lebih murah, potensinya lebih besar dan tidak bersaing dengan pemanfaatan lain. TKKS mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber glukosa melalui proses hidrolisis dengan asam atau enzim. Larutan gula yang dihasilkan selanjutnya dapat dikonversikan menjadi berbagai produk seperti alkohol, asetonbutanol atau biopolimer yang mempunyai nilai ekonomis jauh lebih tinggi (Darnoko, 1992). Pemanfaatan limbah kelapa sawit dengan cara demikian diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar (Darnoko, 1992). Pemanfaatan TKKS pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat mendesak karena melalui program langit biru yang dicanangkan pemerintah, pembakaran TKKS tidak diizinkan lagi, karena cara penanganan limbah tersebut dapat mengganggu lingkungan. Proses hidrolisis selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu hidrolisis menggunakan asam kuat atau enzim. Penggunaan asam kuat pada proses hidrolisis mempunyai banyak persoalan teknis dan ekonomis misalnya penggunaan peralatan yang harus tahan terhadap asam, permasalahan pemilihan asam, selain menghasilkan rendemen yang kecil. Penggunaan bahan kimia juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Sedangkan hidrolisis menggunakan enzim (kompleks selulase maupun xilanase), walaupun masih jauh dari penyelesaian karena laju hidrolisisnya rendah, tetapi lebih disukai karena lebih ramah lingkungan. Selain itu hidrolisis enzimatis dapat dilakukan pada suhu ruang
3 dan tekanan rendah, yang artinya tidak memerlukan penggunaan energi, juga produk yang dihasilkan lebih spesifik (Irawati, 2006). Kendala yang dihadapi dalam hidrolisis serbuk TKKS dengan cara enzimatik dan kimiawi menyebabkan rendahnya laju hidrolisis, salah satunya adalah adanya kandungan lignin dalam serbuk TKKS tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai perlakuan delignifikasi atau penghilangan lignin dari serbuk TKKS sebelum perlakuan fermentasi untuk meningkatkan kemampuan hidrolisis dari enzim. Penghilangan lignin dapat dilakukan secara kimia maupun secara biologi. Cara biologi (biodelignifikasi) selain lebih murah, juga ramah terhadap lingkungan, sering dilakukan dengan menggunakan jamur, yaitu jamur pelapuk putih (white-rot fungi) yang mampu mendegradasi lignin (Kirk dan Chang, 1990). Fermentasi gula pereduksi menjadi etanol dilakukan dengan menggunakan yeast yaitu Saccharomyces cerevisiae. Penggunaan yeast pada fermentasi etanol, lebih disukai jika dibandingkan penggunaan bakteri. Hal ini disebabkan karena yeast mempunyai sel yang lebih besar dan dinding sel yang lebih padat, sehingga lebih mudah pada saat pemanenan dan daur ulang yeast. Selain itu yeast tidak mudah terkontaminasi oleh bakteri maupun virus lain (Jeffries, 2000). Proses hidrolisis TKKS perlu diawali dengan perlakuan pendahuluan yaitu proses delignifikasi dengan menggunakan jamur pelapuk putih (JPP). JPP dari kelas Basidiomycetes diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi lignin. Penetrasi hifa jamur pelapuk putih akan menghancurkan lignin dan membentuk rongga berwarna keputihan, karena jamur tersebut memproduksi multi enzim ekstra seluler (Kirk dan Chang 1990; Basuki, 1994). Pendekatan biokonversi untuk memanfaatkan limbah TKKS diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan kondisi pengolahan bahan lignoselulosa TKKS agar diperoleh produk glukosa yang optimum untuk menghasilkan etanol. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara optimalisasi hidrolisis serbuk TKKS menjadi glukosa secara kimiawi dan enzimatis untuk menghasilkan etanol, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi limbah padat pengolahan CPO.
4 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : 1. Mengetahui potensi pemanfaatan limbah padat TKKS menjadi glukosa yang dapat digunakan untuk produksi etanol. 2. Untuk mengetahui proses dan kondisi optimum hidrolisis kimiawi dan enzimatis TKKS menjadi glukosa. 3. Mengetahui kondisi fermentasi etanol menggunakan substrat glukosa hasil hidrolisis TKKS. Hipotesis Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis : 1. Glukosa dapat dihasilkan dari hidrolisis TKKS baik secara kimia maupun enzimatis. 2. Dapat dilakukan optimalisasi hidrolisis TKKS menjadi glukosa. 3. Glukosa hasil hirolisis TKKS dapat dijadikan sebagai sumber karbon untuk fermentasi etanol Manfaat 1. Penanganan limbah padat TKKS melalui proses biokonversi dapat mengurangi pencemaran lingkungan 2. Memanfaatkan limbah padat TKKS yang melimpah menjadi glukosa dan etanol yang lebih berguna serta mempunyai nilai tambah komersial yang tinggi.
5