BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.,2008) adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan terjadinya flypaper effect. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menutut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari: a. hasil pajak daerah, b. hasil retribusi daerah, c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan, d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 1.1 Pajak Daerah Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah. 1.2 Retribusi Daerah Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyaraakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada

yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : 1. retibusi dipungut oleh negara, 2. dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3. adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, 4. retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi : 1. retribusi jasa umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, 2. retribusi jasa usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta. 1.3 Perusahaan Daerah Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah. 1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat: a. memberi jasa, b. menyelenggarakan pemanfaatan umum,

c. memupuk pendapatan. 2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur. 3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah. 4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. 1.4 Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumbersumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut Devas bahwa : kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah. Analisisnya menggunakan model maximing under uncertainty of intertemporal utility fuction dengan menggunakann data runtun waktu selama tahun 1934-1991 untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalisaikan sebagai model. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Dalam menjalankan tugasnya sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang. Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD. Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel. Namun, pada praktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah dilaporkan di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaskudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun. Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun. 4. Belanja Daerah atau Pengeluaran Daerah (Local Expenditure) Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode Anggaran (Abdul Halim, 2002:52). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari dua komponen utama yaitu: belanja langsung dan belanja tidak langsung. Jenis belanja langsung dapat diukur dengan hasil dari suatu program dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut yaitu

belanja pegawai untuk membayar honorarium/upah kerja, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Jenis belanja yang tidak langsung dapat diukur dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari suatu program dan kegiatan seperti belanja pegawai untuk membayar gaji dan tunjangan PNS, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. 4.1 Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara tidak langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung menurut Permendagri 13 tahun 2006 pasal 50 yaitu: 1. belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, 2. belanja bunga yaitu merupakan anggaran pembayaran bunga hutang yang dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, 3. belanja subsidi yaitu merupakan anggaran bantuan biaya produksi kepada perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak,

4. belanja hibah yaitu merupakan anggaran pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat dan perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukkannya, 5. bantuan sosial yaitu merupakan anggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, 6. belanja bagi hasil yaitu merupakan anggaran yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota, atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, 7. bantuan keuangan yaitu merupakan anggaran keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemeratan dan atau peningkatan kemampuan keuangan, 8. belanja tidak terduga yaitu merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam danbencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 4.2 Belanja langsung Belanja langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Kelompok belanja langsung menurut Permendagri 13 tahun 2006 pasal 50 yaitu: 1. belanja pegawai yaitu merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah, 2. belanja barang dan jasa yaitu merupakan pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah, 3. belanja modal yaitu merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan,seperti dalam bentuk tanah, peralatan, mesin, gedung, bangunan dan jalan, irigasi, jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan dan pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. 5. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riel. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuahn output riel. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf hidup diukur dengan output riel per kapita. Karena itu, pertumbuhan ekonomi terjadi bila tingkat kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk. Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung pada bagaimana kita mengklasifikasikan. Salah satu klasifikasinya adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi

penggunaan sumber-sumber tersebut. Meskipun dipunyai sumber dominan untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju pertumbuhan ekonomi akan rendah. 6. Pengaruh Pendapatan Daerah dan Belanja Modal Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari Pertumbuhan Ekonomi. Daerah yang Pertumbuhan Ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Dari perspektif ini seharusnya Pemerintah Daerah lebih berkosentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan Pertumbuhan Ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundang-undangan terkait dengan pajak dan retribusi daerah. Pertumbuhan Ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan Kemandirian Daerah. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila masing-masing aspek dalam suatu daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti contoh dengan meningkatkan investasi maka secara langsung juga akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi. Dalam upaya peningkatan Kemandirian Daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi Belanja Modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Anita Rokhmawati (2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Propinsi Jawa Timur yang diukur dengan Produk Domestik Regional Produk (PDRB). Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Timur selama periode 2003-2006. Dalam penelitian ini menggunakan sensus (seluruh populasi dijadikan sampel penelitian) dengan jumlah populasi 38 kabupaten dan kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Metode statistik yang digunakan adalah analysis path (analisis jalur). Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis jalur yaitu: (1) Belanja Modal berpengaruh positif secara langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah, (2) Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, (3) Belanja Modal berpengaruh positif secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, (4) Belanja Modal berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah melalui Pendapatan Asli Daerah. Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu bagi pemerintah daerah agar lebih mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap seperti peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah sebaiknya lebih didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik dan pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif,

misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan. Selain itu pemerintah daerah lebih menggali sumber daya daerah daerah tersebut guna peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 2. Ardi Hamzah (2009) Penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Penelitian ini menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan Dana Perimbangan secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Publik, PAD dan Dana Perimbangan secara langsung dan tidak langsung melalui Belanja Publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Publik secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan secara tidak langsung melalui Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran. 3. Ismi Rizky Fitriyanti dan Suryo Pratolo (2009) Penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kota, Kabupaten dan Provinsi di DIY). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh APBD tahun 1999-2005, Rasio Kemandirian tahun 2000-2006 dan PDRB tahun 2001-2007. Penelitian ini menggunakan penelitian sensus dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

diajukan, dimana yang diteliti adalah keseluruhan elemen dari populasi, yaitu seluruh Kota, Kabupaten dan Propinsi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Propinsi DIY. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap Rasio Kemandirian, terdapat pengaruh yang signifikan antara Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Rasio Kemandirian terhadap Pertumbuhan Ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Rasio Kemandirian, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Rasio Kemandirian. 4. Joko Waluyo (2007) Berdasarkan data yang tersedia dan dengan menggunakan model yang telah dispesifikasikan menunjukkan, bahwa dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berbagai mekanisme transmisi, yaitu: 1) Melalui mekanisme pemberian dana bagi hasil pajak (DBHP), dana bagi hasil sumber daya alam (DBHSDA), 2) Melalui mekasnisme pemberian Dana Alokasi Umum (DAU). Dari kedua mekanisme transmisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa: 1) Dana bagi hasil PBB BPHTB dan PPh menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang negatip. Hanya daerah-daerah pusat industri dan jasa yang diuntungkan

dengan kebijakan ini.dana bagi hasil SDA (DBSDA) menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang negatip. Hanya daerah kaya SDA (Riau, dan Kaltim) yang paling menikmati pertumbuhan ekonomi positip. Di samping itu kebijakan bagi hasil SDA memperburuk kesenjangan pendapatan antardaerah. 2) Dana Alokasi Umum (DAU) berfungsi sebagai pemerata fiskal daerah juga merupakan faktor yang paling dominan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Kebijakan DAU sangat efektif dalam mengurangi kesenjangan pendapatan antardaerah. Dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan pendapatan antar daerah lebih terasa di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia (KBI). Hal ini ditunjukkan dengan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di KTI dan berada diatas rata-rata nasional. Pulau Jawa dan Bali merupakan daerah yang paling rendah pertumbuhan ekonominya dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal. Kesimpulan secara umum menunjukkan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia belum mampu mengurangi kesenjangan pendapatan antardaerah.

Table 2.1. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Anita Rokhmawati, 2009 Pengaruh Belanja Modal Belanja Modal, Kesimpulan yang dapat dan Pendapatan Asli Pendapatan Asli Daerah diperoleh berdasarkan Daerah terhadap dan Pertumbuhan hasil analisis jalur yaitu: Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi. (1) Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Daerah berpengaruh Kabupaten dan Kota di positif secara langsung Jawa Timur). terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, (2) Belanja Modal berpengaruh positif secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Ardi Hamzah, 2009 Ismi Rizky Fitriyanti dan Suryo Pratolo, 2009 Pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kota, Kabupaten dan Provinsi di DIY) Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Publik, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran Pendapatan Asli Daerah, Belanja Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi, Rasio Kemandirian Daerah. PAD, Dana Perimbangan, dan Belanja Publik baik secara langsung dan tidak langsung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Antara PAD dan Belanja Pembangunan menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Joko Waluyo, 2007 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antardaerah di Indonesia. Sumber : Hasil Pengolahan Penulis, 2009 Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP), Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBHSDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pertumbuhan Ekonomi. Dana bagi hasil PBB BPHTB dan PPh menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang negatip.dana bagi hasil SDA (DBSDA) menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang negatip. Hanya daerah kaya SDA (Riau, dan Kaltim) yang paling menikmati pertumbuhan ekonomi positip.

C, Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Belanja Modal (BM). Sedangkan variabel dependennya adalah Pertumbuhan Ekonomi. Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut: PAD(X1) DAU(X2) Pertumbuhan Ekonomi (Y) DAK(X3) BM(X4) Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Perspektif ini menyarankan bahwa seharusnya pemerintah daerah lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi

daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait dengan pajak dan retribusi. Pertumbuhan ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan kemandirian daerah. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila masing-masing aspek dalam suatu daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti contoh dengan meningkatkan investasi maka secara langsung juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Upaya untuk meningkatkan PAD tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Terdapat pengaruh yang positif secara langsung baik antara PAD, DAU, DAK maupun Belanja Modal terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengalokasian dana lebih dioptimalkan dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset seperti peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. 2. Hipotesis Penelitian Menurut Indriantoro (2002:73), hipotesis menyatakann hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris (Sugiyono, 2007:51). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.