BABI PENDAHULUAN mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

1.1 Latar Belakang Hasalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

LAPORAN PENDAHULUAN STUDI ANTISIPASI GATT

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTANIAN.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era ekonomi global, akan muncul beberapa perubahan yang mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal masuk maupun keluar di setiap negara. Kondisi ini membuat setiap negara harus bekerja secara efisien dan efektif, agar perusahaan/negara dapat bersaing sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing tinggi di pasar global. Proses ini akan berlangsung lebih cepat setelah adanya penandatanganan kesepakatan Putaran Uruguay/GATT atau World Tracie Organization ()NTO) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Marokko, Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh 125 negara. Dralt final Act (DFA) yang diajukan setelah dibahas dan diadakan perubahan disetujui sebagai Final Act (FA) dan dikenal sebagai GATT 1994. Selain itu juga dibentuk Organisasi perdagangan Dunia atau World Tracie Organization ()NTO). Dengan dicapainya kesepakatan dalam GATT, maka babak baru dalam perdagangan internasional dimulai. Menghadapi situasi demikian, berbagai persiapan perlu dilakukan. Efisiensi adalah kunci yang memerlukan perhatian serius untuk dipecahkan dalam menghadapi pasar global, termasuk di dalamnya peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif suatu komoditas yang diperdagangkan. Dalam bidang pertanian, tuntutan tersebut semakin diperlukan

mengingat persaingan akan semakin ketat dan berbagai proteksi yang diberikan selama ini harus dihilangkan atau disesuaikan dengan kesepakatan yang ada dalam GATT (Amang,1994). Tujuan dari tarif (proteksi) adalah untuk mempengaruhi alokasi sumberdaya diantara berbagai macam altematif, khususnya altematif dalam berbagai maeam industri. Besarnya tarif nominal atau besarnya proteksi nominal tidak dapat memprediksi seeara relatif tepat arus sumberdaya. Prediksi kemana arah sumberdaya bergerak hanya dapat dilihat dengan menghitung-hitung berapa besarnya tarif efektif (Bawazier, 1989). Oalam konteks Negara-negara berkembang yang telah meneari upayaupaya yang tidak mudah mengenai impor pertanian mereka yang pada umumnya adalah makanan kebutuhan pokok. Pada satu pihak mereka ingin mendapatkan dengan harga yang murah bagi konsumsi masyarakat. Namun, naluri untuk menerapkan pajak impor dan melindungi para produsen juga kuat. Yang sering muneul adalah pola kebijakan yang memberi subsidi bagi konsumsi makanan pokok yang diimpor, tetapi hal itu akan mengakibatkan para produsen menghadapi harga yang dibawah maupun di atas harga dunia (Kindleberger, 1995). Oi Indonesia seperti kasus gandum yang disubsidi oleh pemerintah melalui lembaga BULOG kepada P.T. Bogasari. Selanjutnya juga dikaji peranan Indonesia di pasar internasional. Pada Tabel 1.1.1. ditunjukkan peranan Indonesia dalam perdagangan intemasional masih terlalu keeil. Seeara kuantitas ekspor Indonesia terus meningkat terlihat 2

pada tahun 1985 sebesar US $ 18 miliar, pada tahun 1990 sebesar US $ 25 miliar, pada tahun 1992 sebesar US $ 34 miliar dan pada tahun 1994 sebesar US $ 40 miliar. Walaupun secara umum peranan Indonesia di pasar internasional cenderung meningkat, pada tahun 1985 sebesar 0,92% kemudian pada tahun 1994 menjadi 0,99%, namun pada tahun 1990 menurun sebesar 0,73%. - TabeI1.1.1. Peranan Indonesia dalam Perdagangan Dunia Tahun 1985-1994 URAIAN 1985 1990 1992 1994 Total Ekspor Dunia (US $ miliar) Dunia 1.947 3.440 3.731 4.021 Indonesia 18 25 34 40 Q Peranan (%) 0,92 0,73 0,91 0,99 Hasil Pertanian (US $ miliar) Dunia 267 419 449 - Indonesia 3 4 5 7 Q Peranan (%) 1,12 0,95 1,11. Manufaktur (US $ miliar) Dunia 1.191 2.435 2.736 - Indonesia 3 9 16 21 Q Peranan (%) 0,25 0,37 0,58 -.. Sumber: GAIT, Statostik International Trade 1994. Ekspor komoditas hasil pertanian di pasar internasional secara kuantitatif peningkatannya sangat lambat, terlihat pada tahun 1985 sebesar US $ 3 miliar kemudian pada tahun 1994 menjadi US $ 7 miliar. Peranan Indonesia di pasar internasional untuk komoditas hasil pertanian sangat kecil dan cukup berfluktuasi, 3

terlihat pada tahun 1985 sebesar 1,12%, pada tahun 1990 sebesar 0,95% dan pada tahun 1992 sebesar 1,12%. Pada ekspor komoditas manufaktur secara kuantitatif dan persentase (peranan) cenderung meningkat secara lambat mengingat ekspor non migas baru digalakkan oleh pemerintah. Ekspor komoditas manufaktur pada tahun 1985 sebesar US $ 3 miliar meningkat menjadi US $ 21 pada tahun 1994. Walaupun masih kecil tetapi peningkatannya terus konsisten persentase (peranan) ekspor manufaktur di pasar internasinal pada tahun 1985 sebesar 0,25% meningkat menjadi 0,58% pada tahun 1992. Apabila dibandingkan antara komoditas ekspor hasil pertanian dengan ekspor hasil manufaktur di pasar internasional, komoditas hasil pertanian bergerak relatif lambat. Penyebab rendahnya ekspor komoditas pertanian dan harganya yang cukup berfluktuasi dapat berasal dari faktor dalam nageri maupun luar negeri. Faktor dari dalam negeri, pertama, tingkat kompetitif komoditas agribisnis sangat rendah, karena biaya proses produksi yang tinggi. Kedua, "Low quality", sebagai akibat rendahnya "quality control" baik bahan baku maupun bahan jadi. Ketiga, rendahnya minat investasi baik PMON maupun PMA untuk agribisnis. Keempat, fasilitas infrastruktur yang ada belum memadai untuk menunjang pengembangan ekspor produk agribisnis yang efisien. Faktor dari luar negeri, pertama, permintaan terhadap sebagian komoditas agribisnis (komoditi primer) tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan. Komoditi primer pada dasarnya mempunyai "income elasticity" yang lebih kecil 4

dari satu. Kedua, Masih banyak hambatan baik tarif maupun non-tarif (yang terselubung) yang diterapkan oleh negara-negara maju terhadap impor komoditas Agribisnis. Ketiga, sistem pemasaran komoditas agribisnis di luar negeri lebih bersifat monopsoni (Hutabarat,1996). Meskipun sukar diperkirakan secara rinci manfaat positif dari Putaran Uruguay/GATT, namun berbagai perhitungan yang dilakukan telah memberikan gambaran mengenai perubahan variabel-variabel ekonomi seperti POB, ekspor dan impor. Beberapa studi yang pernah dilakukan memperkirakan bahwa dampak dari Putaran Uruguay/GATI akan cukup signifikan. Oalam hal ini : Perlama, POB dunia akan meningkat sebesar $ 230 miliyar dalam tahun 2005 apabila dibandingkan seadainya tidak ada Putaran Uruguay. Kedua, perdagangan secara riil (merchandise trade) diperkirakan akan meningkat sekitar 12% atau $ 745 miliyar pada harga konstan dalam dolllar 1992. Ketiga, akan terjadi perubahan keunggulan komparatif ekonomi, yang menimbulkan gelombang baru relokasi industri. Perhitungan di atas belum mencakup dampak dinamik yang terkandung di dalamnya, karena pada dasarnya diantara hasil-hasil GATI banyak bersifat kualitatif seperti tarifikasi dan penguatan disiplin (Goeltom, 1994). Oalam kaitan hubungan antar negara, sampai saat ini masih terdapat dua kubu kepemihakan atas sistem perdagangan bebas, yakni : Perlama, kubu yang optimis (trade optimists) mengemukakan bahwa liberalisasi perdagangan akan mendorong pertumbuhan ekspor yang cepat dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, kubu pesimis (trade pesimists) melihat bahwa ekspor negara yang sedang 5

berkembang dalam perdagangan bebas akan tumbuh secara perlahan karena berbagai sebab antara lain: kurangnya permintaan terhadap bahan mentah dari negara dunia ketiga, ditemukannya substitusi sintetis bahan mentah tersebut, rendahnya elastisitas pendapatan terhadap permintaan untuk produk primer dan barang manufaktur ringan, meningkatnya produktifitas pertanian negara maju dan meningkatnya proteksi baik bagi produk pertanian maupun industri yang intensif tenaga kerja di negara-negara maju (Sjaifudin, 1996). 1.2. Perumusan Masalah Walaupun masih ada pendapat yang optimis dan pesimis mengenai Putaran Uruguay (GATT) atau WTO, namun demikian setelah kesepakatan penandatanganan di Marrakesh, terlihat telah memiliki tujuan yang hendak dicapai melalui GATTIWTO yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat dunia. Hal ini dapat dicapai karena kasepakatan GATIIWTO diharapkan akan mampu mendorong meningkatkan volume perdagangan internasional yang lebih efisien, sehingga akan mendorong peningkatan produksi dan investasi serta memperluas lapangan kerja dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Konsep dan definisi pertanian mengacu pada Indikator Pertanian dari publikasi Biro Pusat Statistik (BPS). Konsep dan definisi pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan peternakan. 6

Masalah utama yang dihadapi Indonesia, khususnya kelompok pertanian adalah komoditas/output pertanian, terutama setelah GAITIWTO mulai diaktifkan selama 10 tahun (tahun 2005) pada kasus negara-negara yang sedang berkembang. Tingkat proteksi pengurangan tarif yang diperkenankan hingga pada tingkat rata-rata 36% (GAIT Secretary, 1993). Indonesia diberi kesempatan untuk menunda pembukaan pasar bebas termasuk pada komoditas pertanian. Selama kurun waktu tersebut diharapkan para produsen dan lembaga-iembaga terkait lainnya mampu bekerja efisien sehingga pada saat diberlakukan pasar bebas mampu berkompetisi. Permasalahan mendasar adalah apakah Indonesia telah siap mengantisipasi keputusan GAITIWTO dalam kurun waktu tersebut? Dalam hubungannya dengan penelitian ini, ditelaah upaya mengantisipasi kesepakatan putaran Uruguay (GAITIWTO) khususnya dalam aspek pengembangan komoditas pertanian. Kajian ini dibatasi pada beberapa hal yaitu: (i). apakah komoditas pertanian mempunyai keunggulan komparatif dalam produksinya yang dikaji dart tingkat penggunaan sumberdaya domestik; (ii). Bagaimana menurut rangking komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang sangat menguntungkan; (iii). Apakah proteksi (perlindungan) atau insentif yang diberikan pemerintah kepada produsen komoditas pertanian sudah cukup efektif, khususnya dalam usaha peningkatan efisiensi; dan (iv). Pola pengembangan dan kebijakan-kebijakan apa 7

yang harus ditempuh untuk meningkatkan daya saing komoditas pertanian dipasar global. Penelitian ini dibatasi pada komoditas pertanian yang diekpor dan diperkirakan cukup mampu bersaing di pasar global. Dalam penelitian ini diteliti 4 (empat) kelompok sub-sektor pertanian yang termasuk dalam 15 komoditas pertanian. Kelompok sub-sektor pertanian tersebut terdiri dari : 1. Sub-sektor Pangan, yaitu komoditas jagung, kedelai dan sayur-sayuran; 2. Sub-sektor Perkebunan, yaitu komoditas karet, tebu, kelapa sawit, hasil tanaman serat, tembakau, kopi, teh dan hasil kebun lainnya. 3. Sub-sektor Kehutanan, yaitu kayu dan hasil hutan lainnya 4. Sub-sektor Perikanan, yaitu Ikan laut dan hasil laut lainnya serta ikan darat dan hasil perairan darat lainnya. Pengelompokan komoditas pertanian tersebut didasarkan kepada sistem pengelompokan yang ada pada Tabel Input -Output (1-0) Indonesia tahun 1990. Jenis output (kode sektor), terrnasuk pengelompokan komoditas pertanian dalam tabel tersebut berjumlah 161 sektor (jenis output). 8

1.3. Tu]!.!a!'! Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui Tingkat Proteksi Efektif yang dimiliki 15 komoditas pertanian Indonesia. 2. Mengetahui Biaya Sumberdaya DomestiklDalam Negeri pada 15 komoditas pertanian. 3. Kebijakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing komoditas pertanian dalam rangka menghadapi pasar global. 1.4. Kegunaan Penelitian Dari tujuan yang ingin diamati, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk: 1. Mengevaluasi tingkat proteksi efektif pada 15 komoditas pertanian Indonesia. 2. Mengevaluasi Biaya Sumberdaya DomestiklDalam Negeri pada 15 komoditas Pertanian. 3. Mengetahui berapa jumlah komoditas pertanian Indonesia yang layak diperdagangkan di pasar internasional. 4. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan, untuk penetapan kebijakan dimasa yang akan datang, berkaitan dengan pengembangan agribisnis dan agroindustri dalam negeri dalam menghadapi pasar global. 9

1.5. Hipotesa Hipotesa yang diajukan adalah : 1. Tingkat Proteksi Efektif yang dimiliki oleh 15 komoditas pertanian Indonesia relatif lebih besar dari 36 % (perjanjian tarif yang telah diratifikasi dalam GATTIWTO). 2. Biaya Sumber Daya DomestiklDalam Negeri dibagi shadow exchange fate (DRC/SER) pada 15 komoditas pertanian Indonesia relatif lebih besar dari satu. 10