KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MANOKWARI DITINJAU DARI DERAJAT OTONOMI FISKAL DAN INDEKS KEMAMPUAN RUTIN

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

1 UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP KEMAMPUAN PEMBIAYAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAN BELANJA BADAN KEUANGAN DAERAH KOTA TOMOHON

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

Transkripsi:

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MANOKWARI DITINJAU DARI DERAJAT OTONOMI FISKAL DAN INDEKS KEMAMPUAN RUTIN Johanes Paulus Koromath Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Papua Email: benikoromath@yahoo.co.id ABSTRACT This study aims to analyze the financial capability of Manokwari regency government seen from the ratio of the degree of fiscal autonomy and capability index ratio routine. The data used are secondary data include the data of the Regional Income (Pendapatan Daerah), the realization of Local Own Revenue (Pendapatan Asli Daerah), and Routine Expenditures (Belanja Rutin) in 2010 through 2014. Data analysis using financial ratio analysis. The results of this study showed that the degree of fiscal autonomy Manokwari district is at the low category. It is seen that in the mean is 3.00% or at very less or categories range 0.00% to 10.00%.Furthermore Routine capability index is in the low category. It is seen that in the mean is 16.5% or are at very less or categories range 0.00% to 20.00%. Keywords: regional income, local own revenue, routine expenditures ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Manokwari dilihat dari rasio derajat otonomi fiskal dan rasio indeks kemampuan rutinnya. Data yang digunakan adalah data sekunder antara lain data realisasi Pendapatan Daerah, data realisasi Pendapatan Asli Daerah, dan data realisasi belanja rutin tahun 2010 sampai dengan 2014. Analisis data menggunakan analisis rasio keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Manokwari berada pada kategori rendah. Hal ini terlihat dimana secara rerata adalah sebesar 3,00% atau berada pada kategori sangat kurang atau kategori 0,00% sampai dengan 10,00%. Selanjutnya Indeks Kemampuan Rutin berada pada kategori rendah. Hal ini terlihat dimana secara rerata adalah sebesar 16,5% atau berada pada kategori sangat kurang atau kategori 0,00% sampai dengan 20,00%. Kata kunci: pendapatan daerah, pendapatan asli daerah, belanja rutin PENDAHULUAN Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dipandang sebagai suatu strategi dengan 2 (dua) tujuan penting. Pertama; bahwa pemberian otonomi harus diartikan sebagai suatu strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap dua permasalahan utama, yaitu pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah, pemerataan pendapatan dan kemandirian sistem manajemen daerah. Kedua; otonomi juga diarahkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi era perdagangan bebas. Penetapan kabupaten dan kota sebagai daerah otonomi merupakan tonggak diserahkannya urusanurasan pemerintahan yang lebih luas kepada kabupaten dan kota. Pelimpahan ini menuntut ketersediaan sumber pendanaan yang memadai untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Sejalan dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah 65

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 Pusat dan Pemerintah Daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Salah satu sumber keuangan yang menjadi penerimaan daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan daerah adalah pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Manokwari sebagai sumber pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahaan di daerah merupakan salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur kemampuan Kabupaten Manokwari dalam menghasilkan pendapatan melalui pemanfaatan sumbersumber penerimaan daerah. Upaya pemanfaatan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah harus didukung oleh potensi ekonomi yang dimiliki daerah sebagai basis Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama perjalanan pembangunan dari periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dapat ditunjukkan gambaran perkembangan kemampuan keuangan Kabupaten Manokwari melalui realisasi pendapatan asli daerah dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagai mana disajikan pada tabel 1. Tabel 1 PAD dan APBD Kabupaten Manokwari Tahun 2010 s.d. 2014 Tahun PAD (Rp) Pertumbuhan (%) APBD (Rp) Pertumbuhan (%) 2010 28.763.873.230-773.945.370.050-2011 21.959.986.518-31 786.266.624.319 2 2012 28.044.312.311 22 938.289.860.519 16 2013 25.986.000.000-8 989.208.372.916 5 2014 42.408.000.000 39 819.685.028.229-21 Sumber: Data diolah, 2015. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pendapatan asli daerah Kabupaten Manokwari pada tahun 2010 dan 2011 menunjukkan penurunan sebesar -30%. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar 22%. Tahun 2013 menurun sebesar -8% dan pada tahun 2014 meningkat sebesar 39%. Apabila memperhatikan posisi APBD Kabupaten Manokwari selama periode yang sama menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, namun terjadi penurunan sebesar -21% pada tahun 2014. Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Manokwari dilihat dari rasio derajat otonomi fiskal dan rasio indeks kemampuan rutinnya untuk perionde tahun 2010-2014. Selanjutnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: (1) sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Manokwari dalam menentukan arah kebijakan keuangan daerah yang berkaitan dengan upaya fiskal dan pendanaan otonomi daerah; (2) sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang. KAJIAN LITERATUR Otonomi Daerah Otonomi Daerah berasal dari kata autonomy dimana auto artinya sedia dan nomy artinya aturan atau undang-undang. Jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari Pemerintah Pusat (Widjaja, 66

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) 2004). Dalam ketentuan umum Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dipahami bawa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Desentralisasi Fiskal Desentralisasi menurut jenisnya dapat dibedakan dalam beberapa konsep, yaitu desentralisasi geografis atau desentralisasi territorial, yakni pembagian suatu wilayah menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil dengan kewenangan yuridiksi yang jelas diantara daerah-daerah tersebut. 1. Desentralisasi fungsional yakni pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab Negara kepada unit-unit fungsional yang berbeda-beda dalam suatu pemerintahan. 2. Desentralisasi politik dan administrasi. Desentralisasi politik berkenan dengan kewenangan pembuatan keputusan yang bergeser dari pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Dalam konteks ini partisipasi masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan mendapat peliuang yang sangat luas. Sedangkan administratif erat kaitannya dengan desentralisasi politik, bahkan secara faktual keduanya sulit dibedakan. Namun lebih difokuskan pada implemantasi kebijakan/keputusan publik agar berhasil secara optimal. 3. Desentralisasi financial, yakni berkaitan dengan pelimpahan tanggung jawab pembelanjaan dan pendapatan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Bentuk-bentuk desentralisasi financial ini antara lain adalah Self-financing beberapa penyelenggaraan pembangunan didaerah cofinancing atau coproduction dengan pihak-pihak swasta intensifikasi daerah dan ekstensifikasi pajak-pajak daerah dan retribusi pinjaman daerah serta transfer atau subsidi antara tingkatan pemerintahan. Sidik (2002), menyatakan bahwa dorongan desentralisasi yang terjadi di berbagai Negara dunia terutama Negara- Negara berkembang, dipengaruhi oleh beberapa factor misalnya latar belakang atau pengalaman suatu Negara, peranannya dalam globalisasi dunia, kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingkat pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi dan banyaknya kegagalan yang dialami oleh pemerintah sentralistis dalam memberikan pelayanan masyarakat yang efektif. Kegagalan penyelenggaraan pelayanan masyarakat yang kemudian memunculkan pemikiran perlunya pengaturan desentralisasi termasuk desentralisasi fiskal adalah berkaitan dengan siklus pengelolaan dana yang berasal dari pusat kepada daerah berupa subsidi dan bantuan (inpres). Permasalahan yang muncul dari pengelolaan yang terpusat menurut Boediono, (2002) meliputi : 1. Aspek perencanaan, dominannya peranan pusat dalam menetapkan prioritas pembangunan (top down) didaerah dan berkurang melibatkan stakeholder 2. Aspek pelaksanaan, harus tunduk kepada berbagai arahan berupa pelaksanaan maupun petunjuk teknis dan pusat 3. Aspek pengawasan, banyaknya institusi pengawasan fungsional, seperti BPKP, Irjen Departemen, Irjenbang, Inspektorat Daerah yang dapat saling tumpang tindih. Widjaja (2004), mengatakan bahwa yang terpenting dari desentralisasi adalah makin dekatnya hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Jika keinginan rakyat sangat beragam dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pelayanpelayanan yang tidak memiliki dampak eksternal yang besar, maka manfaat yang dapat diperoleh berupa pelayanan publik yang lebih baik, pejabat pemerintah yang bertangung jawab dan kesadaran masyarakat dalam 67

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 membayar pajak akan meningkat. Suyono (2003), mengatakan bahwa berkaitan dengan desentralisasi finansial atau disebut juga sebagai desetralisasi dibidang ekonomi yakni adanya penyerahan sebagian kewenangan Pemerintah kepada pemerintahan daerah untuk melaksanakan fungsi alokasi, fungsi distribusi dan stabilisasi, bertujuan untuk mengatur dan mengurus perekonomian daerah dalam rangka menciptakan stabilisasi perekonomian secara nasional. Ketiga fungsi tersebut menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat. Namun untuk menuju kepada sistem pemerintahan yang lebih efektif dan efisien sebagian besar wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat tersebut didesentralisasikan kepada pemerintah daerah, dimana tetap ada sebagian wewenang dan tanggung jawab yang masih dikendalikan pemerintah pusat contohnya seperti kebijakan yang mengatur variabel ekonomi makro. Melalui desentralisasi fiskal seperti ini diharapkan dapat meningkatkan pembangunan dan penyediaan pelayanan umum karena semakin dekatnya masyarakat dengan pemerintahan sehingga mampu mengakomodasi kondisi masyarakat dan wilayah yang heterogen. Sidik (2002) selanjutnya mengatakan, bahwa melalui kebijakan desetralisasi juga diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab (good government). Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dan peningkatan efektivitas dan efisiensi pemerintah. Dengan demikian desentralisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan bernegara, terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Komponen kunci utama dalam kebijakan desentralisasi adalah desentralisasi fiskal, karena dengan desentralisasi fiskal wewenang pengelolaan keuangan daerah menjadi lebih besar. Pengertian desentralisasi fiskal adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk menggali dan potensi sumber keuangan di daerah. Sumber-Sumber Penerimaan Daerah Sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi daerah menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 pasal 3 meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Penerimaan yang sah. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 agak berbeda, dimana sumber penerimaan daerah dipilah menjadi Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Sedangkan pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil kekayaan daerah yang dipsahkan. Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2004) Pendapatan Asli Daerah adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan selain dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang dianggap sah. Sumbernya berasal dari sumber ekonomi asli daerah sehingga disebut dengan Pendapatan Asli Daerah. Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dana Perimbangan Untuk mengurangi ketimpangan vertical (vertical balance) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilakukan system Bagi Hasil penerimaan pajak dan bukan pajak antara pemerintah pusat dan daerah. Pola bagi hasil penerimaan ini dilakukan dengan persentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil (by origin). Dana Perimbangan menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 meliputi: (1) Bagian daerah dan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan sumber daya alam; (2) Dana Alokasi Umum; dan (3) Dana Alokasi Khusus. Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa dana perimbangan teridiri 68

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) dari: (1) Dana Bagi Hasil; (2) Dana Alokasi Umum; dan (3) Dana Alokasi Khusus. Ukuran Keberhasilan Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal di tingkat kabupaten/kota pada umumnya diukur dari besarnya persentase sumbangan Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah. Semakin rendah Pendapatan Asli Daerah berarti semakin menunjukkan besarnya ketergantungan keuangan daerah terhadap pemerintah pusat (Kuncoro, 2004). Dengan kata lain, derajat desentralisasi fiskal juga bisa diukur dari persentase dana perimbangan, khususnya persentase sumbangan Dana Alokasi Umum terhadap total Penerimaan Daerah dan persentase sumbangan bagi hasil terhadap total Penerimaan Daerah. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Menurut Bastian (2006), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana kerja Pemerintah daerah dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik. Menurut Nordiawan (2007), APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengemukakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana kerja tahunan pemerintah yang disusun dalam bentuk angka dalam Rupiah yang terdiri dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dan diwujudkan dalam kegiatan atau program serta menampung berbagai kepentingan public yang ditetapkan dengan peraturan daerah dan manfaatnya dapat dirasakan masyarakat dalam suatu periode tertentu yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Derajat Otonomi Fiskal Daerah Hubungan fiskal pemerintah daerah dan pemerintah pusat dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi antar berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor publiknya. Menurut Devas (1992) ada empat kriteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan pusat dan daerah, yaitu: 1. Sistem tersebut seharusnya memberikan kontribusi kekuasaan yang rasional diantara tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber-sumber dana pemerintah dan kewenangannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi; 2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah; 3. Sistem tersebut seharusnya sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah-daerah atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar; 4. Pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran dalam masyarakat. Faktor keuangan daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu criteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang. Penelitian Terdahulu Sebagai bahan studi empiris, berikut ini adalah penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dalam penelitian ini. Rumabouw (2006) meneliti tentang kemampuan keuangan daerah Kabupaten Timika dalam pelaksanaan otonomi daerah, disimpulkan bahwa derajat otonomi fiskal selama tahun penelitian masih sangat kurang, 69

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 begitu pula dengan beberapa rasio PAD masih sangat kurang, hal yang sama juga terjadi pada rasio indeks kemampuan, dimana selama tahun pengamatan rasio ini berada pada kondisi sangat kurang. Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan keuangan dalam hal ini rasio derajat otonomi fiskal dan indeks kemampuan rutin adalah dengan meningkatkan PAD terutama dengan mengoptimalkan hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Serlina (2012) meniliti tentang kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Manokwari tahun selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2012. Dengan menggunakan analisi rasio DOF dan IKR menemukan bahwa DOF Kabupaten Manokwari berada pada kategori kurang. Sedangkan IKR Kabupaten Manokwari berada pada kategori sangat kurang. Kerangka Pemikiran Peneilian APBD Kabupaten Manokwari Indeks Kemampuan Rutin Derajat Otonomi Fiskal Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Rekomendasi Keterangan: Terdiri dari Hubungan pengaruh Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian (Sumber: Serlina, 2012) METODA PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Manokwari. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu dari tanggal 8 Januari sampai dengan 29 Januari 2016. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa data realisasi Pendapatan Asli Daerah, data realisasi belanja rutin, dan data realisasi total APBD Kabupaten Manokwari. Data sekunder merupakan data primer yang diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau data oleh pihak lain (Umar, 2007). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa buku APBD Kabupaten Manokwari. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metoda studi pustaka dengan mengumpulkan dokumen-dokumen keuangan dan studi lapangan dengan cara melakukan diskusi dengan pajabat di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Manokwari terkait dengan Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten Manokwari. Untuk menganalisis pertanyaan penelitian maka alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menganalisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari dengan menggunakan beberapa analisis Rasio Keuangan disesuaikan dengan dengan data yang diperoleh (Mahmudi, 2007) antara lain: (1) Untuk menghitung Derajat Otonomi Fiskal dengan cara berikut: 70

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) Derajat Otonomi Fiskal = PADt/APBDt x100% Keterangan: PADt : Pendapatan Asli Daerah tahun tertentu APBDt : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun tertentu Tim Peneliti FISIPOL UGM bekerja sama dengan Litbang DEPDAGRI (Rumabouw, 2006) menentukan tolak ukur kemampuan daerah dilihat dari rasio PAD terhadap total APBD sebagai berikut: 0,00% s.d. 10,00% ; Kriteria Sangat Kurang 10.01% s.d. 20,00% ; Kriteria Kurang 20.01% s.d. 30,00% ; Kriteria Sedang 30.01% s.d. 40,00% ; Kriteria Cukup 40,01% s.d. 50,00% ; Kriteria Baik > 50,00% ; Kriteria Sangat Baik Sedangkan untuk menghitung Indeks Kemandirian Rutin dapat dilakukan dengan cara berikut: Indeks Kemandirian Rutin = PAD t / Belanja Rutin t x 100%. Keterangan: PAD t = Pendapatan Asli Daerah tahun tertentu. Belanja Rutin t = Belanja Rutin tahun tertentu. Dalam Penelitian (Tumilar, 1997) tentang Otonomi Daerah dan Ekonomi Tingkat II di Provinsi Sulawesi Utara mengemukakan bahwa tolak ukur kriteria Indeks Kemandirian Rutin (IKR) suatu daerah adalah: 0,00% s.d. 20,00% ; Kriteria Sangat Kurang 20.10% s.d. 40,00% ; Kriteria Kurang 40.10% s.d. 60,00% ; Kriteria Cukup 60.10% s.d. 80,00% ; Kriteria Baik 80,10% s.d. 100% ; Kriteria Sangat Baik Definisi Operasional Setiap peneliti memiliki konsep untuk menyamakan atau menyatukan persepsi, untuk itu dipandang perlu menyusun definisi operasional untuk menjelaskan setiap maksud dalam variabel penelitian ini. APBD. Yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam penelitian ini adalah rencana kerja pemerintah dalam mengatur pengeluaran dan pembelanjaan pemerintah daerah Kabupaten Manokwari yang bertujuan untuk kesejahterahaan masyarakat selama satu periode (1 tahun). Kemandirian Keuangan Daerah. Yang dimaksud dengan kemandirian keuangan daerah dalam penelitian ini adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahaan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. PAD. Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam penelitian ini adalah semua penerimaan uang Pemerintah Kabupaten Manokwari melalui Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) yang merupakan hak pemerintah daerah selama satu tahun anggaran. Belanja Rutin. Yang dimaksud dengan belanja rutin dalam penelitian ini adalah semua pengeluaran Pemerintah Kabupaten Manokwari dalam bentuk belanja tidak langsung yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintahaan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Derajat Otonomi Fiskal. Yang dimaksud dengan derajat otonomi fiskal dalam penelitian ini adalah coverage PAD Pemerintah Kabupaten Manokwari terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari yang tertuang dalam APBD. Indeks Kemandirian Rutin. Yang dimaksud dengan indeks kemampuan rutin dalam penelitian ini adalah coverage PAD Pemerintah Kabupaten Manokwari terhadap semua kegiatan belanja rutin Pemerintah Kabupaten Manokwari. HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini variabel yang diamati terdiri dari Pendapatan Daerah, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Rutin (Belanja tidak langsung) Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Manokwari. Dari tabel 2 dan gambar 2 terlihat 71

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 bahwa pendapatan daerah Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 menunjukkan peningkatan, sedangkan tahun 2014 mengalami penurunan. Persentase peningkatan tertinggi terjadi di tahun 2012 sebesar 16%, dan persentase peningkatan terendah terjadi di tahun 2012 sebesar 2%. Peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Manokwari terjadi disebabkan oleh sumbangan atau kontribusi dari komponen sumber pendapatan daerah seperti pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah pada anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Manokwari pada tahun tersebut. Tabel 2 Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Manokwari Tahun Pendapatan Daerah (Rp) Pertumbuhan (%) 2010 773.945.370.050-2011 786.266.624.319 2 2012 938.289.860.519 16 2013 989.208.372.916 5 2014 819.685.028.229-21 Sumber: Data diolah, 2015 Gambar 2. Trend Pendapatan Daerah Kabupaten Manokwari Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Manokwari Dari tabel 3 dan gambar 3 di atas terlihat bahwa pendapatan asli daerah Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 menunjukkan fluktuasi, dimana tahun 2010 adalah sebesar Rp.28.763.973.230 kemudian menurun menjadi Rp.21.959.986.518 di tahun 2011 atau sebesar -31%. Pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp.28.044.312.311 atau 22%, kemudian menurun menjadi Rp. 25.986.000.000 atau -8%, dan meningkat di tahun 2014 menjadi Rp. 42.408.000.000 atau 39%. Peningkatan tertinggi di tahun 2014 sebesar 39% dan penurunan tertinggi terjadi di tahun 2011 sebesar -31%. Fluktuasinya pendapatan asli daerah Kabupaten Manokwari disebabkan oleh tidak efektifnya pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah. Realisasi penerimaan sumber-sumber pendapatan asli daearah seperti pajak daerah dan retribusi daerah yang dicanangkan tidak mencapai target yang telah ditetapkan. 72

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) Tabel 3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Manokwari Tahun Pendapatan Asli Daerah (Rp) Pertumbuhan (%) 2010 28.763.973.230-2011 21.959.986.518-31 2012 28.044.312.311 22 2013 25.986.000.000-8 2014 42.408.000.000 39 Sumber: Data diolah, 2015 Gambar 3. Trend Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Manokwari. Perkembangan Belanja Rutin Kabupaten Manokwari. Dari tabel 4 dan gambar 4 terlihat bahwa Belanja Rutin Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan peningkatan, namun menurun pada tahun 2013 dan tahun 2014. Peningkatan belanja rutin tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 50%. Selanjutnya penurunan belanja rutin tertinggi terjadi di tahun 2013 sebesar -64%. Peningkatan belanja rutin terjadi karena adanya peningkatan dalam pelayanan yang dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Manokwari selama periode tersebut, disamping itu adanya tambahan pengeluaran berupa gaji untuk pegawai negeri sipil yang baru diterima di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Manokwari. Penurunan belanja rutin terjadi karena adanya efisiensi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari dalam penggunaan belanja rutin. Tabel 4 Perkembangan Belanja Rutin Kabupaten Manokwari Tahun Belanja Rutin (Rp) Pertumbuhan (%) 2010 288.467.240.652-2011 386.137.572.252 25 2012 778.526.719.247 50 2013 475.071.023.866-64 2014 369.297.634.191-29 Sumber: Data diolah, 2015. 73

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 Gambar 4. Trend Belanja Rutin Kabupaten Manokwari Analisis Tingkat Kemampuan Keuangan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Manokwari. Analisis tingkat kemampuan keuangan Kabupaten Manokwari dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu hal yang perlu dianalisis untuk melihat kondisi keuangan Kabupaten Manokwari baik secara internal maupun eksternal sehingga dapat memberikan gambaran dari kesiapan Kabupaten Manokwari dari segi fiskal dalam pelaksanaan otonomi daerah. Analisis Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari. Gambaran tentang perkembangan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari diketahui dengan melihat kecenderungan perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama periode pengamatan. Adapun Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari terlihat pada tabel berikut: Tabel 5 Perhitungan dan Pengujian Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari Tahun 2010-2014 Tahun APBD PAD DOF Kriteria Uji Kategori DOF (Rp) (Rp) (%) (%) 2010 773.945.370.050 28.763.973.230 3,72 0,00 10,00 Sangat kurang 2011 786.266.624.319 21.959.986.518 2,79 0,00 10,00 Sangat kurang 2012 938.289.860.519 28.044.312.311 2,99 0,00 10,00 Sangat kurang 2013 989.208.372.916 25.986.000.000 2,63 0,00 10,00 Sangat kurang 2014 819.685.028.229 42.408.000.000 5,17 0,00 10,00 Sangat kurang Rerata 3,00 Sumber: Data diolah, 2015 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari menunjukkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Hal ini terlihat dari rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) yang tidak stabil dengan perkembangan yang berfluktuatif selama kurun waktu pengamatan yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dengan kisaran antara 2,63% sampai dengan 5,17% yang masuk kategori sangat kurang. Kurangnya rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari dipengaruhi oleh besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang tidak sebanding dengan kemampuan pembiayaan daerah. Artinya dari sisi kebutuhan pendanaan dan pembiayaan adalah sangat besar sementara kemampuan 74

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH..... (Johanes) Pemerintah Kabupaten Manokwari untuk mengintensifkan dan mengekstensifkan sumber pendapatan daerah adalah sangat rendah. Analisis Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari. Untuk mengetahui keuangan daerah dapat menggunakan tolak ukur Indeks Kemampuan Rutin (IKR) yaitu suatu ukuran yang menggambarkan sejauhmana kemamuan potensi daerah Kabupaten Manokwari dalam membiayai belanja rutin. Adapun Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari terlihat pada tabel berikut: Tabel 6 Perhitungan dan Pengujian Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari Tahun 2010-2014 Tahu Belanja Rutin PAD IKR Kriteria Uji Kategori IKR n (Rp) (Rp) (%) (%) 2010 288.467.240.652 28.763.973.230 10 0,00-20,00 Sangat Kurang 2011 386.137.572.252 21.959.986.518 17,6 0,00-20,00 Sangat Kurang 2012 778.526.719.247 28.044.312.311 27,8 20,10-40,00 Kurang 2013 475.071.023.866 25.986.000.000 18,3 0,00-20,00 Sangat Kurang 2014 369.297.634.191 42.408.000.000 8,7 0,00-20,00 Sangat Kurang Rerata 16,5% Sumber: Data diolah, 2015 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 6 di atas terlihat bahwa Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 menunjukkan kondisi yang tidak menggembirakan. Hal ini terlihat pada rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) yang tidak stabil dan besaran rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) yang terlampau kecil dengan perkembangan yang berfluktuatif selama periode pengamatan. Pada tahun 2010 rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) adalah sebesar 10% dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 dan 2012 sebesar 17,6% dan 27,8%. Selanjutnya Rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) mengalami penurunan menjadi 18,3% pada tahun 2013 dan mengalami penurunan lagi menjadi 8% di tahun 2014. yang semakin besar menunjukkan kemampuan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah yang berhasil dihimpun oleh Pemerintah daerah Kabupaten Manokwari dan dibandingkan dengan kegiatan rutinnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis dari penulisan penelitian ini adalah Pertama, rerata rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 3,00%, maka berdasarkan kategori penilaian standar Derajat Otonomi Fiskal (DOF), Kabupaten Manokwari berada pada kategori rendah yakni berada pada range 0,00% sampai dengan 10,00% yang berarti rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Manokwari adalah sangat kurang; Kedua, rerata rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 16,5%, maka berdasarkan kategori penilaian standar Indeks Kemampuan Rutin (IKR), Kabupaten Manokwari berada pada kategori rendah yakni berada pada kategori 0,00% sampai dengan 20,00% yang berarti rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Manokwari adalah sangat kurang. Saran Penelitian Saran yang dapat diberikan oleh penulis yang dikaitkan dengan penulisan penelitian ini antara lain: Pertama, untuk mengurangi tingkat ketergantungan Pemerintah Kabupaten Manokwari dari dana transfer pusat seperti yang diinginkan dalam pelaksanaan otonomi daerah maka, Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari harus lebih optimis lagi untuk mencapai hasil yang baik dari target pencapaian Pendapatan Asli Daerah yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilaksanakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah 75

JRAK, Volume 12, No 1 Februari 2016 dan retribusi daerah. Kedua, terkait dengan belanja rutin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah maka, pemerintah daerah Kabupaten Manokwari harus melakukan penghematan anggaran belanja rutin melalui efisiensi anggaran. Hal ini dapat dilaksanakan DAFTAR REFERENSI Bastian, I. 2006. Audit Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. Boediono. 2002. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal. Makalah Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional. Jakarta, 11 Februari 2002. Devas, 1992. Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta: UI Press. Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah, APBD Kabupaten Manokwari 2010 s.d. 2014, Manokwari. Halim, A. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga. Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: STIE YPKN. Nordiawan. 2007. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat. Serlina, Tze. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Manokwari dilihat dari Derajat Otonomi Fiskal dan Indeks Kemampuan Rutin. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Papua (Tidak dipublikasikan). melalui pengurangan terhadap belanja yang dianggap tidak produktif. Penggunaan pegawai non pegawai negeri sipil harus dibatasi sehingga dapat menghemat pembelanjaan rutin seperti gaji dan honor. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta. Rumabouw M.A.E. 2006. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Mimika. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada, (Tidak dipublikasikan). Sidik, M. 2002. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal. Makalah Seminar Setahun Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta, 13 Maret 2002. Suyono. 2003. Tinjauan Tentang Fungsi EkonomiPemerintah. http://www.kimpraswil.go.id/itjen/buletin/2324fung.htm., Diakses tanggal 1 Januari 2016. Tumilar, R.L.H. 1997. Otonomi Daerah dan Ekonomi Dati II di Provinsi Sulawesi Utara (Tidak dipublikasikan). Widjaja, M. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Umar, Husein. 2007. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta. 76